Senin, 10 September 2012

MUHAMMAD dan SUPIR BIS


Kisah tentang perjalanan Muhammad naik haji ke Mekah dan apa yang terjadi di sana.
Mekah! Orang yang bernama Muhammad itu merinding kegirangan. Sukar membayangkan bahwa dia akhirnya bisa tiba di kota ini, yang merupakan pusat Islam di Saudi Arabia, kota tempat lahir sang Nabi besar yang namanya sama dengan namanya – sungguh semua ini merupakan impian seumur hidup!
Meskipun Muhammad bekerja sebagai imam di mesjid lokal di Sumatra, Indonesia, dia belum pernah naik haji ke Mekah, yang merupakan ibadah yang harus dilakukan sebagai Muslim yang takwa, setidaknya sekali dalam hidup.
Naik hajinya yang pertama kali ini di bulan Mei 1992 memenuhi kebulatan tekad Muhammad untuk menjalankan pilar ke 5 dan yang terakhir dalam Islam. Dia menduga perjalanan ini akan jadi pengalaman rohaninya yang terhebat dalam hidupnya.


Di hari pertama di Mekah, Muhammad mendaftarkan diri untuk ikut tour bis untuk mengunjungi tempat-tempat suci di daerah itu. Keesokan paginya dia tiba lebih awal dari jadwal tour dan dia duduk di belakang supir bis agar bisa melihat pemandangan dengan baik dari jendela depan. Dia merasa senang karena kendaraan itu tidak penuh penumpang dan kursi-kursi sekitarnya juga tampak kosong.
Bis mulai melaju dan pergi ke arah Medina and tempat-tempat keramat yang akan dikunjungi di situ. Di Medina, sang Nabi Muhammad mendirikan negara agamanya setelah hijrah dari Mekah di tahun 622 AD. Karena Medina berjarak lebih dari 200 mil ke arah Utara Mekah, Muhammad punya banyak waktu untuk bercakap-cakap dengan supir bis.
Dengan latar belakang suara mesin bis, Muhammad dan supir bis bercakap-cakap dalam bahasa Inggris sebagai bahasa perantara. “Iya, ini adalah naik hajiku yang pertama, “kata Muhammad kepada supir bis yang berambut hitam dengan relung mata yang menjorok ke dalam dan sorot mata tajam. Muhammad berkata, “Aku dari Sumatra , orang Melayu – salah satu kelompok masyarakat Muslim terbesar di Asia Tenggara.
Supir bis menolehkan kepalanya ke samping sehingga dia bisa melihat Muhammad. “Tau ngga’, engkau seharusnya tidak usah menghabiskan seluruh uangmu untuk datang ke sini.”
Muhammad mengira dia salah dengar atau salah mengerti. Dia memajukan badannya ke muka untuk mendengar perkataan supir bis lebih jelas lagi. Tanyanya, “Maaf, apa katamu?”
“Datang ke sini untuk naik haji hanyalah buang-buang uang saja,” kata supir bis dengan jelasnya. “Semua ibadah-ibadah untuk mendapat restu Awloh – jika kau berhenti untuk memikirkannya, Islam itu sungguh penuh kemunafikan.”
Muhammad tercenung kaget dan hanya bisa mendengarkan orang itu membicarakan hal-hal yang tadinya tidak pernah terlintas di pikirannya. Selama satu jam mereka bercakap-cakap selagi bis itu melaju di atas padang pasir.
“Yang sebenarnya adalah, ” kata supir bis sambil melihat langsung kepada Muhammad, “Awloh ingin mengenalmu secara pribadi, sebagai kawan, dan tidak hanya dari jauh melalui ibadah-ibadah agama. Islam tidak dapat memberimu hubungan dekat seperti itu.”
Karena tempat tujuan sudah dekat, supir bis memperpelan laju bis untuk parkir di suatu tempat. Semua penumpang turun, tapi kepala Muhammad berputar keras dengan pikiran-pikiran baru yang sebelumnya belum pernah dia pikirkan. Dengan bingung dia mengikuti group tour. Tapi sekarang semuanya tampak membingungkan.
Apakah yang dimaksud supir bis itu? Dari mana dia dapat pemikiran seperti itu? Bagaimana mungkin aku bisa bertemu orang seperti itu di tanah suci Islam!
Setelah tour selesai, Muhammad cepat-cepat balik kembali ke bis karena ingin bertemu dengan supir bis dan melanjutkan percakapan. Tapi ternyata supirnya sekarang adalah orang lain. Semangatnya langsung turun.
“Ke mana supir bis yang tadi”, tanyanya kepada supir bis yang baru.
Supir bis itu hanya mengangkat bahunya saja.
Muhammad lalu duduk di tempat duduk penumpang dan menatap jendela. Sepanjang perjalanan ke Mekah, dia terus memikirkan kata-kata supir bis di pagi hari itu. Dia merasa dapat ingat semua percakapan dari awal sampai akhir.
Ibadah naik haji Muhammad berlangsung lebih dari seminggu, tapi kegirangan dan antisipasi yang tadinya begitu besar, sekarang seakan hilang bagaikan ban bocor kehilangan udara. Semua yang dilihat dan dilakukannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru dan keraguan dalam pikirannya. Selagi dia melanjutkan ibadah hajinya, dia menatapi semua bis-bis yang berbaris di setiap tempat tour, tapi dia tidak pernah melihat supir bis itu lagi.
Setibanya di rumahnya di Sumatra, keluarga Muhammad bingung mengapa dia tidak kembali dengan rasa girang dan perjalanan melakukan ibadah agamanya. Dalam keheningan pikirannya, dia mengingat kembali setiap kejadian di Mekah. Dia tidak pernah lupa kata-kata supir bis itu dan juga raut mukanya. Hatinya bingung. Jika Islam bukanlah agama yang benar, yang mana dong yang benar?
Beberapa hari kemudian Muhammad berkunjung ke tetangganya yang kita sebut saja bernama A Ching, seorang Kristen Tionghoa. A Ching mempersilakannya datang berkunjung dengan ramah. Pada saat dia bercakap-cakap, mata Muhammad terbelalak melihat gambar yang tergantung di dinding rumah A Ching. Gambar yang dipigura itu menunjukkan wajah supir bis di Mekah!
Muhammad terbata-bata sambil menunjuk gambar itu, “A Ching! Kamu kenal orang itu?”
“Iya, “kata A Ching. “Itu gambar Yesus. Kau sih mengenalnya dengan nama Isa.”
Muhammad duduk terpaku bagaikan arca. Isa! Nabi kedua tertinggi dalam Islam – Mesias-nya orang Kristen! Bagaimana mungkin …?
Ketika dia akhirnya sanggup bersuara kembali, dia berbicara dengan pelan. “Aku punya cerita untukmu, A Ching.”
Tetangganya yang mendengarkan kisahnya juga akhirnya merasa kaget. Setelah selesai bercerita, Muhammad mulai tersedu-sedu dan tiba-tiba mengutarakan dosa dalam hidupnya. A Ching menjelaskan padanya bahwa Yesus telah menyatakan diriNya sendiri kepada Muhammad.
“Muhammad, kau bisa menerima anugrah keselamatan sebagai pemberian Cuma-cuma dari Tuhan melalui Yesus Kristus, “A Ching berkata padanya. ”Kau dapat berhubungan secara pribadi dengan Tuhan.”
Muhammad berdoa dan menyerahkan jiwanya kepada Kristus. Ketika dia kembali ke rumahnya, dia mengumpulkan anggota keluarganya dan menceritakan semuanya kepada mereka. Mereka pun kaget mendengar kisah dan perubahannya, dan mereka akhirnya juga menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
A Ching memperkenalkan Muhammad kepada pendetanya di gereja lokal. Lalu demi keselamatan mereka, Muhammad sekeluarga pindah ke tempat baru agar tidak dicelakai orang-orang Islam lainnya yang marah karena kemurtadannya.
Perjalanan Muhammad ke Mekah benar-benar merupakan titik balik kehidupan spiritualnya. Tapi dia tadinya tidak pernah menyangka pernyataan ilahi datang melalui seorang supir bis.

Cari artikel Blog Ini

copy right