Seperti Awuna, Monica Musa tahu konsekuensi
menjadi pengikut Kristus di bagian utara Nigeria -- penderitaan. Ia
memperoleh kekuatan dari membaca Alkitab, khususnya Matius 5:11-12.
"Yesus berkata bahwa Dia dianiaya, oleh karena itu siapa pun yang
mengikuti Dia pasti mengalami penganiayaan.... maka siapa pun yang
memikul salib itu, suatu hari akan menghadapi penganiayaan. Saya telah
membawa ini -- Alkitab sebagai senjataku untuk bergantung dan berharap,
karena firman Tuhanlah aku bisa tegar sampai hari ini," kata Monica.
Monica duduk, kedua tangannya memegang sebuah
saputangan, ketika ia mengingat kembali kejadian tanggal 11 Mei 2004.
Monica sampai sekarang terkadang masih terngiang suara suaminya. Hari
itulah terakhir kalinya ia melihatnya hidup.
"Tidakkah kamu dengar?" kata suaminya saat itu. "Ada
kerusuhan di Jos, dan orang-orang Kano ingin melakukan serangan.
Kumpulkan semua barangmu dan cari anak-anak, bawa mereka pulang." Monica
menyeka air matanya ketika ia mengingat apa yang terjadi hari itu di
kota Kano, yang mayoritas "agama lain".
Ketika aku melangkah keluar, setiap orang berlarian
menyelamatkan diri mereka dan orang-orang "agama lain" di belakang
mereka dengan bersenjatakan belati dan tongkat kayu, memukul dan menikam
mereka. Kelompok-kelompok "agama lain" membuntuti orang-orang Kristen.
Karena itu, jika kamu tidak beruntung atau jika kamu tidak bisa lari,
mereka akan menangkapmu, membantaimu, membakarmu," ingat Monica. Monica
dan kedua anaknya bersembunyi sampai kerusuhan mereda.
Hampir lima tahun kemudian, kemarahan masih
mencengkeram Monica ketika ia mengingat kembali bagaimana para tetangga
"agama lain"nya menceritakan kepadanya mengenai kematian suaminya.
Mereka memutilasi tubuhnya dan meninggalkannya begitu
saja di jalan. Ketika mereka melihat mayat suamiku seperti itu, mereka
pergi ke rumah kami dan mengambil semua barang kami. Itu adalah hal yang
wajar, yang mereka lakukan setelah membunuhmu; mereka pergi ke rumahmu,
memilih barang-barang yang bagus dari rumahmu, lalu membakar rumahmu.
Mereka meletakkan barang-barang milik kami di atas mayat suamiku,
meletakkan salib juga di atasnya, dan membakar semuanya.
Hari-hari setelah kematian suaminya, Monica dengan
sakit hati menceritakan kejadian itu kepada anak-anaknya, bahwa meskipun
dalam kondisi demikian, Allah tetap melindungi mereka. Aku berkata pada
mereka, walaupun ayah tidak bersama kita, tetapi masih ada Allah yang
akan menjaga kita. Mereka akan bergantung pada Tuhan dan percaya kepada
Dia.
Melalui rekan sekerja di Nigeria, kami menolong
Monica memulai usaha kecil-kecilan -- menjual barang untuk menghidupi
keluarganya. Anak-anaknya saat ini berada di tempat yang aman dan
menerima pendidikan gratis di Stephen Center. "... pemberian modal usaha
dan doa-doa Anda benar-benar telah menolongku," katanya.
Dan bagaimana dengan para pembunuh suaminya? "Setiap
hari aku berdoa untuk mereka, agar Tuhan membuka mata mereka dan
menjamah hati mereka, sehingga mereka bertobat atas dosa-dosa mereka.
Itulah yang aku lakukan dan apa yang firman Tuhan katakan padaku,"
katanya.
Diambil dari:
Judul buletin | : | Kasih Dalam Perbuatan (KDP), Edisi September - Oktober 2009 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya |
Halaman | : | 4 -- 5 |