BuktidanSaksi.com – Setelah
bertahun-tahun bergabung dalam kelompok pemikir, group penasehat, da’wah
untuk menyebarkan Islam dan melakukan pembelaan akademis terhadap
Islam, aku sekarang mengambil keputusan untuk
menerima kenyataan – karena sekarang aku telah mengerti – dan karena itu aku telah meninggalkan Islam. Keputusan ini merupakan hasil dari usaha berbulan-bulan berdoa, merenung, mengevaluasi dan mencari kebenaran. Usaha pencarian kebenaran ini mengakibatkan rasa sakit hati ketika aku menyadari bahwa selama bertahun-tahun aku telah mengikuti ajaran yang salah. Tapi di lain pihak aku juga mengalami kemerdekaan dan pencerahan yang menimbulkan rasa tenang dan damai dalam hatiku.
menerima kenyataan – karena sekarang aku telah mengerti – dan karena itu aku telah meninggalkan Islam. Keputusan ini merupakan hasil dari usaha berbulan-bulan berdoa, merenung, mengevaluasi dan mencari kebenaran. Usaha pencarian kebenaran ini mengakibatkan rasa sakit hati ketika aku menyadari bahwa selama bertahun-tahun aku telah mengikuti ajaran yang salah. Tapi di lain pihak aku juga mengalami kemerdekaan dan pencerahan yang menimbulkan rasa tenang dan damai dalam hatiku.
Aku murtad bukan karena aku tidak suka
dengan Islam atau aturan ibadahnya, tetapi karena telah menyadari bahwa
Islam ternyata bertentangan dengan pengetahuan modern seperti sains,
filosofi, etika, anthropologi, dan bidang yang paling kugemari dan
kupelajari yakni psikologi: ilmu dan penelaahan kelakuan manusia.
Di bulan-bulan mendatang, aku akan
menyumbangkan artikel-artikel ke FFI (faithfreedom.org) yang menelaah
perilaku manusia dan berbagai tipe kejiwaan Muslim: Muslim Barat, Sufi,
Salafi, Muslim yang didorong tujuan politik (Hizb/Ikhwan) sebagaimana
ada dalam berbagai kelompok Muslim, yang masing-masing
mengakibatkan perilaku dan mentalitas yang berbeda.
Aku telah menghabiskan waktu dan tenaga
untuk mempelajari berbagai aliran dan budaya dalam umat Islam. Karena
telah mengalami sendiri pengalaman spiritual dan religius Islam, dan
mempelajari imam-imam dan khotbah-khotbah mereka, membaca berbagai buku,
artikel, argumen mereka, maka sekarang aku merasa sangat yakin bahwa
aku mengerti keadaan psikologi mereka, dan aku akan membahas hal ini
lebih jauh dalam artikel-artikelku.
Aku sadar bahwa teologi Islam yang sudah
berusia 1400 tahun – bukanlah kebenaran sejati – tetapi merupakan usaha
primitif untuk memahami dan menetapkan standar sosial, spiritual, agama
dan etika. Standar-standar abad ke 7 M ini bisa menunjukkan bagaimana
kebudayaan Arab berkembang dari kebudayaan sebelumnya, yakni
‘jahiliyah’, tapi lalu mengalami stagnasi dalam nilai-nilai
tradisionalnya yang kaku, dan tak mengijinkan budaya Arab berkembang
lebih jauh. Satu-satunya usaha untuk berkembang dilakukan oleh kelompok
Mu’tazila di abad ke 8 M, yang memungkinkan tercapainya Jaman Keemasan
Islam. Tapi para pemikir maju ini malah dianggap sebagai bi’dah dan
murtad sehingga akhirnya lenyap semua di abad ke 13. Sekarang yang
berkembang di dunia Islam adalah Sunnah atau dogma tradisional Islam.
Aku juga sadar bahwa aku bisa menerima ancaman mati di bawah hukum
Syariah atas keputusanku untuk murtad. Hal ini sangat mengganggu
pikiranku dan menunjukkan bahwa umat Muslim menggunakan taktik
menakut-nakuti dengan hukum Syariah demi menjaga keutuhan agama dan
tujuan politik Islamnya. Di lain pihak, yang membuatku senang adalah,
aku bisa melihat evolusi kemanusiaan yang tidak lagi terkekang oleh
bentuk primitif teologia dan hukum, sehingga bisa terus mengembangkan
integritas, kejujuran, kerendahan hati, dan stabilitas moral. Ini
merupakan masa depan yang menjanjikan bagi umat manusia yang tidak lagi
berada dalam kegelapan akibat cuci-otak para pemuka agama.
Farhan Qureshi (posisi berdiri)
ketika masih menjadi seorang apologet Islam, dalam sebuah debat
terbuka menghadapi Sham Shamoun mengenai topik “Trinitas”
Dulu sebagai pembela Islam, aku berdebat
dengan berbagai pihak di mesjid, gereja, universitas, balai pertemuan
dan perpustakaan. Aku juga berdebat melawan para apologet Kristen
seperti Dr. James White, Dr. Tony Costa dan Prof. David Wood. Dari
mereka aku belajar tujuan pembelaan agama bukanlah untuk berkonfrontasi
tapi untuk mengerti akan kebenaran, bahkan jika ini berarti pandangan
kita harus berubah. Kita harus bersikap menerima kebenaran yang sudah
jelas, dan bukannya melawannya. Jika kita melawan kebenaran atau
realitas yang sudah nyata, maka ini berarti kita bersikap munafik: sudah
mengerti sesuatu itu benar, tapi masih ngotot saja menyangkalnya karena
alasan-alasan membenarkan diri sendiri atau keterikatan akan pemahaman
yang salah. Aku ingin berterima kasih pada Ali Sina karena memberikan
sarana untuk menyelidiki Islam dan menunjukkan sifatnya yang primitif
dan tidak sesuai lagi dengan realitas modern.
Sumber: Faithfreedom.org