Satu cara untuk mengerti Islam dan
sifat fanatik para pengikutnya adalah
dengan cara membandingkannya
dengan
aliran kepercayaan sesat lainnya. Islam dianut oleh kurang lebih
1.2 milyard Muslim. Jika kau sendiri adalah Muslim, kau tentunya telah
bertemu dengan orang2 Muslim dan tidak melihat apapun yang salah dalam
diri mereka. Para Muslim bisa tampak seperti kebanyakan orang lain yang
bekerja dan membesarkan anak2 mereka. Mereka bisa jadi adalah para
karyawan, kolega, pemimpin, tetangga, dan warga negara yang baik. Mereka
ramah, tidak lebih baik atau buruk dibandingkan orang lain pada
umumnya. Mungkin tiada yang tampak aneh pada diri mereka yang membuat
orang lain menduga mereka anggota dari aliran sesat. Akan tetapi, jangan
biarkan penampilan mereka mengelabuimu. Islam adalah aliran sesat dan
Muhammad bermental sesat.
Berdasarkan kamus, penjabaran kata
fanatisme adalah antusiasme (kesenangan) yang berlebihan, pengabdian
yang tak masuk akal, pemikiran yang liar dan muluk terhadap sesuatu hal,
terutama agama.
Orang tidak memeluk agama
untuk jadi pembunuh dan teroris. Ini malah sebaliknya dari tujuan orang
beragama. Lalu apakah yang membuat seseorang jadi begitu fanatik
sehingga mengindahkan nalar, dan melakukan perbuatan barbar, pembunuhan
dan bahkan siap mengorbankan nyawa demi dan bagi agama? Apakah
pengabdian umat beragama ini menunjukkan kebenaran tujuan pengorbanan
tersebut?
Mari kita amati aliran kepercayaan Kenisah Rakyat
(People’s Temple) dan membandingkannya dengan Islam. Semua aliran sesat
punya sifat2 dasar yang serupa. Kita bandingkan islam dengan aliran
sesat manapun dan hasilnya akan sama. Neal Osherow telah mempelajari
Kenisah Rakyat dan di tulisannya yang berjudul Sebuah Pengamatan
Jonestown: Memahami Hal yang Tak Masuk Akal (An Analysis of Jonestown:
Making Sense of the Nonsensical), dia menjelaskan seluk-beluk aliran2
sesat dengan jelas.
Anggota Kenisah Rakyat diajak oleh pemimpin
mereka, yakni Jim Jones, untuk meminumkan minuman yang dicampur racun
kepada anak2 mereka, bayi mereka dan akhirnya diri mereka sendiri.
Mayat2 ditemukan berpelukan satu sama lain, berpegangan tangan; yang
mati lebih dari 900 orang.
Bagaimana mungkin tragedi ini bisa
terjadi? Jawabannya adalah kegilaan seseorang dan sikap gampang percaya
orang banyak. Di bab ini aku akan menjabarkan pengamatan Osherow tentang
Kenisah Rakyat dan membandingkannya satu per satu dengan Islam untuk
melihat kesamaannya dan untuk lebih mengerti tentang Islam.
Selama
Muslim masih percaya Muhammad adalah nabi, apapun yang diperbuatnya
akan tampak benar di mata mereka. Di bagian akhir bab akan dijelaskan
bahwa Muslim yang telah dicuci-otaknya sukar untuk bisa sembuh. Akan
tetapi bagi Muslim yang daya pikir logisnya belum rusak sama sekali dan
dapat dikejutkan untuk melihat kenyataan, maka keterangan ini dapat
mendorong untuk mempertanyakan iman Islam mereka.
Jim Jones mulai
berkhotbah di negara bagian AS Indiana di tahun 1965, dua puluh tahun
sebelum terjadinya bunuh diri masal. Dia saat itu punya beberapa
pengikut. Dia menekankan pentingnya kesamaan kedudukan antar ras dan
pembauran. Kelompoknya menolong kaum miskin dan mencarikan mereka
pekerjaan. Dia berkharisma dan berpengaruh. Tak lama kemudian
pengikutnya bertambah banyak; kumpulan jemaat baru dibentuk dan pusat
alirannya didirikan di San Francisco.
Ketaatan
Mutlak
Bagi
pengikutnya, Jim Jones adalah pemimpin tercinta. Mereka memanggilnya
dengan kata sayang “Bapak” atau “Dad” (bahasa Inggris yang berarti
panggilan akrab anak pada ayah). Dengan berjalannya waktu, dia pelan2
beralih peran jadi sang Juru Selamat. Tatkala pengaruhnya semakin besar,
dia pun menuntut lebih banyak ketaatan dan kesetiaan. Pengikutnya
dengan penuh semangat memenuhi tuntutan ini. Dia meyakinkan mereka bahwa
dunia akan hancur karena perang nuklir dan jika mereka mengikutinya,
maka hanya MEREKA saja yang bisa selamat.
Osherow menulis:
“Banyak isi pesannya yang menyerang rasisme dan kapitalisme, tapi
kemarahannya yang paling utama tertuju pada ‘musuh2’ aliran Kenisah
Rakyat yakni orang2 yang menolaknya dan terutama yang meninggalkannya.”
Gambaran
di atas persis sama dengan Islam. Awalnya, Muhammad hanyalah “pemberi
peringatan,” dan memanggil orang untuk percaya Tuhan dan takut akan Hari
Kiamat. Begitu pengaruhnya semakin membesar dan jumlah pengikutnya
bertambah, dia jadi lebih banyak menuntut, meminta mereka meninggalkan
rumah2 mereka, hijrah dari tempat asal, dan mengancam mereka dengan
kutukan illahi jika tidak taat padanya.
Banyak pesan Muhammad
yang menyerang paganisme (shirk), tapi kemarahannya yang paling utama
tertuju pada ‘musuh’ Islam yakni orang2 yang menolaknya dan terutama
yang meninggalkannya. Jim Jones membawa jemaatnya ke hutan di Guyana dan
memisahkan mereka dari keluarga2 mereka. Mereka terputus dari pengaruh
dan dunia luar dan di bawah pengaruh Jones sepenuhnya sehingga dia bisa
dengan mudah mencuci otak dan mengindoktrinasi mereka. Inilah alasan
sebenarnya mengapa Muhammad meminta pengikutnya hijrah ke Medina. Dia
mengadu domba pengikutnya yang setia melawan pengikutnya yang tidak mau
ikut hijrah. Ayat di bawah menjelaskan sikapnya:
Dan mereka yang
percaya tapi tidak mau meninggalkan rumahnya, kalian tidak punya tugas
untuk melindungi mereka sampai mereka meninggalkan rumahnya; tapi jika
mereka minta tolong padamu karena alasan agama maka itulah tugasmu untuk
menolong (mereka) kecuali terhadap orang2 yang diantara mereka dan
kalian terdapat suatu perjanjian. Allah mengetahui apa yang kalian
lakukan. (Q.8:72)
Ayat ini mengatakan para Muslim tidak boleh
melindungi Muslim lain yang tidak mau hijrah. Dengan kata lain, Muslim
taat harus membunuh Muslim yang tidak mau hijrah, sampai mereka mau
hijrah dan taat. Bagian akhir ayat 8:72 terutama menjelaskan hal itu.
Dia mengancam pengikutnya bahwa Allâh mengamati mereka dan tahu, tidak
hanya apa yang mereka perbuat, tapi juga pikiran2 mereka.
Allâh-nya
Muhammad sagat mirip dengan tokoh diktator Ocenia bernama “Big Brother”
(Abang Besar) di buku karangan George Orwell yang berjudul Nineteen
Eighty-Four (1984).
Dalam kisah ini, setiap orang dalam masyarakat
diamat-amati dengan seksama oleh Pemerintah melalui kamera2 TV. Orang2
diperingatkan terus-menerus akan kalimat “Abang Besar mengamatimu,” dan
ini adalah “inti” sistem propaganda di negara itu.
Di buku ini,
tidak dijelaskan apakah Abang Besar itu benar2 nyata ada atau hanya
karangan Pemerintah saja. Akan tetapi, karena tokoh utama Partai
Pemerintah bernama O’Brien mengatakan bahwa Abang Besar tidak akan
pernah mati, hal ini menjelaskan bahwa Abang Besar merupakan wujud
Partai itu sendiri. Tiada seorang pun yang pernah melihatnya. Mukanya
terpampang di papan2 pengumuman, suaranya terdengar di layar TV… Abang
Besar adalah adalah tokoh samaran yang diciptakan Partai Pemerintah
untuk mewakili mereka di muka dunia. Fungsi si Abang adalah untuk
menciptakan kesatuan perasaan cinta, takut, dan hubungan. Orang lebih
mudah merasakan emosi2 seperti itu pada sosok manusia daripada pada
sebuah Partai Pemerintah. “Warga negara Oceania yang setia tidak takut
pada Abang Besar, tapi cinta dan menghormatinya. Mereka merasa Abang
melindungi mereka dari kejahatan di luar sana.”[1]
Abang
Besar sama halnya dengan Allâh, yang tidak tampak, tapi selalu ada. Dia
dicintai dan sekaligus ditakuti Muslim dan Allâh mengamati setiap
tingkah laku dan pikiran2 Muslim.
Mati sebagai Bukti Beriman
Osherow
menulis: “Tapi di tahun 1978 ketika anggota2 keluarga jemaat Kenisah
Rakyat khawatir dan meminta politikus negara Leo Ryan menyelidiki aliran
kepercayaan itu, Ryan dan para wartawan yang ada bersamanya menyaksikan
kebanyakan jemaat memuji tempat itu, menyatakan bersuka cita berada di
tempat itu dan ingin tetap tinggal di situ. Akan tetapi, dua keluarga,
berhasil menyelipkan pesan kepada Ryan bahwa mereka ingin meninggalkan
aliran itu dan turut pergi bersamanya. Ketika kelompok Ryan dan dua
keluarga yang membelot itu hendak naik pesawat2 terbang, mereka diserang
mendadak dan ditembaki sampai lima orang, termasuk Ryan, meninggal.
Setelah itu Jim Jones mengumpulkan jemaatnya dan memerintahkan mereka
minum air beracun dan ‘mati dengan terhormat’.".
Rekaman2 dari
pita suara tentang kejadian akhir menunjukkan bahwa para jemaat, dengan
beberapa perkecualian, secara sukarela minum racun dan meminumkannya
pula kepada anak2 mereka. Khotbah dan janji2 yang diucapkan Jim Jones
terdengar serupa bagi mereka yang mengetahui isi Qur’an. Seorang wanita
protes tapi jemaat2 menyuruhnya diam dan setiap orang menyatakan
kesiapan mereka untuk mati.
Tulisan berikut berasal dari rekaman pita
suara. Isinya mengejutkan, tapi menjelaskan inti fanatisme.
Jim
Jones: Aku telah mencoba yang terbaik untuk memberimu kehidupan yang
layak. Tapi meskipun aku telah mencoba, beberapa orang dengan kebohongan
mereka, membuat hidup kita jadi mustahil. Jika kita tidak bisa hidup
dalam damai maka lebih baik mati dalam damai. (Tepuk tangan)…. Kita
telah dikhianati… Yang akan terjadi di sini dalam waktu beberapa menit
lagi adalah salah seorang di pesawat terbang itu akan menembak pilot
pesawat – aku tahu itu. Aku tidak merencakan hal itu, tapi aku tahu hal
itu akan terjadi… Jadi pendapatku adalah yang biasa dilakukan di Yunani
kuno, dan menjauh diam2, karena kita tidak bunuh diri – tapi melakukan
tindakan revolusioner… Kita tidak bisa kembali.
Wanita Pertama:
Aku merasa ada kehidupan, ada harapan.
Jones: Well, semua orang
akhirnya harus mati.
Para Jemaat: Betul, betul!
Jones: Apa yang
dilakukan orang2 itu, dan apa yang mereka alami akan membuat hidup kita
lebih jelek daripada hidup di neraka… Tapi bagiku, kematian bukanlah hal
yang menakutkan. Malah hidup ini sebenarnya yang dikutuk. Tidak layak
untuk hidup seperti ini.
Wanita Pertama: Tapi aku takut mati.
Jones:
Kuyakin kau tidak takut. Kuyakin kau tidak takut.
Wanita Pertama:
Kupikir terlalu sedikit yang meninggalkan sehingga 1.200 orang harus
menyerahkan nyawa mereka bagi yang pergi… Aku lihat semua bayi2 ini dan
kupikir mereka layak untuk hidup.
Jones: Tapi bukankah mereka layak
untuk mendapat lebih dari itu? Mereka layak mendapat kedamaian.
Kesaksian terbaik yang bisa kita berikan adalah dengan meninggalkan
dunia sialan ini. (Tepuk tangan)
Pria Pertama: Sudahlah, mbak... Kita
buat hari ini indah. (Applause)
Pria Kedua: Jika kau mengatakan
bahwa kami harus mengorbankan nyawa, maka kami siap. (Tepuk tangan)
[Baltimore
Sun, 1979]
Terdengar tangisan2 bayi, dan rekaman suara terus
berlanjut, dengan Jones memaksa perlunya bunuh diri dan mendorong orang2
untuk melakukan hal ini sepenuhnya:
Jones: Bawa lagi obat2.
Sederhana saja! Gampang. Tidak ada akibat kejang2… Jangan takut mati.
Kau lihat orang2 di luar sana. Mereka akan menyiksa kita semua…
Wanita
Kedua: Tidak perlu khawatir. Semuanya tetap tenang dan mari kita
mencoba menenangkan anak2 kita… Mereka tidak menangis kesakitan; tapi
hanya merasa pahit saja…
Wanita Ketiga: Tidak ada alasan untuk
menangis. Ini adalah hal yang patut kita syukuri. (Tepuk tangan).
Jones:
Ayolah, demi Tuhan, selesaikan semua ini... Ini adalah bunuh diri
revolusioner. Ini bukan bunuh diri yang merugikan diri. (Suara memuji
dan memanggil, "Dad." (Tepuk tangan)
Pria Ketiga: Ayah telah membawa
kita sejauh ini. Aku bersedia pergi bersama Ayah...
Jones: Kita harus
mati dengan terhormat. Cepat, cepat, cepat! Kita harus cepat...
Hentikan semua histeris ini. Mati itu sejuta kali lebih baik daripada
hidup beberapa hari lagi… Jika kau tahu apa yang ada di hadapanmu nanti,
maka kau akan bersyukur malam ini.
Wanita Keempat: Sungguh senang
menjalani perjuangan revolusi ini bersama kalian semua… Ini lebih baik
daripada menyerahkan hidupku bagi sosialisme, komunisme dan aku sangat
berterima kasih pada Ayah.
Jones: Ambilah nyawa kami... Kami tidak
bunuh diri. Kami melakukan bunuh diri revolusioner sebagai tindakan
protes terhadap keadaan2 dunia yang tak manusiawi. [2]
Dunia kaget ketika mendengarkan isi
rekaman pita suara ini. Tapi pengabdian absolut dan ketaatan membuta,
ciri2 aliran sesat, semuanya ada pada Islam. Islam sendiri berarti
ketundukan. Muslim harus mengenyahkan kemauan mereka dan menolak apapun,
termasuk keluarga mereka sendiri dan hidup mereka untuk membuktikan
ketaatan kepada Allâh dan rasulnya. Dalam Qur’an kita baca: “… maka
inginkanlah kematianmu, jika kau memang benar.” (Q.2:94) Di bagian lain
Muhammad menantang kaum Yahudi untuk meminta kematian untuk membuktikan
bahwa mereka jujur.
Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut
agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah
kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah
kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar". (Q. 62:6)
Sudah
jelas bahwa berdasarkan pikiran tak waras orang2 narsisis seperti Jim
Jones dan Muhammad, ujian ketaatan mutlak adalah meminta jemaatnya untuk
mati. Acara2 TV Palestina seringkali menayangkan ibu2 dari pembom bunuh
diri yang dengan bangga berkata tentang pengorbanan anak2 mereka dan
berharap anak2 mereka yang lain melakukan hal yang sama
Hukuman dan Ancaman
Osherow
menjelaskan: “Jika kau menodongkan pistol ke kepala seseorang, kau
sanggup menyuruh orang itu berbuat apapun. Jemaat Kenisah Rakyat selalu
hidup dalam ketakutan akan hukuman berat, pemukulan2 brutal, ditambah
dengan hinaan di muka umum karena melakukan pelanggaran ringan atau tak
sengaja. Jim Jones menggunakan ancaman hukuman berat untuk menegakkan
disiplin dan ketaatan mutlak yang dituntutnya. Dia melakukan hal ini
agar jemaatnya tidak berontak dan menolaknya.”
Muslim
terus-menerus hidup dalam ancaman hukuman berat. Aku telah menerima
ribuan e-mail dari Muslim2 yang marah dan semuanya punya pesan yang sama
yakni aku akan masuk neraka karena berani mengritik Islam. Mereka tidak
menantang pendapatku; mereka tidak mengecam logikaku, tapi hanya
mengancamku dengan hal yang paling menakutkan bagi mereka – Neraka.
Dengan membaca beberapa ayat Qur’an, dapat diketahui dari mana datangnya
rasa takut ini. Para Muslim dibesarkan dengan ketakutan akan Neraka dan
hukuman bagi yang berani mempertanyakan otoritas Muhammad sungguh
menakutkan bagi mereka.
Rasa takut ini tidak terbatas pada ancaman
rohani saja. Hukuman badani juga termasuk bagian dari Islam. Di
madrasah2, anak2 dipukuli kalau melanggar hukum, dan di beberapa
kejadian, bahkan dirantai. Pemukulan tidak hanya diterapkan kepada anak2
saja, tapi orang dewasa pun dipukuli, dipecuti di muka umum, dihina,
dicaci, atau dirajam sampai mati karena melanggar hukum Islam.
Banyak
hukum yang melarang segala bentuk pemberontakan dan kemandirian. Para
pengritik, pemikir merdeka, pembaharu, dan murtadin harus dibunuh.
Bahkan mempertanyakan ajaran Islam saja tidak diperbolehkan! Inilah
satu2nya cara untuk mempertahankan kepalsuan Islam yang menuntut iman
buta yang hanya dapat dibentuk melalui rasa takut dan kebodohan.
Osherow
berkata: “Tapi orang yang berkuasa tidak perlu harus mengancam secara
terang2an agar orang2 tunduk melakukan tuntutannya, dan hal ini
dibuktikan melalui riset kejiwaan sosial. Berdasarkan percobaan2 Milgram[3], secara tak terduga, sejumlah besar orang taat
pada perintah2 seseorang dan hal ini dengan kuat mempengaruhi orang lain
untuk taat pula.
Menyingkirkan
Orang2 yang Menentang
Menurut Osherow, ketaatan
mutlak ini tampak jelas berkurang jika ada sejumlah kecil orang2 yang
menolak taat. “Riset menunjukkkan,” tulisnya, “bahwa hadirnya orang2
yang menolak taat ternyata jauh mengurangi ketaatan kebanyakan orang
dalam riset Milgram[4] Secara sama Asch menunjukkan bahwa adanya satu
orang yang menyatakan pendapat berbeda dari kebanyakan orang akan
membuat orang2 pun jadi cenderung tidak mudah setuju, bahkan jikalau
pendapat satu orang itu tidak benar.[5]
Baik Muhammad dan Jim Jones sangat tidak
suka pada orang2 yang menentang. Mereka menuntut kesetiaan utama dan
mutlak sedemikian rupa sehingga keinginan untuk bertanya atau mengritik
mereka merupakan hal yang tidak terpikirkan. Muhammad memaafkan mereka
yang memeranginya jika mereka menerima Islam dan kekuasaannya. Hal ini
dia lakukan pada saudara sepupunya yakni Abu Sofyan. Setelah Muhammad
menaklukkan Mekah, dia bahkan lalu menunjuk Abu Sofyan untuk memerintah
Mekah. Tapi Muhammad tidak mengampuni mereka yang menolak dan
meninggalkannya. Banyak orang yang dibunuh atas perintahnya hanya gara2
alasan sepele seperti mereka tidak setuju dengannya atau menghinanya.
Inilah
sebabnya mengapa dia sangat takut akan penentangan dan mengapa
pengikut2nya tidak bersikap toleran pada yang menentang Islam. Hal ini
juga alasan mengapa aku yakin bahwa jika suara2 murtadin didengar, maka
Muslim lain pun akan jadi berani dan kritik terhadap Islam tidak akan
terbendung lagi.
Jeanne Mills menjadi jemaat Kenisah Rakyat
selama enam tahun dan punya kedudukan tinggi tapi lalu meninggalkan
aliran itu. Dia menulis: “Ada hukum tak tertulis tapi dimengerti
sepenuhnya di gereja (Kenisah Rakyat) yang sangat penting: Tidak ada
seorang pun yang boleh mengritik sang Bapak, istrinya, dan anak2nya.” [6]
Bukankah hal ini terjadi pula pada Muhammad,
keluarganya dan sahabat2nya? Dr. Yunis Sheikh, yang adalah seorang
profesor perguruan tinggi di Pakistan, menyatakan bahwa kedua orangtua
Muhammad bukanlah Muslim. Hal ini masuk akal karena mereka mati ketika
Muhammad masih anak2 dan dalam hadis dikatakan Muhammad mengira mereka
masuk neraka. Tapi ternyata komentar Dr. Sheikh membuat mahasiswa2nya
marah, dan menuduh dia menghina orangtua nabi junjungan mereka dan
melaporkan hal ini kepada imam. Akibatnya Dr. Sheikh dituntut di
pengadilan karena melakukan penghujatan dan menghukumnya dengan hukuman
mati. Dia dibebaskan dari penjara setelah beberapa tahun karena banyak
protes dari penjuru dunia.
Di bulan September, 2006, Mohammed Taha
Mohammed Ahmed, yang adalah ketua editor surat kabar swasta Sudan
bernama Al-Wifaq, diculik sekelompok Muslim sejati. Dia dihakimi dengan
penuh hinaan sebelum akhirnya tenggorokannya disembelih sama seperti
orang menyembelih unta, dan lalu tubuhnya dipotong-potong. Dia dituduh
menghujat karena korannya menerbitkan artikel dari internet yang
mempertanyakan orang tua Muhammad. Yang dilakukan Muhammad Taha yang
malang ini hanyalah mengutip beberapa bagian buku dan menulis
bantahannya. [7]
Jika kau hidup di negara Islam, kau bisa
dihukum mati karena berani mengritik Islam, Muhammad, dan sahabat2nya.
Jika kau hidup di negara non-Muslim, kau bisa dibunuh meskipun kau
sendiri bukan Muslim. Pembuat film dari Belanda yang bernama Theo Van
Gogh terlambat menyadari hal ini ketika dia terguling jatuh di atas
genangan darahnya setelah ditembak dan ditusuki oleh seorang Muslim.
Dosa Van Gogh adalah membantu murtadin Ayan Hirshi Ali membuat film
tentang wanita dalam Islam.
Di bulan Juli, 1991, Ettore Caprioli yang
adalah penerjemah buku Satanic Verses (Ayat2 Setan oleh Salman Rushdie)
ke dalam bahasa Italia, diserang dan terluka berat. Hitoshi Igarishi –
profesor sastra dan pengamat budaya Islam yang menerjemahkan buku itu ke
dalam bahasa Jepang – dibunuh di Tokyo. William Nygaard, penerjemah
buku itu ke dalam bahasa Norwegia, juga ditusuk pisau.
Pesannya sudah
jelas yakni melakukan teror sebanyaknya agar tiada seorang pun yang
berani menentang Islam. Deborah Blakey adalah anggota senior Kenisah
Rakyat yang akhirnya mampu melarikan diri. Dia bersaksi: “Semua sikap
tidak setuju dengan perintah Jim Jones dianggap sebagai ‘pemberontakan’…
Meskipun aku merasa sangat sedih dengan yang terjadi, aku takut berkata
apapun karena aku tahu semua orang yang berbeda pendapat akan mendapat
murka Jim Jones dan pengikutnya.” [8]
Tidak
Konsisten
Sama
seperti yang dialami beberapa jemaat Kenisah Rakyat, Muslim2 awal pun
menyadari aturan ibadah kepercayaannya dan tindakan2 pemimpin mereka
tidaklah konsisten. Jim Jones bersetubuh dengan banyak wanita di
perkumpulannya dan dia tidak malu2 melakukannya. Muhammad juga melakukan
banyak hal yang tentunya mengejutkan orang banyak, bahkan juga
pengikutnya orang Arab yang bermoral rendah.
Di satu hadis Aisha
berkata: “Aku memandang rendah para wanita yang menyerahkan diri mereka
pada Rasul Allâh dan berkata, “Dapatkan wanita menyerahkan diri mereka
(pada seorang pria)?” Tapi ketika Allâh menyatakan: “Kau (wahai
Muhammad) dapat menunda (giliran istri2mu), dan kau dapat menerima
siapapun yang kau kehendaki; dan kau tidak bersalah jika kau mengundang
dia yang gilirannya kau tunda,” (Q.33:51) Aku berkata (pada sang Nabi),
‘Aku merasa Tuhanmu cepat memenuhi kehendak dan nafsumu.’” [9]
Sudah jelas Aisha tidak hanya cantik tapi
juga cerdas. Memang bisa jelas terlihat di banyak kejadian, tuhannya
Muhamad datang segera menolong dan mengijinkannya untuk melakukan apapun
yang disukainya.
Muhammad melanggar beberapa norma masyarakat dengan
menikahi Zainab, yang adalah menantunya sendiri. Dia berhubungan seks
dengan Mariyah - pelayan istrinya – ketika istrinya (Hafsa) sedang tidak
ada di rumah. Dia berusia 51 tahun ketika dia menikahi Aishya yang
berusia 6 tahun dan menidurinya ketika Aisha baru berusia 8 tahun 9
bulan dan masih bermain dengan boneka2nya. Muhammad mengaku dapat
‘wahyu2’ terbaik ketika tidur di bawah satu selimut dengan anak
perempuan kecil ini. Di puncak kekuasaannya, Muhammad melihat anak
perempuan balita dan mengatakan pada orangtua anak itu bahwa dia ingin
mengawininya jikalau anak itu sudah tumbuh besar. Untunglah bagi anak
itu, Muhammad mati tak lama setelah mengatakan hal itu. Muhammad
mengambil wanita2 remaja sebagai hadiah2 pribadi dari Allâh tatkala
melakukan penyerangan2 dan menghabisi suku2 dan membunuhi sanak keluarga
mereka. Dia menjadikan para wanita remaja itu sebagai budak2 seks di
haremnya.
Tentu saja, banyak Muslim awal yang heran andaikata
Muhammad itu rasul tuhan, mengapa tindakannya sangat jauh dari suci.
Kita tidak bisa menyamaratakan bahwa Arab2 kuno tidak punya nurani sama
sekali dan tidak tahu apa yang dilakukan Muhammad adalah salah. Akan
tetapi, jika mereka ragu, mereka tidak berani menyatakan hal itu. Muslim
takut akan ancaman dan hukuman. Mereka yang tidak setuju cepat2
disingkirkan.
Di satu kejadian, Muslim mujahirin (Muslim suku Quraish
yang hijrah dari Mekah ke Medina sebagai pendatang), berkelahi dengan
orang2 Medina ketika menjarah sebuah kota. Abdullah ibn Ubayy, orang
Medina yang menyelamatkan Banu Nadir dari niat pembantaian Muhammad,
merasa marah. Dia berkata, “Apakah kalian sebenarnya melakukan hal ini?
Mereka bertengkar dengan kepentingan kita, mereka berjumlah lebih banyak
di tempat kita sendiri, dan tiada yang begitu cocok bagi kita dan
gelandangan Quraish seperti yang dikatakan orang kuno ‘Beri makan anjing
dan anjing itu akan melahapmu.’ Demi Allâh, jika kita kembali ke
Medina, yang kuat akan mengusir yang lemah.” Lalu dia pergi ke orang2nya
yang berada di sana dan berkata, “Inilah yang kau lakukan terhadap
dirimu. Kau biarkan mereka menguasai tanahmu, dan kau bagi kekayaanmu
dengan mereka. Jikalau kau simpan kekayaanmu bagi dirimu, maka mereka
sudah pergi ke tempat lain.” Ketika berita ini didengar Muhammad, dia
berkeputusan untuk membunuh Ibn Ubayy. Tatkala mendengar hal ini, putra
Ibn Ubayy yang telah masuk Islam datang kepada Muhammad dan berkata
padanya, “Kudengar kau ingin membunuh ‘Abdullah b. Ubayy karena
mendengar apa yang diucapkannya. Jika kau harus melakukan hal itu, maka
perintahkanlah aku untuk melakukan hal itu dan aku akan bawa kepalanya,
karena suku al-Khazraj tahu tiada seorang pun yang lebih berbakti kepada
ayahnya selain aku. Aku takut jika kau memerintahkan orang untuk
membunuhnya, jiwaku tidak akan mengijinkan aku melihat pembunuh ayahku
berjalan diantara orang2 dan aku akan bunuh dia, dan karenanya aku
membunuh orang beriman (Muslim) gara2 orang tak beriman (kafir), dan
akibatnya aku akan masuk neraka.”[10]
Abdullah ibn Ubayy adalah orang besar bagi
masyarakatnya, dan orang2 Medina menghormatinya. Ini adalah keadaan
yang sulit. Memerintahkan seorang anak laki untuk membunuh ayah sendiri,
yang orang penting seperti ibn Ubbay, dapat mengakibatkan keadaan yang
merugikan bagi Muhammad. Bagaimana jika anak itu hanya ingin menguji
kebenaran berita Muhammad ingin membunuh bapaknya dan mengakibatkan anak
ini melawan Muhammad untuk membela bapaknya? Muhammad dengan cerdiknya
menolak tawaran dan membiarkan pertikaian itu berlalu. Akan tetapi,
perkataan anak laki itu dipuji-puji sejarawan Muslim sebagai contoh iman
yang sejati. Ini adalah tingkat pengaruh yang dituntuk Muhammad dari
pengikutnya. Dia membuat orang2 saling memata-matai dan menciptakan
suasana penuh ketakutan di mana segala benih penentangan bisa dicabut
dari akarnya.
Kejadian menarik bisa dilihat pada saat Abdullah
ibn Ubayy meninggal. Putra Abdullah ibn Ubayy memohon Muhammad untuk
berdoa di pemakaman ayahnya. Karena pentingnya posisi ibn Ubayy,
Muhammad merasa harus memenuhi permintaan putra ibn Ubayy. Ketika dia
berdiri untuk berdoa bagi almarhum ibn Ubayy, Omar ingat Muhammad tidak
mau berdoa di kuburan ibunya sendiri. Dia memegang baju Muhammad dan
berkata: “Rasul Allâh, akankah kau berdoa bagi orang ini, sedangkan
Allâh melarangmu berdoa bagi yang tidak beriman?” Dia menjawab: “Allâh
telah memberikan pilihan sewaktu dia berkata: Mintalah ampun bagi
mereka, atau jangan mintakan ampun bagi mereka; jika kau minta ampun
bagi mereka sebanyak tujuh puluh kali, maka tuhan tidak akan mengampuni
mereka (Q.9:80) dan aku akan memberi tambahan pada tujuh puluh kali
minta ampun.” Sungguh ironis bahwa Muhammad memanggil ibn Ubayy
“munafik” padahal julukan itu paling cocok bagi dirinya sendiri.
Sama
seperti Jim Jones, Muhammad juga menciptakan suasana teror sehingga
yang meragukan dirinya tidak berani menyatakan pikirannya. Dia melarang
pertanyaan2 yang susah dan jadi sangat marah jikalau ada yang
melakukannya.
Hadis berikut adalah contoh di mana Muhammad marah pada
mereka yang berani mempertanyakan keputusannya. Hal ini terjadi ketika
dia membagi-bagi semua jarahan yang dirampas di Perang Hunain kepada
para pemimpin Mekah untuk “melunakkan hati mereka” dan “membuat Islam
terasa manis di mulut2 mereka.” Pengikutnya yang membantunya berperang
tidak kebagian jatah apapun. Seorang berkata: “Wahai Rasul Allâh!
Bersikaplah adil.” Sang Nabi berkata, “Awas kamu! Siapa yang bisa
berlaku adil jika aku tidak? Aku akan celaka jika aku tidak berbuat
adil.” Omar berkata, “Wahai Rasul Allâh! Ijinkan aku memancung
kepalanya.” [11]
Orang yang bertanya ini berasal dari suku
Banu Tamim. Masyarakat Banu Tamim belum jadi Muslim. Mereka bergabung
bersama Muhammad karena mengharapkan harta jarahan belaka. Tapi setelah
Muhammad menang perang, dia tidak merasa perlu lagi memenuhi janjinya.
Orang dari suku Tamim ini tidak kenal Muhammad dan perangainya.
Pengalaman ini jelas membuka matanya dan orang2 lain di sekitarnya.
Pelajaran yang diambil adalah tidak seorang pun yang boleh
mempertanyakan keputusan Muhammad meskipun tidak adil sekalipun.
Siapapun yang mempertanyakannya akan mendapat murka Muhammad dan dapat
terancam dibunuh. Hanya yang membebek saja yang selamat. Dalam suasana
seperti ini, kebenaran selalu dikorbankan. Apakah kaum politikus kiri
jaman modern yang mendukung Muslim menghabisi nilai2 Yudeo-Kristen di
dunia Barat dapat mengambil pelajaran? Tentunya dapat, tapi apakah
pelajaran ini mendukung mereka?
Osherow melanjutkan: “Keadaan Kenisah
Rakyat jadi sedemikian menekan, isi khotbah Jim Jones dan perilakunya
sangat bertentangan, sehingga tidak mungkin jemaatnya tidak bisa melihat
hal ini dan mempertanyakan gerejanya. Tapi keraguan ini ditekan. Tiada
yang mendukung ketidaktaatan terhadap perintah2 sang pemimpin dan tiada
kawan yang menyatakan ketidaksetujuan dengan mayoritas jemaat. Yang
tidak taat dan menentang dengan cepat dihukum. Mempertanyakan kata2
Jones atau bahkan keluarga dan teman2nya saja sudah berbahaya. Orang
yang menyadap pembicaraan dengan cepat melaporkan segala pertentangan,
dan bahkan anggota2 keluarga sendiri pun melakukan hal ini.”
Sama
seperti Jones, Muhammad bergantung kepada para penyadap, seperti yang
dikatakan Osherow: “Ini tidak hanya menghilangkan sikap menentang, tapi
juga menghilangkan sikap solidaritas dan kesetiaan orang terhadap sanak
keluarga dan kawan2 mereka sendiri.”
Dalam Islam, para Muslim diminta
untuk mengawasi dan memperingatkan satu sama lain jika ada yang keluar
dari “jalur yang benar”. Hal ini disebut Amr bil ma’roof (perintah akan
kebenaran) dan Nahi min al munkar (pelarangan akan kesalahan). Akan
tetapi, yang benar dan yang salah bukanlah hal yang sama yang diakui
orang pada umumnya dan yang sesuai dengan Hukum Emas (perlakukan orang
lain seperti dirimu sendiri ingin diperlakukan). Yang benar adalah yang
diijinkan sang Nabi dan yang salah adalah yang dilarang sang Nabi.
Dengan kata lain, setiap orang adalah “Abang Besar” dan pengamat orang
lain dan harus menegur untuk membenarkan Muslim lain dan jika perlu
melaporkan mereka ke ketua Muslim. Setelah terjadinya Revolusi Islam di
Iran, anak2 diperintahkan untuk melaporkan segala kegiatan tidak Islam
yang dilakukan orangtua mereka. Beberapa anak muda dilaporkan oleh ayah
mereka sendiri kepada Pemerintah dan mereka lalu dihukum mati. Penyampai
laporan lalu dipuji-puji dan ditinggikan agar yang lain mau berbuat
sama.
Osherwo berkata: “Jones berkhotbah bahwa semangat kekeluargaan
harus dibentuk dalam gerejanya, dan dia menekankan pengabdian masing2
anggota jemaat ditujukan bagi sang “Bapak” (dirinya sendiri).”
Dalam
islam, Muslim juga harus bersikap seperti saudara terhadap Muslim lain,
tapi pertama-tama mereka harus setia dulu pada Muhammad, atau, seperti
yang dikatakannya berkali-kali, pada “Allâh dan rasulnya.” Di saat
seorang Muslim murtad, Muslim lain yang bersikap sebagai saudaranya
tidak ragu lagi untuk menyembelih tenggorokannya.
Kesamaan antara
Muhammad dan Jim Jones benar2 nyata. Jangan2 yang satu meniru yang lain.
Sudah jelas bahwa semua tindakan mereka merupakan pernyataan pikiran
gila penderita narsisis. Semua kebijaksanaan politis totalitarian, dari
Nazisme sampai fasisme, dari komunisme sampai Islam, adalah aliran sesat
dan mengandung sifat yang sama seperti yang dijabarkan George Orwell
dalam novelnya yang berjudul Nineteen Eighty Four (1984).
Hancurnya Hubungan Keluarga
Jim
Jones percaya: “Keluarga adalah bagian dari sistem musuh, karena mereka
merugikan pengabdian total seseorang kepada “Alasan Utama”.[12] “Alasan Utama” ini tentunya tak lain
daripadanya dirinya sendiri. Jadi seorang yang dipanggil menghadap
jemaat untuk dihukum bisa menduga anggota keluarganya sendirilah yang
jadi pengecam utama dan paling keras. [13]
Muhammad memecah-belah keluarga dengan
menyatakan bahwa Muslim pertama-tama harus setia terhadap Allâh dan
Rasulnya dan tidak boleh taat pada orangtua mereka jika mereka
menghalangi hubungan Muslim dengan Islam. Ayat Qur’an berikut
menjelaskan hal ini:
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah
kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [14]
“Mengapa tidak banyak orang yang
keluar dari aliran itu?” tanya Osherow. “Begitu masuk Kenisah Rakyat,
orang2 tidak boleh pergi; yang tetap pergi dibenci,” jelasnya. “Tiada
yang lebih menjengkelkan Jim Jones daripada hal ini; orang2 yang
meninggalkannya menjadi sasaran kebenciannya dan disalahkan atas segala
masalah yang terjadi. Seorang anggota jemaat ingat setelah beberapa
anggota remaja meninggalkan Kenisah Rakyat, ‘Kami sangat membenci ke
delapan orang itu karena kami tahu suatu hari mereka akan mencoba membom
kami. Maksudku, Jim Jones membuat kami benar2 percaya akan hal ini.’”[15]
Muslim juga diajarkan cara berpikir yang
sama. Seorang Muslim sangat membenci murtadin. Dalam Islam, murtadin,
pemikir merdeka (freethinkers), dan pengritik diancam dan dibunuh.
Muslim yang murtad dituduh melakukan penghujatan dan mereka dihina atau
dibunuh.
Osherow menulis: “Sikap menentang menjadi tindakan riskan,
dan, bagi kebanyakan anggota, keuntungan menentang juga tidak jelas.
Melarikan diri juga tidak mungkin. Melawan terlalu berbahaya. Karena
tidak ada pilihan lain yang tampaknya lebih baik, maka tunduk jadi sikap
yang paling aman. Kekuasaan yang diterapkan Jim Jones membuat jemaat
Kenisah Rakyat taat. Mereka tetap jadi anggota sebab sukar untuk
menentang.” Qur’an pun dengan jelas menyatakan bahwa Muslim tidak boleh
murtad.
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan
ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. ....
Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran)
sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka
mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. (Q. 47:23-25)
Di
sini Muhammad menjanjikan hukuman illahi bagi murtadin di alam baka.
Dia juga mengumumkan hukuman bagi murtadin di dunia. Bukhari
melaporkannya di hadis berikut:
Rasul Allâh berkata, “Darah
seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada yang layak disembah selain
Allâh dan bahwa aku adalah rasulnya, tidak boleh dikucurkan selain
karena tiga hal: dalam Qisa melakukan pembunuhan, orang yang telah
menikah melakukan zinah dan yang murtad dan meninggalkan kaum Muslim.” [16]
Hadis lain menyatakan bahwa beberapa
murtadin dibawa menghadap Ali dan dia membakar mereka. Ketika berita ini
didengar Ibn ‘Abbas, dia berkata, “Jika aku berada di tempatnya, aku
tidak akan membakar mereka, sebagai yang dilarang Rasul Allâh yang
berkata, ‘Jangan hukum orang dengan hukuman Allâh (api).’ Aku akan
membunuh mereka berdasarkan perkataan Rasul Allâh, ‘Barangsiapa yang
meninggalkan agama Islam, bunuh dia.’” [17]
Pengaruh
Bujukan
Apa sih
awalnya yang menyebabkan orang2 tertarik bergabung di gerejanya Jim
Jones? Mari kita bahas pertanyaan ini dan membandingkannya dengan orang2
yang baru masuk Islam (mualaf).
Osherow menyebut daya tarik Jim
Jones terdapat pada kepribadiannya yang berkharisma dan keahliannya
dalam berkhotbah, juga ditambah dengan keahliannya dalam memanfaatkan
orang yang mudah tertipu. Dengan janji2 dan penampilannya yang diatur
rapih untuk memikat setiap penonton, dia dengan mudah memenangkan hati
dan angan2 mereka. Kata2 Cicero tepat dalam menggambarkan hal ini: “jago
khotbah dapat membuat hal yang mustahil dipercaya orang.”
Muhammad
juga sadar betul akan pengaruh khotbah. Dia percaya bahwa “dalam
kemahiran berkhotbah terdapat sihir”[18] dan sering berkata: “Dalam khotbah2 yang
diucapkan dengan mahir terdapat pengaruh sihir" (artinya, beberapa orang
tidak mau melakukan sesuatu dan pengkhotbah yang hebat mengutarakan hal
itu dan kemudian orang2 mau melakukannya setelah mendengar khotbah).”[19]
Di hadis lain, dia membual, “Aku telah
diberi kunci2 khotbah yang berpengaruh dan diberi kemenangan melalui
teror.[20] Dia menggunakan pengaruh khotbah dan bujukan,
juga teror dan ancaman demi keuntungan dirinya sendiri.
Osherow
menulis: “Anggota Kenisah Rakyat terdiri dari masyarakat yang butuh
bantuan dan terlupakan: orang2 miskin, kulit hitam, para jompo dan
beberapa pecandu obat bius dan bekas narapidana.”.[21]
Bandingkan hal ini dengan pengikut2
pertama Muhammad di Mekah. Mereka kebanyakan adalah kaum miskin, budak2,
anak2 muda pemberontak, dan beberapa wanita yang butuh perhatian. Dia
berkhotbah pada para budak agar mereka melarikan diri dari majikannya
dan hijrah; dia mengatakan pada kaum muda untuk tidak mentaati orang tua
mereka dan ikut dia saja; dia berbicara tentang kesamaan sosial dan
persaudaraan antar sesama Muslim; dia menjanjikan setiap orang hadiah
besar di alam baka dan kekayaan di dunia fana, kekayaan yang nantinya
datang melalui penjarahan.
Tiga sejarawan utama Muslim yakni Tabari,
Ibn Sa’d dan Ibn Ishaq setuju bahwa hanya beberapa gelintir orang saja
yang memeluk Islam secara sukarela. Kebanyakan orang lainnya memeluk
Islam karena rasa takut atau karena serakah ingin dapat bagian harta
jarahan. Meskipun demikian, apapun alasannya, mereka semua memenuhi
tujuan Muhammad untuk menundukkan semua orang pada Islam.
Bualan2 Luar Biasa Besar
Para
pemimpin aliran sesat punya pribadi megalomaniak. Baik Jim Jones maupun
Muhammad punya ego (keakuan) yang terlalu membengkak. Untuk memikat
anggota baru, Jones mengadakan pelayanan masyarakat di berbagai kota. Di
selebaran2 yang disebarkan tertulis:
Pendeta Jim Jones… Luar
Biasa! Penuh Muzizat! Sukar Dipercaya!
Pelayanan kesembuhan kenabian
yang paling unik yang engkau akan pernah saksikan! Saksikan Firman yang
hadir diantara kalian!”[22]
Muhammad juga punya banyak bualan
tentang dirinya sendiri. Allâh yang adalah boneka ciptaannya seringkali
memujinya sebagai:
· Kami mengirim kamu sebagai belas kasihan untuk
semua makhluk (Q.21:107)
· Dan memang kau (Muhammad) punya moral2
yang luhur. (Q.68:4)
· Memang benar Rasul Allâh kau adalah contoh
baik untuk diikuti. (Q.33:21
· Sungguh benar inilah kata Rasul yang
paling terhormat. (Q.81:19)
· Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q. 4:65)
Ayat terakhir jelas
menunjukkan bahwa Muhammad menuntut ketaatan mutlak dan marah kalau
dikritik atau kalau ada yang tidak setuju dengannya.
Osherow menulis:
“Anggota jemaat belajar menanggapi hal yang bertentangan antara khotbah
muluk Jones dan kerasnya aturan dalam Kenisah Rakyat dan menyalahkan
semuanya pada ketidakmampuan diri sendiri dan tidak pada diri Jones.
Seorang bekas anggota jemaat yang bernama Neva Sly mengatakan: ‘Kami
selalu menyalahkan diri kami sendiri jikalau ada yang tidak beres.’ [23] Osherow menulis: “Anggota jemaat belajar
menanggapi hal yang bertentangan antara khotbah muluk Jones dan kerasnya
aturan dalam Kenisah Rakyat dan menyalahkan semuanya pada
ketidakmampuan diri sendiri dan tidak pada diri Jones. Seorang bekas
anggota jemaat yang bernama Neva Sly mengatakan: ‘Kami selalu
menyalahkan diri kami sendiri jikalau ada yang tidak beres.’ [24] Akhirnya, dengan kemahiran berpidato,
penipuan, dan bahasa yang muluk, Jones bisa meyakinkan bahwa kematian
sebenarnya adalah ‘langkah selanjutnya’ dan dengan ini dia menutupi
tindakan putus asa bunuh diri sebagai tindakan ‘bunuh diri revolusioner’
yang terhormat dan berani. Para jemaatnya percaya pada kata2nya.”
Hal
inipun persis dengan yang terjadi pada Islam, di mana Muslim secara
sukarela menyalahkan diri sendiri jikalau ada yang tidak beres dan
bersyukur pada Allâh untuk semua hal yang baik. Kita juga bisa melihat
kesamaan yang tepat antara pengikut Muhammad dan Jim Jones di saat
mereka menghadapi kematian.
Kata asli “kami cinta kematian sama
seperti kau cinta kehidupan” yang dikatakan Osama bin Laden pada
suratnya yang terkenal untuk Amerika Serikat sebenarnya terdapat dalam
kejadian Perang Qadisiyya di tahun 636 ketika panglima tentara Muslim
yakni Khalid ibn Al-Walid mengirim pesan surat dari Kalifah Abu Bakr
kepada panglima Persia bernama Khosrau. Suratnya menyatakan: “Kau
(Khosrau dan orang2nya) harus masuk Islam, dan dengan begitu nyawamu
selamat, karena jika tidak, kau harus tahu bahwa aku datang padamu
dengan tentara2 yang cinta kematian, seperti kau cinta kehidupan.”
Kalimat ini terus dikutip di khotbah2 Muslim modern, di koran2 dan di
buku2 Islam.
Mengaku Punya
Pengetahuan Rahasia
Satu cara yang digunakan
pemimpin aliran sesat untuk mempesona pengikutnya adalah dengan cara
melakukan muzizat dan mengaku punya pengetahuan yang tidak diketahui
orang lain. Jim Jones melakukan banyak muzizat yang diatur apik di atas
panggung. Diantaranya adalah kemampuannya untuk menyatakan sesuatu
tentang anggota baru atau tamu yang tidak diketahui orang manapun
kecuali orang itu sendiri. Untuk melakukan “muzizat” ini, dia akan
mengirim seorang pengikut kepercayaannya terlebih dahulu untuk mencari
barang milik orang atau tamu itu, membaca surat2 pribadinya atau
mendengarkan pembicaraan mereka dan lalu melaporkan keterangan itu
padanya. Setelah itu dia akan mengejutkan mereka dengan “pengetahuan
rahasia” tentang mereka.
Muhammad juga melakukan hal yang sama. Dia
punya banyak mata2 di mana2 dan setelah mereka menyampaikan keterangan
padanya, dia akan membual “Jibril memberitahu diriku…”
Di bab II kita
telah membahas skandal seks Muhammad dengan Mariyah, reaksi Hafsa akan
hal itu dan sumpah Muhammad yang melarang dirinya menikmati Mariyah tapi
kemudian dia sendiri membatalkan sumpah itu dan mengaku dapat wahyu
dari Allâh. Ayat berikut sesuai dengan kejadian ini. Ayat ini berisi
perintah Muhammad kepada Hafsa untuk tidak menceritakan rahasia skandal
seksnya dengan Mariyah kepada orang lain. Tapi Hafsa tak sanggup
mengekang mulutnya, sehingga menyampaikan rahasia ini kepada Aisha.
Muhammad marah ketika tahu rahasia ini terbongkar. Tidak perlu jadi
orang jenius untuk tahu bahwa Hafsalah yang membocorkannya. Akan tetapi,
Muhammad lalu mengaku bahwa Allâh-lah yang memberitahukan padanya bahwa
Hafsa telah melanggar perintah sang Nabi.
Dan ingatlah ketika
Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari
istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah)
menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal
itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad
lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya)
dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala
(Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu
Hafshah bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?"
Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Q.66:3)
Seluruh kejadian ini
sungguh konyol. Pertama-tama, pencipta seluruh alam semesta ini
bertindak sebagai mucikari yang membantu nabinya untuk bersetubuh dengan
wanita yang membangkitkan berahinya. Setelah itu sang pencipta alam
semesta menyebar gosip dengan memberitahu nabinya apa yang dikatakan
para istrinya di belakang punggungnya. Tiada guna untuk membicarakan
kekonyolan kisah ini. Hal penting yang patut diperhatikan adalah
Muhammad membual menerima keterangan dari tuhan padahal sudah jelas
Hafsa sendiri yang membocorkan rahasianya. Anak umur enam tahun saja
sudah bisa menduga hal ini.
Akan selalu ada berbagai cara yang
dilakukan pemimpin aliran sesat untuk menipu orang dan mengaku punya
pengetahuan rahasia. Herannya, para jemaatnya juga seringkali sukarela
bekerja sama dengan pemimpin itu untuk melakukan penipuan.
Melakukan Mujizat2
Osherow
melaporkan kisah berikut, yang ditulis oleh Jeannie Mills, di mana Jim
Jones melakukan muzizat melipatgandakan makanan:
Jumlah orang
yang hadir di kebaktian Minggu lebih banyak daripada biasanya, dan
karena suatu alasan anggota gereja tidak membawa cukup makanan bagi
setiap orang. Sudah jelas bahwa lima puluh orang terakhir di antre
barisan tidak akan mendapatkan makanan apapun. Jim mengumumkan,
“Meskipun tiada cukup makanan bagi semua orang, aku berkati makanan yang
kita miliki dan melipatgandakannya sama seperti yang Yesus lakukan di
Alkitab.
Ternyata, hanya beberapa menit setelah dia mengumumkan hal
mengejutkan ini, Eva Pugh keluar dari dapur membawa dua nampan berisi
ayam goreng. Orang2 bersorak bahagia, terutama yang antre di bagian
belakang.
“Ayam goreng yang diberkati” ini rasanya enak luar biasa,
dan beberapa orang menyatakan Jim menciptakan ayam terlezat yang pernah
mereka makan.
Salah seorang bernama Chuck Beikman dengan bergurau
mengatakan kepada beberapa orang yang berdiri di dekatnya bahwa dia
melihat Eva menyetir mobil masuk beberapa menit lalu dengan kardus2 dari
restoran ayam Kentucky Fried Chicken (KFC). Dia tersenyum ketika
berkata,”Orang yang memberkati makanan ini adalah Kolonel Sanders
(pendiri KFC).”
Dalam kebaktian petang hari, Jim mengingatkan bahwa
Chuck telah mengolok-olok berkat darinya. “Dia berbohong kepada beberapa
jemaat di sini dengan mengatakan ayam2 itu datang dari restoran lokal,”
kata Jim dengan marah. “Tapi Roh Keadilan menang. Karena kebohongannya,
Chuck sekarang berada di WC pria, berharap dia mati saja. Dia sedang
muntah2 dan mengalami diare begitu parah sehingga dia tidak bisa
bicara!”
Sejam kemudian, Chuck Beikman dengan wajah pucat dan gemetar
ke luar dari WC pria dan maju ke depan sambil dituntun oleh salah
seorang penjaga. Jim bertanya padanya, “Ada yang ingin kau sampaikan?”
Chcuk
memandangnya dengan lemah dan menjawab, “Jim, aku minta maaf akan apa
yang kukatakan. Mohon maafkan aku.”
Ketika kami melihat keadaan
Chuck, kami bersumpah dalam hati untuk tidak akan pernah mempertanyakan
“muzizat” yang dilakukan Jim, setidaknya jangan terang2an. Beberapa
tahun kemudian, kami mengetahui bahwa Jim ternyata menaruh racun ringan
di sebuah kue dan memberikannya kepada Chuck.” [25]
Nah, untuk menciptakan “muzizat”-nya,
Jones harus bekerja sama dengan Eva. Pertanyaannya sekarang adalah
mengapa wanita ini mau saja diajak menipu? Terdapat hadis2 tentang
muzizat Muhammad yang serupa.
Di sebuah hadis, seseorang mengaku
melihat Muhammad meletakkan tangannya ke dalam sebuah pot dan air lalu
memancar darinya, sehingga seluruh tentara melakukan wudhu dari pot itu.
Aku
melihat Rasul Allâh ketika sembahyang ‘Asr tiba dan orang2 mencari air
untuk wudhu tapi mereka tidak menemukannya. Tak lama kemudian sebuah pot
penuh air untuk wudhu dibawa kepada Rasul Allâh. Dia meletakkan
tangannya ke dalam pot dan memerintahkan orang2 untuk wudhu dari pot
itu. Aku melihat air memancar dari bawah jari2nya sampai semuanya
melakukan wudhu (ini adalah salah satu muzizat sang Nabi).[26]
Di hadis yang lain kita baca bahwa
Muhammad melipatgandakan roti; [27] atau dia memecah batu besar dengan sekopnya
dan batu itu jadi pasir [28] Atau, dia memberkati makanan yang tidak cukup
untuk empat atau lima orang sehingga makanan itu cukup untuk memberi
makan seluruh tentara. [29]
Terdapat puluhan “muzizat” yang dikisahkan
oleh para Muslim dilakukan oleh Muhammad. Beberapa dari (katanya)
muzizat2 ini diakui sendiri oleh Muhammad. Ini adalah muzizat2 yang
diakuinya sendiri, tapi Muslim tidak meragukan hal ini sama sekali.
Salah satu muzizat adalah pengakuannya mengunjungi kota jin. Di hadis
lain dia berkata bahwa sekelompok jin di Medina telah memeluk Islam. [30] Di satu dongengnya, dia mengaku bergulat
dengan setan besar dan berhasil mengalahkannya.
"Tadi malam
seekor setan besar dari para jin datang padaku dan ingin mengganggu
sembahyangku tapi Allâh memampukan diriku untuk menaklukkannya. Aku
ingin mengikatnya pada salah satu pilar2 mesjid agar kalian semua bisa
melihatnya di pagi hari…” [31]
Dongeng2 seperti ini merupakan makanan
bagi pengikutnya yang mudah ditipu. Ibn Sa’d mengutip kisah yang
disampaikan oleh Abu Rafi, salah seorang Muslim, yang berkata suatu hari
Muhammad mengunjunginya dan dia memotong kambing untuk makan malam.
Muhammad suka bahu kambing dan Rafi menyajikannya. Lalu Muhammad minta
satu lagi dan dia pun menyajikannya pula dan setelah habis, dia meminta
lagi (Ingat bahwa Muhammad punya nafsu makan besar tak terpuaskan). Abu
Rafi berkata, “Aku berikan kau kedua belah bahu. Berapa bahu yang
dimiliki seekor kambing?” Muhammad menjawab, “Jika kau tidak mengatakan
hal ini, kau sebenarnya bisa menyajikan berapapun bahu kambing yang
kuminta.” [32]
Meskipun pengakuannya luar biasa, tapi
kalau ditantang orang2 yang tidak mudah percaya, ternyata Muhammad
berulangkali menyangkal bisa melakukan muzizat. Dia mengaku bahwa
meskipun semua nabi lain diberi kemampuan untuk melakukan muzizat,
satu2nya muzizat yang dimilikinya hanyalah Qur’an.
Sang Nabi
berkata, “Tiada nabi diantara para nabi yang diberi muzizat yang
mengakibatkan orang2 jadi yakin dan percaya, tapi aku diberikan Wahyu
Illahi yang Allâh nyatakan padaku. [33]
Pertanyaannya adalah mengapa para
Muslim dengan sesukanya mengarang dongeng muzizat2 yang dilakukan nabi
mereka? Ini pertanyaan yang harus dijawab. Dugaanku adalah begitu Muslim
yakin kebenaran Islam, mereka menghalalkan segala cara termasuk
berbohong. Orang2 yang beriman teguh yang biasanya berakhlak luhur dan
bermoral, ternyata dengan sukarela berbohong, ikut bagian dalam
melakukan penipun, menindas orang2 lain, dan kalau perlu bahkan membunuh
untuk mendukung agama mereka. “Alasan Utama” jadi begitu penting bagi
mereka sehingga pertimbangan lainnya dikesampingkan. Tatkala orang jadi
begitu percaya akan kebenaran suatu alasan sehingga mereka bersedia mati
untuk itu, maka berbohong ataupun membunuh demi kepentingan alasan itu
merupakan hal yang benar baginya. Hasil akhir menentukan tujuan
sebenarnya. Filsafat dan ahli matematika Perancis bernama Pascal
menulis:
“Orang tidak pernah melakukan kejahatan sedemikian
menyeluruh dan suka hati, seperti ketika mereka melakukannya demi
keyakinan agama.” Sejarah menyaksikan kebenaran kata2 Pascal. Telah
banyak kejahatan dilakukan atas nama agama. Iman membutakan jemaat dan
iman buta membutakan semuanya.
Otoritas Imam Ghazali [34] dalam Islam tidak dipertanyakan. Dia berkata:
“Jikalau mungkin mencapai sebuah tujuan dengan berbohong dan tidak
mengatakan kebenaran, maka diperbolehkan berbohong tujuannya adalah
benar.[35]
Osherow mengutip Kasindrof, “Jim Jones
dengan cerdiknya mengatur kesan gerejanya akan menarik jemaat baru. Dia
menyusun dengan seksama kesan umum gerejanya. Dia menggunakan surat dan
pengaruh politik ratusan anggotanya untuk memuji dan mengesankan para
politikus dan wartawan untuk mendukung Kenisah Rakyat, dan juga untuk
mengritik dan mengancam penentang2 aliran itu.” [36]
Jika sebuah surat kabar menulis sesuatu
yang dianggap Muslim menghina Islam, maka para Muslim akan membanjiri
kantor2 editor surat kabar itu untuk mengutarakan keluhan mereka. Mereka
terus-menerus mengganggu sampai dikeluarkan pernyataan maaf secara
resmi dan edisi surat kabar itu ditarik. Bagaimana mungkin kita bisa
lupa kerusuhan massa dan pembunuhan orang2 tak bersalah ketika surat
kabar Denmark, Jyllands-Posten, menerbitkan beberapa kartun Muhammad.
Atau juga ketika Paus Benedict XVI mengutip perkataan kaisar Byzantium
yang menanyakan, “Tunjukkan padaku apa hal baru yang dibawa Muhammad?”
Di
tanggal 10 November, 2003, Muslim Public Affair Committee atau MPAC di
Inggris, yang adalah badan Islam yang serupa dengan CAIR di A.S.,
mengeluarkan surat amarah pada penerbit Amber Books dengan tuduhan
penghujatan. Tuduhan itu ditujukan kepada isi buku yang berjudul The
History of Punishment (Sejarah Hukuman) yang diterbitkan oleh Amber
Books.
Buku ini bukan buku tentang Islam. Buku ini menyatakan
pandangan tentang hukuman2 di berbagai budaya dan masyarakat. Dalam buku
ini terdapat satu bab tentang cara2 kuno dalam menghukum, seperti
hukuman dalam Alkitab, hukuman Romawi dan Sharia. Terdapat gambar2 di
dalamnya, dan salah satunya adalah gambar Muhammad. Muslim segera marah
dengan cepatnya. Pihak penerbit menerima ribuan surat amarah dan ancaman
sampai mereka ketakutan dan menarik kembali buku itu dari peredaran dan
menyatakan ucapan minta maaf resmi kepada pihak Muslim.
Di kasus
lain, CAIR berhasil menekan perusahaan film Paramount Pictures untuk
mengubah novel Tom Clancy yang berjudul The Sum of All Fears (Inti Sari
Segala Ketakutan) untuk mengganti terori Muslim di naskah yang asli
dengan neo-Nazi. Sutradara film yakni Phil Alden Robinson dipaksa
menulis permintaan maaf kepada CAIR, dan menyatakan bahwa dia tidak
berniat untuk menunjukkan citra negatif Muslim dan menambahkan: “Aku
harap kau berhasil dalam usahamu menentang segala diskriminasi.”
Ketika
di tahun 2002, evangelis Pat Robertson dan Jerry Falwell mengutarakan
pendapat mereka tentang Islam, para Muslim di seluruh dunia murka dan
membuat onar. Mullah2 Iran mengancam membalas dan beberapa orang Kristen
dibunuh, termasuk beberapa sekolah anak2 di Pakistan. Bonnie Penner
Witherall, yang adalah suster Kristen berusia, ditembak mati di Sidon,
Lebanon.
Curiga akan Non-Muslim
Osherow
menulis: “Jones menanamkan kecurigaan atas semua hal yang bertentangan
dengan pesannya, dan menyebut mereka hasil karya musuh. Dengan
menghancurkan kesahihan sumber berita, dia memberi penawar pada
anggotanya agar tidak terpengaruh oleh kritik2 dari luar.”
Hal ini
sama dengan yang terjadi pada Muslim, yang menuduh para pengritik Islam
sebagai Zionis dan/atau orang2 yang dibayar oleh “musuh2 Islam.”
Siapapun yang berani mengritik Islam akan didatangi Muslim secara
pribadi. Bukannya membantah pendapat pengritik Islam, Muslim menyerang
secara ad homimem. Mereka menghina kritikannya dan mencoba
merendahkannya, tapi tidak mampu menjelaskan argumentasi yang membantah
kebenaran kritik itu.
“Di Jonestown,” kritik Osherow, “semua pikiran2
yang bertentangan yang mungkin menimbulkan perlawanan dari pihak
anggota dikecam. Para anggota tidak melihat kritik sebagai kenyataan,
tapi menganggapnya sebagai tanda mereka kurang beriman dan kurang
mengerti.” Ini juga sama dengan yang terjadi pada Muslim. Mereka
menyadari hidup mereka bagaikan di neraka dan negara2 mereka tidak
karuan, tapi mereka memilih menyalahkan diri sendiri karena kurang bisa
menerapkan “Islam yang sejati” sehingga akibatnya hidup mereka penuh
derita. Padahal kenyataannya justru Islamlah sumber derita mereka.
Pembenaran Diri Sendiri
Tolstoy
berkata, “Baik untung maupun buntung tergantung pada bagaimana
seseorang melihat kenyataan terhadap cara hidupnya salah tapi mampu
mengelabui diri sendiri agar tidak menganggap nasibnya merana.”[37]
Jim Jones menciptakan suasana dominasi dan
pengontrolan total. Osherow menulis: “Dengan mengamati ketaatan dan
pengaturan suasana di Jonestown, maka akan diketahui mengapa orang2
bertindak sesuatu. Begitu anggota2 sudah masuk ke dalam Kenisah Rakyat
di Jonestown, tidak banyak yang dapat mereka lakukan selain mengikuti
apa yang diperintahkan Jim Jones. Mereka di bawah pengaruh kekuasaan
mutlak. Mereka tidak punya banyak pilihan, dikelilingi penjaga
bersenjata api dan berada di tengah2 hutan, mereka telah menyerahkan
passport dan surat2 penting mereka, telah bersumpah kepada Jones, dan
percaya keadaan di luar bahkan lebih mengancam. Anggota2 diberi makan
yang sangat tidak bergizi, disuruh bekerja keras, kurang tidur, dan
terus-menerus dikecam keras oleh Jones atas kesalahan2 mereka. Semua ini
menekan mereka untuk tunduk terus pada Jones.”
Kita tahu bahwa
Muhammad bersikap kejam terhadap mereka yang meninggalkannya. Jadi bisa
dilihat bahwa tidak banyak perbedaan antara jalan pikir Muhammad dan
Jones. Akan tetapi, tidak benar kalau dianggap bahwa anggota2 aliran
sesat tetap tinggal karena mereka dipaksa tunduk secara fisik saja.
Pemaksaan sikap tunduk secara moral jauh lebih berpengaruh dan
berlangsung lama. Korbannya jadi penurut, bahkan turut berpartisipasi
terhadap penindasan dan perbudakan atas diri mereka sendiri.
Osherow
menulis: “Di saat upacara bunuh diri akhir, kebanyakan anggota tidak
mungkin lagi untuk bisa melawan atau melarikan diri. Tapi sebenarnya,
tidak dapat disangkal bahwa tidak banyak yang ingin melawan dan pergi.
Kebanyakan anggota percaya pada Jones. Di sebuah tubuh wanita ditemukan
pesan yang tertulis di tangannya di saat2 terakhir yang tertulis: ‘Jim
Joneslah satu2nya yang benar.’ [282] Mereka tampaknya telah menerima
pentingnya dan bahkan “indahnya” kematian. Sebelum upacara bunuh diri
berlangsung, seorang penjaga mendekati Charles Garry, yang adalah salah
satu pengacara yang disewa Kenisah Rakyat. Penjaga itu berkata, “Saat
yang indah… kita semua akan mati.”[38]
Anggota yang berhasil selamat di Jonestown
adalah seorang dokter gigi dan dia diwawancarai tentang terjadinya
kematian2 itu. Katanya, “Jika aku berada di sana, aku pasti jadi salah
seorang dari mereka yang berbaris untuk minum racun dan merasa bangga
melakukannya. Yang kusedihkan adalah: aku tidak ikut mengalami saat
akhir itu.”[39]
Sukar untuk menerangkan dan mengerti
peristiwa ini. Kenyataannya adalah begitu seorang percaya bahwa pemimpin
alirannya adalah utusan illahi, maka mereka dengan suka hati mau jadi
partisipan dan pelaku dari pikiran2 pemimpinnya yang tidak waras. Apa
yang mendorong orang normal untuk berlaku ekstrim seperti ini? Apakah
ini dapat menerangkan sikap fanatik dan pengabdian mutlak dari Muslim2
awal terhadap Muhammad? Apakah para Muslim awal itu melihat Muhammad
sama seperti pengikut Kenisah Rakyat melihat Jim Jones? Hadis berikut
ini menerangkan fanatisme buta para Muslim awal.
Rasul Allâh
datang mengunjungi kami di siang hari dan air wudhu dibawa baginya.
Setelah dia melakukan wudhu, air sisa wudhu dibawa oleh orang2 dan
mereka mulai membilasi tubuh2 mereka dengan air itu (sebagai berkat).[40]
Di hadis lain kita baca:
Ali punya
masalah di matanya, sehingga sang Nabi mengulaskan air ludahnya ke
matanya dan memohon Allâh untuk menyembuhkan matanya. Ali seketika
sembuh bagaikan tidak pernah sakit sebelumnya.[41]
Semua kebohongan ini dikarang oleh
para pengikut Muhammad. Muhammad tidak mampu menyembuhkan dirinya
sendiri dan selalu menderita sakit tubuh, jadi bagaimana mungkin dia
sanggup mengobati orang lain dengan ludahnya?
Isolasionisme (Pengasingan Diri)
Osherow
menyebut isolasionisme (pengasingan diri) sebagai “aspek di Jonestown
yang paling merusak.” Katanya, “Sampai saat akhir, kebanyakan anggota
Kenisah Rakyat percaya pada Jim Jones. Pengaruh2 luar dalam bentuk
kekuasaan atau bujukan, dapat mengakibatkan orang jadi tunduk. Tapi yang
harus diperhatikan adalah bagaimana anggota memproses kepercayaan itu
dalam pikiran mereka. Meskipun perkataan2 Jones selalu tidak konsisten
dan metodanya kejam, kebanyakan anggotanya tetap tunduk di bawah
perintahnya.”
Qur’an juga mengandung banyak hal yang tidak konsisten,
penuh kontradiksi dan salah keterangan. Qur’an adalah buku yang
membingungkan, tulisannya kacau balau, penuh khayalan dan pernyataan2
yang tidak masuk akal. Buku ini benar2 mimpi buruk bagi seorang editor.
Tapi meskipun begitu, para Muslim menganggapnya sebagai buku muzizat,
hanya karena Muhammad mengatakannya begitu.
Keterangan tepat mengapa
orang terus saja percaya hal yang tak masuk akal ditulis oleh Osherow
tentang pengamatannya pada Kenisah Rakyat. Dia menulis: “Begitu diri
mereka terasing di Jonestown, hanya sedikit ada kesempatan dan motivasi
untuk menentang; mereka tidak bisa melawan atau melarikan diri lagi.
Dalam keadaan seperti itu, setiap orang berusaha menerima nasib buruk
dirinya sebagai hal yang tidak buruk. Orang yang mengalami nasib buruk
cenderung menilai nasibnya lebih positif dari orang lain. Contohnya,
riset psikologi sosial menunjukkan bahwa jika anak2 tahu bahwa mereka
akan disuruh makan sayuran yang mereka tidak sukai, maka mereka
cenderung meyakinkan diri bahwa sayuran itu tidak terlalu memuakkan
untuk dimakan.[42] Jika seseorang tahu dia harus berhubungan
dengan orang lain, dia cenderung menjabarkan diri orang tersebut dengan
lebih ramah.”[43]
Pemimpin aliran sesat seringkali mengurung
anggota2nya agar tidak bisa berhubungan dengan dunia luar. Jim Jones
membangun kotanya sendiri di tengah2 hutan Guyana dan menamakannya
sesuai namanya sendiri: “Jonestown” (kota Jones). Muhammad pergi ke
Yahtrib, kota yang aslinya dibangun oleh Muhammad dan setelah meyakinkan
penduduknya orang Arab untuk mengikuti dirinya, maka dia pun mengubah
nama kota itu sesuai dengan julukan yang diberikan Muhammad pada dirinya
sendiri: Medinat ul-Nabi (Kota Sang Nabi).
Di Medina, Muhammad mulai
membunuhi dan menghina terang2an setiap orang yang mempertanyakan
otoritasnya. Medinat ul Nabi jadi persis sama dengan Jonestown. Muhammad
menjadi penguasa mutlak dan yang melawan dihukum kejam. Jika ada
pendatang masuk Medina dan jadi Muslim, maka dia tidak bisa ke luar
dengan mudah.
Salah seorang yang berhasil meninggalkan Muhammad
adalah Abdullah ibn Sa'd Abi Sarh. Ketika Muhammad menaklukkan Mekah,
dia memberi pengampunan kepada semua penduduk Mekah kecuali kepada 10
orang. Orang2 ini adalah mereka yang mengritik dan mengejek dirinya.
Salah satu dari mereka adalah Abi Sarh.
Abi Sarh dulu adalah juru
tulis Muhammad dan dia menulis ayat2 Qur’an yang diimlakan Muhammad di
Medina. Dia lebih berpendidikan daripada Muhammad dan seringkali
memperbaiki komposisi ayat2 Muhammad dan menyarankan penulisan yang
lebih baik dan Muhammad pun setuju. Hal ini membuat Abi Sarh sadar bahwa
Qur’an tidak diwahyukan dan Muhammad hanya mengarangnya saja. Dia lalu
melarikan diri dan kembali ke Mekah. Di sana dia menyebarkan hal itu.
Ketika Muhammad menaklukkan Mekah, meskipun sudah menjanjikan
pengampunan bagi seluruh orang Mekah jika mereka menyerah dan masuk
Islam, dia tetap memerintahkan pemancungan atas Abi Sarh. Nyawa Abi Sarh
selamat karena Othman menengahi. Hal lain adalah karena Muhammad tidak
bisa memberi isyarat yang jelas pada pengikutnya. Ketika Othman memohon
Muhammad untuk tidak membunuh Abi Sarh, yang adalah saudara angkatnya
pula, Muhammad diam saja. Pengikut2 Muhammad mengira sikap diamnya
adalah karena dia mengabulkan permintaan Othman. Setelah Othman dan Abi
Sarh pergi, Muhammad mengomel dan berkata dia tidak mau menolak
permintaan sahabatnya Othman, tapi dia berharap pengikutnya dapat
melihat raut muka Muhammad yang tidak suka dan lalu membunuh Abi Sarh.
Kisah ini juga menunjukkan kemunafikan sang Nabi Allâh yang ingin
menyenangkan Othman tapi sekaligus ingin membunuh Abi Sarh. Dia tidak
mau langsung mengeluarkan perintah bunuh kepada pengikutnya karena takut
Othman menyalahkannya.
Ibn Ishaq menjelaskan: “Alasan dia
memerintahkan Abi Sarh dibunuh adalah karena dulu Abi Sarh itu Muslim
dan biasa menulis ayat2 bagi Muhammad; tapi lalu dia murtad dan kembali
ke Quraish (Mekah)…” Dia seharusnya dibunuh karena murtad, tapi selamat
karena Othman menengahi..[44]
Suasana di Medinah sangat menegangkan.
Islam dan Jihad jadi pusat kehidupan masyarakatnya. Muhammad
memerintahkan mereka pergi ke mesjid, sembahyang lima kali sehari, dan
para prianya ke luar kota untuk menjarah, merampok, menyerang kafilah2,
menghancurkan desa2, membunuh para pria dan memperkosa wanita2.
Hadis
yang dilaporkan baik Imam Bukhari maupun Imam Muslim menunjukkan
sebanyak apa ancaman yang dilakukan Muhammad untuk membuat orang2 tunduk
pada perintahnya. Dia dilaporkan berkata:
Aku berpikir untuk
mengumumkan saat sholat dan menyuruh seseorang memimpin jemaat sholat,
dan aku akan pergi bersama orang2 sambil membawa obor kepada orang yang
tidak ikut sholat dan lalu membakar rumah2 mereka dengan api.[45]
Di hadis ini Muhammad mengancam bakar
bagi mereka yang tidak mau sholat bersama di mesjid.
Hidup di Medina
jadi sangat berubah. Dulu sebelum Muhammad datang, masyarakat Yathrib
adalah petani, pembuat karya seni, dan pedagang. Pusat perdagangan
digerakkan oleh orang2 Yahudi, yang adalah pekerja keras, tahu baca
tulis, dan makmur. Orang2 Arab kebanyakan buta huruf, malas, dan santai.
Mereka tidak punya banyak kemahiran dan bekerja bagi kaum Yahudi.
Ketika Muhammad mengusir dan membunuhi orang2 Yahudi, kota itu berubah
drastis. Tidak ada bisnis apapun yang dapat dikerjakan orang2 Arab untuk
menafkahi dirinya. Ekonomi kota runtuh semua. Orang2 hidup bergantung
sepenuhnya pada barang jarahan dan rampokan yang disediakan Muhammad
bagi kelangsungan hidup mereka. Bagi mereka, tidak ada jalan ke luar
untuk kembali. Mereka bergantung sepenuhnya pada Muhammad dan barang2
jarahan darinya. Bahkan orang2 yang tidak percaya padanya seperti
Abdullah ibn Ubbay dan pengikutnya juga ikut pula dalam kegiatan
penjarahan yang dilakukan Muhammad. Ini bukan berarti mereka mau
mendukung Islam tapi karena barang jarahan merupakan satu2nya mata
pencaharian bagi penduduk Medina. Jika mereka tidak mau ikut dalam
penjarahan yang dilakukan Muhammad maka mereka akan kelaparan. Sama
seperti anggota2 Kenisah Rakyat, para Muslim dihadapkan pada keadaan
yang tidak memungkinkan lagi, yang akhirnya membuat mereka menerima
keadaan mereka sendiri. Beberapa yang berani bicara melawan pemimpinnya
akan dibunuh atau dikecam.
Masyarakat Arab Medina merupakan
masyarakat termiskin. Mereka bodoh, miskin, dan percaya takhayul. Bagi
mereka, hanya memiliki satu unta dan satu mantel saja sudah membuat
mereka merasa kaya. Mereka dulu bekerja sebagai pelayan bagi orang2
Yahudi. Beberapa hadis menyatakan bahwa orang2 Arab ini mendapatkan
harta pertama mereka dari “barang jarahan dari Allâh” sesuai dengan yang
disebut dalam Qur’an, dan barang jarahan itu didapatkan dari usaha
perampokan. Selain itu banyak tersedia pula jarahan berupa budak2 seks
wanita. Para wanita yang ditangkapi di usaha2 perampokan menjadi
tambahan rangsangan bagi Muslim untuk ikut menjarah, terutama para
mujahirin (yang hijrah dari Mekah ke Medinah) yang pada umumnya masih
bujangan.
Begitu kaum Yahudi dibunuhi dan diusir, para Arab miskin di
Medina tidak punya pilihan lain selain ikut pasukan Muhammad dan
berperang baginya, jika masih ingin bisa makan. Alasan utama Muslim awal
untuk berjihad adalah kekayaan dan seks.
Perubahan
Perlahan
Hidup orang beriman itu berat karena penuh
pertentangan bathin dan harus menjalankan berbagai aturan ibadah agama
tiada arti yang harus dilakukannya tanpa banyak tanya. Dia pelan2 harus
tunduk dalam kehidupan ini. Osherow menulis: “Keterlibatan seorang
anggota dalam Kenisah Rakyat tidak dimulai di Jonestown, tapi jauh lebih
awal daripada itu, dekat dengan rumah mereka pribadi, dan tidak
sedramatis di Jonestown. Awalnya, anggota2 itu mendatangi pertemuan2
secara sukarela dan menyempatkan diri beberapa jam setiap minggu bekerja
di gereja Jim Jones. Meskipun anggota2 lama akan mengajak anggota baru
untuk bergabung, tapi mereka bisa bebas memilih untuk tetap tinggal atau
pergi. Jika mau bergabung, maka anggota itu akan lebih bertekad setia
pada Kenisah Rakyat. Sedikit2, Jones menambah perintahnya pada setiap
anggota. Setelah lama jadi anggota, barulah Jones mulai meningkatkan
sikapnya yang menindas dan tuntutan2 dalam pesan2nya. Sedikit demi
sedikit, pilihan lain bagi anggota dikurangi. Langkah demi langkah,
orang itu tergerak untuk melogiskan pengabdiannya dan membenarkan
perbuatannya.”
Mereka yang jadi mualaf (Muslim baru) juga
melaporkan hal yang sama. Perubahan dalam diri mereka berlangsung
perlahan. Begitu mereka mulai lebih terlibat, tingkat tuntutan pelan2
meningkat. Para wanita diberitahu bahwa menutupi rambut mereka bukanlah
kewajiban, tapi merupakan hal yang suci untuk dilakukan. Lalu anggota
baru disuruh menahan diri agar makan makanan halal, melakukan sholat,
puasa, berzakat dan pelan2 mereka ditunjukkan nilai2 luhur dan iming2
hadiah jihad. Jihad ini harus dilakukan oleh setiap Muslim. Karena para
mualaf biasanya penuh semangat untuk diterima dalam kelompok Muslim,
maka mereka mau saja berbuat apapun yang diperintahkan dan bahkan
mencoba lebih beribadah daripada mereka yang terlahir Muslim. Ini sama
dengan kata pepatah “lebih katolik daripada Paus sekalipun.”
Indoktrinasi
ini begitu perlahan sehingga mualaf merasa mereka melakukan hal ini
secara sukarela. Mereka akhirnya akan melakukan hal2 yang dulu mereka
rasa sangat konyol. Seorang ex-Muslimah Amerika menulis padaku bahwa
ketika dia pertama kali melihat sekelompok Muslimah mengenakan burqa
hitam sekujur tubuh, dia tertawa dan merasa kasihan pada mereka.
Akhirnya dia memeluk Islam dan mulai mengenakan burqa (neqab) yang
bahkan menutupi wajahnya. Aku mengenal wanita ini di internet karena dia
membuat website yang mempromosikan Islam dan menghinaku. Dia
memperingatkan Muslim lain untuk tidak membaca tulisan2ku. Tentunya dia
sendiri tidak melakukan anjurannya sendiri karena dia tidak tahan untuk
tidak membaca tulisan2ku. Akhirnya kebenaran menerpanya dan dia
meninggalkan Islam sama sekali. Dia menjelaskan padaku bagaimana dirinya
tersedot dalam Islam sampai2 dia mengajak suaminya yang non-Muslim
memeluk Islam dan mengambil istri baru.
Di dunia nyata, aku bertemu
para Muslimah yang dicuci otaknya sedemikian parah sehingga mereka
membela pernyataan Muhammad bahwa wanita itu bodoh dan lebih rendah
daripada pria, sedangkan di saat yang sama, mereka yakin sekali Islam
memerdekakan wanita. Iman jelas merupakan narkotik yang melumpuhkan
nalar.
Alasan2 orang jadi mualaf mungkin karena mereka mengira doktri
monotheisme itu menarik atau mungkin pula karena mereka ingin jadi
anggota “persaudaraan” yang besar. Apapun alasannya, para mualaf itu
dalam waktu singkat akan menjadi pembenci Yahudi dan lalu negara mereka
sendiri (terutama mereka yang tinggal di negara non-Islam). Tak lama
kemudian mereka akan membenci orangtua mereka yang non-Muslim dan
menjauhkan diri dari kawan2 non-Muslim. Demi memenuhi kewajiban agama,
akhirnya mereka menjadi seorang jihadis dan teroris dan dengan senang
hati melakukan pengorbanan akhir yakni mati syahdir (martir).
Seorang
Kanada yang jadi mualaf tapi lalu murtad dan kembali memeluk agama
aslinya, menulis pengalamannya dulu sebagai Muslim:
Islam yang
asli sukar dicerna bagi kafir sehingga untuk membuat banyak orang
tertarik pada dakwah Islam, maka Muslim menyesuaikan prinsip2 Islam agar
sesuai dengan harapan kafir yang mendengarnya. Islam moderat yang
disesuaikan yang dulu membuatku tertarik dan masuk Islam harus
disesuaikan lagi agar tampak aslinya. Di mesjid lokal aku selalu
disalami dan dipeluk. Hal menyenangkan ini tidak kualami di rumah,
terutama dari ibuku yang selalu tidak puas akan prestasiku dan ayah yang
tidak peduli atas kemajuanku. Karena bujukan saudara2 Muslimku, aku
ingin unggul dalam beribadah Islam; mungkin menikah dan menguasai penuh
bahasa Arab dan jadi mujahidin (dalam jihad) dan mati syahid.
Begitu
masuk Islam, mualaf jadi begitu mudah dibohongi dan naif, sehingga
dengan menerima saja segala tingkah laku dan propaganda Islam yang tidak
masuk akal yang mempengaruhi masyarakat Muslim. Kami tidak mau bergaul
dengan kafir dan menolak semua yang tidak Islami. Seorang mualaf
menyatakan Osama bin Laden lebih baik daripada “sejuta George Bush” dan
“seribu Tony Blairs” hanya karena Osama itu Muslim. Kami dengan sombong
mengaku sebagai “orang2 terbaik dari seluruh umat manusia” (3:110).
Sehingga jika kejadian kekerasan terjadi dan jelas dilakukan oleh Muslim
demi nama Allaah, maka kami semua merasa puas. Kami mendukung
pelanggaran kemanusiaan di negara2 Muslim, bahkan jika korbannya adalah
Muslim pula. Teori2 konspirasi yang menyebar di masyarakat Muslim benar2
ngawur. Tidak ada seorang Muslim pun, bahkan yang moderat sekalipun,
yang mau mengakui pelaku2 Muslim 9/11. Seperti yang dikatakan rekan
kelasku dari Afghanistan, “Itu pasti perbuatan orang2 Yahudi!” Jika
terjadi peristiwa yang membuat orang cenderung melakukan kritik sendiri,
kami bukannya melakukan kritik diri itu tapi malah menyalahkan Yahudi,
kambing hitam favorit kami. Kami menyatukan diri jadi bagian ummah Islam
dan sama2 mendukung agenda politik Arab Muslim, membiarkan janggut
tumbuh, menyatakan kebencian pada Yahudi, sering mengucapkan kata bid’ah
(mengutuk modernisme), dan melawan negara Islam. Kami dengan bangga
mengaku kebenaran jihad, tapi bersikap bodoh jika seorang kafir bertanya
tentang teror yang dilakukan jihadis dan lebih memilih menjawab,
misalnya, “Bagaimana kau tahu itu dilakukan oleh Muslim? Mana buktinya?”
Meskipun kami tidak buta terhadap videotape2 kesaksian teroris Muslim,
kami memilih membutakan diri saja. Tidak semua Muslim jadi teroris, tapi
kebanyakan teroris adalah Muslim. Jika orang2 Amerika dan Yahudi mati,
para Muslim bersuka cita. Hal ini jelas kulihat dari diri seroang
Muslimah yang baru berusia lima tahun. Para mualaf secara buta menerima
saja segala intrepetasi Islam yang kolot yang diajarkan imigran Muslim.
Mereka mengajarkan Islam sebagai agama yang melarang ijtihaad (diskusi
bebas) guna memberangus orang2 yang berpikir kritis dan agar agama
mereka tetap berkuasa.[46]
Jeanne Mills, anggota Kenisah Rakyat
yang berhasil melepaskan diri dua tahun sebelum aliran sesat itu pindah
ke Guyana, menulis pengalamannya di bukunya yang berjudul Six Years with
God (Enam Tahun bersama Tuhan) (1979). Dia menulis: “Setiap kali aku
menceritakan pada seseorang tentang masa enam tahunku menjadi anggota
Kenisah Rakyat, aku menghadapi pertanyaan yang tidak bisa kujawab: Jika
gereja itu sedemikian jelek, mengapa dong kau dan keluargamu tetap jadi
anggota untuk waktu yang sangat lama?” Osherow berkata, “Beberapa
pengamatan lama dari penyelidikan kejiwaan sosial tentang proses
pembenaran diri dan teori penerimaan hal yang tidak disetujui (cognitive
dissonance)[47] dapat menjelaskan perbuatan yang tampaknya
tidak rasional.”
John Walker Lindh dikenal sebagai “Taliban Amerika.”
Dia adalah anak muda yang pergi ke Afghanistan untuk bergabung dengan
Al Qaida dan melawan tentara negaranya sendiri. Dia tidak jadi teroris
hanya dalam waktu semalam saja. Ketertarikan John pada Islam dimulai di
usia 12 tahun. Ibunya membawanya nonton film yang disutradarai Spike Lee
yang berjudul “Malcolm X.” Majalah Time mengutip perkataan ibu Lindh,
“Hatinya tergerak melihat adegan orang2 segala bangsa menyembah pada
Tuhan.”
Tidak ada yang peduli untuk memberitahu anak muda ini akan
bahaya Islam. Sebaliknya, dia malah mendapat restu dan ijin dari
orangtuanya untuk memeluk Islam, karena kedua orangtuanya juga tidak
tahu apa2 tentang Islam. Majalah Time edisi 29 September, 2002 menulis:
“Orangtua John senang melihat anaknya menemukan sesuatu yang menarik
hatinya. Pada jaman itu orangtua2 lain yang mereka kenal bergulat dengan
masalah anak2 mereka yang terlibat obat bius, ngebut, minum. Hal ini
membuat mereka mengira ketertarikan anak mereka terhadap Islam bukanlah
masalah apapun. Ibu John yang bernama Marilyn biasa mengantar anaknya ke
mesjid untuk sembahyang Jum’at. Di petang hari, seorang Muslim akan
mengantar John pulang.”
Masyarakat Amerika yang penuh toleransi juga
tidak melihat apapun yang salah jika seorang anak muda Amerika memeluk
Islam. Dia berjalan dengan baju Islamnya yang aneh di jalanan, dan
orang2 Amerika lainnya tidak menegurnya. “Ini dianggap sebagai anak muda
mencoba sesuatu yang baru dalam hidupnya, dalam diri rohaninya, dan ini
tentunya bukan hal yang mengerikan atau layak dibenci,” demikian
laporan majalah Time.
Bukannya menyelidiki tentang Islam yang
sebenarnya, ayah John malahan membiarkan dirinya ditipu oleh “keramahan
budaya Islam oleh para Muslim.” Hal ini sendiri merupakan tanda2
peringatan sifat kultis Islam. Anggota2 aliran2 sesati biasanya luar
biasa “ramah” dan ramah terhadap mereka yang mendukung agama mereka.
Ayah John tidak mampu melihat bahaya Islam dan malah berusaha
“menghargai” agama anaknya. Suatu hari dia memberitahu anaknya, “Kukira
kau tidak benar2 memeluk Islam, tapi menemukannya di dalam dirimu; kau
menemukan dirimu yang Muslim.”
Orang tua John dan seluruh rakyat
Amerika yang gampang percaya tidak menyadari bahwa John yang masih muda
ini pelan2 mengalami cuci otak dan indoktrinasi sehingga mulai membenci
negaranya sendiri. Majalah Time mengutip, guru bahasa di Yemen berkata,
“Ketika Lindh datang dari Amerika, dia sudah benci Amerika.” Tulis Time:
“Surat2 Lindh dari Yemen sudah menunjukkan sikapnya yang mendua tentang
A.S. Di sebuah suratnya pada ibunya tanggal 23 Sept., 1998, dia menulis
bahwa pemboman di kedubes2 A.S. di Afrika bulan sebelumnya merupakan
serangan yang “dilakukan Pemerintah Amerika sendiri dan bukan oleh
Muslim.”
Kaum non-Muslim pelan2 jadi biasa mendengar taktik Islam
yang melakukan tindakan kriminal dan menyalahkan korbannya. Setiap orang
sudah mendengar bualan tentang “4000 orang Yahudi tidak masuk kerja di
pagi hari 9/11/2001”, yang dikarang oleh para Muslim dan teori
konspirasi yang mereka ciptakan untuk menyalahkan CIA dan Mossad padahal
Bin Laden sendiri dengan sombongnya menyatakan kemenangannya. Jadi John
muda yang inosen itu pelan2 dibimbing untuk percaya bahwa Islam adalah
SATU-SATUNYA agama sejati bagi seluruh umat manusia. Dia mempelajari dan
melakukan ibadahnya dengan tulus dan penuh semangat. Dia mulai membaca
dan menghafal Qur’an dan di buku catatannya dia menulis, “Kita akan
melakukan jihad selama kita hidup.”
Dengan menjadi Muslim, John
Walker Lindh sudah masuk gelembung sabun dunia Muhammad yang narsistik.
Dia mulai menunjukkan tanda2 pemikiran Islam yang irasional dan
narsistik. Dia jelas tahu siapa yang bertanggung-jawab atas serangan
teroris 9/11. Akan tetapi, di satu pihak dia menyangkal ini adalah hasil
karya Muslim dan di pihak lain dia bersumpah untuk berjihad selama
hidupnya.
John juga mengasingkan diri dari masyarakat negaranya.
Berdasarkan Qur’an Muslim memang tidak boleh berteman dengan kafir.
(Q.9:23) Mereka diminta untuk memerangi yang tidak percaya pada Allâh
(Q.9:29) dan membunuh mereka. (Q.9:123) Seorang Muslim tidak boleh
menerima agama lain. (Q.3:85)
Tidak heran ketika John menulis pada
ibunya setelah pemilu presiden A.S. tahun 2000, dia menyebut George W.
Bush sebagai “presidenmu yang baru” dan menambahkan, “Aku senang dia
bukan presidenku.” Tentu saja bukan! Seorang Muslim tidak boleh menerima
pimpinan kafir. Dia harus menentangnya, memeranginya dan berusaha
membunuhnya. (Q.25:52)
John Walker Lindh adalah korban sakitnya
masyarakat Barat yang disebut sebagai kebenaran politis (political
correctnes = membenarkan hal yang salah untuk mencari kedudukan yang
aman). Bukankah Ronald Reagan menyebut teroris Islam di Afghanistan
sebagai “pnjuang kemerdekaan”? John lalu jadi pejuang kemerdekaan. Apa
salahnya dengan hal itu? Bukankah Presiden George W. Bush dan Tony Blair
berulang kali mengumumkan bahwa “Islam adalah agama damai”? Mengapa
harus memenjarakan pengikut agama damai yang hanya melakukan apa yang
tertulis dalam ajaran agama damainya?
Pihak Barat telah salah – salah
karena melakukan dukungan, bersikap tidak peduli dan menipu diri
sendiri.
Sebagai bacaan wajib musim panas tahun pertama mahasiswanya,
Prof. Michael Sells dari University of North Carolina menyusun buku
berjudul Approaching the Qur’an (Menelaah Qur’an) yang isinya hanya
ajaran2 “baik” dari Qur’an yakni ayat2 Mekah saja, dan ayat2 Medinah
yang penuh kekerasan, kucuran darah yang memerintahkan pembunuhan,
penjarahan, dan pemerkosaan kafir, yang membuat orang waras manapun
muak, sengaja tidak dimasukkan. Ini tidak lebih daripada permainan
tipuan belaka. Penipuan yang sama dilakukan pula dalam buku2 karangan
Karen Armstrong dan John Esposito tentang Islam. Anak2 muda Amerika
dibohongi. Citra yang keliru tentang Islam diberikan pada mereka oleh
akademis2 Barat, yang hanya Tuhan saja sendiri yang tahu apa tujuannya.
Tatkala anak2 muda ini percaya apa yang dijejalkan dalam mulut mereka,
percaya akan pertimbangan mereka, dan lalu memeluk Islam, maka
masyarakat mencap mereka sebagai teroris, memenjarakan mereka, dan
menghukum mereka. Bukankah ini munafik? Anak2 muda ini tidak bersalah.
Mereka adalah hasil sikap masyarakat yang salah yang disebut sebagai
kebenaran politis.
Berapa banyak koran2, TV2, dan radio2 yang berani
mengatakan hitam ya hitam jika itu tentang Islam? Politikus kita yang
mana yang berani berdiri di muka kamera dan menyatakan kepada seluruh
bangsa bahwa Islam bukanlah agama damai? Bagaimana dengan anak2 kita?
Jika seseorang berani mengatakan yang sebenarnya, maka dia seketika
dicap sebagai rasis atau pembenci, dan kepalanya akan melayang. Akan
tetapi, pelaku propaganda Islam diberi kebebasan untuk memutarbalik
kebenaran dan menyebarkan kebohongan2 mereka, karena mereka tahu mereka
tidak akan ditantang dengan apapun yang mereka katakan.
CAIR, Council
of American-Islamic Relations (Konsul Hubungan Islam Amerika) (atau
yang lebih tepat disebut sebagai “Conning Americans with Islamic Ruse”
(Menipu Amerika dengan Muslihat Islam) membanjiri ribuan perpustakaan2
di seluruh Amerika dengan buku2 Islam, dengan harapan dapat menemukan
John Walkers Lindsh yang lain. Mesjid2 dibangun di setiap kota dan desa
di seluruh Amerika untuk membangkitkan kebencian terhadap Amerika
diantara anak2 Amerika. Keadaannya malah lebih parah lagi di Eropa,
Australia, Kanada, dan negara2 non-Muslim. Menurut “laporan rahasia”
yang ditulis oleh Sean Rayment, Security Correspondent dari harian
Sunday Telegraph pada tanggal 25 Februari, 2007, menyatakan bahwa lebih
dari 2.000 Muslim berusaha melakukan aktivitas teroris di negaranya.
Tiada seharipun seseorang tidak dibunuh teroris Muslim di penjuru dunia.
Apa sih yang dibutuhkan agar dunia bangun dan menyadari bahwa Islam
bukanlah agama tapi aliran sesat yang berbahaya? Kapan kita akan
mempelajari Qur’an dan sejarah Islam untuk mengerti bahwa teroris
bukanlah “ekstrimis” tapi hanya Muslim yang menjalankan ajaran2 agamanya
yang asli dan nyata dan contoh perbuatan telah dilaksanakan oleh nabi
mereka yang tercinta?
Begitu orang memeluk Islam, mereka masuk dunia
kebohongan, kebodohan dan ketakutan, di mana khayalan menjadi kenyataan
dan kejahatan dinyatakan sebagai perintah illahi. Nilai2 moral mereka
mulai berantakan dan mereka melakukan hal2 yang tidak dapat diterima
sebelum mereka kena indoktrinasi Islam. Semakin lama mereka berlaku
seperti itu, semakin keras pula diri mereka, sampai2 tidak mungkin lagi
kembali ke dunia nyata. Islam bertindak bagaikan kelumpuhan yang
menyebar, yang perlahan-lahan mengkorupsi nalar dan nurani, sampai
membentuknya menjadi buah Islam terbaik bagi seluruh Muslim yakni
jihadis, atau yang lebih dikenal sebagai teroris, yang adalah mereka
yang paling dicintai Allâh dan rasulnya.
Osherwo memberikan
penjelasan kejiwaan yang lengkap terhadap kecenderungan ini: “Menurut
teori disonan (pertentangan), ketika seseorang melakukan tindakan atau
mempercayai hal yang tidak disetujuinya yang bertentangan dengan apa
yang dipikirkannya, maka pertentangan ini mengakibatkan ketegangan yang
tidak menyenangkan. Orang ini lalu akan mencoba mengurangi pertentangan,
dan biasanya dengan cara mengubah kelakukannya agar sesuai dengan
perbedaan atau kepercayaan tadi. Beberapa kejadian di Kenisah Rakyat
dapat menerangkan terjadinya proses ini. Kejadian2 mengerikan di
Jonestown tidak terjadi hanya karena ancaman2 belaka, dan tidak terjadi
tiba2. Hal ini tidak terjadi karena orang2 lepas kontrol atau hilang
ingatan, yang mengkibatkan mereka melakukan hal2 yang tidak waras. Yang
terjadi adalah seperti yang dijelaskan dalam teori disonan kognitif,
yakni orang2 membenarkan pilihan dan tekad mereka sendiri. Sama seperti
air terjun raksasa dimulai dari beberapa tetes saja, maka perbuatan
ekstrim dan musibah besar dalam terjadi melalui sikap setuju untuk
melakukan perbuatan2 sepele yang tampaknya tak berarti. Dalam Kenisah
Rakyat, prosesnya dimulai dengan menjalani pengurungan diri dan hanya
bergabung bersama gereja Jones saja. Hal ini ditambah pula dengan
kecenderungan membenarkan tekad dan tindakan dirinya.”
Mualaf (Muslim
baru) seringkali menghadapi banyak kesukaran, dan ini mereka anggap
sebagai “ujian dari Tuhan” dan “proses penyucian”. Hal ini dimulai dari
berhenti minum minuman beralkohol dan makan babi. Memperhatikan apa yang
dimakannya dan memilih makanan halal merupakan pembatasan kemerdekaan.
Yang pria pelan2 tidak bergabung dengan para wanita sambil menekan
hasrat seksual mereka. Hal ini mengganggu pikiran dan mereka seringkali
terus-menerus merasa bersalah. Pikiran2 seksual tidak dapat dengan mudah
ditekan. Akibatnya, banyak dari mereka yang terobsesi dengan seks.
Seluruh tenaga mental mereka digunakan untuk memerangi “setan” dalam
diri mereka. Semakin banyak mereka merasa bersalah tentang seks, semakin
mereka benci terhadap wanita yang mereka salahkan karena menggodanya.
Lalu
mereka wajib melakukan sholat lima waktu dalam bahasa yang tidak mereka
kenal. Jika tidak sholat, mereka merasa bersalah dan harus melakukan
sholat2 penggantinya. Wajib sholat dan tepat melakukannya adalah bentuk
lain dari perbudakan mental. Qur’an juga harus dibaca dan dihafalkan,
tapi tidak perlu dimengerti. Yang paling penting adalah pelafalan yang
benar. Muslim tidak diperbolehkan untuk bertanya apalagi mengritiknya.
Ini dapat berarti kematian.
Lalu ada daftar2 panjang yang termasuk
haram yang harus dihindari Muslim, seperti anjing, babi, kencing, dan
kafir. Muslim harus waswas dengan hal2 yang kotor ini dan cuci tubuh
setiap kali menyentuh mereka. Bagi mualaf wanita, pelarangan bahkan
lebih banyak lagi. Dia harus mengerudungi dirinya dengan jilbab dan
memakai pakaian longgar, bahkan di hari panas terik sekalipun. Belanja
ke pasar sambil berjilbab di siang hari yang panas merupakan siksaan.
Semua kesusahan ini meningkatkan iman Muslim pada Islam lebih banyak
lagi. Mereka mengira dengan lebih banyak menderita maka mereka akan
lebih banyak menerima upah di alam baka. Para wanita harus tunduk pada
kaum pria di keluarganya dan selalu taat dan penuh hormat. Mereka
diancam, dihina, dipukul, diperkosa dan bahkan dibunuh, dan tiada
perlindungan yang berarti dari masyarakat Muslim. Islam sangat berharga
bagi Muslim, alasan utama adalah karena melakukan ibadah Islam sangatlah
sulit.
Keadaan kejiwaan kecenderungan ini diterangkan oleh Osherow:
“Ambilah contoh, calon anggota datang pertama kali ke Kenisah Rakyat.
Jika seorang mengalami awal yang sulit untuk diterima dalam sebuah
kelompok, maka orang ini cenderung mengira kelompok ini menarik hati,
agar membenarkan dirinya dalam menjalani banyak kesusahan dalam kelompok
ini.
Aronson and Mills[48] menunjukkan bahwa murid2 yang mengalami rasa
malu besar sebagai persyaratan diterima dalam suatu kelompok diskusi,
maka mereka menilai percakapan2 dalam diskusi itu jauh lebih menarik
dibandingkan penilain murid2 lain yang tidak mengalami hal yang
memalukan. Padahal dalam kenyataannya, percakapan2 tersebut sangatlah
membosankan. Orang yang sukarela menjalani hal2 yang sulit juga
cenderung menganggap hal itu tidak sesulit yang sebenarnya. Zimbardo
[294] dan koleganya menunjukkan hal ini melalui suatu prosedur yang
mengharuskan orang2 yang yang berpartisipasi untuk sukarela disetrum.
Mereka yang mengira punya pilihan lain dalam hal ini melaporkan tidak
merasa begitu sakit ketika disetrum. Lebih tepatnya, mereka yang
mengalami disonansi yang lebih besar, yang membenarkan diri sendiri
untuk mau sukarela disetrum, melaporkan bahwa rasa disetrum tidak
sesakit yang dilaporkan orang lain yang tidak mengalami disonansi. Hal
ini berpengaruh bahkan di luar perasaan dan perkataan mereka; mereka
jadi lebih giat melakukan hal sulit itu tersebut, reaksi kulit galfanik
mereka pada setrum yang terbaca di alat pengukur juga ternyata rendah.
Jadi proses menekan disonansi bagaikan pedang bermata dua: di bawah
bimbingan yang benar, orang yang sukarela menjalani hal sukar menganggap
hal itu tidak seberat yang sebenarnya, tapi bisa juga malah
mengakibatkan hal yang sebaliknya: “Kami mulai menyukai pertemuan2 yang
berlangsung lama melelahkan, karena kami diberitahu bahwa pertumbuhan
rohani datang dari pengorbanan diri sendiri.” (Mills, 1979)
Hal ini
menjelaskan mengapa Muslim dengan senang hati menjalani berbagai siksaan
dan menganggapnya sebagai anugrah. Semua penderitaan ini dianggap
sebagai pengorbanan kecil untuk mencapai upah yang lebih besar. Semakin
menderita, semakin besar pula upanya. Contoh ekstrim pengabdian ini
dapat dilihat di bulan Ashura, ketika Shia Muslim beramai-ramain
memukuli diri sendiri di bagian dada dan mencambuki punggung mereka
dengan cambuk besi, dan bahkan memotong jidat mereka sampai darah banyak
mengucur. Dengan berlumuran darah sendiri, mereka berbaris ramai2
sehingga mengingatkan gambaran neraka yang ditulis Dante. Selain sholat
lima waktu sebagai kewajiban, sebulan puasa makan minum, dan ibadah2
berat lainnya, Muslim juga harus menyerahkan seperlima penghasilan
mereka kepada mesjid sebagai Khoms, dan dia juga harus memberi zakat.
Muhammad
memerintahkan pengikutnya untuk melakukan jihad dan merampoki kekayaan
kaum non-Muslim. Hal ini mungkin meragukan bagi beberapa pengikutnya
yang masih punya nurani. Apakah memang kekayaan yang diambil melalui
perampasan merupakan kekayaan yang suci? Tentunya begitu yang mereka
pikirkan. Reaksi Muhammad adalah kekayaan hasil rampasan itu suci jika
seperlimanya diberikan padanya. Dia menjejalkan ayat berikut ke dalam
mulut tuhan boneka jejadiannya, memerintahkan dirinya untuk:
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu
itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.[49]
Seperti yang kukatakan sebelumnya, setelah
pengusicaran dan pembantaian masal kaum Yahudi di Medina, kota itu
bukan lagi kota industri yang produktif. Sumber kekayaan mereka hanya
dari merampok dan merampasi suku2 Arab lainnya. Kaum Muslim hanya
bergantung pada barang jarahan yang didapatkan dari usaha merampok
terus-menerus dan semua itu diatur oleh Muhammad. Khoms diwajibkan oleh
sang Nabi untuk “memurnikan” harta haram itu dan tentunya untuk mengisi
peti harta karun sang Nabi suci dan menyuplai tempat tidurnya dengan
daging2 wanita yang baru. Bahkan sampai hari ini pun, para Muslim yang
mencari nafkah secara jujur wajib untuk bayar khoms dan zakat. Terdapat
ayat2 yang terus-menerus memperingatkan Muslim untuk “menyumbangkan
sebagian uang untuk jalan Allâh”(Q.2:195) dan mengharuskan untuk “perang
bagi Iman, dengan segala harta dan orang2nya.” (Q.8:72)
Muhammad
menawarkan surga penuh orgi (pesta seks) dengan segala keindahan2nya
bagi siapapun yang percaya padanya dan melakukan jihad baginya. Yang
diperlukan hanyalah berhenti berpikir dan percaya apapun yang
dikatakannya dan ini akan memberikannya jaminan masuk surga dan
kenikmatan seksual abadi. Begitu seseorang masuk Islam atau aliran
kepercayaan sesat manapun, dia pelan2 akan diminta untuk memberikan
apapun yang dimilikinya, dari uangnya sampai waktunya. Tak lama kemudian
dia akan begitu terlibat sampai susah untuk ke luar. Rasa sakit untuk
mengakui bahwa dirinya memang ditipu amatlah pedih sehingga dia lebih
memilih tidak menghadapi kenyataan dan terus saja membela imannya.
Osherow
menjelaskan: “Begitu terlibat, seorang anggota harus menghabiskan waktu
dan tenaga yang semakin banyak bagi Kenisah Rakyat. Ibadah2 dan
pertemuan2 memenuhi segala waktu akhir minggu (Sabtu dan Minggu) dan
beberapa petang setiap minggu. Bekerja untuk proyek2 Kenisah Rakyat dan
menulis berbagai tulisan bagi politikus2 dan media memakan semua waktu
senggang anggota. Sumbangan uang yang tadinya “sukarela” (tapi dicatat)
diubah jadi sumbangan wajib seperempat penghasilan mereka. Akhirnya,
seorang anggota harus melaporkan semua kekayaan, simpanan, cek uang
kepada Kenisah Rakyat. Sebelum masuk ruang pertemuan di setiap ibadah,
seorang anggota harus berhenti di sebuah meja dan menulis surat atau
menandatangi dokumen kosong yang harus diserahkan kepada gereja Jones.
Jika tidak mau, tindakan menolak ini dianggap “kurang beriman” pada
Jones. Setiap tuntutan baru mengandung dua akibat: secara prakteknya,
tuntutan baru membuat orang semakin terperosok masuk ke dalam jaringan
Kenisah Rakyat dan sukar keluar; sedangkan akibat pada diri orang itu
adalah membenarkan sikapnya sendiri karena menunjukkan iman yang kuat.
Hal ini sama seperti yang ditulis Mills (1979): “Kami harus menghadapi
kenyataan menyakitkan. Uang tabungan simpanan kami habis. Jim menuntut
kami menjual asuransi jiwa kami dan menyerahkan uangnya kepada gereja,
jadi kami tidak punya apa2. Semua kekayaan kami sudah diambil. Impian
kami pergi melakukan missi ke luar negeri pupus sudah. Kami kira kami
tidak mau berhubungan lagi dengan orang tua kami ketika menyatakan
hendak meninggalkan negeri ini. Bahkan anak2 yang kami tinggal dan
diurus oleh Carol dan Bill juga terang2an memusuhi kami. Jim berhasil
melakukan semua ini dalam waktu singkat saja! Yang akhirnya kami miliki
hanya Jim dan Alasan Utama saja, jadi kami berkeputusan untuk bersiap
memberi semua kekuatan kami untuk kedua hal itu.”
Hal yang sama juga
terjadi pada para Muslim awal. Mereka yang ikut hijrah bersama Muhammad
ke Medina menjadi pengungsi yang tidak punya apa2 lagi. Mereka tidak
punya pekerjaan dan rumah. Muhammad telah meminta kaum Ansar (=
Penolong, Muslim Medina) untuk menolong kaum Muslim pendatang dan
membagi apapun yang dimiliki dengan mereka. Ini tentunya bukan hal yang
mudah bagi kedua belah pihak. Sebagian besar Muslim pendatang biasa
tinggal di mesjid.
Ada kisah menarik tentang seorang Ansar menawarkan
istrinya pada seorang Muslim pendatang:
Abdur Rahman bin Auf
berkata, “Ketika kami datang ke Medina sebagai pendatang, Rasul Allâh
mendirikan persaudaraan antara kami dan Sa’d bin Ar-Rabi'. Sa’d bin
Ar-Rabi' berkata (padaku), “Aku adalah yang terkaya diantara orang2
Ansar, jadi aku akan memberimu separuh hartaku dan kau boleh melihat
kedua istriku dan siapapun yang kau pilih dari keduanya, maka akan
kuceraikan dia, dan setelah dia menyelesaikan waktu yang ditentukan
(sebelum menikah) kau boleh menikahinya.” Beberapa hari kemudian, ‘Abdur
Rahman datang dan terdapat bercak kuning (noda) di tubuhnya. Rasul
Allâh bertanya padanya apakah dia telah menikah. Dia mengiyakannya. Sang
Nabi berkata, ‘Siapakah yang kau nikahi?’ Dia menjawab, ‘Wanita dari
kaum Ansar.”[50]
Para Muslim mengutip kisah ini untuk
menunjukkan bagaimana Muhammad memperkuat persaudaraan diantara para
Muslim. Tapi kisah ini juga menunjukkan bahwa para Muslim begitu fanatik
sehingga tidak mengindahkan urusan pribadi dan bahkan mengorbankan
perkawinan mereka. Semua kemerdekaan dan kemandirian mereka sudah hilang
lenyap. Dalam kebanyakan kasus mereka menyerahkan kemerdekaannya secara
sukarela. Mereka yang dapat melihat masalah tidak berani membicarakan
hal ini. Kaum pendatang tidak dapat kembali lagi. Memberontak dianggap
sebagai kejahatan terbesar. Kaum Ansar pun tidak berani bicara karena
setiap orang bisa jadi mata2 bagi sang Nabi. Mereka dapat dibunuh pada
keesokan harinya dan selalu saja ada pengikut fanatik yang dengan suka
hati akan membunuh Muslim lain. Hal ini sama persis dengan keadaan saat
ini di mana kebanyakan Muslim dengan suka hati akan membunuh siapapun
yang mengritik agamanya. Mereka yang melihat masalah tidak punya pilihan
lain selain tunduk dan terus ikut kelompoknya. Dalam suatu hadis kita
baca:
Seorang pria buta punya seorang budak wanita yang sedang
mengandung (bayi pria buta itu sendiri) dan budak ini suka mengolok-olok
dan menghina sang Nabi. Ia melarangnya tapi budaknya tidak mau
berhenti. Ia memarahinya, tapi budak itu tetap tidak meninggalkan
tabiatnya. Suatu malam, budak itu mulai mencemooh sang Nabi dan
menghinanya. Lalu pria itu mengambil sebuah pisau, menempelkannya di
perut budak itu, lalu menusuknya, dan membunuhnya. Janinnya ke luar
diantara kakinya berlumuran darah. Pagi harinya, sang Nabi diberitahu
tentang hal ini. Dia mengumpulkan orang2nya dan berkata: Aku meminta
dengan sangat demi Allah orang yang melakukan hal ini untuk berdiri
mengaku. Pria buta itu lalu melompat dan dengan gemetar berdiri.
Dia
duduk di sebelah sang Nabi dan berkata: Rasul Allah! Akulah majikan
budak itu; ia seringkali menghina dan mengolok-olokmu. Aku melarangnya,
tapi dia tidak berhenti, aku memarahinya, tapi dia tidak meninggalkan
tabiatnya. Aku punya dua anak laki bagaikan mutiara dari budak perempuan
ini, dan ia adalah kesayanganku. Kemaren malam, dia mulai lagi menghina
dan mengolok-olok engkau. Lalu kuambil sebuah pisau, menempelkannya di
perutnya, dan menusukkannya sampai aku membunuhnya.
Sang Nabi
berkata: Oh jadilah saksi ini, tidak ada pembalasan yang perlu dibayar
bagi darahnya”.[51]
Seorang pria membunuh gundik dan
anaknya sendiri dan yang hanya perlu dikatakannya untuk membela diri
adalah gundik itu menghina sang Nabi dan lalu Muhammad membebaskannya.
Dalam
suasana penuh teror seperti ini, siapakah yang berani melawan kehendak
Muhammad? Bagaimana jika pria itu bohong untuk menghindari hukuman yang
layak? Pesan yang disampaikan Muhammad sudah jelas: Siapapun yang
menghinanya, harus dibunuh dan pembunuhnya tidak akan dihukum. Dapat
dibayangkan berapa banyak pembunuh yang bebas hukuman dengan alibi ini.
Hukum
bagian 295-C di Pakistan berbunyi: “Siapapun yang dengan kata2, yang
diucapkan atau ditulis, atau dengan bukti yang dapat dilihat, atau
dengan tuduhan, siratan, atau sindiran, secara langsung atau tidak
langsung menghina nama suci Nabi Muhammad akan dihukum mati dan juga
diberi sanksi.”
Muhammad tidak malu2 mengutarakan impiannya. Sebuah
hadis mengatakan bahwa dia berkata: “Tiada seorang pun darimu yang punya
iman sampai dia mencintai diriku lebih dari mencintai ayahnya,
anak2nya, dan seluruh umat manusia.” [298] Dia adalah narsisis dan semua
narsisis ingin dicintai dan ditakuti. Keduanya sama saja baginya. Yang
dia pedulikan hanyalah keinginannya saja. Muhammad begitu ingin
dihormati sampai2 ketika sekelompok orang Arab menemuinya dan tidak
menghormatinya sebagaimana yang diinginkannya, dia membuat tuhannya
berkata:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap
sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan
kamu tidak menyadari.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan
suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji
hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala
yang besar.
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar
kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.”[52]
Menuntut
Nyawa sebagai Pengorbanan Akhir
Osherow
menulis: “Akhirnya, Jim Jones dan Alasan Utama-nya menuntut pengikutnya
untuk menyerahkan nyawa mereka.”
Pemimpin aliran sesat jadi begitu
terobsesi dengan ketaatan sehingga dia menuntut pengikutnya membuktikan
kesetiaan dan kecintaan mereka padanya dengan cara mengorbankan apapun,
termasuk nyawa mereka sendiri. Alasannya hanyalah dikarang-karang saja.
Qur’an juga menawarkan upah besar bagi yang mati syahid dan mengajak
Muslim untuk mengorbankan nyawa mereka demi Muhammad.
Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih
tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah,
dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. [53]
Ada pula ahadis yang menerangkan upah
yang akan diterima mereka yang mati syahid.
Sang Nabi berkata,
“Surga punya 100 tingkat yang disediakan Allâh bagi Mujahidin (pejuang
Muslim) yang berperang di JalanNya.”[54]
Sang Nabi berkata, “Tiada seorang pun
yang masuk ke Surga yang mau kembali ke dunia bahkan jika dia
mendapatkan apapun di dunia, kecuali seorang Mujahid yang ingin kembali
ke dunia agar dia bisa mati syahid sepuluh kali lagi karena kehormatan
yang diterimanya (dari Allâh).[55]
Nabi kami mengatakan pada kami tentang
pesan Tuhan kami bahwa “Siapapun diantara kami yang mati syahid akan
masuk surga.” Omar bertanya pada sang Nabi, “Bukankah orang2 kita yang
mati syahid akan pergi ke surga dan mereka (kaum pagan) akan pergi ke
api (neraka)” Sang Nabi berkata, “Ya.”[56]
Osherow menelaah: “Apa yang membuat
orang2 tega membunuh anak2 mereka dan diri mereka sendiri? Dari
pandangan luar, hal ini sukar dipercaya. Sama halnya, jika dilihat
sekilas, sukar untuk dipercaya mengapa begitu banyak orang rela
menghabiskan waktu, semua uang mereka dan bahkan menyerahkan pengurusan
anak2 mereka kepada Kenisah Rakyat. Jones memanfaatkan proses pelogisan
yang membuat orang membenarkan pengabdian mereka dengan menaikkan taraf
ketaatan mereka sambil mengurangi resiko jika tidak taat.”
Hal ini
pun dilakukan Muhammad. Dia meyakinkan pengikutnya bahwa dialah alasan
yang paling utama dan pengikutnya diciptakan hanya untuk percaya padanya
dan menyembah tuhan yang hanya bicara melalui dirinya. “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(Q.51:56). Menurut sebuah hadis qudsi (dipercaya benar2 sahih) tujuan
hidup adalah untuk mengenal Allâh dan menyembahnya dan tentunya hal ini
hanya bisa terjadi melalui rasulnya yakni Muhammad. Allâh menjanjikan
upah besar bagi mereka yang bersedia mengorbankan apapun bagi dirinya
dan mengancam mereka yang tidak percaya dengan siksaan abadi. Muslim
harus siap berperang bahkan melawan ayah2 dan saudara2 mereka sendiri,
siap dibunuh dan membunuh. Sama seperti aliran sesat lainnya, para
Muslim pun melogiskan dan menghalalkan semua tindakan kriminal, termasuk
menculik orang2 tak bersalah dan memancung mereka, membom penduduk
sipil dan membunuh ribuan orang. Dalam pikiran mereka, tujuan mereka
sangatlah tinggi sehingga hal lain tidak berarti.
Mengelabui Umat
Proses
evolusi dari seorang Muslim moderat menjadi teroris berlangsung perlahan
dan seringkali tidak disadari. Mualaf (Muslim baru) semuanya awalnya
moderat. Pada mulanya, mereka diajarkan “keindahan2 Islam”. Mereka
diberitahu bahwa Islam adalah agama yang mudah, agama damai, agama semua
orang dan menyembah satu Tuhan. Mereka dibimbing untuk percaya bahwa
Islam menerima agama2 lain, terutama Yudaisme dan Kristen yang juga
monotheistik, dan Muslim hanya tidak setuju dengan kedua agama ini
karena pengikutnya telah mengubah ajaran agama mereka sendiri. Mereka
diajak untuk percaya bahwa Islamlah satu2nya agama sejati yang diterima
Tuhan dan siapapun yang tidak percaya Islam, menolak kebenaran adalah
orang2 berdosa. Orang2 ini menyangkal Tuhan dan karenanya mereka akan
celaka. Akhirnya, para mualaf ini diberitahu bahwa Isa dan Musa dalam
Qur’an bukanlah Yesus dan Musa dalam Alkitab. Para mualaf perlahan-lahan
menganggap orang2 yang beragama lain adalah musuh Allâh dan mulai
membenci mereka secara aktif. Lalu mereka diajarkan bahwa hanya Muslim
saja yang bersaudara dengan mereka dan para kafir di luar ingin
menyerang mereka.
Setelah semakin lama dicuci otak, kau secara
perlahan-lahan mulai merasa sebagai korban kaum kafir. Kau telah
kehilangan jati diri mereka, dan jadi anggota tanpa nama dari ummah
(masyarakat Islam), jadi budak Allâh. Kau mulai melihat dunia dengan
pandangan lain. Perasaan “kami” lawan “mereka” menjadi semakin kuat
setiap hari. “Mereka” adalah orang2 jahat, musuh2 Allâh. Mereka adalah
para penindas dan penjahat. Semua non-Muslim, terutama yang bukan
sealiran Islam denganmu, dianggap bagian dari musuh Allâh. “Kami” adalah
orang2 yang ditindas, orang2 yang dijahati dan merupakan korban musuh
Allâh. “Kami” adalah Muslim sejati, yang melakukan kehendak dan
pekerjaan Allâh. Lalu kau mulai percaya bahwa kau punya iman dan agama
sejati yang memerintahkan dirimu untuk berperang, membunuh musuh yang
menekanmu dan kau harus bersikap keras terhadap mereka. Kau diberitahu
bahwa Allâh akan membuatmu menang, dan kau akan menerima upah sensual
abadi di surga.
Seorang “Muslim moderat” bisa jadi ekstrimis dan
teroris dalam waktu semalam saja. Selama Muslim percaya pada Islam,
setiap Muslim punya potensi jadi teroris. Islam memerintahkan
pengikutnya untuk membunuh non-Muslim demi nama Allâh. Ini adalah
kewajiban suci yang unik dalam Islam. Memang benar, Allâh berkata dia
paling mencintai Mujahidin (pejuang Islam). Mereka adalah para Muslim
terbaik. Merekalah yang akan mendapat upah yang terbaik dan tererotis di
surga. Para “moderat Muslim” hanyalah para munafik dan lemah imannya.
Indoktrinasi perlahan adalah modus operandi (cara kerja) semua aliran
sesat, di mana kebenaran sejati dan rencana asli aliran itu ditutupi dan
disuapkan perlahan-lahan kepada penganutnya. Perkataan anggota2 utama
aliran ini sangat berbeda sama sekali pada dunia luar dan pada anggota
kelompoknya sendiri.
Osherow menulis: “Setelah perlahan-lahan
meningkatkan tuntutannya, Jones dengan hati2 mengatur agar anggotanya
mulai tahu tentang “upacara kematian akhir.” Dia menggunakan ketaatan
mutlak mereka agar mereka bersedia melakukan hal ini. Setelah berhasil
melakukan tugas ringan, maka orang itu pun setuju untuk melakukan tugas
yang lebih besar, dan hal ini diakui oleh ahli jiwa sosial dan para
salesman (penjual barang dagangan).[57] Dengan melakukan tugas awal ini maka hal yang
awalnya terasa tidak masuk akal jadi lebih diterima akal, dan ini juga
mendorong orang untuk setuju melakukan tuntutan yang lebih besar pula.”
Osherow
menerangkan bagaimana Jones mempersiapkan pengikutnya secara perlahan
untuk mau melakukan bunuh diri massal. “Dia mulai mempertanyakan iman
anggota yang percaya kematian harus dilawan dan ditakuti dan Jones lalu
mengatur beberapa latihan bunuh diri “palsu”. Hal ini jadi ujian iman
apakah anggotanya bersedia mengikuti Jones bahkan sampai mati. Jones
akan meminta anggotanya apakah mereka siap mati dan di suatu waktu dia
meminta anggotanya “memutuskan” nasib mereka sendiri dengan memberi
suara apakah mereka mau melakukan tuntutan2nya. Seorang bekas anggota
mengatakan bahwa suatu saat, sambil tersenyum Jones berkata, “Ya, ini
adalah pelajaran yang baik. Kulihat kau tidak mati.” Caranya
mengatakannya bagaikan kita perlu waktu 30 menit untuk melakukan
penelaahan diri yang sangat kuat. Kami semua merasa benar2 mengabdi dan
bangga akan diri kami. Jones mengajarkan bahwa adalah suatu hal yang
mulia untuk mati bagi apa yang kau percayai, dan itulah yang sebenarnya
kulakukan.”[58]
Muhammad tidak minta pengikutnya bunuh
diri. Sebaliknya, dia memuji-muji mati syahid. Sang Nabi Allâh lebih
praktis dibandingkan Jones. Tindakan bunuh diri tiada gunanya baginya.
Dia perlu anggotanya hidup agar bisa berperang baginya, memberinya harta
jarahan dan menaklukkan dunia baginya. Dia memuliakan mati syahid di
medan2 pertempuran. Kepraktisan Muhammad tampak jelas jika melihat
kenyataan bahwa Jones dan berbagai pemimpin aliran sesat melakukan bunuh
diri bersama-sama pengikutnya, sedangkan Muhammad jarang ikut berjuang
aktif bersama2 pengikutnya di medan tempur.
Semua orang waras bisa
dengan mudah melihat bahwa mengobarkan perang dan membunuhi orang2 tak
berdosa dalam nama Tuhan adalah tindakan orang sakit jiwa, tapi tidak
demikian dalam pandangan Muslim, bahkan “moderat” sekalipun. Jihad
merupakan pilar utama Islam dan semua Muslim yang tidak setuju bukanlah
Muslim lagi. Inilah sebabnya mengapa istilah “Muslim moderat” sebenarnya
adalah menentang arti istilah itu sendiri (oxymoron). Tiada seorang
Muslim pun yang dapat disebut moderat jikalau dia mengikuti ideologi
yang memerintahkan pembunuhan terhadap non-Muslim. Perbedaan antara
Muslim teroris dan Muslim moderat adalah Muslim teroris melakukan jihad
saat ini juga, sedangkan Muslim moderat berpendapat mereka harus
menunggu sampai menjadi lebih kuat dan baru setelah itu melakukan jihad.
Pada prinsipnya, tiada seorang Muslim pun yang dapat tidak setuju
dengan konsep jihad.
Bagaimana mungkin semilyar orang waras percaya
pada ajaran gila ini? Jawabannya bisa didapatkan di Jonestown.
Osherow
menulis: “Setelah Kenisah Rakyat pindah ke Jonestown, latihan bunuh
diri yang disebut sebagai ‘Malam2 Putih’ dilakukan berkali-kali. Latihan
yang tampaknya gila ini dilakukan secara teratur, dan membuat anggota
Kenisah Rakyat menjadi terbiasa.”
Para anggota Kenisah Rakyat adalah
orang2 normal. Mereka tidak sakit jiwa atau gila. Akan tetapi, karena
mereka meletakkan intelijens mereka di tangan orang gila, maka mereka
pun mengikuti kegilaannya secara membuta.
Osherow menulis: “Pembaca
mungkin bertanya apakah latihan2 bunuh diri ini membuat para anggota
berpikir bahwa bunuh diri betulan akan benar2 terjadi. Tapi ada banyak
tanda bahwa mereka tahu bahwa di upacara akhir mereka minum racun
sungguhan. Peristiwa puncaknya terjadi pada kedatangan politikus Ryan,
munculnya beberapa orang yang murtad, para juru masak yang dulu tidak
ikut serta latihan sekarang jadi ikut, Jones semakin marah, tertekan,
dan tidak terduga, dan akhirnya, setiap orang melihat bayi pertama mati.
Para anggota tertipu karena mereka tidak menyangka latihan kali ini
ternyata benar2 mematikan.”
Osherow menjelaskan di bawah keadaan
seperti itu, orang2 cenderung membenarkan tindakan mereka, termasuk
melakukan kekerasan yang diperintahkan pemimpinnya. Tulisnya, “Contoh
dramatis akibat pembenaran diri berhubungan dengan hukuman fisik yang
diterapkan di Kenisah Rakyat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
ancaman pukulan dan hinaan, membuat para anggota tunduk pada perintah2
Jones. Seseorang akan taat selama dia diancam dan diamati. Akan tetapi,
untuk mempengaruhi seseorang, ancaman lunak terbukti lebih mujarab
daripada ancaman keras [59] dan pengaruhnya tampak lebih lama[60] Di bawah ancaman lunak, seseorang cenderung
sukar bereaksi keras terhadap larangan ringan, dan dia cenderung
mengubah kelakuannya untuk membenarkan reaksi dirinya yang tidak
melawan. Ancaman keras menghasilkan sikap tunduk, tapi hal ini hanya
sikap luar, sedangkan dalam dirinya tidak terjadi perubahan sikap.
Reaksi yang berbeda terjadi ketika tidak jelas apakah suatu tindakan
diharapkan pada seseorang. Pada saat seseorang merasa dia berperan aktif
dalam menyakiti orang lain, dalam dirinya muncul motivasi yang
membenarkan tindakan kejamnya terhadap korban karena merasa korban sudah
selayaknya dihukum.[61]
Keterangan ini sangatlah penting. Di
Jonestown para anggota sendiri akan mencela rekan mereka yang tidak
tunduk, terutama sanak keluarga mereka, dan menghukum mereka. Tindakan
kejam bagi orang normal terasa sangat mengganggu. Untuk mengurangi
sakitnya nurani mereka sendiri, maka mereka mencoba merasionalkan
kekejeman mereka dengan menyalahkan korban dan menganggap korban layak
dihukum. Muslim diwajibkan memerangi non-Muslim dan bahkan orangtua,
saudara, sanak keluarga mereka yang non-Muslim. Tindakan kekerasan dan
kekejaman mereka itu dihalalkan dan dirasionalkan. Muslim diajar bahwa
kekerasan terhadap non-Muslim dan sikap tak bertoleran itu sesuai dengan
keinginan Illahi dan hukum suci Islam. Hal ini tidak hanya dapat
diterima Muslim tapi diminati pula. Ketika Muslim menyerang orang2 tak
bersalah dan membantai mereka, Muhammad meyakinkan mereka dengan
berkata, “Bukan kalian yang melakukannya; tapi Allâh yang melakukannya.”
Wartawan
BBC bernama James Reynolds mewawancara Hussam Abdo, usia 15 tahun,
pembom bunuh diri yang agak menderita mental terbelakang yang tertangkap
di pos pemeriksaan Israel. Dia ditanyai: “Ketika kau mengenakan sabuk
bom itu, apakah kau benar2 tahu ke mana kau akan pergi dan membunuh
orang2, bahwa kau akan mendatangkan banyak penderitaan terhadap para ibu
dan bapak, bahwa kau akan melakukan pembunuhan massal? Apakah kau
benar2 mengetahui hal itu?”
Hussam menjawab:
“Ya. Sama saja
seperti mereka datang dan membuat para orangtua kami sedih dan
menderita, maka mereka pun harus merasakan hal ini. Sama seperti yang
kami rasakan – mereka pun harus merasakan hal ini pula.”
Dia ditanya,
“Apakah kau takut mati?”
Jawabannya sama dengan yang dikatakan
pengikut Jones di menit2 terakhir hidup mereka.
“Tidak. Aku tidak
takut mati.”
“Kenapa?”
“Tiada yang hidup selamanya. Kita semua
akhirnya akan mati.”
Sebuah kisah disampaikan oleh Abu Hodhaifa
yang adalah Muslim Mekah usia muda yang ikut dalam perang Badr. Ayahnya
ada di pihak lawan yakni Quraish. Dilaporkan bahwa Muhammad
memerintahkan pengikutnya untuk tidak membunuh Abbas, pamannya sendiri,
yang juga berada di pihak Quraish. Hodhaifa menaikkan suaranya, “Apa?
Masakan kita membunuh ayah, saudara, paman kita sendiri tapi harus
menahan diri untuk tidak membunuh Abbas? Tidak, aku pasti akan
membunuhnya jika aku menemuinya.” Sewaktu mendengar komentar melawan
ini, Omar, seperti biasanya dalam menunjukkan kesetiannya, mencabut
pedangnya dan melihat pada sang Nabi menunggu tanda perintah untuk
seketika memancung anak muda tak tahu aturan ini.[62]
Ancaman ini mendatangkan akibat seketika.
Kelakuan Hodhaifa dengan cepat berubah dan kita lihat di akhir
pertempuran, dirinya jadi tunduk dan berbeda. Ketika dia melihat ayahnya
dibunuh dan mayatnya diseret untuk dibuang ke dalam sumur, dia tidak
tahan dan mulai menangis. “Kenapa?” tanya Muhammad, “Apakah kau sedih
dengan kematian ayahmu?” Tidak begitu, wahai Rasul Allâh!” jawab
Hodhaifa, “Aku tidak ragu akan keadilan atas nasib ayahku; tapi aku
kenal benar hatinya yang bijaksana dan pemurah, dan aku dulu percaya
Tuhan akan membimbingnya memeluk Islam. Tapi sekarang aku melihat dia
mati, dan harapanku punah! – itulah mengapa aku bersedih.” Kali ini
Muhammad senang akan jawabannya, dan dia menghibur Abu Hodhaifa,
memberkatinya; dan berkata, “Itu baik.”[63]
Sikap tidak suka Muhammad terhadap
bantahan Hodhaifa dan reaksi cepat Omar untuk mengancam membunuhnya di
tempat itu juga, merupakan stimuli (pengaruh) kuat yang mengakibatkan
Hodhaifa berubah perangai seketika dan sehari kemudian dia bahkan
melihat “keadilan” atas kematian ayahnya. Begitu Hodhaifa kehilangan
ayahnya, yang dibunuh oleh teman2nya sendiri, maka tidak ada jalan
kembali baginya. Dia harus membenarkan apa yang dilakukannya dan
merasionalkan pembunuhan ayahnya. Menemukan nalarnya dan menghadapi rasa
bersalah nuraninya terlalu menyakitkan. Dia harus terus melanjutkan
jalan yang ditempuhnya dan meyakinkan dirinya bahwa Islam itu benar atau
menghadapi rasa bersalah seumur hidup.
Para pemimpin aliran sesat
punya kemampuan sangat cerdik untuk mengontrol pikiran2 pengikutnya.
Seperti yang dikatakan Hitler, kebohongan2 yang besar lebih mudah
dipercaya oleh orang banyak, dan pemimpin aliran sesat psikopat adalah
biang pembuat kebohongan besar.
Ada kisah yang disampaikan oleh
Abdullah bin Ka’b bin Malik yang menunjukkan kontrol seperti apa yang
diterapkan Muhammad pada pengikutnya, baik secara psikologis maupun
sosial. Ibn Ka’b berkata bahwa dia adalah Muslim taat dan telah menemani
Muhammad dalam seluruh kegiatan perampokannya sehingga dia jadi kaya
raya. Tapi ketika Muhammad memanggil pengikutnya untuk bersiap menyerang
kota Tabuk di tengah2 musim panas di mana buah2an sedang ranumnya, maka
Ibn Ka’b memilih tidak ikut pergi. Setelah kembali dari Tabuk, Muhammad
memanggil mereka yang tidak ikut pergi dan menanyakan alasannya. Banyak
yang punya alasan kuat sehingga mereka diampuni. Tapi ibn Ka’b dan dua
orang Muslim lain tidak berani bohong untuk mencari alasan. Ibn Ka’b
berkata:
“Memang benar, demi Allâh, aku tidak punya alasan
apapun. Demi Allâh, aku tidak pernah sekuat dan sekaya ini dibandingkan
dulu ketika aku tetap di belakangmu.” Maka Rasul Allâh berkata, “Tentang
orang ini, sudah jelas dia jujur. Maka pergilah kau sampai Allâh
mengambil keputusan atas kasusmu.” Rasul Allâh melarang semua Muslim
bicara pada kami, tiga orang dari semua yang memilih tidak pergi
melakukan Ghawza. Maka kami diasingkan dari orang2 dan mereka merubah
sikap mereka pada kami sampai tanah di maka aku hidup jadi terasa asing
bagiku seperti aku tidak pernah mengenalnya. Kami tetap diasingkan
selama limapuluh malam. Dua temanku yang lain tetap tinggal dalam rumah2
mereka dan menangis, tapi aku adalah yang termuda diantara mereka dan
yang paling tegas, jadi aku tetap pergi ke luar dan melakukan sholat
bersama para Muslim dan pergi ke pasar2, tapi tidak seorang pun bicara
padaku, dan aku berkunjung pada Rasul Allâh dan mengucapkan salam
padanya ketika dia masih duduk dalam perkumpulannya setelah sholat, dan
aku heran apakah sang Nabi menggerakkan bibirnya untuk membalas ucapan
salamku atau tidak. Lalu aku melakukan sholat di sebelahnya dan diam2
menengoknya. Ketika aku sibuk melakukan sholat, dia menoleh padaku, tapi
ketika aku menolehkan wajah padanya, dia memalingkan muka. Ketika
perlakuan kasar orang2 ini berlangsung lama, aku berjalan sampai aku
mencapai tembok kebun Abu Qatada yang adalah saudara misanku dan orang
yang kusayangi, dan aku mengucapkan salam baginya. Demi Allâh, dia tidak
membalas salamku. Aku berkata, “Wahai Abu Qatada! Aku mohon padamu demi
Allâh! Tidakkah kau tahu aku mencintai Allâh dan RasulNya?” Dia tetap
saja diam. Aku berkata lagi padanya, memohonnya demi Allâh, tapi dia
tetap diam. Lalu aku bertanya lagi padanya dalam nama Allâh. Dia
berkata, “Allâh dan RasulNya lebih mengetahui.” Setelah itu airmataku
membanjir dan aku berbalik dan melompati tembok.”
Ketika empat
puluh dari lima puluh malam berlalu, perhatikanlah! Rasul Allâh datang
padaku dan berkata, ‘Rasul Allâh memerintahkan kamu untuk menjauhkan
diri dari istrimu, ‘ Aku berkata, “Haruskah aku menceraikannya;
bagaimana kalau tidak! Apa yang harus kulakukan?” Dia berkata, “Tidak,
hanya bersikap menjauhlah dari padanya dan jangan bersetubuh dengannya.”
Sang Nabi juga menyampaikan hal yang sama kepada kedua temanku. Maka
aku katakan pada istriku, “Pergilah ke orangtuamu dan tetaplah tinggal
bersama mereka sampai Allâh memberikan keputusan atas masalah ini.” Ka’b
menambahkan, “Istri Hilal bin Umaiya datang kepada sang Rasul dan
berkata, “Wahai Rasul Allâh! Hilal bin Umaiya adalah orang tua tak
berdaya yang tidak punya pelayan yang membantunya. Apakah kau tidak suka
jika aku melayaninya?” Dia berkata, “Tidak, kau boleh melayaninya, tapi
dia tidak boleh mendekat padamu.” Dia berkata, “Demi Allâh, dia tidak
berminat apapun. Demi Allâh, dia tidak pernah berhenti menangis sampai
hari ini sejak masalahnya terjadi.”
Mendengar hal itu, beberapa
anggota keluargaku berkata padaku, “Tidakkah kau juga meminta Rasul
Allâh untuk mengijinkan istrimu melayanimu karena dia mengijinkan istri
Hilal bin Umaiya melayaninya?” Aku berkata, “Demi Allâh, aku tidak akan
minta ijin Rasul Allâh tentang istriku, karena aku tidak tahu apa yang
akan dikatakan Rasul Allâh jika aku meminta dia mengijinkan istriku
melayaniku karena aku masih muda.” Lalu aku tetap berada dalam keadaan
itu sampai sepuluh malam kemudian sampai genap lima puluh malam Rasul
Allâh melarang orang2 bicara pada kami. Ketika aku melakukan sholat Fajr
di pagi hari ke limapuluh di atap salah satu rumah2 kami dan aku sedang
duduk sesuai yang dinyatakan Allâh (dalam Qur’an), hatiku seakan
bersuara dan bumi tampak lebih dekat padaku dengan segala kelapangannya,
di saat itu aku mendengar suara orang yang bagaikan naik gunung Sala’
dan memanggil dengan suaranya yang paling keras, “Wahai Ka’b bin Malik!
Bergembiralah dengan menerima salam hangat.” Aku jatuh bersujud di depan
Allâh, karena mengetahui pengampunan telah tiba. Rasul Allâh
mengumumkan penerimaan pertobatan kami oleh Allâh ketika dia melakukan
sholat Fajr. Orang2 keluar menyelamati kami. Orang2 mulai menerima kami
dalam kelompok, mengucapkan selamat padaku karena Allâh telah menerima
pertobatanku, sambil berkata, “Kami ucapkan selamat karena Allâh
menerima pertobatanmu.” [64]
Muhammad menerangkan kisah ini dalam
Qur’an:
(Dan Dia juga mengampuni) terhadap tiga orang yang
ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah
menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun
telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui
bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya
saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam
tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang. (Q. 9:118)
Seperti yang dapat dilihat di kisah di
atas, Muhammad punya kontrol mutlak atas pengikutnya. Suasana Medina
telah berubah sama sekali. Dia bisa memerintahkan para pengikutnya untuk
mengasingkan seorang dari kaum mereka, saudara mereka sendiri, dan
bahkan melarang orang ini untuk bersetubuh dengan istri2 mereka. Kontrol
psikologis ini sangat kuat sehingga beberapa orang takut bohong atau
mencari-cari alasan. Muhammad tidak mungkin tahu apa yang dipikirkan
orang lain, apakah alasan yang mereka ajukan benar atau tidak. Tapi dia
membuat mereka percaya tuhannya tahu pikiran mereka sehingga membuat
mereka merasa tak berdaya dan bisa dikuasai sepenuhnya olehnya. Ini
adalah bentuk kontrol yang paling utama. Sang “Abang Besar” yang tak
terlihat tidak hanya mengawasi perbuatanmu, tapi dia juga mengamati
pikiranmu. Tidak ada yang lebih melumpuhkan daripada kontrol kejiwaan
seperti ini.
Muhammad menciptakan sistem yang paling kuat untuk
mengontrol manusia dan pikiran2 mereka, kontrol yang berlangsung selama
1400 tahun. Jika kontrol ini tidak diubah, maka hal ini akan terus
berlangsung selamanya, menggerogoti dan menghancurkan hak azasi manusia
yang utama yakni kebebasan berpikir dan memutuskan sendiri.
Menyinggung
mereka yang punya alasan kuat dan tidak dihukum seperti ketiga orang
tersebut, Muhammad menulis ayat2 berikut:
Kelak mereka akan
bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada
mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari
mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka
Jahanam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
Mereka
akan bersumpah kepadamu, agar kamu rida kepada mereka. Tetapi jika
sekiranya kamu rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida
kepada orang-orang yang fasik itu. (Q. 9:95-96)
Muhammad tidak
bisa tahu apakah alasan2 orang ini benar atau tidak, sehingga dengan
peringatan ini, dia mengancam mereka yang berbohong padanya dengan
hukuman illahi yang berat. Kontrol pikiran ini mujarab selama orang
tetap mudah ditipu untuk percaya pada kebohongan2 pemimpin aliran sesat.
Begitu orang berhenti percaya kebohongan pemimpin narsisis, maka
pemimpin itu kehilangan kontrol sama sekali. Saat ini para Muslim masih
di bawah kontrol Muhammad karena mereka mempercayainya. Rasa takut
ancaman neraka telah melumpuhkan kemampuan mereka untuk berpikir.
Pikiran untuk meragukan Muhammad membuat bulu kuduk mereka merinding dan
mereka lalu cepat2 melupakan pikiran itu.
Osherow menulis: “Mari
mundur selangkah dulu. Proses pergi ke Jonestown tentunya tidaklah
mudah, karena beberapa hal terjadi secara bersamaan. Misalnya, Jim Jones
punya kekuatan untuk mengancam melakukan hukuman apapun yang
diinginkannya di Kenisah Rakyat, dan terutama di saat akhir, di suasana
brutal dan teror tersebar di Jonestown. Tapi Jones secara hati2
mengontrol bagaimana hukuman dilaksanakan. Dia seringkali memanggil
anggotanya untuk setuju menerima pukulan2. Mereka diperintah untuk
bersaksi di depan jemaat, anggota bertubuh besar disuruh memukul anggota
bertubuh lebih kecil, para istri atau pacar dipaksa menghina
pasangannya secara seksual, dan orangtua2 diminta setuju dan ikut
membantu memukuli anak2 mereka (Mills, 1979; Kilduff and Javers, 1978).
Hukumannya semakin lama semakin sadis, pukulan semakin keras sampai
anggotanya pingsan dan menderita memar2 selama berminggu-minggu. Donald
Lunde adalah ahli jiwa yang mengamati tindakan2 yang sangat brutal dan
dia menjelaskan: ‘Begitu kau melakukan sesuatu yang besar, sangat sukar
mengaku bahkan pada dirimu sendiri bahwa kau telah melakukan kesalahan,
dan secara tak sadar kau akan berusaha keras untuk merasionalkan apa
yang telah kau lakukan. Ini adalah mekanisme bela diri yang cerdik yang
dimanfaatkan oleh pemimpin2 berkarisma." [Newsweek, 1978a]
Keterangan
langsung akibat proses kejadian ini disampaikan oleh Jeanne Mills. Pada
suatu pertemuan, dia dan suaminya dipaksa menyetujui pemukulan anak
perempuan mereka sebagai hukuman pelanggaran kecil. Dia menghubungkan
efek kejadian ini pada anaknya, sang korban, juga pada dirinya sendiri
sebagai salah satu pihak yang melakukan pemukulan:
Ketika kami
menyetir pulang, setiap orang di mobil diam saja. Kami taku kata2 kamu
akan menambah ketegangan. Satu2nya suara berasal dari Linda yang
menangis pelan2 di tempat duduk belakang. Ketika kami tiba di rumah, Al
dan aku duduk bicara bersama Linda. Dia merasa terlalu sakit untuk
duduk. Dia berdiri diam pada saat kami bicara padanya. “Bagaimana
perasaanmu terhadap apa yang terjadi padamu malam ini?” Al bertanya
padanya. “Bapak (Jones) memang benar menghukum cambuk padaku, “ jawab
Linda. “Aku sangat nakal akhir2 ini, aku banyak melakukan hal yang
salah. Aku yakin Bapak tahu semua itu, dan itulah sebabnya dia memukuli
banyak kali seperti itu.” Kami mencium anak kami dan mengucapkan selamat
malam, tapi kepala kami masih terasa pening. Sukar sekali rasanya untuk
berpikir jernih dalam keadaan yang sangat memusingkan seperti itu.
Linda telah jadi korban, tapi hanya kami saja yang merasa marah akan hal
itu. Dia sendiri tidak merasa benci dan marah. Malah sebaliknya, dia
merasa Jim sebenarnya menolongnya. Kami tahu Jim telah melakukan hal
yang kejam terhadapnya, tapi semua orang berlaku bagaikan dia melakukan
hal penuh kasih dengan mencambuki anak kami yang tidak taat. Tidak
seperti orang kejam menyakiti anak2, Jim tampak tenang, penuh kasih,
ketika dia melihat pemukulan dan menghitung berapa pukulan yang telah
dilakukan. Pikiran kami tidak dapat mengerti semua keadaan ini karena
semua keterangan yang kami terima tidak benar.
Keterangan dari
luar terbatas, dan keterangan dari dalam Kenisah Rakyat rancu semua.
Dengan membenarkan tindakan2 dan ketaatan2 sebelumnya, maka dasar untuk
memberi kesetiaan mutlak sudah terbentuk.
Hanya beberapa bulan
saja setelah kami meninggalkan Kenisah Rakyat kami akhirnya menyadari
tebalnya kepompong yang menyelubungi kami. Hanya pada saat itu saja kami
menyadari kepalsuan, sadisme, dan penjajahan emosi dari si penipu
ulung.[65]
Kesaksian Jeanne Mills dalam banyak
hal serupa dengan kesaksian eks-Muslim. Para eks-Muslim ini mengaku
bahwa mereka tidak menyadari penindasan yang mereka alami ketika masih
jadi muslim. Hanya setelah mereka meninggalkan Islamlah tindakan
penindasan dan kontrol pikiran yang dialami menjadi jelas tampak.
Muslimah yang menikahi Muslim seringkali jadi korban kekerasan rumah
tangga, sama halnya dengan wanita non-Muslim yang menikahi Muslim. Akan
tetapi, Muslimah seringkali tidak menyadari terjadinya penindasan pada
dirinya karena sudah terbiasa akan hal ini sejak kecil. Dia melihat
ibunya sendiri dipukuli, begitu pula bibinya, dan wanita2 lain yang
dikenalnya. Hal ini adalah normal baginya dan dia pun menerima pemukulan
atas dirinya tanpa mengeluh. Wanita non-Muslim yang menikahi Muslim,
biasanya datang dari keluarga yang tidak biasa melihat penindasan,
pemukulan, dan penghinaan atas wanita. Bagi mereka, menikah dengan
Muslim terasa lebih menekan dibandingkan wanita yang terlahir dan
dibesarkan sebagai Muslimah. Para Muslimah ini malah seringkali membela
hak suaminya untuk memukulnya.
Ada orang2 Kristen, Yahudi, atau Hindu
yang meninggalkan agamnya. Akan tetapi setelah itu mereka tidak merasa
marah atau benci dengan agama mereka yang dulu. Ketika Muslim murtad,
mereka meninggalkan Islam dengan perasaan pahit dalam hatinya. Hal ini
terjadi karena mereka merasa telah dijadikan korban Islam. Hal ini tidak
terjadi pada orang2 lain yang meninggalkan agamanya, mereka tidak
merasa marah terhadap nabi2 mereka yang dulu. Tapi eks-Muslim jadi
sangat membenci Muhammad. Kesadaran bahwa mereka dulu ditipu sangatlah
menyakitkan.
Osherow menulis: “Beberapa jam sebelum dibunuh, pejabat
Kongres (MPR AS) Ryan menerangkan keanggotaan Kenisah Rakyat: “Aku bisa
katakan padamu sekarang bahwa dari beberapa percakapan dengan orang2 di
sini, ada sebagian orang yang percaya bahwa hal ini adalah hal yang
terbaik yang pernah terjadi dalam hidup mereka.” [Sorak-sorai dan tepuk
tangan terdengar di latar belakang] (Krause, 1978). Banyaknya orang lain
yang setuju dan surat2 yang mereka tulis menunjukkan bahwa perasaan ini
dirasakan pula oleh anggota2 yang lain.”
Islam, sama seperti Kenisah
Rakyat, menarik orang2 yang mudah dipengaruhi dalam masyarakat, yakni
mereka yang merasa tertekan dan butuh tujuan hidup. Dalam masyarakat
Barat, di mana individualitas sangat terasa ekstrim, terdapat perasaan
kesepian. Islam memberi mualaf perasaan kebersamaan. Islam memberi
mereka tawaran lain untuk melihat hidup mereka, memberi arah, perasaan
dimiliki, perasaan lebih unggul dari non-Muslim, tapi semua itu harus
dibayar mahal sekali. Bayarannya adalah pengasingan diri dari budaya dan
negara mereka, sampai bahkan mereka tega menolak keluarga sendiri dan
kawan2nya yang dulu, dan inilah yang lalu menjadi kehancuran dirinya.
Islam, sama seperti Kenisah Rakyat, mengajarkan pengikutnya takut akan
segala hal dan semua yang berada di luar kepercayaan mereka dan
menganggap orang tak percaya sebagai “musuh.” Sama seperti para pengikut
Jones, orang2 Muslim sejati benci segala hal yang tidak Islami. Bagi
mereka, Islam adalah satu2nya jalan yang benar dan yang lainnya harus
dihancurkan. Muslim merasa curiga pada non-Muslim dan sangat percaya
dengan teori konspirasi yang dilakukan “setan2 Barat yang kejam”. Aku
telah mendengar banyak Muslim berpendidikan tinggi yang cerdas yang
benar2 menyangka penyerangan terhadap Pentagon dan WTC di New York pada
tanggal 11 September, 2001, adalah hasil karya CIA dan Zionis.
Kelumpuhan intelektual separah ini hanya bisa dicapai jika kau menjadi
korban aliran sesat.
Control of
Information
Muslims,
like their prophet, are conditioned to be paranoid. They are taught
that non-Muslims are the enemy, out to destroy them. I recall myself
glaring at a friend who was curious to read Salman Rushdie’s Satanic
Verses. This, I did without even having any knowledge of its content.
But Rushdie’s book is really just a literary novel. The Qur’an is far
more damaging to Islam than any book any critic could ever write.
Nonetheless, as a Muslim you are not allowed to read anything
criticizing Islam. It is not that you fear being caught; you are afraid
of Allâh and his sadistic punishments. Reading anti-Islamic material
shatters your own self-concept of loyalty.
Compare that to People’s
Temple. “Within the People’s Temple, and especially at Jonestown,”
writes Osherow, “Jim Jones controlled the information to which members
would be exposed. He effectively stifled any dissent that might arise
within the church and instilled distrust in each member for
contradictory messages from outside. After all, what credibility could
be carried by information supplied by “the enemy” that was out to
destroy the People's Temple with “lies?” Seeing no alternatives and
having no information, a member’s capacity for dissent or resistance was
minimized. Moreover, for most members, part of the Temples attraction
resulted from their willingness to relinquish much of the responsibility
and control over their lives. These were primarily the poor, the
minorities, the elderly, and the unsuccessful. They were happy to
exchange personal autonomy (with its implicit assumption of personal
responsibility for their plight) for security, brotherhood, the illusion
of miracles, and the promise of salvation. Stanley Cath, a psychiatrist
who has studied the conversion techniques used by cults, generalizes:
“Converts have to believe only what they are told. They don’t have to
think, and this relieves tremendous tensions.” (Newsweek, 1978a)
The
above perfectly describes the condition of Muslims, especially in
Islamic countries, where any information slightly contradicting the
official, public Islamic creed is censored and the believers are allowed
only one view, the one provided by the Islamic authorities. In fact
Muslims try hard to censor any anti-Islamic message even in non-Muslim
countries. If a book or an article is published that they do not like,
they protest and try to force the “offender” to withdraw his publication
and apologize. One can only imagine the kind of control and censorship
that Muhammad exerted over his followers in his compound, Medina. On
numerous occasions Omar would draw his sword looking at Muhammad for his
signal to behead an impertinent person who had challenged the Prophet’s
authority.
Just as Mecca fell to Islam, and just as Persia, Syria,
Egypt and over fifty other countries fell under the domination of Islam;
the rest of the world is not immune. More than 2,000 years ago, the
Chinese sage Sun Zi [Tzu] said: “Know your enemy, know yourself, and
your victory will not be threatened." These words are just as true today
as they were then. The question is, “Do we know our enemy, and do we
truly know ourselves?” Sadly the answer to both questions is negative.
Not only we have no clue about Islam, there are many of us who in their
hatred of their own Heleno-Christians culture, have chosen to side with
anyone who shares with them that hatred.
Ibn Ishaq tells a story that
makes us understand the nature of Islam. It is about Orwa’s observation
of the treatment that the followers of Muhammad conferred him when he,
on behalf of the Quraish, visited Muhammad in his encampment at
Hudaibiyah, at the outskirts of Mecca to dissuade him and his 1500 armed
men from performing pilgrimage to Mecca that year, which the Meccans
thought is provocative.
Muhammad was calm and Abu Bakr was speaking
on his behalf. Orwa, not heeding Abu Bakr, became more earnest, and in
accordance to the Bedouin custom, stretched forth his hand to take hold
of Muhammad's beard. This was a token of friendship and familiarity and
not an act of disrespect. “Back off!”, cried a bystander, striking his
arm. “Hold off your hand from the Prophet of Allâh!” Orwa was startled
at the youth’s interruption and asked, “And who is this?” “It is your
nephew, Moghira,” responded the youth. “Ungrateful!” exclaimed Orwa
(alluding to his having paid compensation for certain murders committed
by his nephew), “it is but as yesterday that I redeemed your life.”
Orwa
was impressed by the degree of reverence and devotion that Muhammad’s
followers showed their prophet. Upon returning to Mecca he reported that
he had seen many kings, the Khosrow, Caysar, and Najashi, but never had
witnessed such attention and homage as Muhammad received from his
followers. “They rushed to save the water in which he had performed his
ablutions, to catch up his spittle, or seize a hair of his if it chanced
to fall.” [66]
As these stories make clear, Muhammad had
built a personality cult around himself. He was the personification of
his god that he was preaching. Obedience to him was obedience to Allâh
and disobeying him was disobeying Allâh. This is everything a
narcissistic psychopath craves for – to be God incarnate. Muhammad
manipulated everyone until he ascended to the throne of Allâh and became
the de facto God.
Jeanne Mills commented: “I was amazed at how
little disagreement there was between the members of this church. Before
we joined the church, Al and I couldn’t even agree on whom to vote for
in a presidential election. Now that we all belonged to a group, family
arguments were becoming a thing of the past. There was never a question
of who was right, because Jim was always right. When our large household
met to discuss family problems, we didn’t ask for opinions. Instead, we
put the question to the children, “What would Jim do?” It took the
difficulty out of life. There was a type of “manifest destiny” which
said the Cause was right and would succeed. Jim was right and those who
agreed with him were right. If you disagreed with Jim, you were wrong.
It was as simple as that.”[67]
Muslims follow two things, one is the
Qur’an and the other is the Sunnah. The Qur’an is the words of Muhammad
(claimed to be Allâh’s)[68] and the Sunnah is what people reported of
what he said and did. The details of the Sunnah are recorded in the
voluminous books of Ahadith. The doctors of Islamic law study for years
to master these details and the believers do not do anything without
consulting them and learning the correct way of doing things. Sunnah is
in effect the Islamic “prescription for living” based on the examples
set by Muhammad and how he lived. These are the details about Muhammad’s
life reported by his companions and wives. Everything is detailed.
Every action is prescribed. All believers have to do is spend years
learning these “important” prescriptions for living Islamically, in
accordance with the examples set by their Prophet and follow them
meticulously in the fond belief that they will have fulfilled their duty
as Muslims and will be rewarded for their “good” deeds.
Good and bad
in Islam are not defined by right and wrong but by doing what Muhammad
enjoined and prohibited.
How did Muhammad develop so much ability to
manipulate people, a power that has taken psychologists years to
unravel? Muhammad was a narcissist and whatever he did was part of the
traits of those with narcissistic personality disorder. It all came to
him naturally, an ability that he shared with other successful
narcissists such as Hitler, Stalin, Jim Jones and Saddam.
Osherow
writes about this when he talks about Jim Jones: “Though it is unlikely
that he had any formal exposure to the social psychological literature,
Jim Jones utilized several very powerful and effective techniques for
controlling people’s behavior and altering their attitudes. Some
analyses have compared his tactics to those involved in “brainwashing,”
for both include the control of communication, the manipulation of
guilt, and power over people’s existence,[69] as well as isolation, an exacting regimen,
physical pressure, and the use of confessions.[70] But using the term brainwashing makes the
process sound too esoteric and unusual. There were some unique and scary
elements in Jones’s personality paranoia, delusions of grandeur,
sadism, and a preoccupation with suicide. Whatever his personal
motivation, however, having formulated his plans and fantasies, he took
advantage of well-established social psychological tactics to carry them
out. The decision to have a community destroy itself was crazy, but
those who performed the deed were “normal” people who were subjected to a
tremendously provocative situation, the victims of powerful internal
forces as well as external pressures.”
This definition explains how
it is possible for a multitude of sane people to follow an insane man.
This happened in Germany. Hitler was insane, but millions of Germans who
believed in him were not. How could millions of educated and
intelligent people fall prey to the manipulations of a psychopath? As we
see this has happened more than once. Dictators are often psychopaths,
yet they manage to control millions and fool very normal, sane people.
The
grip that these psychopaths have over the emotions of their victims is
mind-boggling. Three months after this horrendous event in Jonestown,
Michael Prokes, who was spared because he was assigned to carry away a
box of People’s Temple funds, called a press conference in a California
motel room. After claiming that Jones had been misunderstood and
demanding the release of a tape-recording of the final minutes [quoted
earlier], he stepped into the bathroom and shot himself in the head. He
left behind a note, saying that if his death inspired another book about
Jonestown, it was worthwhile. (Newsweek, 1979) Doesn’t this shed light
on the psychopathology of the suicide bomber?
Jeanne and Al Mills
were among the most vocal critics of the People’s Temple following their
defection, and they topped an alleged “death list” of its enemies. Even
after Jonestown, the Mills had repeatedly expressed fear for their
lives. Well over a year after the People’s Temple massacre, they and
their daughter were murdered in their Berkeley home. Their teen-age son,
himself an ex-People’s Temple member, testified that he was in another
part of the large house at the time. As yet, no suspect has been
charged. There are indications that the Mills knew their killer. There
were no signs of forced entry, and they were shot at close range. Jeanne
Mills had been quoted as saying, “It’s going to happen; if not today,
then tomorrow.” On the final tape of Jonestown, Jim Jones had blamed
Jeanne Mills by name, and had promised that his followers in San
Francisco “will not take our death in vain.” (Newsweek, 1980)
Muslims
consider it their duty to kill anyone who leaves Islam. Their hatred of
apostates is unbelievably intense. There is nothing that a Muslim can
hate so feverishly than an apostate. Muslims will not relent and they
will not give up until they find and kill the apostates. Those who dare
to defy Islam do so at their own peril. Muhammad’s orders are
unequivocal:
But if they turn renegades, seize them and slay them
wherever ye find them. (Q. 4:89).
[1] Wikipedia.com [2] Newsweek, 1978, 1979 [3] Milgram, S. Penelitian sikap taat. Journal of Abnormal and Social Psychology, 1963, 67, 371-378. [4] Milgram S. Hal2 yang melepaskan diri dari tekanan suatu kelompok. Journal of personality and Social Psychology, 1965, 1, 127-134 [5] Asch, S. Opinions and social pressure. Scientific American, 1955, 193. [6] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979. [7] http://www.news24.com/News24/Africa/News/0,,2-11-1447_2034654,00.html [8] Blakey, D. Affidavit: San Francisco. June 15, 1978. [9] Sahih Al-Bukhari, Volume 6, Book 60, Number 311 [10] Ibn Ishaq. Sira [11] Sahih Bukhari Volume 4, Book 56, Number 807 [12] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979. [13] Cahill, T. In the valley of the shadow of death. Rolling Stone. January 25, 1979. [14] Qur’an, Sura 29, Verse 8 [15] Winfrey, C. Why 900 died in Guyana. New York Times Magazine, February 25, 1979. [16] Sahih Bukhari Volume 9, Book 83, Number 17 [17] Sahih Bukhari Volume 9, Book 84, Number 57 [18] Sunnan Abu Dawud; Book 41, Number 4994 [19] Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 76 [20] Sahih Bukhari Volume 9, Book 87, Number 127 [21] Winfrey, C. Why 900 died in Guyana. New York Times Magazine, February 25, 1979. [22] Suicide Cult: The Inside Story of the Peoples Temple Sect and the Massacre in Guyana (201P) by Marshall Kilduff and Ron Javers (1978) [23] Winfrey, C. Why 900 died in Guyana. New York Times Magazine, February 25, 1979. [24] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979 [25] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979 [26] Sahih Bukhari Volume 1, Book 4, Number 170 [27] Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 428 [28] Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 427 [29] Sahih Bukhari, Volume 7, Book 65, Number 293 [30] Shih Muslim Book 026, Number 5559 [31] Sahih Bukhari Volume 1, Book 8, Number 450 [32] Tabaqat, Volume 1, Page 375 [33] Sahih Bukhari Volume 9, Book 92, Number 379 [34] Abu Hamid Muhammad al-Ghazzâlî (1058-1111) dikenal sebagai Algazel adalah salah seorang ilmuwan Islam yang paling dihormati dalam sejarah pemikiran Islam. Dia lahir di Iran, lalu jadi ahli agama Islam, ahli filsafat, dan mistik. Dia banyak menyumbang bagi perkembangan Sufisme sebagai bagian dari Islam. [35] Ahmad Ibn Naqib al-Misri, The Reliance of the Traveler, translated by Nuh Ha Mim Keller , Amana publications, 1997, section r8.2, page 745 [36] Kasindorf, J. Jim Jones: The seduction of San Francisco. New West, December 18, 1978. [37] The Kreutzer Sonata [38] Lifton, R. J. Appeal of the death trip. New York Times Magazine, January 7, 1979. [39] Gallagher, N. Jonestown: The survivors' story. New York Times Magazine, November 18, 1979. [40] Bukhari Volume 1, Book 4, Number 187 [41] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 253 [42] Brehm, J. Disonansi kognitif yang meningkat yang dilakukan penganut kepercayaan. Journal of Abnormal and Social Psychology, 1959, 58, 379-382. [43] Darley, J. and Bersceild, E. Increased liking as a result of the anticipation of personal contact. Human Relations, 1967, 20, 29-40. [44] Sirat, p. 550 [45] Muslim Book 004, Number 1370; and Bukhari Volume 1, Book 11, Number 626 [46] www.faithfreedom.org/Testimonials/Abdulquddus.htm [47] Lihat Aronson, E. The social animal (3rd ed.) San Francisco: W. H. Freeman and Company, 1980. AND Aronson, E. Teori disonansi kognitif: Perspektif Masa Kini. In L. Berkowitz (ed.), Advances in experimental social psychology. Vol. 4, New York: Academic Press, 1969. [48] Aronson, E., AND Mills, J. The effects of severity of initiation on liking for a group. Journal of Abnormal and Social Psychology. 1959, 59, 177-18 1. [49] Qur’an, Sura 9, Verse 103 [50] Sahih Bukhari Volume 3, Book 34, Number 264 [51] Sunan Abu-Dawud Book 38, Number 4348 [52] Qur’an, Sura 49, Verses 2-4 [53] Qur’an, Sura 3, Verse 169-171 [54] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 48 [55] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 72 [56] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 72 [57] Freeman, J., AND Fraser, S. Compliance without pressure: The foot-in-the-door technique. Journal of Personality and Social Psychology, 1966, 4, 195-202. [58] Winfrey, C. Why 900 died in Guyana. New York Times Magazine, February 25, 1979.. [59] Aronson, E. , AND Carlsmith, J. M. Akibat ancaman keras pada pengamatan kelakuan terlarang. Journal of Abnormal and Social Psychology, 1963, 66. 584-588. [60] Freedman, J. Akibat jangka panjang disonansi kognitif (melogiskan hal yang bertentangan). Journal of Experimental Social Psychology, 1965, 1, 145-155. [61] Davos, K., AND Jones, E. Changes in interpersonal perception as a means of reducing cognitive dissonance. Journal of abnormal and Social Psychology, 1960, 61, 402-410. [62] Muir; The Life of Mohammet Vol. III Ch. XII, Page 109. [63] Muir; The Life of Mohammet Vol. III Ch. XII, Page 109; (Waqidi, p. 106; Sirat p. 230; Tabari, p. 294) [64] Bukhari Volume 5, Book 59, Number 702 [65] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979. [66] Sirat Ibn Ishaq, p.823 [67] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979 [68] There are also those who believe the Qur’an is the work of multiple hands. Among the is Denis Giron http://www.infidels.org/library/modern/denis_giron/multiple.html [69] Lifton, R. J. Appeal of the death trip. New York Times Magazine, January 7, 1979. [70] Cahill, T. In the valley of the shadow of death. Rolling Stone. January 25, 1979.
Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal.(yesaya 26:4) "Tunjukilah kami jalan yang lurus ... " (Al Fatihah 6) Sabda Isa kepadanya, "Akulah jalan ... " (Injil, Rasul Yahya 14:6)
Cari artikel Blog Ini
copy right
Copyright © July 2012 - 2032.
Berkunjung-nya Anda Ke Site Ini, Secara Otomatis Anda Telah Siap Menerima Segala Konsekwensi Yang Anda Dapatkan Setelah Membaca dan Merenung atas Artikel Kami.
Kami Bebas Dari Segala Tuntutan Yang Anda Layangkan dikemudian hari. Kami Sudah memperingatkan Anda Terlebih Dahulu.
ADMIN
KEDAR MINISTRY Group Asia