Salam kenal
semua. :) Saya mau bagi alasan kenapa saya ga Islam.
Begini
ceritanya...
Saya lahir
dan dibesarkan oleh keluarga penganut Islam. Ayah saya aktif di masjid
dan saya pun juga belajar mengaji. Pokoknya tipikal kehidupan seorang
Muslim.
Ayah
menyekolahkan saya di sekolah Katolik yang waktu itu masih dipegang asli
bruder-suster belanda. Sekolah ini terkenal baik dari prestasi, mutu
pendidikan, apalagi disiplinnya. Waktu itu ada 2 alasan Ayah saya ngoto
masuk SD itu dan keduanya murni demi pendidikan saya.
1) Saya
loncat kelas, makanya SD saya mulai pas umur 5 tahun, sekolah2 Islam dan
negeri tidak ada yang menerima saya karena ga punya guru yang mampu
menangani saya.
2) Sekolah2
lain selain mutunya ga ada, ga terakreditasi, bahkan ada yang gedungnya
ga ada.
Awalnya SD
katolik pun menolak. Waktu itu masih Orba, jadi ada peraturan kalau anak
Muslim sekolah di sekolah non-Muslim, sekolah itu harus menyediakan
guru Islam. Tapi kalau anak Non-Muslim sekolah di sekolah Muslim atau
negeri, maka tergantung sekolah mau menyediakan guru non-Muslim atau
tidak. (Walau kita tau ujungya juga harus ikut pelajaran Agama Islam).
Ga tau kalo sekarang...
Singkatnya,
Ayah tetep kekeh saya harus masuk ke sekolah itu, bahkan beliau sendiri
yang memberi ijin kalau saya boleh ikut pelajaran agama Katolik atau
kegiatan apapun walau berbau katolik seperti Misa. Saat Juli tahun
ajaran baru mulai, saya masih belum sekolah. Akhirnya, setelah 2 bulan
saya pun resmi masuk. Awalnya guru ngaji saya keberatan kok saya masuk
sekolah non-Muslim, tapi Ayah bilang ini hanya demi akademik saya, bukan
agama. Toh, saya tetep ngaji sepulang sekolah.
Sampe kelas 5
SD, hidup saya seperti ini: pagi ketemu Yesus, sore ketemu Muhammad.
Temen2 Muslim saya sering berkata kasar tentang umat non-Muslim. Mulai
dari orang cina makan babi makanya mereka juga haram kaya babi, sampai
Maria itu disembah kaya berhala dan ada setannya, bahkan tasbihnya orang
budha itu jeplak tasbih orang Muslim. Kontras sekali dengan temen2
Katolik, Budha bahkan Hindu yang tidak pernah menghina agama Islam.
Malah, terkesan cenderung cuek. Pernah sekali ketika pulang bareng dari
sekolah mereka dikata2i dibilang pelacur dan babu. Kelas 5 SD saya tau
kata pelacur dari teman2 mengaji saya!
Selama 5
tahun itu saya getol ngaji dan ga pernah absen darikelas ngaji ato
kegiatan Islam. Guru2 ngaji di masjid saya pun bahkan bilang kalau saya
tetep kaya gini, saya bisa khatam sebelum SMP.
Guru2 di
masjid selalu mengajari kalau Muslimin Muslimah haruslah baik tutur
katanya, sopan, tidak memaki, tidak berkata2 kotor, menghina dsb. Memang
saya tidak begitu akrab dengan temen2 mesjid, tapi guru2 saya selalu
mencontohkan keluhuran. Pokoknya di mata saya guru2 ngaji tersebut orang
baik dan karena merekalah saya masih yakin kalau hanya segelintir
Muslim yang memang rese...
Tapi waktu
kelas 6 SD bener2 titik awal keresahan saya. Siang bolong, tiba2 ada
suara ledakan, wali kelas saya pun keluar kelas, tak lama dia kembali
dengan panik menyuruh kami cepat turun ke lapangan terus lari ke komplek
SMP. Kami sekelas turun dari lantai 2 gedung SD, keluar lapangan ke
gendung SMP dan langsung naik ke lantai 3 dimana ada jembatan ke SMA.
Sewaktu saya lari lewat jembatan, terlihat ada kerumunan orang2
berteriak bawa spanduk dari masjid A*-*****, dan saya mendengar sayup2
"Allahu akbar". Kerumunan itu tak lain dan tak bukan adalah orang2
masjid saya sendiri! Memang di gedung SMA jauh lebih aman tapi yang kita
dapat adalah pandangan jelas Kapel sekolah dibakar massa. Bayangkan
anak umur 10th ditengah lautan anak2 SD dan TK yang histeris menangis,
anak2 yang lebih tua mencoba tenang walaupun keliatan jelas paniknya.
Saya tidak begitu ingat berikutnya tapi Ayah bilang anak2 baru bisa
keluar sekolah malam hari setelah polisi harus menahan massa.
Ayah bilang
saya trauma, ga ngomong seminggu, jadi pendiam, jarang makan, ga sholat
ngaji sejak kejadian itu. Tapi ayah bilang saya selesai SD dengan tenang
dan nilai memuaskan walau bruder (kepsek) saya sempat kuatir.
Ayah
mengirim saya sekolah ke Jakarta dan saya pun berhasil masuk sekolah
favorit. Sekolah ini pakai sistem baru dengan essay dan proyek (yang
nantinya jadi KBK itu..) Dari kebiasaan saya yang hanya menghafal,
sekarang diharuskan punya opini DAN harus bisa mempertahankan opini
tersebut dengan fakta dan logika. Tentu bukan sesuatu yang sulit untuk
saya karena saya sudah biasa di SD, tapi yang mengejutkan saya adalah
ketika pelajaran Agama Islam (ya, saya dapat kelas tsb walaupun sekolah
swasta). Ketika saya dituntut untuk berdebat, saya ga bisa memberikan
fakta yang lurus karena yang bisa saya temukan di quran dan hadis
hanyalah kontradiksi. Semakin saya baca, semakin kontradiktif. Smakin ga
nyambung. Debat kelas pun sangat diluar logika. Ngaco! Makin besarlah
keresahan saya. Akhirnya, dari semua nilai rapot saya yang 8 dan 9,
hanya Agama yang 4. Yang kasian adalah ayah saya. Dia harus tahan dengan
saya yang bertanya terus2an tentang Islam, berdebat terus hingga pernah
berantem. Ayah saya ngotot dengan pendirian bahwa Quran Hadis ga boleh
ditentang harus diterima tanpa ditanya. Saya pun menimpali dengan
bertanya apa yang dilakukan pelajr2 Al-azhar mesir? Apa mereka hanya
menghafal tanpa bertanya? Saya tanya terus terus dan terus... hanya
karena saya belum 'tenang'.
SMA dimana
keresahan saya terjawab sudah. Saya jatuh cinta dengan fisika. Atau
mungkin lebih tepatnya menemukan kejelasan dan ketenangan lewat sains.
Semuanya apa adanya. Transparan, bisa dijelaskan dan masuk logika.
Ibaratnya bisa lihat Tuhan secara langsung tanpa ritual2. Saking
senangnya saya bahkan berubah sikap jadi lebih kalem. KEluarga saya pun
takjub apalagi ayah saya. ada apakah gerangan. Apakah saya menerima
Islam lagi? Saya bilang tidak. Lalu apa?
Inilah yang
slalu saya katakan ke orang2 yang bertanya:
Buat saya,
suatu ajaran agama harus bisa diukur setidaknya dari 2 hal, nurani dan
nalar. Keduanya sama pentingnya dan harus berdampingan. Jika secara
nurani bisa diterima, maka secara nalar pun bisa diuji, begitu juga
sebaliknya. Jika nalar (logika dan ilmu) konsisten maka secara nurani
bisa diterima.
Agama Islam
buat saya secara naluri sudah ga klop. Katanya nabi kok berseru bunuh?
Anak 9 tahun kok digauli? Apalagi ketika nalar digunakan. tidak ada yang
tetap dan banyak pernyataan yang jelas2 hanyalah pembenaran dan bukan
kebenaran sejati. Saya muak.
Yang mau
saya tegaskan disini adalah
1) Saya
tidak pernah didoktrinasi oleh ajaran agama lain!! Walau saya 6 tahun
mengenyam pendidikan SD di sekolah Katolik, tak pernah sekalipun saya
serius mendalaminya. Saya hanya belajar demi ulangan agar dapat nilai.
Itu saja. Saya juga tidak pernah ikut misa, tidak pernah ikut kegiatan
ekstra kulikuler keagamaan di sekolah, bahkan saya belum pernah baca
alkitab. Yang saya baca hanyalah Quran dan Hadis. Jadi jangan bawa2
agama lain.
2) Ya, saya
murtad karena ajaran agama Islam itu sendiri!!! Dari sumbernya saja
sudah busuk dan rusak, apalagi kalau melihat pengikutnya. Dan kalau ada
yang bilang saya ga kenal Islam, jelas2 saya ke mesjid, dan bahkan
setelah kebakaran pun saya masih belajar dengan ayah saya. Sampai saat
ini, kitab suci yang saya baca hanyalah Quran.
3) Saya
BUKAN Nasrani ataupun atheist atau agama lain. Saya tidak beragama tapi
saya percaya Tuhan.
Jadi
muslimin-muslimah, saya hanya minta satu hal, tolong jujur pada diri
anda sendiri. Anda tahu Islam itu salah bahkan dari Quran nya saja.
Tidak perlu melihat agama lain, orang lain, atau yang lain-lain. Cukup
anda, hati nurani, dan nalar anda.
ps: dan
untuk temen2 di ffi, yang baik dan santun ya. saya liat masih ada yang
pake kata kasar. kasian teman2 kita yang masih muslim. coba bayangkan
keyakinan anda yang ditekuni seumur hidup tiba2 dibilang salah. Sakit
dan pasti menakutkan bukan? Walau Islam salah, bukan berarti semua yang
ikut juga pasti salah. banyak yang terlahir di kelurga islam seperti
saya sehingga agama islam adalah satu2nya pilihan. Beri mereka
kesempatan. Setiap orang prosesnya berbeda tapi tetaplah membantu walau
mereka tak mengucapkan hal2 baik kembali. Salut untuk anak2 FFI!!
terus berjuang!
by the way,
orang tua saya juga akhirnya murtad juga. walau tidak seperti saya yang
berbasi sains, tapi setidaknya mereka bukan Muslim lagi. Entah agama apa
yang mereka ambil nanti, kalaupun ga ada, saya lebih seneng drpd mereka
masih berislam ria.
Sumber: FFI
Indigo