Pages

Senin, 10 September 2012

Islamnya sendiri yang bikin saya Murtad


Salam kenal semua. :) Saya mau bagi alasan kenapa saya ga Islam.

Begini ceritanya...

Saya lahir dan dibesarkan oleh keluarga penganut Islam. Ayah saya aktif di masjid dan saya pun juga belajar mengaji. Pokoknya tipikal kehidupan seorang Muslim.

Ayah menyekolahkan saya di sekolah Katolik yang waktu itu masih dipegang asli bruder-suster belanda. Sekolah ini terkenal baik dari prestasi, mutu pendidikan, apalagi disiplinnya. Waktu itu ada 2 alasan Ayah saya ngoto masuk SD itu dan keduanya murni demi pendidikan saya.
1) Saya loncat kelas, makanya SD saya mulai pas umur 5 tahun, sekolah2 Islam dan negeri tidak ada yang menerima saya karena ga punya guru yang mampu menangani saya.
2) Sekolah2 lain selain mutunya ga ada, ga terakreditasi, bahkan ada yang gedungnya ga ada.
Awalnya SD katolik pun menolak. Waktu itu masih Orba, jadi ada peraturan kalau anak Muslim sekolah di sekolah non-Muslim, sekolah itu harus menyediakan guru Islam. Tapi kalau anak Non-Muslim sekolah di sekolah Muslim atau negeri, maka tergantung sekolah mau menyediakan guru non-Muslim atau tidak. (Walau kita tau ujungya juga harus ikut pelajaran Agama Islam). Ga tau kalo sekarang...  

Singkatnya, Ayah tetep kekeh saya harus masuk ke sekolah itu, bahkan beliau sendiri yang memberi ijin kalau saya boleh ikut pelajaran agama Katolik atau kegiatan apapun walau berbau katolik seperti Misa. Saat Juli tahun ajaran baru mulai, saya masih belum sekolah. Akhirnya, setelah 2 bulan saya pun resmi masuk. Awalnya guru ngaji saya keberatan kok saya masuk sekolah non-Muslim, tapi Ayah bilang ini hanya demi akademik saya, bukan agama. Toh, saya tetep ngaji sepulang sekolah.

Sampe kelas 5 SD, hidup saya seperti ini: pagi ketemu Yesus, sore ketemu Muhammad. Temen2 Muslim saya sering berkata kasar tentang umat non-Muslim. Mulai dari orang cina makan babi makanya mereka juga haram kaya babi, sampai Maria itu disembah kaya berhala dan ada setannya, bahkan tasbihnya orang budha itu jeplak tasbih orang Muslim. Kontras sekali dengan temen2 Katolik, Budha bahkan Hindu yang tidak pernah menghina agama Islam. Malah, terkesan cenderung cuek. Pernah sekali ketika pulang bareng dari sekolah mereka dikata2i dibilang pelacur dan babu. Kelas 5 SD saya tau kata pelacur dari teman2 mengaji saya!  
Selama 5 tahun itu saya getol ngaji dan ga pernah absen darikelas ngaji ato kegiatan Islam. Guru2 ngaji di masjid saya pun bahkan bilang kalau saya tetep kaya gini, saya bisa khatam sebelum SMP.

Guru2 di masjid selalu mengajari kalau Muslimin Muslimah haruslah baik tutur katanya, sopan, tidak memaki, tidak berkata2 kotor, menghina dsb. Memang saya tidak begitu akrab dengan temen2 mesjid, tapi guru2 saya selalu mencontohkan keluhuran. Pokoknya di mata saya guru2 ngaji tersebut orang baik dan karena merekalah saya masih yakin kalau hanya segelintir Muslim yang memang rese...

Tapi waktu kelas 6 SD bener2 titik awal keresahan saya. Siang bolong, tiba2 ada suara ledakan, wali kelas saya pun keluar kelas, tak lama dia kembali dengan panik menyuruh kami cepat turun ke lapangan terus lari ke komplek SMP. Kami sekelas turun dari lantai 2 gedung SD, keluar lapangan ke gendung SMP dan langsung naik ke lantai 3 dimana ada jembatan ke SMA. Sewaktu saya lari lewat jembatan, terlihat ada kerumunan orang2 berteriak bawa spanduk dari masjid A*-*****, dan saya mendengar sayup2 "Allahu akbar". Kerumunan itu tak lain dan tak bukan adalah orang2 masjid saya sendiri! Memang di gedung SMA jauh lebih aman tapi yang kita dapat adalah pandangan jelas Kapel sekolah dibakar massa. Bayangkan anak umur 10th ditengah lautan anak2 SD dan TK yang histeris menangis, anak2 yang lebih tua mencoba tenang walaupun keliatan jelas paniknya. Saya tidak begitu ingat berikutnya tapi Ayah bilang anak2 baru bisa keluar sekolah malam hari setelah polisi harus menahan massa. 

Ayah bilang saya trauma, ga ngomong seminggu, jadi pendiam, jarang makan, ga sholat ngaji sejak kejadian itu. Tapi ayah bilang saya selesai SD dengan tenang dan nilai memuaskan walau bruder (kepsek) saya sempat kuatir.

Ayah mengirim saya sekolah ke Jakarta dan saya pun berhasil masuk sekolah favorit. Sekolah ini pakai sistem baru dengan essay dan proyek (yang nantinya jadi KBK itu..) Dari kebiasaan saya yang hanya menghafal, sekarang diharuskan punya opini DAN harus bisa mempertahankan opini tersebut dengan fakta dan logika. Tentu bukan sesuatu yang sulit untuk saya karena saya sudah biasa di SD, tapi yang mengejutkan saya adalah ketika pelajaran Agama Islam (ya, saya dapat kelas tsb walaupun sekolah swasta). Ketika saya dituntut untuk berdebat, saya ga bisa memberikan fakta yang lurus karena yang bisa saya temukan di quran dan hadis hanyalah kontradiksi. Semakin saya baca, semakin kontradiktif. Smakin ga nyambung. Debat kelas pun sangat diluar logika. Ngaco! Makin besarlah keresahan saya. Akhirnya, dari semua nilai rapot saya yang 8 dan 9, hanya Agama yang 4. Yang kasian adalah ayah saya. Dia harus tahan dengan saya yang bertanya terus2an tentang Islam, berdebat terus hingga pernah berantem. Ayah saya ngotot dengan pendirian bahwa Quran Hadis ga boleh ditentang harus diterima tanpa ditanya. Saya pun menimpali dengan bertanya apa yang dilakukan pelajr2 Al-azhar mesir? Apa mereka hanya menghafal tanpa bertanya? Saya tanya terus terus dan terus... hanya karena saya belum 'tenang'.

SMA dimana keresahan saya terjawab sudah. Saya jatuh cinta dengan fisika. Atau mungkin lebih tepatnya menemukan kejelasan dan ketenangan lewat sains. Semuanya apa adanya. Transparan, bisa dijelaskan dan masuk logika. Ibaratnya bisa lihat Tuhan secara langsung tanpa ritual2. Saking senangnya saya bahkan berubah sikap jadi lebih kalem. KEluarga saya pun takjub apalagi ayah saya. ada apakah gerangan. Apakah saya menerima Islam lagi? Saya bilang tidak. Lalu apa?

Inilah yang slalu saya katakan ke orang2 yang bertanya:

Buat saya, suatu ajaran agama harus bisa diukur setidaknya dari 2 hal, nurani dan nalar. Keduanya sama pentingnya dan harus berdampingan. Jika secara nurani bisa diterima, maka secara nalar pun bisa diuji, begitu juga sebaliknya. Jika nalar (logika dan ilmu) konsisten maka secara nurani bisa diterima.

Agama Islam buat saya secara naluri sudah ga klop. Katanya nabi kok berseru bunuh? Anak 9 tahun kok digauli? Apalagi ketika nalar digunakan. tidak ada yang tetap dan banyak pernyataan yang jelas2 hanyalah pembenaran dan bukan kebenaran sejati. Saya muak. 


Yang mau saya tegaskan disini adalah

1) Saya tidak pernah didoktrinasi oleh ajaran agama lain!! Walau saya 6 tahun mengenyam pendidikan SD di sekolah Katolik, tak pernah sekalipun saya serius mendalaminya. Saya hanya belajar demi ulangan agar dapat nilai. Itu saja. Saya juga tidak pernah ikut misa, tidak pernah ikut kegiatan ekstra kulikuler keagamaan di sekolah, bahkan saya belum pernah baca alkitab. Yang saya baca hanyalah Quran dan Hadis. Jadi jangan bawa2 agama lain.

2) Ya, saya murtad karena ajaran agama Islam itu sendiri!!! Dari sumbernya saja sudah busuk dan rusak, apalagi kalau melihat pengikutnya. Dan kalau ada yang bilang saya ga kenal Islam, jelas2 saya ke mesjid, dan bahkan setelah kebakaran pun saya masih belajar dengan ayah saya. Sampai saat ini, kitab suci yang saya baca hanyalah Quran.

3) Saya BUKAN Nasrani ataupun atheist atau agama lain. Saya tidak beragama tapi saya percaya Tuhan. 

Jadi muslimin-muslimah, saya hanya minta satu hal, tolong jujur pada diri anda sendiri. Anda tahu Islam itu salah bahkan dari Quran nya saja. Tidak perlu melihat agama lain, orang lain, atau yang lain-lain. Cukup anda, hati nurani, dan nalar anda. 

ps: dan untuk temen2 di ffi, yang baik dan santun ya. saya liat masih ada yang pake kata kasar. kasian teman2 kita yang masih muslim. coba bayangkan keyakinan anda yang ditekuni seumur hidup tiba2 dibilang salah. Sakit dan pasti menakutkan bukan? Walau Islam salah, bukan berarti semua yang ikut juga pasti salah. banyak yang terlahir di kelurga islam seperti saya sehingga agama islam adalah satu2nya pilihan. Beri mereka kesempatan. Setiap orang prosesnya berbeda tapi tetaplah membantu walau mereka tak mengucapkan hal2 baik kembali. Salut untuk anak2 FFI!!      terus berjuang!

by the way, orang tua saya juga akhirnya murtad juga. walau tidak seperti saya yang berbasi sains, tapi setidaknya mereka bukan Muslim lagi. Entah agama apa yang mereka ambil nanti, kalaupun ga ada, saya lebih seneng drpd mereka masih berislam ria.

Sumber: FFI Indigo