Sabtu, 03 November 2012

katanya bebas memilih tp knapa ber"DUSTA" plin-plan amat“ Kesaksian Mohammed Ahmed Hegazy ( Mantan Muslim Mesir )



Pengacara-pengacara Islam konservatif datang untuk mendukung Pemerintah Mesir minggu lalu  dalam acara pengadilan seorang Muslim yang ingin beralih memeluk agama Kristen. Murtadin bernama Mohammed Ahmed Hegazy menuntut
Pemerintah Mesir ke pengadilan dengan tuduhan melarang dirinya mengganti nama agama Islam di KTP jadi agama Kristen. Tindakannya menghebohkan seluruh negara. Pengacara-pengacara Islam yang berhubungan erat dengan imam radikal Youssef al-Badry menghadiri acara dengar kasus di tanggal 2 Oktober 2007 di Kairo dan secara resmi bergabung membela pihak Pemerintah, demikian dilaporkan Hegazy pada Compass.

Pengacara Hegazy membenarkan bahwa Magdy al-Anany dan setidaknya tiga pengacara Muslim fundamentalis mengajukan diri mendukung Pemerintah. Al-Badry adalah seorang dari beberapa imam di Mesir yang menyatakan pada media nasional Mesir agar Hegazy dibunuh. Hal ini terjadi setelah Hegazy mengumumkan kasusnya di awal bulan Agustus. Islamis radikal ini juga menuntut pengacara Hegazy yang lama, yakni Mamdouh Nakhla, dengan tuduhan menyebabkan perpecahan. Karena kritik dan ancaman mati dari publik, Nakhla menarik kembali kasus Hegazy beberapa hari sebelum diumumkan.

Muslim-muslim fanatik mulai mengganggu Hegazy dan istrinya yang lagi hamil, yang juga merupakan seorang murtadin. Mereka menerima telpon penuh amarah sehingga keduanya menyembunyikan diri. ‘Hal ini sangatlah sensitif,’ kata pengacara Hegazy yang baru, Rawda Ahmad, kepada Compass melalui penerjemah. ‘Untuk pertamakalinya Muslim beralih ke Kristen ingin mengubah nama agama di KTP nya.’

Meskipun hukum Islam tidak melarang peralihan kepercayaan dari Islam ke Kristen, tapi tidak ada UU yang mengijinkan perubahan nama agama secara resmi. Muslim yang beralih ke Kristen biasanya menyembunyikan identitas diri agar tidak disiksa dan dipaksa balik ke Islam lagi oleh sanak saudaranya sendiri dan polisi.

“Saya sakit hati karena di negaraku sendiri, masyarakat telah jadi begitu radikal sehingga aku tidak berhak murtad,” kata Hegazy pada Compass minggu ini.

Hegazy dan istrinya yang bernama Zeinab berharap bahwa anak pertama mereka yang akan lahir  di bulan Januari, akan lahir dengan akte kelahiran beragama Kristen. Mereka terpaksa menjalani perkawinan dengan cara Islam, karena status resmi mereka tetap Muslim. Hegazy dan istri tahu bahwa dengan memiliki KTP Kristen, maka anak mereka dapat mengambil mata pelajaran Kristen di sekolah, menikah di gereja, dan terang-terangan menghadiri kebaktian Kristen tanpa takut dijahati. Saat ini, ancaman-ancaman dari fanatik-fanatik Muslim telah memaksa keduanya untuk tetap bersembunyi, dan bahkan Hegazy sendiri jadi tidak bisa datang ke pengadilan untuk mendengarkan kasusnya minggu lalu.
Pasangan murtadin ini mengatakan pada Compass bahwa dia dan istri sehat-sehat saja, tapi frustasi karena dikurung di rumah. “Rasanya seperti dipenjara dan tidak ada jalan ke luar,” katanya. Hegazy berkata bahwa dia tidak percaya polisi tahu di mana dia bersembunyi. Dia berkata pada Compass bahwa polisi telah menahan beberapa murtadin di dua bulan terakhir, mengintrogasi mereka untuk tahu di mana Hegazy bersembunyi. Media Islam mengritik Hegazy di beberapa bulan terakhir, dengan menyatakan dia murtad gara-gara uang, ancaman, dan tekanan luar negeri untuk mengacaukan Mesir.
‘Media pro Pemerintah sangat menyerang Hegazy,’ demikian dikatakan wakil Informasi Hak Azasi Manusia Jaringan Arab (HAMI) hari ini. ‘Hal ini tentunya berakibat buruk pada kasusnya,  membuatnya jadi lebih ke keputusan politik.’ Tapi anehnya, pengadilan dengar kasus minggu lalu tidak disorot media Mesir. Acara dengar kasus di distrik Kairo bernama al-Doqi berjalan singkat. Hakim Muhammad Husseini menunda kasus sampai tanggal 13 November, dan ini memberi waktu bagi pengacara baru untuk mengambil alih kasus dari pengacara lama. Ahmad dan Gamal Eid dari HAMI harus punya ijin resmi dari Hegazy untuk mewakili kasusnya atau mengajukan tuntutan baru, demikian dikatakan juru bicara HAMI. Di bulan April, hakim Husseini menolak 45 kasus orang-orang Kristen yang jadi mualaf, tapi lalu balik lagi ke Kristen.  Kasus-kasus mereka sekarang masih tertahan di pengadilan. Sejak tahun 2004, beberapa lusin Kristen Koptik yang beralih jadi mualaf telah menang kasus pengadilan sehingga bisa balik lagi memeluk agama Kristen. Tapi Hegazy merupakan Muslim Mesir pertama yang menuntut perubahan hukum.



Diajarkan untuk Membenci Orang-orang Kristen


Sekarang Hegazy berusia 24 tahun. Dia berkata bahwa dia pertama kali mengambil keputusan untuk jadi Kristen di usia 16 tahun. “Ayahku adalah Muslim KTP, tapi dia benci banget sama orang-orang Kristen dan Yahudi karena dia percaya begitulah yang diajarkan oleh Islam,” kata Hegazy dalam pernyataan di sebuah website. “Sewaktu kecil, aku diajar untuk tidak mengasihi dan tidak menghormati orang-orang Kristen, tapi malah mengancam mereka dengan keras karena Tuhan benci mereka.”

Sebagai remaja, Hegazy masuk sekolah tinggi untuk dilatih menjadi Imam Islam tapi dia tidak suka dengan hukum Islam terhadap wanita dan berbagai hal. Sewaktu menginjak usia 16 tahun, dia masuk kelas yang memiliki tujuh murid Kristen. Saat itulah dia mulai berpikir serius tentang agama Kristen. “Itulah saat pertama kali aku hidup dekat dengan orang-orang Kristen, dan hidup mereka bagaikan sinar terang bagi diriku,” kata Hegazy. Suatu hari dia meminjam sebuah buku Kristen dari rekan kelasnya dan membaca pertobatan Saulus. Kisahnya membangkitkan minat dalam dirinya untuk mengetahui lebih jauh tentang agama Kristen. Hegazy berkata bahwa dia dengan cepat yakin akan kebenaran Kristen dan ingin memeluk agama tsb.

“Yesus muncul padaku beberapa kali sewaktu aku membaca Alkitab,” katanya. ‘Ayahku sangat marah ketika mengetahui aku pergi ke gereja dan membaca buku-buku Kristen.’
Polisi keamanan negara segera menangkapnya dan menyiksanya selama tiga hari. Mereka bahkan menggunakan seorang pendeta Koptik Ortodoks untuk membujuknya kembali ke Islam, tapi usaha itu gagal. Akhirnya dia dikembalikan ke rumahnya, dan ayahnya mengira dia telah kembali jadi Muslim. Hegazy berkata dia terus aktif dengan iman Kristennya, menulis dan menerbitkan puisi-pusinya. Polisi kembali menangkapnya di tahun 2002 dan menahannya selama 10 minggu di kamp konsentrasi di mana dia bertemu para murtadin lainnya.


Konsekuensi Nyata


Hegazy tahu bahwa perjuangannya akan berat. “Aku letakkan keyakinanku dalam Tuhan, dan aku merasa aku harus teguh,” kata Hegazy. “Ini adalah kewajibanku terhadap diriku, keluargaku, semua Muslim yang murtad dan memeluk Kristen, dan semua Kristen.”.

Tapi meskipun ada kemungkinan kasusnya menang di Mesir, hal ini bisa mendatangkan akibat buruk bagi masyarakat Kristen Mesir. Untuk membuat kasus pindah agamanya jadi resmi di mata hukum, maka orang-orang Kristen harus membuat dokumen gereja di pengadilan. Hal ini berbahaya bagi orang-orang Kristen yang membantunya jadi murtad.
“Aku hanya bisa berkata bahwa aku punya dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa aku dan istri telah dibaptis, dan aku bisa menunjukkannya di pengadilan,” katanya. Dia tidak mau memberitahu di gereja mana dia dibaptis dan menunjukkan dokumen tersebut. Meskipun tidak ada laporan resmi, jumlah Koptik Kristen Mesir mencapai 8 sampai 15% dari populasi Mesir. Jumlah yang murtad ke Kristen tidak diketahui.


ISTANBUL, October 10- 2007 (Compass Direct News)

Cari artikel Blog Ini

copy right