Selasa, 20 November 2012

Kerusuhan Massa Meledak Setelah Seorang Anak Laki-laki Mengencingi Quran,,(tapi kenapa tidak berubah ya itu anak???)


Ketika mereka bertemu, si anak laki-laki Muslim berkoar-koar mengatakan jika ada orang yang mengencingi Quran maka orang itu akan berubah menjadi ular, anjing atau tikus. “Si anak laki-laki Kristen tertarik dengan skenario ini dan tanpa berpikir dua kali ia pun

mengencingi Quran”, ujar Bishop Fabian Obeid, Ketua Persekutuan Hamba Tuhan di Zanzibar.

 William Stark, Regional Manager for Africa

12 November 2012 Washington, D.C. (International Christian Concern) – Seorang anak laki-laki Muslim dan seorang anak laki-laki Kristen bertemu di pinggiran kota Dar es Salaam, ibukota Tanzania. Hasil dari pertemuan tersebut, anak laki-laki Kristen itu diancam akan dipenggal dan setidaknya lima gereja dihancurkan. Apakah yang telah dilakukan oleh kedua anak laki-laki tersebut sehingga timbullah kerusakan yang sangat parah?

Ketika mereka bertemu, si anak laki-laki Muslim berkoar-koar mengatakan jika ada orang yang mengencingi Quran maka orang itu akan berubah menjadi ular, anjing atau tikus. “Si anak laki-laki Kristen tertarik dengan skenario ini dan tanpa berpikir dua kali ia pun mengencingi Quran”, ujar Bishop Fabian Obeid, Ketua Persekutuan Hamba Tuhan di Zanzibar.

Ketika si anak laki-laki Muslim memberitahu orangtuanya, mereka terkejut dan memutuskan untuk mengkonfrontir orangtua anak laki-laki Kristen itu. Setelah mendapati bahwa orangtua anak laki-laki Kristen itu tidak ada di rumah, mereka memutuskan untuk melaporkan insiden tersebut ke mesjid terdekat. Inilah awal mula segala sesuatunya menjadi tidak terkendali.

Beberapa hari kemudian, segerombolan pemuda Muslim berkumpul di mesjid setelah dipanas-panasi saat sembahyang Jumat. Mereka berniat menghukum anak laki-laki Kristen itu karena telah menajiskan Quran. Polisi diperingatkan akan situasi tersebut dan anak laki-laki itu ditahan untuk melindunginya dari amuk massa. Massa berkumpul di luar kantor polisi dan menuntut agar anak laki-laki itu dilepaskan bagi mereka “agar ia mendapat hukuman yang setimpal”. Hukuman yang setimpal untuk tindakan menajiskan Quran dalam kasus seperti ini, menurut penafsiran ultra konservatif terhadap hukum Islam adalah dipenggal.

Ketika polisi menolak melepaskan anak laki-laki tersebut, massa mulai rusuh. Oleh karena rencana mereka untuk menghukum anak itu tidak terlaksana, massa memutuskan untuk merusak gereja-gereja dan properti Kristen lainnya di wilayah itu. Massa membakar 5 gereja, termasuk Gereja Hari Ke-Tujuh, Gereja Anglikan, dan Gereja Sidang Jemaat Allah. Properti lainnya milik orang-orang Kristen di wilayah itu juga dihancurkan termasuk sebuah mobil milik Gembala Jemaat Gereja Anglikan. Saat kerusuhan berlanjut, Gereja Sidang Jemaat Injili di Tanzania dirobohkan. Dalam hari-hari berikutnya, kerusuhan di dalam komunitas Muslim berlanjut, mengakibatkan penghancuran lebih banyak properti di seluruh negara itu dan hidup para pemimpin Kristen terancam.

Pada 18 Oktober, segerombolan pengunjuk rasa Muslim membawa pedang, belati dan senjata tajam lainnya menyerang dua gereja di Zanzibar, sebuah pulau di dekat pantai Timur Tanzania, dengan tujuan untuk menyakiti para pemimpin gereja. “Kami menginginkan kepala Bishop Shayo”, teriak massa saat mereka berusaha untuk memasuki Gereja Anglikan pimpinan Pdt. Emmanuel Masoud. Saat massa menyerang gereja, memecahkan jendela-jendela dan merusak pintu-pintu, massa terus meneriakkan “Kami menginginkan kepala Masoud”. Namun mereka tidak berhasil masuk ke dalam gereja yang mereka serang. Itulah kemudian mereka mulai berteriak-teriak, “Kami menginginkan kepala semua pendeta di Zanzibar!”

“Teriakan-teriakan ini menyebabkan kepanikan besar dan beberapa pendeta, yang mengkuatirkan hidup mereka, meninggalkan pulau Zanzibar dan pergi ke dataran utama Tanzania”, ujar Pendeta Lucian Mgaywa dari Gereja Tuhan di Zanzibar.

“Syukurlah pemerintah mengintervensi dan memberikan pengamanan bagi para pendeta di Zanzibar”. Malangnya, kerusuhan-kerusuhan ini bukanlah satu-satunya insiden penyerangan terhadap orang-orang Kristen dan tempat-tempat ibadah mereka oleh elemen-elemen ekstrimis di Tanzania. Hingga bulan Mei, 25 gereja dan biara telah dihancurkan. Penghancuran ini terutama terjadi di Zanzibar dimana populasinya 99% Muslim dan terang-terangan bersikap kejam terhadap orang Kristen. Menurut seorang saksi di tempat kejadian, dimana sebuah gereja dihancurkan, “Para penyerang itu berteriak-teriak,’Singkirkan gereja – kami tidak ingin orang kafir merusak masyarakat kita’”.

Kelompok ekstrimis di Zanzibar bahkan telah menghalangi pembangunan kembali gereja-gereja yang telah dihancurkan dengan menggunakan perintah pengadilan. Pemerintah Zanzibar, yang bersifat semi otonomi dari Pusat, tidak mengambil tindakan apapun berkaitan dengan insiden kekerasan yang menghancurkan banyak gereja di Zanzibar. Hingga hari ini tidak ada yang ditahan sehubungan dengan penyerangan-penyerangan terhadap gereja-gereja di Zanzibar, sehingga membuat banyak orang bertanya-tanya apakah pemerintah setempat menyetujui perbuatan-perbuatan tersebut.

Kelompok separatis Islam UAMSHO nampaknya menjadi pusat banyak tindak kekerasan terhadap orang Kristen. UAMSHO – adalah akronim dalam bahasa Swahili yang berarti “Asosiasi Mobilisasi dan propaganda Islam” – adalah sebuah kelompok politik religius yang menghimbau adanya pemisahan Zanzibar dari pemerintah Pusat di Tanzania. Dalam beberapa tahun terakhir, UAMSHO telah semakin menjadi fundamental dalam keyakinan-keyakinan religiusnya dan telah terlibat dalam beberapa penyerangan terhadap orang-orang Kristen di Zanzibar.

Setelah Gereja Sidang Jemaat Injili dihancurkan, “Bendera milik UAMSHO dikibarkan di atas reruntuhan gereja”, ujar Bishop abian Obeid, Ketua Persekutuan Hamba Tuhan di Zanzibar. Meningkatnya fundamentalisme Islam di Tanzania bersamaan dengan meningkatnya penganiayaan terhadap orang Kristen di seluruh Affrika Timur. Bahkan di negara-negara seperti Kenya, dimana terdapat 80% orang Kristen, kelompok-kelompok ekstrimis Islam seperti al-Shabaab mulai berakar dan melakukan banyak tindak kekerasan terhadap orang Kristen. Kelompok-kelompok ekstrimis ini sering menggunakan insiden-insiden seperti anak laki-laki yang menajiskan Quran untuk meningkatkan ketegangan dalam komunitas Muslim yang telah hidup dalam damai selama beberapa generasi dengan para tetangganya yang Kristen. Pemerintah Zanzibar harus mengambil sikap terhadap serangan-serangan ini dan memandang kelompok-kelompok ini bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka. Sampai mereka melakukan hal itu, ribuan orang Kristen di Afrika Timur akan terus hidup dalam ketakutan.

Cari artikel Blog Ini

copy right