LHOKSEUMAWE
– Mirza Alfath S, SH. MH., dosen Fakultas Hukum
Universitas Malikussaleh diduga sering melecehkan atau menghina Islam
lewat akun facebook atas nama Mirzanovic Alfathenev.
Pada Selasa malam, 20 November 2012, massa melampiaskan amarah dengan
melempar batu ke rumah Mirza di Lhokseumawe.
Sejauh ini belum
diketahui pasti
penyebab Mirza menjadi sasaran amuk massa. ATJEHPOSTcom yang mencoba
melacak akun facebook Mirzanovic Afathenev, tidak dapat mengakses
seluruh informasi di facebooknya, lantaran belum terhubung dalam
jaringan pertemanan. Satu-satunya informasi yang bisa dibaca hanya
keterangan tentang diri pemilik facebook yang menggambarkan dirinya
dalam kalimat begini,”Aku bukanlah seseorang yg cerdas & idealis.
Aku hanya ingin menjadi seseorang yang dapat berbuat sesuatu bagi
kemaslahatan manusia, meskipun itu sangat kecil. Bagiku tak ada
kebenaran mutlak, yang ada hanya perspektif yang dibangun dengan
argumentatif.”
Menurut sejumlah sumber menyebutkan,
selama ini Mirza Alfath aktif dalam forum Kajian Filsafat Hukum dan
Gerakan Hukum Kritis, group diskusi di internet. Beberapa pernyataan
atau komentar dari pemilik akun facebook Mirzanovic Afathenev dalam
group diskusi itu, yang berhasil diperoleh ATJEHPOSTcom, antara lain:
Dalam pernyataan Mirzanovic Afathenev
pada 3 Juli 2012 pukul 15.10, tertulis: “Hukum Syariah jelas banyak
sekali kelemahan dan kekurangan, ia sudah tidak layak lagi dipertahankan
bagi manusia modern dan masyarakat maju. Hukum syariah hanya cocok pada
jamannya ketika manusia masih minim ilmu pengetahuan. Salah satu
kelemahan syariah Islam adalah bahwa hukum-hukumnya tidak pernah
memperkenankan ‘bukti-bukti lapangan’ dan ilmu pengetahuan dalam
mengambil keputusan hukum, ia hanya bersandar pada saksi-saki yang
ter-reputasi, misalnya dalam kasus pemerkosaan, “korban harus membawa 4
orang saksi yang melihat langsung untuk menjatuhi hukuman kpd tersangka
“. Sementara dalam kasus perzinahan, perempuan hamil cukup dijadikan
bukti perzinahan telah terjadi untuk di rajam (meskipun hukum rajam
sendiri tidak diatur dalam Al-Quran). Adakah keadilan dalam hukum Allah
yang katanya Maha Adil itu?”
Pada 21 September 2012, Mirzanovic
Afathenev menulis: “Di dalam filsafat hukum dan teori hukum,
Keadilan dan kemanusiaan merupakan inti, sekaligus tujuan utama dari
hukum (disamping tujuan kepastian dan kemanfaatan). Bahkan di dalam
filsafat hukum baik oleh filosof dan teolog, teori keadilan kerap
bersumber atau berpusat pada Tuhan (misalnya dalam teori hukum
alam/kodrat maupun teori etis). Begitu juga di dalam Putusan hakim,
selalu diawali dengan kalimat demi keadilan yang berdasarkan Ketuhan
yang Maha Esa. Atas dasar itu, saya sendiri tidak pernah
mempermasalahkan orang di luar disiplin ilmu hukum membicarakan tentang
hukum, karena hukum sejatinya adalah untuk manusia (rakyat/masyarakat).
Keadilan itu sendiri juga milik semua orang, meskipun keadilan itu
sendiri belum dapat dimaknai secara utuh dan pasti (relatif), bahkan
dianggap mitos. Tapi entah mengapa banyak orang yang protes, jika orang
seperti saya membahas dan membicarakan Tuhan dan agama (yang kerap
bersinggungan dengan keadilan dan kemanusiaan), dengan argumen karena
itu bukan keahlian sarjana hukum seperti anda. Klu memang tidak ada yang
berhak membicarakan agama dan Tuhan selain ahlinya yakni
agamawan/Rohaniwan (Ulama, pastor, bikshu, rahib, pendeta dsb) ataupun
para sarjana agama (teolog). Lantas pertanyaannya apakah semua mereka2
itu orang yang paling paham dan paling ahli tentang Tuhan dan ajaran
agama? Bukankah semua manusia cuma bisa berimaginasi tentang Tuhan
melalui keyakinan dan kepercayaannya yang juga bersifat relatif? Klu
manusia seperti saya tidak berhak membicarakan Tuhan dan Agama, itu
artinya Tuhan dan agama bukanlah untuk manusia, atau klu pun ia untuk
manusia, hanya untuk manusia tertentu. Jadi berhentilah membodohi
manusia seperti saya yang dianggap tak paham Tuhan dan agama itu
”.
Ada pula pertanyaan yang ditulis oleh
Mirzanovic Afathenev pada 17 November 2012, yang kemudian dia ikut
mengomentari setelah ada tanggapan dari peserta group itu. Mirzanovic
Afathenev menulis: “Menurut teman2 apakah kitab suci itu layak
dijadikan referensi dlm penulisan karya ilmiah?”
“Apakah kitab suci produk logis dan
terbukti ilmiah? sy kira tidak semua isi kitab suci ilmiah. Kecuali ada
bukti2 keilmiahannya serta ada bukti arkeologis. Gak usah contoh yg
ghaib2 dulu. Sy mau kasih contoh ada ayat pra islam masy arab adalah
jahiliyah, mana buktinya masy arab jahiliyah pra islam? Menyembah
berhala ala pagan bukan berarti bar2 dan tidak beradab dan tdk punya
tatanan. Apa betul arab pra islam suka membunuh dan mengubur bayi
perempuan hidup2? Tak ada bukti arkeologis apapun. Kita tahu dan sdh
terbukti scr ilmiah masy arab adalah partiarkis, meskipun mrk kurang
menghormati perempuan, tp perempuan di arab adalah aset yg berharga, mrk
jd objek waris, jd budak, termasuk budak seksual yg diperjualbelikan,
jd tdk logis bangsa arab pra islam membunuh bayi perempuan. Klu pun bayi
perempuan di bunuh, habis generasi dan keturunan arab, krn yg tinggal
cuma pria. Jd itu logis dan terbukti scr ilmiah atau cuma dogma saja?
“Itu blm masalah sains ilmiah dlm
kitab. Bumi datar dalam bible terbantahkan, matahari tenggelam dlm laut
yg berlumpur hitam sebagaimana dlm quran jg sama sekali tdk ilmiah, dan
tdk layak jd referensi ilmiah. Blm lagi agama itu masuk dlm kriteria
ilmu pengetahuan yg ilmiah? Atau ia bs jd objek ilmu pengetahuan?”
“Klu bgt, agama tdk ilmiah, belum
bisa di buktikan produk Tuhan, bisa jd produk manusia magis, tdk
logis..jd, sy setuju dgn bu wila, kitab suci hanya bisa jd referensi
ilmu agama…”.[]
LHOKSEUMAWE
– Rumah Mirza Alfath, dosen Fakultas Hukum Unimal, di Keude Aceh,
Lhokseumawe, tiba-tiba menjadi sasaran kemarahan massa, menjelang dan
usai waktu Magrib, Selasa, 20 November 2012. Massa melempar batu ke
rumah Mirza lantaran dosen ini diduga sering melecehkan atau menghina
Islam lewat akun facebook atas nama Mirzanovic Alfathenev. Siapa
sebenarnya Mirza Alfath?
“Mirza putra Lhokseumawe, usianya
sekitar 37 tahun. Dia masih aktif sebagai dosen FH Unimal,” kata seorang
dosen Unimal yang mengaku pernah jadi kawan dekat Mirza Alfath saat
dihubungi ATJEHPOSTcom, Rabu siang, 21 November 2012.
Mirza meraih sarjana hukum di
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta. Lalu Mirza meraih gelar
magister hukum di Universitas Padjadjaran Bandung. Di Unimal, kini dia
tercatat sebagai dosen Fakultas Hukum yang sudah berstatus PNS.
Mirza, kata seorang temannya, ikut
mendirikan Gerakan Perubahan Kampus (GPK) Unimal pada masa Rektor Unimal
periode lalu. Ketika itu para dosen Unimal yang tergabung dalam GPK
sangat konsen mengkritisi kebijakan pihak rektorat yang dinilai sarat
indikasi penyimpangan dalam tata kelola kampus.
“Pada 2010 hingga pertengahan 2011,
Mirza juga aktif dalam berbagai seminar dan diskusi publik tentang
korupsi, juga masalah HAM. Waktu itu dia sangat peduli dengan
masalah-masalah yang dialami masyarakat akibat ketidakadilan pemerintah.
Argumen-argumen Mirza cukup cerdas dan kritis,” kata Rusyidi Abubakar,
dosen FE Unimal yang juga tergabung dalam GPK.
Penilaian sama disampaikan DR M
Nazaruddin, juga penggagas lahirnya GPK Unimal. “Dulu semasa masih aktif
dalam berbagai diskusi forum GPK Unimal, Mirza cendrung berpihak kepada
masyarakat yang terzalimi, pandangan-pandangannya cukup kritis
menyoroti kinerja pemerintah dan aparat penegak hukum,” katanya.
Namun selama sekitar setahun terakhir,
kabarnya Mirza lebih sering menyendiri. Bahkan ketika berada di depan
laptop, Mirza menghabiskan waktu sampai berjam-jam untuk bersama
facebooknya.
“Pernah dia duduk di kantor kami dari
pagi sampai menjelang malam hanya bermain facebook saja, entah apa yang
dibuatnya dalam waktu yang cukup lama itu,” kata seorang aktivis dari
salah satu LSM di Lhokseumawe.
Rusyidi Abubakar dan Nazaruddin mengaku
tidak tahu persis mengapa selama sekitar setahun belakangan, kebiasaan
Mirza mulai berubah seperti itu. Para dosen ini menolak mengomentari
soal pernyataan-pernyataan Mirza di facebook. Sebab berkaitan dengan
masalah aqidah dan keimanan yang dinilai sebagai suatu hal yang
sensitif.
”Herannya saya, dulu dia malah enggan
kalau diajak diskusi tentang agama, kata dia itu bukan bidangnya, tapi
belakangan jadi sebaliknya, dia buat pernyataan di-fb tentang agama,”
kata seorang teman Mirza.
Mirza yang memakai akun facebook atas
nama Mirzanovic Alfathenev selama ini juga aktif dalam forum Kajian
Filsafat Hukum dan Gerakan Hukum Kritis, grup diskusi di internet.
“Dalam setiap diskusi di grup itu,
pikiran-pikiran Mirza soal kebijakan dan kinerja pemerintah, aparat
penegak hukum dan instansi lainnya masih lumayan kritis. Namun
kadang-kadang dia masuk ke wilayah agama dengan komentar-komentarnya
yang mengundang kontroversi, ini yang kita sayangkan,” kata seorang
dosen Unimal.
ATJEHPOSTcom yang mencoba melacak akun
facebook Mirzanovic Alfathenev, tidak dapat mengakses seluruh informasi
di facebooknya, lantaran belum terhubung dalam jaringan pertemanan.
Satu-satunya informasi yang bisa dibaca hanya keterangan tentang diri
pemilik facebook yang menggambarkan dirinya dalam kalimat begini,”Aku
bukanlah seseorang yg cerdas & idealis. Aku hanya ingin menjadi
seseorang yang dapat berbuat sesuatu bagi kemaslahatan manusia, meskipun
itu sangat kecil. Bagiku tak ada kebenaran mutlak, yang ada hanya
perspektif yang dibangun dengan argumentatif.” [yas]