Dikisahkan Oleh Father Zakharia Botros
Oleh: Raymond Ibrahim
Father Zakaria Botros baru-baru ini berbicara
dalam sebuah acara yang didedikasikan untuk mendiskusikan pertanyaan
mengenai moralitas, dan bagaimana sebenarnya – atau seharusnya – salah
satu tanda “kenabian” itu. Di awal acara, ia coba menjawab sebuah
pertanyaan yang vokal: “Apakah Muhammad adalah seorang nabi yang
bermoral – orang yang paling lurus, dan layak untuk diteladani oleh
dunia?”
Ia membuka acara itu dengan memperlihatkan
sebuah
kutipan dari Ibn Taymiyya, yang telah mengevaluasi tanda-tanda
kenabian. Taymiyya menjelaskan bahwa ada banyak nabi-nabi palsu, seperti
Musailima “Si Penipu”, yang muncul pada masa Muhammad.
Taymiyya menyimpulkan bahwa banyak yang disebut
sebagai “nabi-nabi” ini sebenarnya adalah orang-orang yang “kerasukan”,
dan satu-satunya cara untuk memastikan otentisitas seorang nabi adalah
dengan menguji biografi (sira) dan hal-hal apa saja yang pernah ia
lakukan, dan melihat jika ia layak menyandang gelar sebagai seorang
nabi.
Ini adalah episode pertama dari beberapa
episode yang disajikan untuk menguji konsep-konsep moralitas dan
kenabian (dengan keyakinan bahwa yang datang terlebih dahulu,akan
memperkuat yang datang kemudian), tema episode ini adalah “KEMURNIAN”
(tahara): “Apakah Muhammad seorang yang ‘murni’?” – dalam konteks ini,
menyajikan sebuah pertanyaan mengenai perilaku seksualnya.
Setelah menyampaikan kata-kata pengantar,
Botros melihat ke layar dan memberikan sebuah peringatan yang tegas:
“Episode ini hanya untuk orang dewasa! Saya akan mendiskusikan banyak
hal yang saya sendiri akan merasa malu saat mengungkapkannya, karena itu
saya mohon: para wanita dan anak-anak untuk tidak menontonnya.”
Kemudian ia meminta orang-orang Muslim untuk
menonton, supaya mereka bisa tetap mengingat pertanyaan “Inikah nabi
yang saya ikuti?” sementara ia memberi gambaran mengenai beberapa
kebiasaan seksual Muhammad.
“Pertama, dari Quran, Botros membaca ayat-ayat
yang menyatakan bahwa Muhammad adalah manusia paling sempurna dalam hal
nilai-nilai moralitas, misalnya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung” (Qs 68:4).
Lebih jauh lagi ia
mengutip pernyataan para ulama seperti Ibn Kathir, yang mana semua dari
para ulama itu menekankan bahwa Muhammad adalah “Manusia terbaik, dan
yang terbesar dari semua nabi-nabi lainnya.”
Botros dan pembawa acara yang seorang mantan
Muslim – menekankan bahwa orang yang menonton acara ini, akan merasa
malu ketika melihat kebiasaan seksual Muhammad, sebagaimana yang
didiskusikan di Quran 4:3, dimana isteri seorang pria Muslim ‘dibatasi’
hanya sebanyak 4 orang, plus “budak-budak perempuan yang kamu miliki.”
Kelihatannya hal itu belum cukup baik bagi
Muhammad, kata Botros. Keseluruhan ayat harus “disingkapkan”, untuk
membenarkan kalau Muhammad sendiri sesungguhnya menginginkan lebih
banyak lagi wanita (Quran 33:50)
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan
bagimu isteri- isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba
sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam
peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula)
anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan
dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara
laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu
yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan
dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan
bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah
mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri
mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi
kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Father Botros, secara seksama telah membuat
daftar para wanita yang pernah berhubungan seks dengan Nabi Muhammad
melalui sumber-sumber Islam yang dianggap paling sahih, dan jumlah
keseluruhan adalah 66 orang.
Botros mengatakan, berdasarkan Sirat Al-Halabi,
merupakan hal yang normal bagi Muhammad, apapun halangannya – untuk
mendapatkan seorang wanita – meskipun itu bertentangan dengan keinginan
wanita tersebut. Dan jika Muhammad ingin menikahi seorang wanita, maka
suami wanita itu harus menceraikannya. Berdasarkan Ibn Sa’ad, yang juga
telah menulis biografi otoritatif lainnya mengenai Muhammad, “Nabi tidak
akan mati hingga semua wanita mengijinkannya (lihat Kitab Al Tabaqat Al
Kubra, v.8, 194).
Pembawa acara bertanya pada Botros, “Bagaimana
dengan rumor yang mengatakan bahwa Muhammad itu pun punya kecenderungan
sebagai homoseksual?”
Botros meletakkan tangannya pada wajahnya dan
bertanya dengan suara perlahan,”Jadi engkau berkeras agar kita
mendiskusikan hal itu?” Pembawa acara mengatakan bahwa adalah sangat
baik bagi orang-orang Muslim untuk mengetahui seluruhnya.
Kemudian Botros, setelah meminta maaf kepada
para penonton Muslim, mengatakan bahwa hal ini benar-benar membuatnya
merasa malu. Ia mengatakan: ”Lihatlah! Di sini kami hanyalah para
pembaca, menyampaikan apa yang kami baca dari buku-buku Islam sendiri!
Jika orang Muslim tidak menyukainya, mereka seharusnya pergi dan
membakar buku-buku ini.”
Anekdot pertama yang didiskusikan oleh imam ini
berkisar pada sebuah hadis yang, sementara beberapa ulama mengatakan
bahwa ini adalah hadis yang ‘lemah’, namun menurut Botros, hadis ini
ditemukan di 44 buku Islam – termasuk kumpulan-kumpulan yang sangat
dihormati seperti Sunan Bayhaqi dan Al Halabi.
Berdasarkan hadis ini, seorang laki-laki
bernama Zahir, yang biasa mengumumkan bahwa “nabi mencintaiku,”
mengatakan bagaimana suatu hari Muhammad, tanpa disangka-sangka
memeluknya dari belakang dan menciuminya. Zahir terkejut dan
berseru,”lepaskan aku!” Setelah membalikkan wajahnya dan melihat bahwa
Muhammad sendirilah yang tadi memeluknya, ia berhenti meronta dan
kemudian ‘mendorong punggungnya ke dada nabi – doa dan berkat kiranya
turun atasnya.”
Hadis lainnya yang menarik adalah yang terdapat
dalam Sunan Bayhaqi yang isinya bersumber dari Sunan Abu Dawud (salah
satu dari 6 koleksi hadis kononik). Disitu dikisahkan bagaimana Muhammad
mengangkat pakaiannya pada seorang pria yang bermaksud menciumi
badannya, “dari perut hingga lengan.”
Botros melihat ke kamera dan
mengatakan,”Bayangkanlah jika Syeikh Al Azhar [bagi orang Muslim hampir
sama seperti paus] berjalan berkeliling dan mengangkat pakaiannya agar
tubuhnya bisa dicium oleh para pria…”
Pembawa acara bertanya: “Apakah masih ada yang
lain?”
Botros: “ya masih ada yang lain.
Bagian 2
Terakhir kali kita berpisah dengan imam dan
pembawa acara, dengan catatan akhir bahwa “Tak kurang dari 20
sumber-sumber Islam – seperti hadis-hadis dari Ahmad bin Hanbal –
melaporkan bahwa Muhammad memiliki kebiasaan menghisap lidah anak-anak
laki-laki dan perempuan”…
Botros meneruskan membaca dengan keras dari
berbagai sumber, seperti sebuah hadis yang diucapkan oleh Abu Hurreira
(yang dianggap sebagai narator yang sangat terpercaya), melaporkan bahwa
Muhammad menghisap lidah kedua anak laki-laki Ali, sepupunya sendiri
(kelak akan menjadi kalif), yaitu Hassan dan Hussein – keduanya sangat
dihormati oleh orang-orang Syiah.
Berikutnya ia membaca sebuah hadis mengenai
Muhammad yang menghisap lidah Fatima, puterinya sendiri. Father Botros
juga menambahkan bahwa kata Arab untuk “menghisap” (muss) tidak bisa
memiliki arti yang lain, seperti yang dikatakan oleh para apologet
Islam, selain dari “menghisap”. Lebih dari itu, ini adalah kata yang
sama yang biasa dipakai ketika membahas mengenai ‘aktifitas-aktifitas’
Muhammad dengan isteri-isterinya, khususnya dengan isterinya yang
usianya masih sangat muda yaitu Aisyah.”
Dengan wajah terlihat merasa sangat jijik,
Botros berpaling ke layar kaca dan mengatakan: “Para wanita yang saya
hormati, bayangkanlah sejenak, apa perasaan anda saat pulang ke rumah
dan menemukan suami anda tengah menghisap lidah anak perempuan anda? Apa
yang akan anda lakukan? Celakanya: ini adalah nabimu sendiri – orang
yang dianggap sebagai “manusia terbaik” di jagat raya ini, dan yang
harus diteladani oleh dunia! Tetapi kenyataannya ia adalah seorang
laki-laki yang biasa berjalan berkeliling, menghisap lidah
isteri-isterinya, anak-anak perempuannya, dan anak-anak laki-laki yang
masih muda. “Seperti inikah perilaku seorang pria yang oleh Quran
digambarkan sebagai orang dengan moral yang sempurna?”
Pembawa acara: “Berikan lebih banyak lagi contoh!”
“Muhammad tidak akan tidur sebelum ia mencium
puterinya Fatima dan menaruh wajahnya di payudara Fatima [sang imam
memberikan sumber-sumber yang terpercaya]. Para wanita yang terhormat!
Apa yang akan anda katakan kepada suami anda yang menaruh wajahnya di
dada anak perempuan anda – apakah perilaku ini secara moral bisa
dibenarkan?”
Pada titik ini, Father Botros meminta maaf
bahwa ia hanya bisa membayangkan bagaimana anekdot-anekdot ini akan
menyebabkan orang-orang Muslim menjadi sangat terganggu. Tetapi pembawa
acara memberi jaminan dengan mengatakan: “Ini bukan salahmu, Father,
tetapi merupakan kesalahan orang-orang Muslim yang mencatat
kejadian-kejadian yang memalukan yang melibatkan nabi mereka. Namun
demikian, orang-orang Muslim harus tahu. Ceritakanlah lebih banyak
lagi!”
Botros meneruskan dengan membaca lebih banyak
lagi hadis, termasuk sebuah hadis Musnad oleh Ahmad bin Hanbal, yang
mencatat bagaimana reaksi Muhammad tatkala melihat seorang gadis batita
berusia 2-3 tahun yang tengah ada di lengan ibunya. Muhammad sedemikian
terpesona dengan gadis kecil itu sehingga ia berkata,”Demi Allah, jika
gadis ini mencapai usia dimana ia bisa menikah, dan aku masih hidup, aku
pasti akan menikahinya.”
Hadis yang lain selanjutnya melaporkan keadaan
Muhammad yang tengah sekarat sebelum gadis kecil ini mencapai usia
pernikahan. Kala membacanya, sang imam yang tak bisa lagi menahan
dirinya berseru,”Awwwww! Nabi yang malang! Ia gagal mendapatkan yang
satu itu!”
Botros kemudian memberitahukan pada para
penonton untuk tetap mengingat ‘konteks’ hadis terakhir ini, sementara
ia membaca hadis lainnya, yaitu Sunan dari Bin Said, yang mencatat
perkataan Muhammad yang mengatakan “Saya memeluknya dengan kuat ketika
ia masih seorang anak, dan aku menemukan betapa diriku sangat
menginginkannya.”
“Nabi seperti apakah yang sedang engkau
ikuti?!” kata imam Koptik ini dengan nada marah. “Dimana moralitasnya?
Seperti inikah pria yang orang-orang Muslim ikuti dengan penuh
pengabdian? Gunakan akal sehat anda!”
Ketika waktu telah larut malam, Father Botros
belum selesai mengkatalogkan penemuan-penemuannya dalam kaitan dengan
perilaku-perilaku ‘seksual’ sang nabi Islam (acara ini sendiri
berlangsung selama satu setengah jam). Jadi ketika ia pindah ke sebuah
hadis yang melaporkan bagaimana Muhammad berbaring di samping seorang
wanita yang telah meninggal, di kuburannya, kemudian Botros
memperlihatkan pada hadis yang dikategorikan sebagai “bersetubuh dengan
seorang wanita yang sudah meninggal,” maka saya dengan senang mematikan
satelit dan mengatakan bahwa sekarang sudah malam, dan saya harus
melihat-lihat kembali catatan-catatan saya untuk mempersiapkan laporan.
Bagian 3
Terakhir kita berpisah dengan imam Koptik
ketika ia membaca hadis yang melaporkan bagaimana nabi Islam ‘sangat
terpesona’ dengan seorang anak kecil usia 2-3 tahun (mengatakan bahwa ia
berharap bahwa ia hidup cukup lama untuk menjadikan anak kecil itu
menjadi isterinya), dan cerita yang mengisahkan bagaimana Muhammad
“berbaring” di kuburan bersama dengan seorang wanita yang sudah
meninggal.
Dalam episode ini, ia memulainya dengan
menjelaskan kecenderungan nabi untuk mengenakan pakaian lawan jenis
(wanita). Ia membacakan beberapa hadis, termasuk Sahih Bukhari – Father
Botros mengklaim bahwa ada sekurangnya 32 referensi yang berbeda dalam
buku-buku Islam, mengenai fenomena ini. Dilaporkan bagaimana Muhammad
seringkali berbaring di tempat tidur sambil mengenakan pakaian wanita,
khususnya pakaian dari isterinya yang masih sangat muda yaitu Aisyah.
Fr. Botros: “Barangkali orang-orang Muslim
berpikir bahwa ia hanya mengenakan pakaian Aisyah? Mungkin karena Aisyah
adalah isteri ‘favorit’-nya, atau kemungkinan, setelah melakukan
hubungan intim dengannya, ia akan berbaring di tempat tidur dengan
pakaian Aisyah?” (Di sini, sang imam menutupi wajahnya dengan tangannya
dan seperti meratapi, mengapa ia harus membicarakan hal yang sangat
memalukan seperti itu).
Kemudian ia memperlihatkan sebuah hadis yang
menarik dan sangat jelas, dari Sahih Bukhari (2/911), yang mencatat
perkataan Muhammad yang berkata,
”Wahyu (yaitu Quran) tidak pernah datang padaku
ketika aku mengenakan pakaian wanita – kecuali saat aku mengenakan
pakaian Aisyah.”
Hadis ini mempunyai implikasi bahwa mengenakan
pakaian wanita merupakan salah satu kebiasaan nabi.
Fr Botros kemudian beranjak ke sejumlah
komentari dalam buku Tafsir al-Qurtubi – seorang penafsir otoritatif
dalam Islam. Ia membaca sebuah anekdot dimana Aisyah mengatakan bahwa,
suatu hari, ketika Muhammad sedang berbaring telanjang di tempat tidur,
Zaid datang dan mengetuk pintu; Muhammad, tanpa mengenakan pakaian,
membuka pintu dan “memeluk serta menciuminya” – selagi ia telanjang. Di
bagian lain, Qurtubi menyimpulkan bahwa, “Nabi – doa dan berkat kiranya
turun atasnya – pemikirannya secara konstan dipenuhi oleh para wanita.”
Fr Botros kepada orang-orang Muslim: “Jadi
inilah nabi anda – orang yang paling bermoral? Bukannya pemikirannya
dipenuhi dengan doa atau perbuatan-perbuatan yang baik, malakan
pemikirannya hanya diisi oleh para wanita?”
Berikutnya ia membaca dari Faid al-Qabir
(3/371), dimana ada catatan ketika Muhammad mengatakan,”Kesukaanku yang
paling besar adalah wanita dan parfum: orang yang lapar dipuaskan
setelah makan, tetapi aku tidak pernah merasa puas dengan
wanita-wanita.” Di hadis lainnya,”Aku bisa menahan diri untuk tidak
makan dan minum – tetapi tidak untuk wanita.” Setlalh membaca
hadis-hadis ini, Fr Botros memandang ke arah layar kaca dengan hening,
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah itu ia membaca sebuah kisah yang
menarik (terdapat dalam Umdat al-Qari dan Faid al-Qabir. Dilaporkan,
Allah mengutus Jibril dengan membawa makanan dari surga (disebut
al-kofid) untuk Muhammad, dan kemudian memberikan perintah kepada
Muhammad “Makanlah!” – identik dengan saat ketika Jibril datang kepada
Muhammad dan berkata “Bacalah!” (kata yang dipakai adalah ‘iqra’, yaitu
kata untuk Quran). Kemudian dilaporkan bagaimana Muhammad, setelah
memakan makanan yang diberikan oleh Jibril, ia mengatakan betapa makanan
itu memberikan kepadanya kekuatan seks 40 orang pria yang ada di
surga.” Kemudian Fr Botros membaca dari Sunan al-Tirmidhi, yang mana
dikatakan bahwa ‘seorang pria surgawi’ mempunyai kekuatan seksual yang
setara dengan 100 orang pria yang ada di bumi.
Imam yang tampak keheranan ini berkata: “Jadi,
jika kita pakai hitungan matematika, 40 X 100, maka kita bisa simpulkan
bahwa Muhammad, setiap kali ia memakan ‘obat kuat seks’ yang turun dari
surga ini, maka ia akan mempunyai kekuatan seks 4000 orang pria? O,
Umma…inikah klaim dari nabimu yang begitu terkenal itu – bahwa ia adalah
seorang maniak seks?” Kemudian, dengan sikap kurang serius ia
berkata,”Bayangkanlah betapa terkejutnya orang-orang Barat tatkala
mereka menemukan bahwa, sekali lagi, Muhammad sendirilah yang pertama
kali menemukan Viagra!”
Zakharia Botros melanjutkan membaca dari lebih
banyak lagi sumber, seperti Sunan al-Nisa'i, yang melaporkan bagaimana
Muhammad memiliki kebiasaan untuk ‘mengunjungi’ semua isteri-isterinya
dalam satu malam, tanpa membasuh tubuhnya di antara satu kunjungan ke
kunjungan berikutnya. Imam ini bertanya: “Mengapa mencatat hal-hal yang
memalukan dan menjijikkan seperti ini?”
Barangkali yang paling mengesankan adalah
ketika Fr Botros selama beberapa waktu lamanya menganalisa sebuah
anekdot yang dicatat dalam buku Ibn Kathir's al-Bidaya we al-Nihaya.
Inilah terjemahan untuk cerita yang panjang ini:
Setelah menaklukkan orang-orang Yahudi yang ada
di Khaibar, dan menjarah harta benda mereka, di antara semua jarahan
yang lain, seekor keledai menjadi milik nabi setelah dilakukan undian.
Kemudian nabi bertanya kepada keledai itu: “Siapakah namamu?”
Keledai itu menjawab,”Yazid Ibn Shihab.” Allah
telah menurunkan dari leluhurku 60 ekor keledai, dan tak ada satupun
daripadanya yang telah ditunggangi kecuali oleh nabi-nabi. Tak ada
satupun keturunan dari kakekku yang masih tinggal kecuali aku, dan tak
ada satupun dari para rasul yang tinggal kecuali engkau, dan aku
mengharapkanmu untuk menunggangiku. Sebelum engkau, aku adalah milik
seorang Yahudi, yang seringkali kubuat tersandung dan jatuh; karena itu
ia seringkali menendang perutku dan memukuli punggungku.”
Di sini, sang imam menambahkan,”sebuah taqiyyah
yang dipraktekkan oleh keledai!” Ia meneruskan membaca,”Sang Nabi –
kiranya damai turun atasnya – mengatakan kepadanya,”Aku akan memanggilmu
Ya'foor. O Ya'foor!' Ya'foor menjawab,’Aku taat.’ Nabi bertanya,’Apakah
engkau bernafsu melihat keledai betina?’ Keledai itu menjawab, ‘Tidak!’
Sang imam berseru: “Bahkan keledai saja merasa
malu dengan pertanyaan nabi mengenai seks! Di sini kita melihat apa yang
bisa dianggap sebagai sebuah mujizat – yaitu keledai yang bisa
berbicara; dan dari semua hal yang bisa dikomunikasikan dengan binatang
yang satu ini, pertanyaan paling mendesak yang diajukan oleh nabimu
adalah, apakah keledai ini bernafsu melihat keledai betina atau tidak?”
Yang berikut, membaca dari Sahih Bukhari
(5/2012), Fr Botros mengutip sebuah kisah dimana Muhammad masuk ke dalam
rumah dari seorang wanita muda bernama Umaima bint Nua'm, dan
mengatakan padanya, “Berikanlah dirimu untukku!” Wanita itu
menjawab,”Haruskah seorang ratu memberikan dirinya sendiri kepada
seorang yang lebih rendah?” Sambil mengepalkan tangannya, Muhammad
mengancam wanita ini, dan kemudian mengirimnya kepada orang tuanya.
Zakaria Botros: “Anda lihat, bahkan masih ada
orang-orang yang hidup di zaman kegelapan seperti itu yang masih
memiliki prinsip, yang tidak menyerah pada ancaman dan tekanan. Namun
demikian, pertanyaannya di sini adalah, mengapa Muhammad berkontradiksi
dengan aturan-aturan yang ada di dalam Qurannya sendiri – “dan perempuan
mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau
mengawininya,” (Qs.33:50) – mengapa Muhammad harus memaksa wanita yang
masih muda ini?”
Akhirnya, dengan wajah amat masam, imam ini
membaca sebuah hadis dalam al-Siyuti (6/395), dimana Muhammad
mengatakan, ”Di surga kelak, Maria ibu Yesus, akan menjadi salah satu
dari isteriku.”
“Saya mohon, ya Nabi,” kata imam Gereja Koptik
Ortodoks ini,”Jangan mengimplikasikan orang-orang suci kami dengan
perbuatan-perbuatanmu yang najis…”
Bagian 4
Sekali lagi, di awal acara, Fr Botros membaca
sebuah hadis terkenal dari Ibn Taymiyya, yang memperlihatkan perbedaan
antara nabi sejati dengan nabi palsu. Taymiyya menjelaskan bahwa ada
banyak nabi-nabi palsu, seperti Musailima “Si Penipu”, dan bahwa ada
banyak orang yang disebut nabi, sebenarnya adalah orang-orang yang
‘kerasukan’, dan satu-satunya cara untuk memastikan otentisitas seorang
nabi adalah dengan menguji biografinya (sira) dan
perbuatan-perbuatannya, dan melihat apakah ia layak menyandang gelar
sebagai nabi atau tidak.
Setelah membaca kutipan yang panjang, Fr Botros
menyimpulkan dengan sebuah kalimat, “Baguslah, Ibn Taymiyya! Setidaknya
engkau banyak mengetahui tentang hal ini.”
Para penonton kemudian memberikan peringatan
yang biasa dilakukan: “Acara ini hanya untuk orang dewasa! Wanita muda
dan anak-anak harus keluar dari ruangan sekarang.” Kemudian ia
memperingatkan para penonton untuk menyimpan di dalam pikiran mereka
sementara ia membaca mengenai Muhammad, dengan berkata, “Inilah nabi
yang engkau ikuti. Simpan ini dalam pikiranmu, hai orang-orang Muslim!”
Fr Botros menyesalkan bagaimana selama 1400
tahun, penghalang telah didirikan di sekeliling Muhammad , sehingga tak
seorang pun juga – Muslim atau orang kafir – yang boleh mengkritik
kehidupannya. “Tetapi saatnya telah tiba, teman-teman; penghalang itu
telah diruntuhkan!”
Berikutnya, ia merekapitulasi ketiga episode
terakhir yang berkaitan dengan perilaku seksual Muhammad – termasuk
(tapi tidak terbatas), bagaimana ia menghisap lidah anak-anak laki-laki
dan perempuan, menciumi payudara anak perempuannya Fatima, ”bernafsu”
saat melihat seorang anak perempuan kecil usia 2-3 tahun, tidur di atas
seorang perempuan yang sudah menjadi mayat, kecenderungan homoseksual,
menerima wahyu tatkala tengah mengenakan pakaian wanita, bersetubuh
dengan sembilan orang wanita tanpa membasuh tubuhnya setiap kali akan
menggilir wanita berikutnya, dan memberikan salam ketika sedang
telanjang, serta memproklamirkan bahwa ia akan bersetubuh dengan Maria
ibu Yesus di surga kelak. (Pada poin terakhir ini, sang imam, dengan
wajah yang kelihatan merasa jijik, mengatakan,”Sungguh tidak masuk
akal.”)
Ia memulai episode ini dengan mengatakan bahwa
tak kurang dari 34 buku, termasuk Tafsir dari al-Qurtubi dan Sahih
Muslim, mencatat bagaimana Muhammad biasa ‘bermesraan’ – Botros menatap
pada layar kaca – ‘ciuman dan melakukan hubungan seks ketika ia lagi
berpuasa, kendati ia melarang orang lain untuk melakukannya.”
Kemudian pembawa acara mengatakan: “Sungguh
menarik. Tetapi kita tahu bahwa nabi-nabi biasanya memiliki dispensasi
yang spesial: Apakah engkau punya sesuatu yang lebih eksplisit?”
Fr Botros: “Baiklah. Bagaimana dengan yang satu
ini: Nabi biasanya mengunjungi isteri-isterinya (untuk bersetubuh
dengan mereka) ketika mereka tengah menstruasi – mohon maaf untuk topik
yang menjijikkan seperti ini! Maafkanlah saya!”
Kemudian ia memperlihatkan bahwa, masalah utama
dengan hal ini adalah bahwa Quran sendiri (2:222) – yang merupakan
kata-kata dari Muhammad, melarang orang-orang Muslim untuk berhubungan
seks bahkan mendekati perempuan yang tengah menstruasi.
Kemudian ia mengutip dari sejumlah hadis yang
mengkonfirmasikan bahwa Muhammad dengan bebas berhubungan seks dengan
wanita-wanita yang sedang menstruasi, termasuk yang dicatat dalam Sahih
Bukhari (v.5, p. 350), yang melaporkan, jika Muhammad ingin berhubungan
seks dengan wanita yang sedang menstruasi, maka ia menaruh sebuah kain
di sekeliling tubuhnya, dan meneruskan kegiatan seksualnya itu, yang
mana sang imam berseru:
“Yang benar saja! Tak bisakah engkau menemukan
satu dari ke-66 wanitamu? Mengapa harus tidur dengan wanita yang lagi
menstruasi?”
Kemudian, sambil menatap ke layar tv ia
berkata: “Tetapi saya menyampaikan hal yang serius disini, tidakkah
kalian merasa malu dengan semuanya itu? Saya tahu bahwa saya merasa malu
– hanya dengan menyebutkannya saja. Dan inilah nabimu – “orang yang
harus engkau teladani?”
Kemudian ia membaca sebuah hadis, yang
diceritakan oleh Aisyah, dan ada di dalam kelima buku yang dianggap
kanonik, dimana sang nabi punya kebiasaan untuk memerintahkan
isteri-isterinya yang sedang menstruasi untuk melakukan hubungan seks
dengannya. Sang imam menyebut ‘perintah’ ini sebagai ‘perkosaan!’
Karakter manusia seperti apakah yang engkau ikuti?”
Ia membaca dari beberapa hadis-hadis lainnya,
seluruhnya mendemonstrasikan perilaku seksual Muhammad terhadap para
wanita yang tengah menstruasi – yang sebenarnya dilarang oleh Quran –
sambil menambahkan,”Jika orang yang disebut sebagai ‘nabi Allah’
berperilaku seperti ini, apa yang bisa kita harapkan dari orang
kebanyakan?”
Pembawa acara bertanya: “Bisakah pria lain
berperilaku seperti itu?”
Fr Botros: “Tentu saja, nabi selalu bermurah
hati dengan para pengikutnya, dengan cara memberikan kepada mereka jalan
keluar. Berdasarkan delapan kumpulan hadis, Ibn Abbad melaporkan
bagaimana Muhammad mengatakan bahwa, jika seorang pria tidak bisa
menahan dirinya dan karena itu bersetubuh dengan isterinya yang sedang
menstruasi, maka yang bisa ia lakukan adalah ia harus membayar sebesar
satu dinar sebagai tebusan; dan jika ia tidur dengannya hingga akhir
dari periode menstruasinya, ketika ia tidak terlalu banyak mengeluarkan
darah, maka ia hanya perlu membayar setengah dinar – ‘ada diskon!’”
[ Sang imam mengatakan “diskon” dalam bahasa Inggris sambil tertawa].
Pembawa acara: “Sebagaimana yang anda telah
perlihatkan, karena Muhammad memiliki begitu banyak wanita, mengapa ia
merasa perlu untuk tidur dengan wanita-wanitanya yang sedang
menstruasi?”
Fr Botros: “Ahhh, saya lihat engkau sangat
biijak dalam menghubungkan titik-titik. Alasan sederhana, yaitu karena
Muhammad sangat menyukai sesuatu yang berbau” – di sini ia bisa
mengendus-endus – ‘darah menstruasi.” Kemudian ia mengutip dari
al-Siyuti, dimana Aisyah melaporkan bagaimana Muhammad berkata kepadanya
“Datanglah kemari,” yang kemudian dijawab oleh Aisyah, “Tetapi aku
sedang menstruasi, O Rasul Allah.” Kemudian ia berkata “Renggangkan
pahamu”, maka Aisyah pun melakukannya. Dan “dia (Muhammad) meletakkan
pipi dan dadanya pada paha Aisyah.”
Fr Botros: “Tolonglah saya! Bagaimana perilaku
seperti ini bisa datang dari seorang nabi – sebagai teladan terbesar
lagi?”
Kemudian ia membaca sebuah hadis dari Sahih
Bukhari (v.6, p.2744), yang melaporkan bagaimana Aisyah, ketika ia
tengah menstruasi, nabi biasa meletakkan kepalanya di paha Aisyah dan
kemudian membaca Quran.
Fr Botros: “Sambil membaca Quran!!!”
Kemudian ia membaca dari Ahkam al-Koran (v.3,
p.444), dimana seorang wanita menyatakan bahwa ia biasa menimba air dari
sebuah sumur yang sudah tercemar, bukan hanya dengan darah menstruasi,
tetapi juga tercemar oleh daging anjing dan semua yang najis, dan
memberikannya pada Muhammad untuk diminum.
Fr Botros: “Apa yang terjadi dengan Quran Sura
2:222! Ya, ‘tanda kenabian’ adalah dapat meminum air yang tercemar
seperti itu?”
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.
Kemudian, sementara sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya dengan mata yang melihat ke bawah, imam ini berkata: “O
Muhammad, Muhammad, Muhammad…”
Bagian 5
Terakhir kalinya, kita berpisah dengan imam
Koptik ini sementara ia mendiskusikan hasrat seksual Muhammad dengan
wanita-wanita yang tengah menstruasi – kendati Quran sendiri
(sebagaimana yang telah disebutkan oleh Fr Botros), melarang para pria
untuk mendekati wanita yang tengah menstruasi.
Di sini, imam tertarik untuk menguji
ketidaksetiaan Muhammad terhadap isteri-isterinya, perilaku seksualnya
yang eksploitatif, dan bagaimana ia menggunakan bahasa yang menjijikkan.
Pertama, Fr Botros mendiskusikan selama
beberapa waktu, kisah yang dikenal secara luas dimana nabi mengkhianati
isterinya Hafsa dengan menidurin seorang budak (Mariyah Koptik).
Kemudian, setelah menyuruh Hafsa untuk pergi ke
rumah ayahnya, dengan alasan ayahnya memanggilnya…setelah itu Hafsa
menyadari bahwa itulah hari yang menjadi ‘giliran’-nya untuk dikunjungi
oleh Muhammad. Kemudian Hafsa bergegas kembali (Fr Botros menambahkan
“Hafsa mengenal suaminya dengan baik: bahwa jika Muhammad tidak ada di
situ pada saat gilirannya, maka Muhammad akan menjadi gila dan akan
membawa ke ranjangnya wanita pertama yang lewat di situ!”
Tapi apa yang terjadi, Hafsa memergoki Muhammad
tengah berduaan di ranjang dengan seorang budak perempuan. Dengan
segera (setelah dipergoki), Muhammad mengharamkan budak perempuan itu,
dan memberitahu Hafsa bahwa jika ia menjaga rahasia ini hanya antara
mereka berdua, maka ia akan seterusnya tidak akan pernah lagi menidurin
budak perempuan.
Ternyata Hafsa tidak tahan untuk tidak
menceritakan perilaku bejat Muhammad, dan dengan segera isteri-isteri
Muhammad memberontak terhadapnya. Seperti yang dikatakan oleh Fr Botros,
“Ketika situasi menjadi kritis, Muhammad memutuskan untuk menurunkan
wahyu yang baru kepada mereka; karena itu ia menurunkan surat al-tahrim
(66: 1-11) kepada mereka, dimana Allah menegur nabiNya karena nabiNya
itu berusaha untuk menyenangkan isteri-isterinya dengan tidak
berhubungan seks dengan sembarang wanita, mengancam isteri-isterinya
untuk taat, sebab jika tidak maka nabi akan menceraikan mereka – dan
bukan hanya itu, jika isteri-isterinya itu tidak taat maka mereka semua
akan pergi ke neraka.”
Kemudian, sambil melihat ke layar teve, Fr
Botros bertanya, “Bayangkanlah, para wanita yang terhormat, jika suamimu
menyuruhmu pergi ke suatu tempat, dan kemudian engkau kembali sebelum
waktunya hanya untuk menemukan suamimu itu ada di tempat tidur dengan
wanita lain? Di matamu, pria seperti apakah suamimu itu? Dan yang lebih
buruk lagi – ini adalah nabimu sendiri, yang engkau muliakan sebagai
manusia paling sempurna, dan yang ingin engkau teladani!”
Kemudian ia memperlihatkan bahwa “Aisyah yang
cerdik mengenalnya [Muhammad] dengan baik.” Kapan pun ayat-ayat seperti
ini diwahyukan untuk menyelamatkan wajah Muhammad, seringkali Aisyah
dengan jeli bisa melihatnya, dan berkata “Sesungguhnya, Allahmu itu
begitu cepat memenuhi keinginan dan hasratmu (misalnya al-Siyuti v.6,
p.629).
Yang berikut, imam mengupas sebuah kisah yang
menggambarkan bagaimana Muhammad secara seksual mengeksploitasi seorang
wanita yang secara mental ‘terbelakang’. Berdasarkan ke-23 sumber-sumber
(misalnya Sahih Muslim vol.4, p.1812), seorang wanita yang memiliki
keterbelakangan mental, datang kepada Muhammad dengan berkata, ‘O Rasul
Allah! Aku memiliki sesuatu untukmu.” Dengan diam-diam Muhammad bertemu
dengannya di belakang dan mengambil ‘sesuatu’ ini dari dia.
Fr Botros menambahkan: “Saya takut bahwa banyak
orang beriman bermaksud untuk mengimplementasikan sunna ini. Jangan
lakukan itu, saudaraku…saya sampaikan ini hanya sebagai ilustrasi.
Dengarlah hai orang-orang Muslim: janganlah membenci saya karena
menyingkapkan semua ini pada anda. Saya hanya menyatakan apa yang ada di
dalam kitab-kitab anda. Dan untuk itu, kami dengan penuh kerendahan
hati menanti para syeikh dan ulama besar untuk membahas isu-isu ini dan
memperlihatkan pada kami pada bagian mana kami telah melakukan
kesalahan.”
Yang berikutnya, Fr Botros mendiskusikan kata
yang dipakai oleh Muhammad untuk mendeskripsikan dirinya, yaitu sebagai
“Teladan Paling Sempurna”. Imam berkata, ”maaf…maaf untuk mengatakan
kepada anda bahwa saya sendiri merasa malu saat mengucapkan kata-kata
ini. Kenyataannya, nabi anda mengucapkan salah satu dari kata-kata yang
paling menjijikkan yang ada dalam bahasa Arab – yang ekuivalen dengan
kata ‘f’ [ia menyarankan para penonton untuk mencari kata ‘f’ ini di
google, untuk memahami apa yang ia maksudkan].”
Imam menolak untuk mengeja atau menyebutkan
kata tersebut, yang ia katakan muncul di 67 buku, termasuk Sahih
Bukhari, teks yang berisi kata ini “inkat-ka”, atau, dalam konteks
ketika Muhammad bertanya kepada seorang pria mengenai wanita jika ia
telah “menyetubuhi”-nya, ditampilkan di layar untuk semua penonton agar
bisa membacanya.
Apa yang akan dilakukan oleh orang-orang Muslim
jika Syeihk Al Azhar berjalan berkeliling dengan mengucapkan kalimat
seperti itu? Parahnya lagi – justru nabimu sendirilah yang
mengucapkannya, orang yang dipercaya oleh Muslim sebagai “Ciptaan
Terbaik.”
Ketika pembawa acara bertanya apakah Muhammad
biasa menggunakan kata-kata tak bermoral lainnya, maka imam
merespon,”Apakah dia biasa mengucapkan kata-kata seperti itu,
sesungguhnya program acara ini terlalu pendek untuk memperlihatkan
kata-kata tak bermoral yang pernah diucapkan oleh Muhammad.”
Berdasarkan Qaid al-Qadir (v.1, p.381),
Muhammad biasa mengatakan kalimat-kalimat seperti “Pergi dan gigitlah
klitoris ibumu!” atau berdasarkan laporan Zad al-Mi'ad (v.3, p305),
Muhammad pernah berkata “Pergi dan gigitlah penis ayahmu!”
Kemudian, sekali lagi sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut wajah yang terlihat kecewa,
imam berkata, “O rasul Allah…rasul Allah…seandainya engkau memperhatikan
nasehat yang pernah diucapkan oleh Tuhan Yesus, ketika ia mengatakan:
“Orang yang baik mengeluarkan
barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang
jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.
Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." (Lukas 6:45)
Sumber: raymondibrahim.com