Pages

Selasa, 06 Agustus 2013

buku MENGENAL MUHAMMAD part 16 (halaman 151-160)



bebas hukuman dengan alibi ini.
Hukum bagian 295-C di Pakistan berbunyi: “Siapapun yang dengan kata2, yang diucapkan
atau ditulis, atau dengan bukti yang dapat dilihat, atau dengan tuduhan, siratan, atau sindiran,
secara langsung atau tidak langsung menghina nama suci Nabi Muhammad akan dihukum
mati dan juga diberi sanksi.”
Muhammad tidak malu2 mengutarakan impiannya. Sebuah
hadi mengatakan bahwa dia
berkata: “Tiada seorang pun darimu yang punya iman sampai dia mencintai diriku lebih dari
mencintai ayahnya, anak2nya, dan seluruh umat manusia.” [298] Dia adalah narsisis dan
semua narsisis ingin dicintai dan ditakuti. Keduanya sama saja baginya. Yang dia pedulikan
hanyalah keinginannya saja. Muhammad begitu ingin dihormati sampai2 ketika sekelompok
orang Arab menemuinya dan tidak menghormatinya sebagaimana yang diinginkannya, dia
membuat tuhannya berkata:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi,
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)
168
sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah
orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan
dan pahala yang besar.
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka
tidak mengerti.” [299]
[298] Sahih Bukhari Volume 1 Number 14
[299] Qur’an, Sura 49, Verses 2-4
Menuntut Nyawa sebagai Pengorbanan Akhir
Osherow menulis: “Akhirnya, Jim Jones dan Alasan Utama-nya menuntut pengikutnya untuk
menyerahkan nyawa mereka.”
Pemimpin aliran sesat jadi begitu terobsesi dengan ketaatan sehingga dia menuntut
pengikutnya membuktikan kesetiaan dan kecintaan mereka padanya dengan cara
mengorbankan apapun, termasuk nyawa mereka sendiri. Alasannya hanyalah dikarang-karang
saja. Qur’an juga menawarkan upah besar bagi yang mati syahid dan mengajak Muslim untuk
mengorbankan nyawa mereka demi Muhammad.
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu h idup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. [300]
[300] Qur’an, Sura 3, Verse 169
Ada pula ahadis yang menerangkan upah yang akan diterima mereka yang mati syahid.
Sang Nabi berkata, “Surga punya 100 tingkat yang disediakan Allâh bagi Mujahidin (pejuang
Muslim) yang berperang di JalanNya.” [301]
[301] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 48
Sang Nabi berkata, “Tiada seorang pun yang masuk ke Surga yang mau kembali ke dunia
bahkan jika dia mendapatkan apapun di dunia, kecuali seorang Mujahid yang ingin kembali
ke dunia agar dia bisa mati syahid sepuluh kali lagi karena kehormatan yang diterimanya (dari
Allâh). [302]
[302] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 72
Nabi kami mengatakan pada kami tentang pesan Tuhan kami bahwa “Siapapun diantara kami
yang mati syahid akan masuk surga.” Omar bertanya pada sang Nabi, “Bukankah orang2 kita
yang mati syahid akan pergi ke surga dan mereka (kaum pagan) akan pergi ke api (neraka)”
Sang Nabi berkata, “Ya.” [303]
[303] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 72
Osherow menelaah: “Apa yang membuat orang2 tega membunuh anak2 mereka dan diri
mereka sendiri? Dari pandangan luar, hal ini sukar dipercaya. Sama halnya, jika dilihat sekilas,
sukar untuk dipercaya mengapa begitu banyak orang rela menghabiskan waktu, semua uang
mereka dan bahkan menyerahkan pengurusan anak2 mereka kepada Kenisah Rakyat. Jones
memanfaatkan proses pelogisan yang membuat orang membenarkan pengabdian mereka
dengan menaikkan taraf ketaatan mereka sambil mengurangi resiko jika tidak taat.”
Hal ini pun dilakukan Muhammad. Dia meyakinkan pengikutnya bahwa dialah alasan yang
169
paling utama dan pengikutnya diciptakan hanya untuk percaya padanya dan menyembah
tuhan yang hanya bicara melalui dirinya. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.51:56). Menurut sebuah hadis qudsi
(dipercaya benar2 sahih) tujuan hidup adalah untuk mengenal Allâh dan menyembahnya dan
tentunya hal ini hanya bisa terjadi melalui rasulnya yakni Muhammad. Allâh menjanjikan
upah besar bagi mereka yang bersedia mengorbankan apapun bagi dirinya dan mengancam
mereka yang tidak percaya dengan siksaan abadi. Muslim harus siap berperang bahkan
melawan ayah2 dan saudara2 mereka sendiri, siap dibunuh dan membunuh. Sama seperti
aliran sesat lainnya, para Muslim pun melogiskan dan menghalalkan semua tindakan kriminal,
termasuk menculik orang2 tak bersalah dan memancung mereka, membom penduduk sipil
dan membunuh ribuan orang. Dalam pikiran mereka, tujuan mereka sangatlah tinggi sehingga
hal lain tidak berarti.
Mengelabui Umat
Proses evolusi dari seorang Muslim moderat menjadi teroris berlangsung perlahan dan
seringkali tidak disadari. Mualaf (Muslim baru) semuanya awalnya moderat. Pada mulanya,
mereka diajarkan “keindahan2 Islam”. Mereka diberitahu bahwa Islam adalah agama yang
mudah, agama damai, agama semua orang dan menyembah satu Tuhan. Mereka dibimbing
untuk percaya bahwa Islam menerima agama2 lain, terutama Yudaisme dan Kristen yang juga
monotheistik, dan Muslim hanya tidak setuju dengan kedua agama ini karena pengikutnya
telah mengubah ajaran agama mereka sendiri. Mereka diajak untuk percaya bahwa Islamlah
satu2nya agama sejati yang diterima Tuhan dan siapapun yang tidak percaya Islam, menolak
kebenaran adalah orang2 berdosa. Orang2 ini menyangkal Tuhan dan karenanya mereka akan
celaka. Akhirnya, para mualaf ini diberitahu bahwa Isa dan Musa dalam Qur’an bukanlah
Yesus dan Musa dalam Alkitab. Para mualaf perlahan-lahan menganggap orang2 yang
beragama lain adalah musuh Allâh dan mulai membenci mereka secara aktif. Lalu mereka
diajarkan bahwa hanya Muslim saja yang bersaudara dengan mereka dan para kafir di luar
ingin menyerang mereka.
Setelah semakin lama dicuci otak, kau secara perlahan-lahan mulai merasa sebagai korban
kaum kafir. Kau telah kehilangan jati diri mereka, dan jadi anggota tanpa nama dari ummah
(masyarakat Islam), jadi budak Allâh. Kau mulai melihat dunia dengan pandangan lain.
Perasaan “kami” lawan “mereka” menjadi semakin kuat setiap hari. “Mereka” adalah orang2
jahat, musuh2 Allâh. Mereka adalah para penindas dan penjahat. Semua non-Muslim,
terutama yang bukan sealiran Islam denganmu, dianggap bagian dari musuh Allâh. “Kami”
adalah orang2 yang ditindas, orang2 yang dijahati dan merupakan korban musuh Allâh.
“Kami” adalah Muslim sejati, yang melakukan kehendak dan pekerjaan Allâh. Lalu kau mulai
percaya bahwa kau punya iman dan agama sejati yang memerintahkan dirimu untuk
berperang, membunuh musuh yang menekanmu dan kau harus bersikap keras terhadap
mereka. Kau diberitahu bahwa Allâh akan membuatmu menang, dan kau akan menerima upah
sensual abadi di surga.
Seorang “Muslim moderat” bisa jadi ekstrimis dan teroris dalam waktu semalam saja.
Selama Muslim percaya pada Islam, setiap Muslim punya potensi jadi teroris. Islam
memerintahkan pengikutnya untuk membunuh non-Muslim demi nama Allâh. Ini
adalah kewajiban suci yang unik dalam Islam. Memang benar, Allâh berkata dia paling
mencintai Mujahidin (pejuang Islam). Mereka adalah para Muslim terbaik. Merekalah
yang akan mendapat upah yang terbaik dan tererotis di surga. Para “moderat Muslim”
hanyalah para munafik dan lemah imannya. Indoktrinasi perlahan adalah modus
operandi (cara kerja) semua aliran sesat, di mana kebenaran sejati dan rencana asli
170
aliran itu ditutupi dan disuapkan perlahan-lahan kepada penganutnya. Perkataan
anggota2 utama aliran ini sangat berbeda sama sekali pada dunia luar dan pada
anggota kelompoknya sendiri.
Osherow menulis: “Setelah perlahan-lahan meningkatkan tuntutannya, Jones dengan hati2
mengatur agar anggotanya mulai tahu tentang “upacara kematian akhir.” Dia menggunakan
ketaatan mutlak mereka agar mereka bersedia melakukan hal ini. Setelah berhasil melakukan
tugas ringan, maka orang itu pun setuju untuk melakukan tugas yang lebih besar, dan hal ini
diakui oleh ahli jiwa sosial dan para salesman (penjual barang dagangan). [304] Dengan
melakukan tugas awal ini maka hal yang awalnya terasa tidak masuk akal jadi lebih diterima
akal, dan ini juga mendorong orang untuk setuju melakukan tuntutan yang lebih besar pula.”
[304] Freeman, J., AND Fraser, S. Setuju tanpa Tekanan: Teknik Menarik Hati Orang. Journal of Personality
and Social Psychology, 1966, 4, 195-202.
Osherow menerangkan bagaimana Jones mempersiapkan pengikutnya secara perlahan untuk
mau melakukan bunuh diri massal. “Dia mulai mempertanyakan iman anggota yang percaya
kematian harus dilawan dan ditakuti dan Jones lalu mengatur beberapa latihan bunuh diri
“palsu”. Hal ini jadi ujian iman apakah anggotanya bersedia mengikuti Jones bahkan sampai
mati. Jones akan meminta anggotanya apakah mereka siap mati dan di suatu waktu dia
meminta anggotanya “memutuskan” nasib mereka sendiri dengan memberi suara apakah
mereka mau melakukan tuntutan2nya. Seorang bekas anggota mengatakan bahwa suatu saat,
sambil tersenyum Jones berkata, “Ya, ini adalah pelajaran yang baik. Kulihat kau tidak mati.”
Caranya mengatakannya bagaikan kita perlu waktu 30 menit untuk melakukan penelaahan diri
yang sangat kuat. Kami semua merasa benar2 mengabdi dan bangga akan diri kami. Jones
mengajarkan bahwa adalah suatu hal yang mulia untuk mati bagi apa yang kau percayai, dan
itulah yang sebenarnya kulakukan.” [305]
[305] Winfrey, C. Mengapa 900 Orang Mati di Guyana. New York Times Magazine, February 25, 1979.
Muhammad tidak minta pengikutnya bunuh diri. Sebaliknya, dia memuji-muji mati syahid.
Sang Nabi Allâh lebih praktis dibandingkan Jones. Tindakan bunuh diri tiada gunanya
baginya. Dia perlu anggotanya hidup agar bisa berperang baginya, memberinya harta jarahan
dan menaklukkan dunia baginya. Dia memuliakan mati syahid di medan2 pertempuran.
Kepraktisan Muhammad tampak jelas jika melihat kenyataan bahwa Jones dan berbagai
pemimpin aliran sesat melakukan bunuh diri bersama-sama pengikutnya, sedangkan
Muhammad jarang ikut berjuang aktif bersama2 pengikutnya di medan tempur.
Semua orang waras bisa dengan mudah melihat bahwa mengobarkan perang dan membunuhi
orang2 tak berdosa dalam nama Tuhan adalah tindakan orang sakit jiwa, tapi tidak demikian
dalam pandangan Muslim, bahkan “moderat” sekalipun. Jihad merupakan pilar utama Islam
dan semua Muslim yang tidak setuju bukanlah Muslim lagi. Inilah sebabnya mengapa istilah
“Muslim moderat” sebenarnya adalah menentang arti istilah itu sendiri (oxymoron). Tiada
seorang Muslim pun yang dapat disebut moderat jikalau dia mengikuti ideologi yang
memerintahkan pembunuhan terhadap non-Muslim. Perbedaan antara Muslim teroris dan
Muslim moderat adalah Muslim teroris melakukan jihad saat ini juga, sedangkan Muslim
moderat berpendapat mereka harus menunggu sampai menjadi lebih kuat dan baru setelah itu
melakukan jihad. Pada prinsipnya, tiada seorang Muslim pun yang dapat tidak setuju dengan
konsep jihad.
Bagaimana mungkin semilyar orang waras percaya pada ajaran gila ini? Jawabannya bisa
didapatkan di Jonestown.
Osherow menulis: “Setelah Kenisah Rakyat pindah ke Jonestown, latihan bunuh diri yang
171
disebut sebagai ‘Malam2 Putih’ dilakukan berkali-kali. Latihan yang tampaknya gila ini
dilakukan secara teratur, dan membuat anggota Kenisah Rakyat menjadi terbiasa.”
Para anggota Kenisah Rakyat adalah orang2 normal. Mereka tidak sakit jiwa atau gila. Akan
tetapi, karena mereka meletakkan intelijens mereka di tangan orang gila, maka mereka pun
mengikuti kegilaannya secara membuta.
Osherow menulis: “Pembaca mungkin bertanya apakah latihan2 bunuh diri ini membuat para
anggota berpikir bahwa bunuh diri betulan akan benar2 terjadi. Tapi ada banyak tanda bahwa
mereka tahu bahwa di upacara akhir mereka minum racun sungguhan. Peristiwa puncaknya
terjadi pada kedatangan politikus Ryan, munculnya beberapa orang yang murtad, para juru
masak yang dulu tidak ikut serta latihan sekarang jadi ikut, Jones semakin marah, tertekan,
dan tidak terduga, dan akhirnya, setiap orang melihat bayi pertama mati. Para anggota tertipu
karena mereka tidak menyangka latihan kali ini ternyata benar2 mematikan.”
Osherow menjelaskan di bawah keadaan seperti itu, orang2 cenderung membenarkan tindakan
mereka, termasuk melakukan kekerasan yang diperintahkan pemimpinnya. Tulisnya, “Contoh
dramatis akibat pembenaran diri berhubungan dengan hukuman fisik yang diterapkan di
Kenisah Rakyat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ancaman pukulan dan hinaan,
membuat para anggota tunduk pada perintah2 Jones. Seseorang akan taat selama dia diancam
dan diamati. Akan tetapi, untuk mempengaruhi seseorang, ancaman lunak terbukti lebih
mujarab daripada ancaman keras [306] dan pengaruhnya tampak lebih lama [307]. Di bawah
ancaman lunak, seseorang cenderung sukar bereaksi keras terhadap larangan ringan, dan dia
cenderung mengubah kelakuannya untuk membenarkan reaksi dirinya yang tidak melawan.
Ancaman keras menghasilkan sikap tunduk, tapi hal ini hanya sikap luar, sedangkan dalam
dirinya tidak terjadi perubahan sikap. Reaksi yang berbeda terjadi ketika tidak jelas apakah
suatu tindakan diharapkan pada seseorang. Pada saat seseorang merasa dia berperan aktif
dalam menyakiti orang lain, dalam dirinya muncul motivasi yang membenarkan tindakan
kejamnya terhadap korban karena merasa korban sudah selayaknya dihukum. [308]
[306] Aronson, E. , AND Carlsmith, J. M. Akibat ancaman keras pada pengamatan kelakuan terlarang. Journal
of Abnormal and Social Psychology, 1963, 66. 584-588.
[307] Freedman, J. Akibat jangka panjang disonansi kognitif (melogiskan hal yang bertentangan). Journal of
Experimental Social Psychology, 1965, 1, 145-155.
[308] Davos, K., AND Jones, E. Changes in interpersonal perception as a means of reducing cognitive
dissonance. Journal of abnormal and Social Psychology, 1960, 61, 402-410.
Keterangan ini sangatlah penting. Di Jonestown para anggota sendiri akan mencela rekan
mereka yang tidak tunduk, terutama sanak keluarga mereka, dan menghukum mereka.
Tindakan kejam bagi orang normal terasa sangat mengganggu. Untuk mengurangi sakitnya
nurani mereka sendiri, maka mereka mencoba merasionalkan kekejeman mereka dengan
menyalahkan korban dan menganggap korban layak dihukum. Muslim diwajibkan memerangi
non-Muslim dan bahkan orangtua, saudara, sanak keluarga mereka yang non-Muslim.
Tindakan kekerasan dan kekejaman mereka itu dihalalkan dan dirasionalkan. Muslim diajar
bahwa kekerasan terhadap non-Muslim dan sikap tak bertoleran itu sesuai dengan keinginan
Illahi dan hukum suci Islam. Hal ini tidak hanya dapat diterima Muslim tapi diminati pula.
Ketika Muslim menyerang orang2 tak bersalah dan membantai mereka, Muhammad
meyakinkan mereka dengan berkata, “Bukan kalian yang melakukannya; tapi Allâh yang
melakukannya.”
Wartawan BBC bernama James Reynolds mewawancara Hussam Abdo, usia 15 tahun,
pembom bunuh diri yang agak menderita mental terbelakang yang tertangkap di pos
pemeriksaan Israel. Dia ditanyai: “Ketika kau mengenakan sabuk bom itu, apakah kau benar2
tahu ke mana kau akan pergi dan membunuh orang2, bahwa kau akan mendatangkan banyak
172
penderitaan terhadap para ibu dan bapak, bahwa kau akan melakukan pembunuhan massal?
Apakah kau benar2 mengetahui hal itu?”
Hussam menjawab:
“Ya. Sama saja seperti mereka datang dan membuat para orangtua kami sedih dan menderita,
maka mereka pun harus merasakan hal ini. Sama seperti yang kami rasakan – mereka pun
harus merasakan hal ini pula.”
Dia ditanya, “Apakah kau takut mati?”
Jawabannya sama dengan yang dikatakan pengikut Jones di menit2 terakhir hidup mereka.
“Tidak. Aku tidak takut mati.”
“Kenapa?”
“Tiada yang hidup selamanya. Kita semua akhirnya akan mati.”
Sebuah kisah disampaikan oleh Abu Hodhaifa yang adalah Muslim Mekah usia muda yang
ikut dalam perang Badr. Ayahnya ada di pihak lawan yakni Quraish. Dilaporkan bahwa
Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk tidak membunuh Abbas, pamannya sendiri,
yang juga berada di pihak Quraish. Hodhaifa menaikkan suaranya, “Apa? Masakan kita
membunuh ayah, saudara, paman kita sendiri tapi harus menahan diri untuk tidak membunuh
Abbas? Tidak, aku pasti akan membunuhnya jika aku menemuinya.” Sewaktu mendengar
komentar melawan ini, Omar, seperti biasanya dalam menunjukkan kesetiannya, mencabut
pedangnya dan melihat pada sang Nabi menunggu tanda perintah untuk seketika memancung
anak muda tak tahu aturan ini. [309]
[309] Muir; The Life of Mohammet Vol. III Ch. XII, Page 109.
Ancaman ini mendatangkan akibat seketika. Kelakuan Hodhaifa dengan cepat berubah dan
kita lihat di akhir pertempuran, dirinya jadi tunduk dan berbeda. Ketika dia melihat ayahnya
dibunuh dan mayatnya diseret untuk dibuang ke dalam sumur, dia tidak tahan dan mulai
menangis. “Kenapa?” tanya Muhammad, “Apakah kau sedih dengan kematian ayahmu?”
Tidak begitu, wahai Rasul Allâh!” jawab Hodhaifa, “Aku tidak ragu akan keadilan atas nasib
ayahku; tapi aku kenal benar hatinya yang bijaksana dan pemurah, dan aku dulu percaya
Tuhan akan membimbingnya memeluk Islam. Tapi sekarang aku melihat dia mati, dan
harapanku punah! – itulah mengapa aku bersedih.” Kali ini Muhammad senang akan
jawabannya, dan dia menghibur Abu Hodhaifa, memberkatinya; dan berkata, “Itu baik.” [310]
[310] Muir; The Life of Mohammet Vol. III Ch. XII, Page 109; (Waqidi, p. 106; Sirat p. 230; Tabari, p. 294)
Sikap tidak suka Muhammad terhadap bantahan Hodhaifa dan reaksi cepat Omar untuk
mengancam membunuhnya di tempat itu juga, merupakan stimuli (pengaruh) kuat yang
mengakibatkan Hodhaifa berubah perangai seketika dan sehari kemudian dia bahkan
melihat “keadilan” atas kematian ayahnya. Begitu Hodhaifa kehilangan ayahnya, yang
dibunuh oleh teman2nya sendiri, maka tidak ada jalan kembali baginya. Dia harus
membenarkan apa yang dilakukannya dan merasionalkan pembunuhan ayahnya. Menemukan
nalarnya dan menghadapi rasa bersalah nuraninya terlalu menyakitkan. Dia harus terus
melanjutkan jalan yang ditempuhnya dan meyakinkan dirinya bahwa Islam itu benar atau
menghadapi rasa bersalah seumur hidup.
Para pemimpin aliran sesat punya kemampuan sangat cerdik untuk mengontrol pikiran2
pengikutnya. Seperti yang dikatakan Hitler, kebohongan2 yang besar lebih mudah dipercaya
oleh orang banyak, dan pemimpin aliran sesat psikopat adalah biang pembuat kebohongan
besar.
Ada kisah yang disampaikan oleh Abdullah bin Ka’b bin Malik yang menunjukan kontrol
seperti apa yang diterapkan Muhammad pada pengikutnya, baik secara psikologis maupun
173
sosial. Ibn Ka’b berkata bahwa dia adalah Muslim taat dan telah menemani Muhammad
dalam seluruh kegiatan perampokannya sehingga dia jadi kaya raya. Tapi ketika Muhammad
memanggil pengikutnya untuk bersiap menyerang kota Tabuk di tengah2 musim panas di
mana buah2an sedang ranumnya, maka Ibn Ka’b memilih tidak ikut pergi. Setelah kembali
dari Tabuk, Muhammad memanggil mereka yang tidak ikut pergi dan menanyakan alasannya.
Banyak yang punya alasan kuat sehingga mereka diampuni. Tapi ibn Ka’b dan dua orang
Muslim lain tidak berani bohong untuk mencari alasan. Ibn Ka’b berkata:
“Memang benar, demi Allâh, aku tidak punya alasan apapun. Demi Allâh, aku tidak pernah
sekuat dan sekaya ini dibandingkan dulu ketika aku tetap di belakangmu.” Maka Rasul Allâh
berkata, “Tentang orang ini, sudah jelas dia jujur. Maka pergilah kau sampai Allâh
mengambil keputusan atas kasusmu.” Rasul Allâh melarang semua Muslim bicara pada kami,
tiga orang dari semua yang memilih tidak pergi melakukan Ghawza. Maka kami diasingkan
dari orang2 dan mereka merubah sikap mereka pada kami sampai tanah di maka aku hidup
jadi terasa asing bagiku seperti aku tidak pernah mengenalnya. Kami tetap diasingkan selama
limapuluh malam. Dua temanku yang lain tetap tinggal dalam rumah2 mereka dan menangis,
tapi aku adalah yang termuda diantara mereka dan yang paling tegas, jadi aku tetap pergi ke
luar dan melakukan sholat bersama para Muslim dan pergi ke pasar2, tapi tidak seorang pun
bicara padaku, dan aku berkunjung pada Rasul Allâh dan mengucapkan salam padanya ketika
dia masih duduk dalam perkumpulannya setelah sholat, dan aku heran apakah sang Nabi
menggerakkan bibirnya untuk membalas ucapan salamku atau tidak. Lalu aku melakukan
sholat di sebelahnya dan diam2 menengoknya. Ketika aku sibuk melakukan sholat, dia
menoleh padaku, tapi ketika aku menolehkan wajah padanya, dia memalingkan muka. Ketika
perlakuan kasar orang2 ini berlangsung lama, aku berjalan sampai aku mencapai tembok
kebun Abu Qatada yang adalah saudara misanku dan orang yang kusayangi, dan aku
mengucapkan salam baginya. Demi Allâh, dia tidak membalas salamku. Aku berkata, “Wahai
Abu Qatada! Aku mohon padamu demi Allâh! Tidakkah kau tahu aku mencintai Allâh dan
RasulNya?” Dia tetap saja diam. Aku berkata lagi padanya, memohonnya demi Allâh, tapi dia
tetap diam. Lalu aku bertanya lagi padanya dalam nama Allâh. Dia berkata, “Allâh dan
RasulNya lebih mengetahui.” Setelah itu airmataku membanjir dan aku berbalik dan
melompati tembok.”
Ketika empat puluh dari lima puluh malam berlalu, perhatikanlah! Rasul Allâh datang padaku
dan berkata, ‘Rasul Allâh memerintahkan kamu untuk menjauhkan diri dari istrimu, ‘ Aku
berkata, “Haruskah aku menceraikannya; bagaimana kalau tidak! Apa yang harus
kulakukan?” Dia berkata, “Tidak, hanya bersikap menjauhlah dari padanya dan jangan
bersetubuh dengannya.” Sang Nabi juga menyampaikan hal yang sama kepada kedua
temanku. Maka aku katakan pada istriku, “Pergilah ke orangtuamu dan tetaplah tinggal
bersama mereka sampai Allâh memberikan keputusan atas masalah ini.” Ka’b menambahkan,
“Istri Hilal bin Umaiya datang kepada sang Rasul dan berkata, “Wahai Rasul Allâh! Hilal bin
Umaiya adalah orang tua tak berdaya yang tidak punya pelayan yang membantunya. Apakah
kau tidak suka jika aku melayaninya?” Dia berkata, “Tidak, kau boleh melayaninya, tapi dia
tidak boleh mendekat padamu.” Dia berkata, “Demi Allâh, dia tidak berminat apapun. Demi
Allâh, dia tidak pernah berhenti menangis sampai hari ini sejak masalahnya terjadi.”
Mendengar hal itu, beberapa anggota keluargaku berkata padaku, “Tidakkah kau juga
meminta Rasul Allâh untuk mengijinkan istrimu melayanimu karena dia mengijinkan istri
Hilal bin Umaiya melayaninya?” Aku berkata, “Demi Allâh, aku tidak akan minta ijin Rasul
Allâh tentang istriku, karena aku tidak tahu apa yang akan dikatakan Rasul Allâh jika aku
meminta dia mengijinkan istriku melayaniku karena aku masih muda.” Lalu aku tetap berada
dalam keadaan itu sampai sepuluh malam kemudian sampai genap lima puluh malam Rasul
Allâh melarang orang2 bicara pada kami. Ketika aku melakukan sholat Fajr di pagi hari ke
174
limapuluh di atap salah satu rumah2 kami dan aku sedang duduk sesuai yang dinyatakan
Allâh (dalam Qur’an), hatiku seakan bersuara dan bumi tampak lebih dekat padaku dengan
segala kelapangannya, di saat itu aku mendengar suara orang yang bagaikan naik gunung
Sala’ dan memanggil dengan suaranya yang paling keras, “Wahai Ka’b bin Malik!
Bergembiralah dengan menerima salam hangat.” Aku jatuh bersujud di depan Allâh, karena
mengetahui pengampunan telah tiba. Rasul Allâh mengumumkan penerimaan pertobatan
kami oleh Allâh ketika dia melakukan sholat Fajr. Orang2 keluar menyelamati kami. Orang2
mulai menerima kami dalam kelompok, mengucapkan selamat padaku karena Allâh telah
menerima pertobatanku, sambil berkata, “Kami ucapkan selamat karena Allâh menerima
pertobatanmu.” [311]
[311] Bukhari Volume 5, Book 59, Number 702
Muhammad menerangkan kisah ini dalam Qur’an:
(Dan Dia juga mengampuni) terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat)
mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan
jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa
tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah
menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang
Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Q. 9:118)
Seperti yang dapat dilihat di kisah di atas, Muhammad punya kontrol mutlak atas pengikutnya.
Suasana Medina telah berubah sama sekali. Dia bisa memerintahkan para pengikutnya untuk
mengasingkan seorang dari kaum mereka, saudara mereka sendiri, dan bahkan melarang
orang ini untuk bersetubuh dengan istri2 mereka. Kontrol psikologis ini sangat kuat sehingga
beberapa orang takut bohong atau mencari-cari alasan. Muhammad tidak mungkin tahu apa
yang dipikirkan orang lain, apakah alasan yang mereka ajukan benar atau tidak. Tapi dia
membuat mereka percaya tuhannya tahu pikiran mereka sehingga membuat mereka merasa
tak berdaya dan bisa dikuasai sepenuhnya olehnya. Ini adalah bentuk kontrol yang paling
utama. Sang “Abang Besar” yang tak terlihat tidak hanya mengawasi perbuatanmu, tapi dia
juga mengamati pikiranmu. Tidak ada yang lebih melumpuhkan daripada kontrol kejiwaan
seperti ini.
Muhammad menciptakan sistem yang paling kuat untuk mengontrol manusia dan pikiran2
mereka, kontrol yang berlangsung selama 1400 tahun. Jika kontrol ini tidak diubah, maka hal
ini akan terus berlangsung selamanya, menggerogoti dan menghancurkan hak azasi manusia
yang utama yakni kebebasan berpikir dan memutuskan sendiri.
Menyinggung mereka yang punya alasan kuat dan tidak dihukum seperti ketiga orang tersebut,
Muhammad menulis ayat2 berikut:
Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada
mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena
sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahanam; sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan.
Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya
kamu rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang
fasik itu. (Q. 9:95-96)
Muhammad tidak bisa tahu apakah alasan2 orang ini benar atau tidak, sehingga dengan
peringatan ini, dia mengancam mereka yang berbohong padanya dengan hukuman illahi yang
berat. Kontrol pikiran ini mujarab selama orang tetap mudah ditipu untuk percaya pada
kebohongan2 pemimpin aliran sesat. Begitu orang berhenti percaya kebohongan pemimpin
175
narsisis, maka pemimpin itu kehilangan kontrol sama sekali. Saat ini para Muslim masih di
bawah kontrol Muhammad karena mereka mempercayainya. Rasa takut ancaman neraka telah
melumpuhkan kemampuan mereka untuk berpikir. Pikiran untuk meragukan Muhammad
membuat bulu kuduk mereka merinding dan mereka lalu cepat2 melupakan pikiran itu.
Osherow menulis: “Mari mundur selangkah dulu. Proses pergi ke Jonestown tentunya
tidaklah mudah, karena beberapa hal terjadi secara bersamaan. Misalnya, Jim Jones punya
kekuatan untuk mengancam melakukan hukuman apapun yang diinginkannya di Kenisah
Rakyat, dan terutama di saat akhir, di suasana brutal dan teror tersebar di Jonestown. Tapi
Jones secara hati2 mengontrol bagaimana hukuman dilaksanakan. Dia seringkali memanggil
anggotanya untuk setuju menerima pukulan2. Mereka diperintah untuk bersaksi di depan
jemaat, anggota bertubuh besar disuruh memukul anggota bertubuh lebih kecil, para istri atau
pacar dipaksa menghina pasangannya secara seksual, dan orangtua2 diminta setuju dan ikut
membantu memukuli anak2 mereka (Mills, 1979; Kilduff and Javers, 1978). Hukumannya
semakin lama semakin sadis, pukulan semakin keras sampai anggotanya pingsan dan
menderita memar2 selama berminggu-minggu. Donald Lunde adalah ahli jiwa yang
mengamati tindakan2 yang sangat brutal dan dia menjelaskan: ‘Begitu kau melakukan sesuatu
yang besar, sangat sukar mengaku bahkan pada dirimu sendiri bahwa kau telah melakukan
kesalahan, dan secara tak sadar kau akan berusaha keras untuk merasionalkan apa yang telah
kau lakukan. Ini adalah mekanisme bela diri yang cerdik yang dimanfaatkan oleh pemimpin2
berkarisma." [Newsweek, 1978a]
Keterangan langsung akibat proses kejadian ini disampaikan oleh Jeanne Mills. Pada suatu
pertemuan, dia dan suaminya dipaksa menyetujui pemukulan anak perempuan mereka sebagai
hukuman pelanggaran kecil. Dia menghubungkan efek kejadian ini pada anaknya, sang
korban, juga pada dirinya sendiri sebagai salah satu pihak yang melakukan pemukulan:
Ketika kami menyetir pulang, setiap orang di mobil diam saja. Kami taku kata2 kamu akan
menambah ketegangan. Satu2nya suara berasal dari Linda yang menangis pelan2 di tempat
duduk belakang. Ketika kami tiba di rumah, Al dan aku duduk bicara bersama Linda. Dia
merasa terlalu sakit untuk duduk. Dia berdiri diam pada saat kami bicara padanya.
“Bagaimana perasaanmu terhadap apa yang terjadi padamu malam ini?” Al bertanya padanya.
“Bapak (Jones) memang benar menghukum cambuk padaku, “ jawab Linda. “Aku sangat
nakal akhir2 ini, aku banyak melakukan hal yang salah. Aku yakin Bapak tahu semua itu, dan
itulah sebabnya dia memukuli banyak kali seperti itu.” Kami mencium anak kami dan
mengucapkan selamat malam, tapi kepala kami masih terasa pening. Sukar sekali rasanya
untuk berpikir jernih dalam keadaan yang sangat memusingkan seperti itu. Linda telah jadi
korban, tapi hanya kami saja yang merasa marah akan hal itu. Dia sendiri tidak merasa benci
dan marah. Malah sebaliknya, dia merasa Jim sebenarnya menolongnya. Kami tahu Jim telah
melakukan hal yang kejam terhadapnya, tapi semua orang berlaku bagaikan dia melakukan
hal penuh kasih dengan mencambuki anak kami yang tidak taat. Tidak seperti orang kejam
menyakiti anak2, Jim tampak tenang, penuh kasih, ketika dia melihat pemukulan dan
menghitung berapa pukulan yang telah dilakukan. Pikiran kami tidak dapat mengerti semua
keadaan ini karena semua keterangan yang kami terima tidak benar.
Keterangan dari luar terbatas, dan keterangan dari dalam Kenisah Rakyat rancu semua.
Dengan membenarkan tindakan2 dan ketaatan2 sebelumnya, maka dasar untuk memberi
kesetiaan mutlak sudah terbentuk.
Hanya beberapa bulan saja setelah kami meninggalkan Kenisah Rakyat kami akhirnya
menyadari tebalnya kepompong yang menyelubungi kami. Hanya pada saat itu saja kami
menyadari kepalsuan, sadisme, dan penjajahan emosi dari si penipu ulung. [312]
176
[312] Mills, J. Six years with God. New York: A & W Publishers, 1979.
Kesaksian Jeanne Mills dalam banyak hal serupa dengan kesaksian eks-Muslim. Para eks-
Muslim ini mengaku bahwa mereka tidak menyadari penindasan yang mereka alami ketika
masih jadi muslim. Hanya setelah mereka meninggalkan Islamlah tindakan penindasan dan
kontrol pikiran yang dialami menjadi jelas tampak. Muslimah yang menikahi Muslim
seringkali jadi korban kekerasan rumah tangga, sama halnya dengan wanita non-Muslim yang
menikahi Muslim. Akan tetapi, Muslimah seringkali tidak menyadari terjadinya penindasan
pada dirinya karena sudah terbiasa akan hal ini sejak kecil. Dia melihat ibunya sendiri
dipukuli, begitu pula bibinya, dan wanita2 lain yang dikenalnya. Hal ini adalah normal
baginya dan dia pun menerima pemukulan atas dirinya tanpa mengeluh. Wanita non-Muslim
yang menikahi Muslim, biasanya datang dari keluarga yang tidak biasa melihat penindasan,
pemukulan, dan penghinaan atas wanita. Bagi mereka, menikah dengan Muslim terasa lebih
menekan dibandingkan wanita yang terlahir dan dibesarkan sebagai Muslimah. Para
Muslimah ini malah seringkali membela hak suaminya untuk memukulnya.
Ada orang2 Kristen, Yahudi, atau Hindu yang meninggalkan agamnya. Akan tetapi setelah itu
mereka tidak merasa marah atau benci dengan agama mereka yang dulu. Ketika Muslim
murtad, mereka meninggalkan Islam dengan perasaan pahit dalam hatinya. Hal ini terjadi
karena mereka merasa telah dijadikan korban Islam. Hal ini tidak terjadi pada orang2 lain
yang meninggalkan agamanya, mereka tidak merasa marah terhadap nabi2 mereka yang dulu.
Tapi eks-Muslim jadi sangat membenci Muhammad. Kesadaran bahwa mereka dulu ditipu
sangatlah menyakitkan.
Osherow menulis: “Beberapa jam sebelum dibunuh, pejabat Kongres (MPR AS) Ryan
menerangkan keanggotaan Kenisah Rakyat: “Aku bisa katakan padamu sekarang bahwa dari
beberapa percakapan dengan orang2 di sini, ada sebagian orang yang percaya bahwa hal ini
adalah hal yang terbaik yang pernah terjadi dalam hidup mereka.” [Sorak-sorai dan tepuk
tangan terdengar di latar belakang] (Krause, 1978). Banyaknya orang lain yang setuju dan
surat2 yang mereka tulis menunjukkan bahwa perasaan ini dirasakan pula oleh anggota2 yang
lain.”
Islam, sama seperti Kenisah Rakyat, menarik orang2 yang mudah dipengaruhi dalam
masyarakat, yakni mereka yang merasa tertekan dan butuh tujuan hidup. Dalam masyarakat
Barat, di mana individualitas sangat terasa ekstrim, terdapat perasaan kesepian. Islam
memberi mualaf perasaan kebersamaan. Islam memberi mereka tawaran lain untuk melihat
hidup mereka, memberi arah, perasaan dimiliki, perasaan lebih unggul dari non-Muslim, tapi
semua itu harus dibayar mahal sekali. Bayarannya adalah pengasingan diri dari budaya dan
negara mereka, sampai bahkan mereka tega menolak keluarga sendiri dan kawan2nya yang
dulu, dan inilah yang lalu menjadi kehancuran dirinya. Islam, sama seperti Kenisah Rakyat,
mengajarkan pengikutnya takut akan segala hal dan semua yang berada di luar kepercayaan
mereka dan menganggap orang tak percaya sebagai “musuh.” Sama seperti para pengikut
Jones, orang2 Muslim sejati benci segala hal yang tidak Islami. Bagi mereka, Islam adalah
satu2nya jalan yang benar dan yang lainnya harus dihancurkan. Muslim merasa curiga pada
non-Muslim dan sangat percaya dengan teori konspirasi yang dilakukan “setan2 Barat yang
kejam”. Aku telah mendengar banyak Muslim berpendidikan tinggi yang cerdas yang benar2
menyangka penyerangan terhadap Pentagon dan WTC di New York pada tanggal 11
September, 2001, adalah hasil karya CIA dan Zionis. Kelumpuhan intelektual separah ini
hanya bisa dicapai jika kau menjadi korban aliran sesat.
177
Pengekangan Informasi
Sama seperti nabinya, para Muslim juga dilatih untuk bersikap penuh curiga. Mereka
diajarkan untuk menganggap non-Muslim sebagai musuh yang ingin menghancurkan mereka.
Aku ingat dulu aku memandang curiga pada kawanku yang ingin tahu dan membaca buku
Ayat2 Setan karangan Salman Rushdie. Padahal saat itu aku tidak tahu apapun tentang isi
buku itu. Ternyata buku Salman Rushdi hanyalah novel biasa saja. Qur’an jauh lebih
menjelek-jelekkan Islam daripada semua buku yang pernah ditulis. Meskipun begitu, sebagai
Muslim kau tidak boleh membaca apapun yang mengritik Islam. Hal ini bukan karena kau
takut ketahuan, tapi kau takut akan Allâh dan hukumannya yang sadis. Membaca buku2 anti
Islam bisa menggoyahkan iman kesetiaanmu pada Islam.
Bandingkan hal ini dengan Kenisah Rakyat. “Dalam Kenisah Rakyat, dan terutama di
Jonestown,” tulis Osherow, “Jim Jones mengontrol informasi yang bisa didengar anggotanya.
Dia secara efektif mencegah segala perlawanan yang bisa muncul dalam gerejanya dan
menanamkan kecurigaan dalam diri setiap anggota terhadap segala pesan yang berlawanan
dari luar gerejanya. Lagi pula, kebenaran informasi apakah yang bisa disampaikan oleh
“musuh2” yang berusaha menghancurkan Kenisah Rakyat dengan kebohongan2? Karena
tidak punya pilihan lain dan tidak menerima informasi luar, maka kemampuan anggota untuk
menelaah dan menolak sudah jauh berkurang. Lebih2 lagi, bagi kebanyakan pengikutnya,
ketertarikan untuk menjadi bagian Kenisah Rakyat berasal dari kemauan mereka untuk
menyerahkan tanggung jawab dan kontrol atas hidup mereka sendiri. Orang2 ini kebanyakan
adalah kaum miskin, minoritas, lanjut usia, dan tidak berhasil dalam hidup. Mereka dengan
senang hati menukar kekuasaan (tanggung jawab) atas diri mereka sendiri guna mendapat
keamanan, persaudaraan, muzizat2 palsu, dan janji2 keselamatan yang semu. Stanley Cath
adalah psykhiatris yang mempelajari teknik2 pertobatan menarik jemaat baru yang digunakan
pemimpin2 aliran sesat. Dia menjelaskan: “Jemaat2 baru harus hanya percaya apa yang
disampaikan pada mereka. Mereka tidak perlu berpikir, dan hal ini melepaskan diri mereka
dari tekanan2 berat.” (Newsweek, 1978a)
Hal yang sama terjadi pada kaum Muslim, terutama yang hidup di negara2 Islam di mana
semua informasi yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sah akan disensor dan umat
Islam hanya boleh percaya pada satu pengertian Islam yang diakui Pemerintah Islam. Malah
sebenarnya kaum Muslim berusaha keras untuk menyensor segala pesan anti-Islam bahkan di
negara2 non-Muslim sekalipun. Jika terbit sebuah buku atau artikel yang tidak mereka sukai,
maka mereka akan protes dan mencoba untuk memaksa pihak “pelanggar” untuk menarik
penerbitan buku atau artikel itu dan meminta maaf pada mereka. Bisa dibayangkan pula
kontrol sensor yang diterapkan Muhammad bagi pengikutnya di Medina. Dalam banyak
kejadian, Omar akan mencabut pedangnya dan menunggu aba2 dari Muhammad untuk
memenggal orang yang tampaknya berani melawan otoritas sang Nabi.
Sama seperti Mekah takluk di bawah Islam, juga Persia, Syria, Mesir dan lima puluh negara2
lain di bawah dominasi Islam; maka seluruh dunia non-Islam lainnya juga tidak akan luput
dari serangan Islam. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, filosof China bernama Sun Zi (Tzu)
berkata: “Kenalilah musuhmu, dirimu sendiri, dan kemenanganmu tidak akan terancam.”
Kalimat ini benar artinya di masa sekarang, sama seperti di masa lalu. Pertanyaannya
sekarang adalah, “Apakah kau mengenal musuhmu, dan apakah kau benar2 berusaha
mengenal dirimu sendiri?” Sayangnya, jawaban kedua pertanyaan itu adalah tidak. Bukan saja
kebanyakan non-Muslim (terutama Barat) tidak tahu apa2 tentang Islam, tapi banyak dari
mereka yang benci budaya Kristen-Heleno mereka sendiri, dan berpihak pada siapa saja yang
juga membenci hal yang sama.
178
Ibn Ishaq menyampaikan sebuah kisah yang menjelaskan sifat Islam yang sebenarnya. Kisah
ini tentang pengamatan Orwa terhadap pengikut2 Muhammad. Dia mewakili masyarakat
Quraish Mekah dan datang bertemu Muhammad di perkemahannya di Hudaibiyah, di daerah
luar Mekah. Muhammad datang bersama 1.500 Muslim bersenjata untuk melakukan ibadah
haji di Mekah tahun itu, dan bagi orang Mekah hal ini merupakan unjuk senjata yang