bebas hukuman dengan alibi ini.
Hukum bagian 295-C di Pakistan berbunyi: “Siapapun yang dengan kata2, yang diucapkan
atau ditulis, atau dengan bukti yang dapat dilihat, atau dengan
tuduhan, siratan, atau sindiran,
secara langsung atau tidak langsung menghina nama suci Nabi
Muhammad akan dihukum
mati dan juga diberi sanksi.”
Muhammad tidak malu2 mengutarakan impiannya. Sebuah
hadi
mengatakan bahwa dia
berkata: “Tiada seorang pun darimu
yang punya iman sampai dia mencintai diriku lebih dari
mencintai ayahnya, anak2nya, dan seluruh umat manusia.” [298] Dia adalah narsisis dan
semua narsisis ingin dicintai dan ditakuti. Keduanya sama saja
baginya. Yang dia pedulikan
hanyalah keinginannya saja. Muhammad begitu ingin dihormati
sampai2 ketika sekelompok
orang Arab menemuinya dan tidak menghormatinya sebagaimana yang
diinginkannya, dia
membuat tuhannya berkata:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
lebih dari suara Nabi,
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara)
168
sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi
Rasulullah mereka itulah
orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk
bertakwa. Bagi mereka ampunan
dan pahala yang besar.
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar
(mu) kebanyakan mereka
tidak mengerti.” [299]
[298] Sahih Bukhari Volume 1 Number 14
[299] Qur’an, Sura 49, Verses 2-4
Menuntut Nyawa sebagai Pengorbanan Akhir
Osherow menulis: “Akhirnya,
Jim Jones dan Alasan Utama-nya menuntut pengikutnya untuk
menyerahkan nyawa mereka.”
Pemimpin aliran sesat jadi begitu terobsesi dengan ketaatan
sehingga dia menuntut
pengikutnya membuktikan kesetiaan dan kecintaan mereka padanya
dengan cara
mengorbankan apapun, termasuk nyawa mereka sendiri. Alasannya
hanyalah dikarang-karang
saja. Qur’an juga menawarkan upah besar bagi yang mati syahid dan
mengajak Muslim untuk
mengorbankan nyawa mereka demi Muhammad.
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati; bahkan
mereka itu h idup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. [300]
[300] Qur’an, Sura 3, Verse 169
Ada pula ahadis yang menerangkan upah yang akan diterima mereka
yang mati syahid.
Sang Nabi berkata, “Surga punya 100 tingkat yang disediakan
Allâh bagi Mujahidin (pejuang
Muslim) yang berperang di JalanNya.” [301]
[301] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 48
Sang Nabi berkata, “Tiada seorang pun yang masuk ke Surga yang
mau kembali ke dunia
bahkan jika dia mendapatkan apapun di dunia, kecuali seorang
Mujahid yang ingin kembali
ke dunia agar dia bisa mati syahid sepuluh kali lagi karena
kehormatan yang diterimanya (dari
Allâh). [302]
[302] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 72
Nabi kami mengatakan pada kami tentang pesan Tuhan kami bahwa
“Siapapun diantara kami
yang mati syahid akan masuk surga.” Omar bertanya pada sang
Nabi, “Bukankah orang2 kita
yang mati syahid akan pergi ke surga dan mereka (kaum pagan)
akan pergi ke api (neraka)”
Sang Nabi berkata, “Ya.” [303]
[303] Bukhari Volume 4, Book 52, Number 72
Osherow menelaah: “Apa
yang membuat orang2 tega membunuh anak2 mereka dan diri
mereka sendiri? Dari pandangan luar, hal ini sukar dipercaya.
Sama halnya, jika dilihat sekilas,
sukar untuk dipercaya mengapa begitu banyak orang rela
menghabiskan waktu, semua uang
mereka dan bahkan menyerahkan pengurusan anak2 mereka kepada
Kenisah Rakyat. Jones
memanfaatkan proses pelogisan yang membuat orang membenarkan
pengabdian mereka
dengan menaikkan taraf ketaatan mereka sambil mengurangi resiko
jika tidak taat.”
Hal ini pun dilakukan Muhammad. Dia meyakinkan pengikutnya bahwa
dialah alasan yang
169
paling utama dan pengikutnya diciptakan hanya untuk percaya
padanya dan menyembah
tuhan yang hanya bicara melalui dirinya. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.51:56). Menurut sebuah hadis qudsi
(dipercaya benar2 sahih) tujuan hidup adalah untuk mengenal Allâh
dan menyembahnya dan
tentunya hal ini hanya bisa terjadi melalui rasulnya yakni
Muhammad. Allâh menjanjikan
upah besar bagi mereka yang bersedia mengorbankan apapun bagi
dirinya dan mengancam
mereka yang tidak percaya dengan siksaan abadi. Muslim harus siap
berperang bahkan
melawan ayah2 dan saudara2 mereka sendiri, siap dibunuh dan
membunuh. Sama seperti
aliran sesat lainnya, para Muslim pun melogiskan dan menghalalkan
semua tindakan kriminal,
termasuk menculik orang2 tak bersalah dan memancung mereka, membom
penduduk sipil
dan membunuh ribuan orang. Dalam pikiran mereka, tujuan mereka
sangatlah tinggi sehingga
hal lain tidak berarti.
Mengelabui Umat
Proses evolusi dari seorang Muslim moderat menjadi teroris
berlangsung perlahan dan
seringkali tidak disadari. Mualaf (Muslim baru) semuanya awalnya
moderat. Pada mulanya,
mereka diajarkan “keindahan2 Islam”. Mereka diberitahu bahwa Islam
adalah agama yang
mudah, agama damai, agama semua orang dan menyembah satu Tuhan.
Mereka dibimbing
untuk percaya bahwa Islam menerima agama2 lain, terutama Yudaisme
dan Kristen yang juga
monotheistik, dan Muslim hanya tidak setuju dengan kedua agama ini
karena pengikutnya
telah mengubah ajaran agama mereka sendiri. Mereka diajak untuk
percaya bahwa Islamlah
satu2nya agama sejati yang diterima Tuhan dan siapapun yang tidak
percaya Islam, menolak
kebenaran adalah orang2 berdosa. Orang2 ini menyangkal Tuhan dan
karenanya mereka akan
celaka. Akhirnya, para mualaf ini diberitahu bahwa Isa dan Musa
dalam Qur’an bukanlah
Yesus dan Musa dalam Alkitab. Para mualaf perlahan-lahan
menganggap orang2 yang
beragama lain adalah musuh Allâh dan mulai membenci mereka secara
aktif. Lalu mereka
diajarkan bahwa hanya Muslim saja yang bersaudara dengan mereka
dan para kafir di luar
ingin menyerang mereka.
Setelah semakin lama dicuci otak, kau secara perlahan-lahan mulai
merasa sebagai korban
kaum kafir. Kau telah kehilangan jati diri mereka, dan jadi
anggota tanpa nama dari ummah
(masyarakat Islam), jadi budak Allâh. Kau mulai melihat dunia
dengan pandangan lain.
Perasaan “kami” lawan “mereka” menjadi semakin kuat setiap hari.
“Mereka” adalah orang2
jahat, musuh2 Allâh. Mereka adalah para penindas dan penjahat.
Semua non-Muslim,
terutama yang bukan sealiran Islam denganmu, dianggap bagian dari
musuh Allâh. “Kami”
adalah orang2 yang ditindas, orang2 yang dijahati dan merupakan
korban musuh Allâh.
“Kami” adalah Muslim sejati, yang melakukan kehendak dan pekerjaan
Allâh. Lalu kau mulai
percaya bahwa kau punya iman dan agama sejati yang memerintahkan
dirimu untuk
berperang, membunuh musuh yang menekanmu dan kau harus bersikap
keras terhadap
mereka. Kau diberitahu bahwa Allâh akan membuatmu menang, dan kau
akan menerima upah
sensual abadi di surga.
Seorang “Muslim moderat” bisa jadi ekstrimis dan
teroris dalam waktu semalam saja.
Selama Muslim percaya pada Islam, setiap Muslim
punya potensi jadi teroris. Islam
memerintahkan pengikutnya untuk membunuh
non-Muslim demi nama Allâh. Ini
adalah kewajiban suci yang unik dalam Islam.
Memang benar, Allâh berkata dia paling
mencintai Mujahidin (pejuang Islam). Mereka
adalah para Muslim terbaik. Merekalah
yang akan mendapat upah yang terbaik dan
tererotis di surga. Para “moderat Muslim”
hanyalah para munafik dan lemah imannya.
Indoktrinasi perlahan adalah modus
operandi (cara kerja) semua aliran sesat, di
mana kebenaran sejati dan rencana asli
170
aliran itu ditutupi dan disuapkan perlahan-lahan
kepada penganutnya. Perkataan
anggota2 utama aliran ini sangat berbeda sama
sekali pada dunia luar dan pada
anggota kelompoknya sendiri.
Osherow menulis: “Setelah
perlahan-lahan meningkatkan tuntutannya, Jones dengan hati2
mengatur agar anggotanya mulai tahu tentang “upacara kematian
akhir.” Dia menggunakan
ketaatan mutlak mereka agar mereka bersedia melakukan hal ini.
Setelah berhasil melakukan
tugas ringan, maka orang itu pun setuju untuk melakukan tugas
yang lebih besar, dan hal ini
diakui oleh ahli jiwa sosial dan para salesman (penjual barang
dagangan). [304] Dengan
melakukan tugas awal ini maka hal yang awalnya terasa tidak
masuk akal jadi lebih diterima
akal, dan ini juga mendorong orang untuk setuju melakukan
tuntutan yang lebih besar pula.”
[304] Freeman, J., AND Fraser, S. Setuju tanpa Tekanan: Teknik
Menarik Hati Orang. Journal of Personality
and Social Psychology, 1966, 4, 195-202.
Osherow menerangkan bagaimana Jones mempersiapkan pengikutnya
secara perlahan untuk
mau melakukan bunuh diri massal. “Dia mulai mempertanyakan iman anggota yang percaya
kematian harus dilawan dan ditakuti dan Jones lalu mengatur
beberapa latihan bunuh diri
“palsu”. Hal ini jadi ujian iman apakah anggotanya bersedia
mengikuti Jones bahkan sampai
mati. Jones akan meminta anggotanya apakah mereka siap mati dan
di suatu waktu dia
meminta anggotanya “memutuskan” nasib mereka sendiri dengan
memberi suara apakah
mereka mau melakukan tuntutan2nya. Seorang bekas anggota
mengatakan bahwa suatu saat,
sambil tersenyum Jones berkata, “Ya, ini adalah pelajaran yang
baik. Kulihat kau tidak mati.”
Caranya mengatakannya bagaikan kita perlu waktu 30 menit untuk
melakukan penelaahan diri
yang sangat kuat. Kami semua merasa benar2 mengabdi dan bangga
akan diri kami. Jones
mengajarkan bahwa adalah suatu hal yang mulia untuk mati bagi
apa yang kau percayai, dan
itulah yang sebenarnya kulakukan.” [305]
[305] Winfrey, C. Mengapa 900 Orang Mati di Guyana. New York Times
Magazine, February 25, 1979.
Muhammad tidak minta pengikutnya bunuh diri. Sebaliknya, dia
memuji-muji mati syahid.
Sang Nabi Allâh lebih praktis dibandingkan
Jones. Tindakan bunuh diri tiada
gunanya
baginya. Dia perlu anggotanya hidup agar bisa berperang baginya,
memberinya harta jarahan
dan menaklukkan dunia baginya. Dia memuliakan mati syahid di
medan2 pertempuran.
Kepraktisan Muhammad tampak jelas jika melihat kenyataan bahwa
Jones dan berbagai
pemimpin aliran sesat melakukan bunuh diri bersama-sama
pengikutnya, sedangkan
Muhammad jarang ikut berjuang aktif bersama2 pengikutnya di medan
tempur.
Semua orang waras bisa dengan mudah melihat bahwa mengobarkan
perang dan membunuhi
orang2 tak berdosa dalam nama Tuhan adalah tindakan orang sakit
jiwa, tapi tidak demikian
dalam pandangan Muslim, bahkan “moderat” sekalipun. Jihad
merupakan pilar utama Islam
dan semua Muslim yang tidak setuju bukanlah Muslim lagi. Inilah
sebabnya mengapa istilah
“Muslim moderat” sebenarnya adalah menentang arti istilah itu
sendiri (oxymoron). Tiada
seorang Muslim pun yang dapat disebut moderat jikalau dia
mengikuti ideologi yang
memerintahkan pembunuhan terhadap non-Muslim. Perbedaan antara
Muslim teroris dan
Muslim moderat adalah Muslim teroris melakukan jihad saat ini
juga, sedangkan Muslim
moderat berpendapat mereka harus menunggu sampai menjadi lebih
kuat dan baru setelah itu
melakukan jihad. Pada prinsipnya, tiada seorang Muslim pun yang
dapat tidak setuju dengan
konsep jihad.
Bagaimana mungkin semilyar orang waras percaya pada ajaran gila
ini? Jawabannya bisa
didapatkan di Jonestown.
Osherow menulis: “Setelah
Kenisah Rakyat pindah ke Jonestown, latihan bunuh diri yang
171
disebut sebagai ‘Malam2 Putih’ dilakukan berkali-kali. Latihan
yang tampaknya gila ini
dilakukan secara teratur, dan membuat anggota Kenisah Rakyat
menjadi terbiasa.”
Para anggota Kenisah Rakyat adalah orang2 normal. Mereka tidak
sakit jiwa atau gila. Akan
tetapi, karena mereka meletakkan intelijens mereka di tangan orang
gila, maka mereka pun
mengikuti kegilaannya secara membuta.
Osherow menulis: “Pembaca
mungkin bertanya apakah latihan2 bunuh diri ini membuat para
anggota berpikir bahwa bunuh diri betulan akan benar2 terjadi.
Tapi ada banyak tanda bahwa
mereka tahu bahwa di upacara akhir mereka minum racun sungguhan.
Peristiwa puncaknya
terjadi pada kedatangan politikus Ryan, munculnya beberapa orang
yang murtad, para juru
masak yang dulu tidak ikut serta latihan sekarang jadi ikut,
Jones semakin marah, tertekan,
dan tidak terduga, dan akhirnya, setiap orang melihat bayi
pertama mati. Para anggota tertipu
karena mereka tidak menyangka latihan kali ini ternyata benar2
mematikan.”
Osherow menjelaskan di bawah keadaan seperti itu, orang2 cenderung
membenarkan tindakan
mereka, termasuk melakukan kekerasan yang diperintahkan
pemimpinnya. Tulisnya, “Contoh
dramatis akibat pembenaran diri berhubungan dengan hukuman fisik
yang diterapkan di
Kenisah Rakyat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
ancaman pukulan dan hinaan,
membuat para anggota tunduk pada perintah2 Jones. Seseorang akan
taat selama dia diancam
dan diamati. Akan tetapi, untuk mempengaruhi seseorang, ancaman
lunak terbukti lebih
mujarab daripada ancaman keras [306] dan pengaruhnya tampak lebih
lama [307]. Di bawah
ancaman lunak, seseorang cenderung sukar bereaksi keras terhadap
larangan ringan, dan dia
cenderung mengubah kelakuannya untuk membenarkan reaksi dirinya
yang tidak melawan.
Ancaman keras menghasilkan sikap tunduk, tapi hal ini hanya
sikap luar, sedangkan dalam
dirinya tidak terjadi perubahan sikap. Reaksi yang berbeda
terjadi ketika tidak jelas apakah
suatu tindakan diharapkan pada seseorang. Pada saat seseorang
merasa dia berperan aktif
dalam menyakiti orang lain, dalam dirinya muncul motivasi yang
membenarkan tindakan
kejamnya terhadap korban karena merasa korban sudah selayaknya
dihukum. [308]
[306] Aronson, E. , AND Carlsmith, J. M. Akibat ancaman keras pada
pengamatan kelakuan terlarang. Journal
of Abnormal and Social Psychology, 1963, 66. 584-588.
[307] Freedman, J. Akibat jangka panjang disonansi kognitif
(melogiskan hal yang bertentangan). Journal of
Experimental Social Psychology, 1965, 1, 145-155.
[308] Davos, K., AND Jones, E. Changes in interpersonal perception
as a means of reducing cognitive
dissonance. Journal of abnormal and Social Psychology, 1960, 61,
402-410.
Keterangan ini sangatlah penting. Di Jonestown para anggota
sendiri akan mencela rekan
mereka yang tidak tunduk, terutama sanak keluarga mereka, dan
menghukum mereka.
Tindakan kejam bagi orang normal terasa sangat mengganggu. Untuk
mengurangi sakitnya
nurani mereka sendiri, maka mereka mencoba merasionalkan kekejeman
mereka dengan
menyalahkan korban dan menganggap korban layak dihukum. Muslim
diwajibkan memerangi
non-Muslim dan bahkan orangtua, saudara, sanak keluarga mereka
yang non-Muslim.
Tindakan kekerasan dan kekejaman mereka itu dihalalkan dan
dirasionalkan. Muslim diajar
bahwa kekerasan terhadap non-Muslim dan sikap tak bertoleran itu
sesuai dengan keinginan
Illahi dan hukum suci Islam. Hal ini tidak hanya dapat diterima
Muslim tapi diminati pula.
Ketika Muslim menyerang orang2 tak bersalah dan membantai mereka,
Muhammad
meyakinkan mereka dengan berkata, “Bukan kalian yang melakukannya; tapi Allâh yang
melakukannya.”
Wartawan BBC bernama James Reynolds mewawancara Hussam Abdo, usia
15 tahun,
pembom bunuh diri yang agak menderita mental terbelakang yang
tertangkap di pos
pemeriksaan Israel. Dia ditanyai: “Ketika kau mengenakan sabuk bom itu, apakah kau benar2
tahu ke mana kau akan pergi dan membunuh orang2, bahwa kau akan
mendatangkan banyak
172
penderitaan terhadap para ibu dan bapak, bahwa kau akan
melakukan pembunuhan massal?
Apakah kau benar2 mengetahui hal itu?”
Hussam menjawab:
“Ya. Sama saja seperti mereka datang dan membuat para orangtua
kami sedih dan menderita,
maka mereka pun harus merasakan hal ini. Sama seperti yang kami
rasakan – mereka pun
harus merasakan hal ini pula.”
Dia ditanya, “Apakah kau takut mati?”
Jawabannya sama dengan yang dikatakan pengikut Jones di menit2
terakhir hidup mereka.
“Tidak. Aku tidak takut mati.”
“Kenapa?”
“Tiada yang hidup selamanya. Kita semua akhirnya akan mati.”
Sebuah kisah disampaikan oleh Abu Hodhaifa yang adalah Muslim
Mekah usia muda yang
ikut dalam perang Badr. Ayahnya ada di pihak lawan yakni Quraish.
Dilaporkan bahwa
Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk tidak membunuh Abbas,
pamannya sendiri,
yang juga berada di pihak Quraish. Hodhaifa menaikkan suaranya,
“Apa? Masakan kita
membunuh ayah, saudara, paman kita sendiri tapi harus menahan
diri untuk tidak membunuh
Abbas? Tidak, aku pasti akan membunuhnya jika aku menemuinya.”
Sewaktu mendengar
komentar melawan ini, Omar, seperti biasanya dalam menunjukkan
kesetiannya, mencabut
pedangnya dan melihat pada sang Nabi menunggu tanda perintah
untuk seketika memancung
anak muda tak tahu aturan ini. [309]
[309] Muir; The Life of Mohammet Vol. III Ch. XII, Page 109.
Ancaman ini mendatangkan akibat seketika. Kelakuan Hodhaifa dengan
cepat berubah dan
kita lihat di akhir pertempuran, dirinya jadi tunduk dan berbeda.
Ketika dia melihat ayahnya
dibunuh dan mayatnya diseret untuk dibuang ke dalam sumur, dia
tidak tahan dan mulai
menangis. “Kenapa?” tanya Muhammad,
“Apakah kau sedih dengan kematian ayahmu?”
Tidak begitu, wahai Rasul Allâh!” jawab Hodhaifa, “Aku tidak
ragu akan keadilan atas nasib
ayahku; tapi aku kenal benar hatinya yang bijaksana dan pemurah,
dan aku dulu percaya
Tuhan akan membimbingnya memeluk Islam. Tapi sekarang aku
melihat dia mati, dan
harapanku punah! – itulah mengapa aku bersedih.” Kali ini
Muhammad senang akan
jawabannya, dan dia menghibur Abu Hodhaifa, memberkatinya; dan
berkata, “Itu baik.” [310]
[310] Muir; The Life of Mohammet Vol. III Ch. XII, Page 109;
(Waqidi, p. 106; Sirat p. 230; Tabari, p. 294)
Sikap tidak suka Muhammad terhadap bantahan Hodhaifa dan reaksi
cepat Omar untuk
mengancam membunuhnya di tempat itu juga, merupakan stimuli
(pengaruh) kuat yang
mengakibatkan Hodhaifa berubah perangai seketika dan sehari
kemudian dia bahkan
melihat “keadilan” atas kematian ayahnya. Begitu Hodhaifa kehilangan ayahnya, yang
dibunuh oleh teman2nya sendiri, maka tidak ada jalan kembali
baginya. Dia harus
membenarkan apa yang dilakukannya dan merasionalkan pembunuhan
ayahnya. Menemukan
nalarnya dan menghadapi rasa bersalah nuraninya terlalu
menyakitkan. Dia harus terus
melanjutkan jalan yang ditempuhnya dan meyakinkan dirinya bahwa
Islam itu benar atau
menghadapi rasa bersalah seumur hidup.
Para pemimpin aliran sesat punya kemampuan sangat cerdik untuk
mengontrol pikiran2
pengikutnya. Seperti yang dikatakan Hitler, kebohongan2 yang besar
lebih mudah dipercaya
oleh orang banyak, dan pemimpin aliran sesat psikopat adalah biang
pembuat kebohongan
besar.
Ada kisah yang disampaikan oleh Abdullah bin Ka’b bin Malik yang
menunjukan kontrol
seperti apa yang diterapkan Muhammad pada pengikutnya, baik secara
psikologis maupun
173
sosial. Ibn Ka’b berkata bahwa dia adalah Muslim taat dan telah
menemani Muhammad
dalam seluruh kegiatan perampokannya sehingga dia jadi kaya raya.
Tapi ketika Muhammad
memanggil pengikutnya untuk bersiap menyerang kota Tabuk di
tengah2 musim panas di
mana buah2an sedang ranumnya, maka Ibn Ka’b memilih tidak ikut
pergi. Setelah kembali
dari Tabuk, Muhammad memanggil mereka yang tidak ikut pergi dan
menanyakan alasannya.
Banyak yang punya alasan kuat sehingga mereka diampuni. Tapi ibn
Ka’b dan dua orang
Muslim lain tidak berani bohong untuk mencari alasan. Ibn Ka’b
berkata:
“Memang benar, demi Allâh, aku tidak punya alasan apapun. Demi
Allâh, aku tidak pernah
sekuat dan sekaya ini dibandingkan dulu ketika aku tetap di
belakangmu.” Maka Rasul Allâh
berkata, “Tentang orang ini, sudah jelas dia jujur. Maka
pergilah kau sampai Allâh
mengambil keputusan atas kasusmu.” Rasul Allâh melarang semua
Muslim bicara pada kami,
tiga orang dari semua yang memilih tidak pergi melakukan Ghawza.
Maka kami diasingkan
dari orang2 dan mereka merubah sikap mereka pada kami sampai
tanah di maka aku hidup
jadi terasa asing bagiku seperti aku tidak pernah mengenalnya.
Kami tetap diasingkan selama
limapuluh malam. Dua temanku yang lain tetap tinggal dalam
rumah2 mereka dan menangis,
tapi aku adalah yang termuda diantara mereka dan yang paling
tegas, jadi aku tetap pergi ke
luar dan melakukan sholat bersama para Muslim dan pergi ke
pasar2, tapi tidak seorang pun
bicara padaku, dan aku berkunjung pada Rasul Allâh dan
mengucapkan salam padanya ketika
dia masih duduk dalam perkumpulannya setelah sholat, dan aku
heran apakah sang Nabi
menggerakkan bibirnya untuk membalas ucapan salamku atau tidak.
Lalu aku melakukan
sholat di sebelahnya dan diam2 menengoknya. Ketika aku sibuk
melakukan sholat, dia
menoleh padaku, tapi ketika aku menolehkan wajah padanya, dia
memalingkan muka. Ketika
perlakuan kasar orang2 ini berlangsung lama, aku berjalan sampai
aku mencapai tembok
kebun Abu Qatada yang adalah saudara misanku dan orang yang
kusayangi, dan aku
mengucapkan salam baginya. Demi Allâh, dia tidak membalas
salamku. Aku berkata, “Wahai
Abu Qatada! Aku mohon padamu demi Allâh! Tidakkah kau tahu aku
mencintai Allâh dan
RasulNya?” Dia tetap saja diam. Aku berkata lagi padanya,
memohonnya demi Allâh, tapi dia
tetap diam. Lalu aku bertanya lagi padanya dalam nama Allâh. Dia
berkata, “Allâh dan
RasulNya lebih mengetahui.” Setelah itu airmataku membanjir dan
aku berbalik dan
melompati tembok.”
Ketika empat puluh dari lima puluh malam berlalu, perhatikanlah!
Rasul Allâh datang padaku
dan berkata, ‘Rasul Allâh memerintahkan kamu untuk menjauhkan
diri dari istrimu, ‘ Aku
berkata, “Haruskah aku menceraikannya; bagaimana kalau tidak!
Apa yang harus
kulakukan?” Dia berkata, “Tidak, hanya bersikap menjauhlah dari
padanya dan jangan
bersetubuh dengannya.” Sang Nabi juga menyampaikan hal yang sama
kepada kedua
temanku. Maka aku katakan pada istriku, “Pergilah ke orangtuamu
dan tetaplah tinggal
bersama mereka sampai Allâh memberikan keputusan atas masalah
ini.” Ka’b menambahkan,
“Istri Hilal bin Umaiya datang kepada sang Rasul dan berkata,
“Wahai Rasul Allâh! Hilal bin
Umaiya adalah orang tua tak berdaya yang tidak punya pelayan
yang membantunya. Apakah
kau tidak suka jika aku melayaninya?” Dia berkata, “Tidak, kau
boleh melayaninya, tapi dia
tidak boleh mendekat padamu.” Dia berkata, “Demi Allâh, dia
tidak berminat apapun. Demi
Allâh, dia tidak pernah berhenti menangis sampai hari ini sejak
masalahnya terjadi.”
Mendengar hal itu, beberapa anggota keluargaku berkata padaku,
“Tidakkah kau juga
meminta Rasul Allâh untuk mengijinkan istrimu melayanimu karena
dia mengijinkan istri
Hilal bin Umaiya melayaninya?” Aku berkata, “Demi Allâh, aku
tidak akan minta ijin Rasul
Allâh tentang istriku, karena aku tidak tahu apa yang akan dikatakan
Rasul Allâh jika aku
meminta dia mengijinkan istriku melayaniku karena aku masih
muda.” Lalu aku tetap berada
dalam keadaan itu sampai sepuluh malam kemudian sampai genap
lima puluh malam Rasul
Allâh melarang orang2 bicara pada kami. Ketika aku melakukan
sholat Fajr di pagi hari ke
174
limapuluh di atap salah satu rumah2 kami dan aku sedang duduk
sesuai yang dinyatakan
Allâh (dalam Qur’an), hatiku seakan bersuara dan bumi tampak
lebih dekat padaku dengan
segala kelapangannya, di saat itu aku mendengar suara orang yang
bagaikan naik gunung
Sala’ dan memanggil dengan suaranya yang paling keras, “Wahai
Ka’b bin Malik!
Bergembiralah dengan menerima salam hangat.” Aku jatuh bersujud
di depan Allâh, karena
mengetahui pengampunan telah tiba. Rasul Allâh mengumumkan
penerimaan pertobatan
kami oleh Allâh ketika dia melakukan sholat Fajr. Orang2 keluar
menyelamati kami. Orang2
mulai menerima kami dalam kelompok, mengucapkan selamat padaku
karena Allâh telah
menerima pertobatanku, sambil berkata, “Kami ucapkan selamat
karena Allâh menerima
pertobatanmu.” [311]
[311] Bukhari Volume 5, Book 59, Number 702
Muhammad menerangkan kisah ini dalam Qur’an:
(Dan Dia juga mengampuni) terhadap tiga orang yang ditangguhkan
(penerimaan tobat)
mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka,
padahal bumi itu luas dan
jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta
mereka telah mengetahui bahwa
tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya
saja. Kemudian Allah
menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya.
Sesungguhnya Allah-lah Yang
Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Q. 9:118)
Seperti yang dapat dilihat di kisah di atas, Muhammad punya
kontrol mutlak atas pengikutnya.
Suasana Medina telah berubah sama sekali. Dia bisa memerintahkan
para pengikutnya untuk
mengasingkan seorang dari kaum mereka, saudara mereka sendiri, dan
bahkan melarang
orang ini untuk bersetubuh dengan istri2 mereka. Kontrol
psikologis ini sangat kuat sehingga
beberapa orang takut bohong atau mencari-cari alasan. Muhammad
tidak mungkin tahu apa
yang dipikirkan orang lain, apakah alasan yang mereka ajukan benar
atau tidak. Tapi dia
membuat mereka percaya tuhannya tahu pikiran mereka sehingga
membuat mereka merasa
tak berdaya dan bisa dikuasai sepenuhnya olehnya. Ini adalah
bentuk kontrol yang paling
utama. Sang “Abang Besar” yang tak terlihat tidak hanya mengawasi
perbuatanmu, tapi dia
juga mengamati pikiranmu. Tidak ada yang lebih melumpuhkan
daripada kontrol kejiwaan
seperti ini.
Muhammad menciptakan sistem yang paling kuat untuk mengontrol
manusia dan pikiran2
mereka, kontrol yang berlangsung selama 1400 tahun. Jika kontrol
ini tidak diubah, maka hal
ini akan terus berlangsung selamanya, menggerogoti dan
menghancurkan hak azasi manusia
yang utama yakni kebebasan berpikir dan memutuskan sendiri.
Menyinggung mereka yang punya alasan kuat dan tidak dihukum
seperti ketiga orang tersebut,
Muhammad menulis ayat2 berikut:
Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila
kamu kembali kepada
mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah
dari mereka; karena
sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahanam;
sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan.
Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu rida kepada mereka.
Tetapi jika sekiranya
kamu rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida
kepada orang-orang yang
fasik itu. (Q.
9:95-96)
Muhammad tidak bisa tahu apakah alasan2 orang ini benar atau
tidak, sehingga dengan
peringatan ini, dia mengancam mereka yang berbohong padanya dengan
hukuman illahi yang
berat. Kontrol pikiran ini mujarab selama orang tetap mudah ditipu
untuk percaya pada
kebohongan2 pemimpin aliran sesat. Begitu orang berhenti percaya
kebohongan pemimpin
175
narsisis, maka pemimpin itu kehilangan kontrol sama sekali. Saat
ini para Muslim masih di
bawah kontrol Muhammad karena mereka mempercayainya. Rasa takut
ancaman neraka telah
melumpuhkan kemampuan mereka untuk berpikir. Pikiran untuk
meragukan Muhammad
membuat bulu kuduk mereka merinding dan mereka lalu cepat2
melupakan pikiran itu.
Osherow menulis: “Mari
mundur selangkah dulu. Proses pergi ke Jonestown tentunya
tidaklah mudah, karena beberapa hal terjadi secara bersamaan.
Misalnya, Jim Jones punya
kekuatan untuk mengancam melakukan hukuman apapun yang
diinginkannya di Kenisah
Rakyat, dan terutama di saat akhir, di suasana brutal dan teror
tersebar di Jonestown. Tapi
Jones secara hati2 mengontrol bagaimana hukuman dilaksanakan.
Dia seringkali memanggil
anggotanya untuk setuju menerima pukulan2. Mereka diperintah
untuk bersaksi di depan
jemaat, anggota bertubuh besar disuruh memukul anggota bertubuh
lebih kecil, para istri atau
pacar dipaksa menghina pasangannya secara seksual, dan orangtua2
diminta setuju dan ikut
membantu memukuli anak2 mereka (Mills, 1979; Kilduff and Javers,
1978). Hukumannya
semakin lama semakin sadis, pukulan semakin keras sampai
anggotanya pingsan dan
menderita memar2 selama berminggu-minggu. Donald Lunde adalah
ahli jiwa yang
mengamati tindakan2 yang sangat brutal dan dia menjelaskan:
‘Begitu kau melakukan sesuatu
yang besar, sangat sukar mengaku bahkan pada dirimu sendiri
bahwa kau telah melakukan
kesalahan, dan secara tak sadar kau akan berusaha keras untuk
merasionalkan apa yang telah
kau lakukan. Ini adalah mekanisme bela diri yang cerdik yang
dimanfaatkan oleh pemimpin2
berkarisma." [Newsweek, 1978a]
Keterangan langsung akibat proses kejadian ini disampaikan oleh
Jeanne Mills. Pada suatu
pertemuan, dia dan suaminya dipaksa menyetujui pemukulan anak perempuan
mereka sebagai
hukuman pelanggaran kecil. Dia menghubungkan efek kejadian ini
pada anaknya, sang
korban, juga pada dirinya sendiri sebagai salah satu pihak yang
melakukan pemukulan:
Ketika kami menyetir pulang, setiap orang di mobil diam saja.
Kami taku kata2 kamu akan
menambah ketegangan. Satu2nya suara berasal dari Linda yang
menangis pelan2 di tempat
duduk belakang. Ketika kami tiba di rumah, Al dan aku duduk
bicara bersama Linda. Dia
merasa terlalu sakit untuk duduk. Dia berdiri diam pada saat kami
bicara padanya.
“Bagaimana perasaanmu terhadap apa yang terjadi padamu malam
ini?” Al bertanya padanya.
“Bapak (Jones) memang benar menghukum cambuk padaku, “ jawab
Linda. “Aku sangat
nakal akhir2 ini, aku banyak melakukan hal yang salah. Aku yakin
Bapak tahu semua itu, dan
itulah sebabnya dia memukuli banyak kali seperti itu.” Kami
mencium anak kami dan
mengucapkan selamat malam, tapi kepala kami masih terasa pening.
Sukar sekali rasanya
untuk berpikir jernih dalam keadaan yang sangat memusingkan
seperti itu. Linda telah jadi
korban, tapi hanya kami saja yang merasa marah akan hal itu. Dia
sendiri tidak merasa benci
dan marah. Malah sebaliknya, dia merasa Jim sebenarnya
menolongnya. Kami tahu Jim telah
melakukan hal yang kejam terhadapnya, tapi semua orang berlaku
bagaikan dia melakukan
hal penuh kasih dengan mencambuki anak kami yang tidak taat.
Tidak seperti orang kejam
menyakiti anak2, Jim tampak tenang, penuh kasih, ketika dia
melihat pemukulan dan
menghitung berapa pukulan yang telah dilakukan. Pikiran kami
tidak dapat mengerti semua
keadaan ini karena semua keterangan yang kami terima tidak
benar.
Keterangan dari luar terbatas, dan keterangan dari dalam Kenisah
Rakyat rancu semua.
Dengan membenarkan tindakan2 dan ketaatan2 sebelumnya, maka
dasar untuk memberi
kesetiaan mutlak sudah terbentuk.
Hanya beberapa bulan saja setelah kami meninggalkan Kenisah
Rakyat kami akhirnya
menyadari tebalnya kepompong yang menyelubungi kami. Hanya pada
saat itu saja kami
menyadari kepalsuan, sadisme, dan penjajahan emosi dari si
penipu ulung. [312]
176
[312] Mills, J. Six years with God. New York: A & W
Publishers, 1979.
Kesaksian Jeanne Mills dalam banyak hal serupa dengan kesaksian
eks-Muslim. Para eks-
Muslim ini mengaku bahwa mereka tidak menyadari penindasan yang
mereka alami ketika
masih jadi muslim. Hanya setelah mereka meninggalkan Islamlah
tindakan penindasan dan
kontrol pikiran yang dialami menjadi jelas tampak. Muslimah yang
menikahi Muslim
seringkali jadi korban kekerasan rumah tangga, sama halnya dengan
wanita non-Muslim yang
menikahi Muslim. Akan tetapi, Muslimah seringkali tidak menyadari
terjadinya penindasan
pada dirinya karena sudah terbiasa akan hal ini sejak kecil. Dia
melihat ibunya sendiri
dipukuli, begitu pula bibinya, dan wanita2 lain yang dikenalnya.
Hal ini adalah normal
baginya dan dia pun menerima pemukulan atas dirinya tanpa
mengeluh. Wanita non-Muslim
yang menikahi Muslim, biasanya datang dari keluarga yang tidak
biasa melihat penindasan,
pemukulan, dan penghinaan atas wanita. Bagi mereka, menikah dengan
Muslim terasa lebih
menekan dibandingkan wanita yang terlahir dan dibesarkan sebagai
Muslimah. Para
Muslimah ini malah seringkali membela hak suaminya untuk
memukulnya.
Ada orang2 Kristen, Yahudi, atau Hindu yang meninggalkan agamnya.
Akan tetapi setelah itu
mereka tidak merasa marah atau benci dengan agama mereka yang
dulu. Ketika Muslim
murtad, mereka meninggalkan Islam dengan perasaan pahit dalam
hatinya. Hal ini terjadi
karena mereka merasa telah dijadikan korban Islam. Hal ini tidak terjadi
pada orang2 lain
yang meninggalkan agamanya, mereka tidak merasa marah terhadap
nabi2 mereka yang dulu.
Tapi eks-Muslim jadi sangat membenci Muhammad. Kesadaran bahwa
mereka dulu ditipu
sangatlah menyakitkan.
Osherow menulis: “Beberapa
jam sebelum dibunuh, pejabat Kongres (MPR AS) Ryan
menerangkan keanggotaan Kenisah Rakyat: “Aku bisa katakan padamu
sekarang bahwa dari
beberapa percakapan dengan orang2 di sini, ada sebagian orang
yang percaya bahwa hal ini
adalah hal yang terbaik yang pernah terjadi dalam hidup mereka.”
[Sorak-sorai dan tepuk
tangan terdengar di latar belakang] (Krause, 1978). Banyaknya
orang lain yang setuju dan
surat2 yang mereka tulis menunjukkan bahwa perasaan ini
dirasakan pula oleh anggota2 yang
lain.”
Islam, sama seperti Kenisah Rakyat, menarik orang2 yang mudah
dipengaruhi dalam
masyarakat, yakni mereka yang merasa tertekan dan butuh tujuan
hidup. Dalam masyarakat
Barat, di mana individualitas sangat terasa ekstrim, terdapat
perasaan kesepian. Islam
memberi mualaf perasaan kebersamaan. Islam memberi mereka tawaran
lain untuk melihat
hidup mereka, memberi arah, perasaan dimiliki, perasaan lebih
unggul dari non-Muslim, tapi
semua itu harus dibayar mahal sekali. Bayarannya adalah
pengasingan diri dari budaya dan
negara mereka, sampai bahkan mereka tega menolak keluarga sendiri
dan kawan2nya yang
dulu, dan inilah yang lalu menjadi kehancuran dirinya. Islam, sama
seperti Kenisah Rakyat,
mengajarkan pengikutnya takut akan segala hal dan semua yang
berada di luar kepercayaan
mereka dan menganggap orang tak percaya sebagai “musuh.” Sama
seperti para pengikut
Jones, orang2 Muslim sejati benci segala hal yang tidak Islami.
Bagi mereka, Islam adalah
satu2nya jalan yang benar dan yang lainnya harus dihancurkan.
Muslim merasa curiga pada
non-Muslim dan sangat percaya dengan teori konspirasi yang
dilakukan “setan2 Barat yang
kejam”. Aku telah mendengar banyak Muslim berpendidikan tinggi
yang cerdas yang benar2
menyangka penyerangan terhadap Pentagon dan WTC di New York pada
tanggal 11
September, 2001, adalah hasil karya CIA dan Zionis. Kelumpuhan
intelektual separah ini
hanya bisa dicapai jika kau menjadi korban aliran sesat.
177
Pengekangan Informasi
Sama seperti nabinya, para Muslim juga dilatih untuk bersikap
penuh curiga. Mereka
diajarkan untuk menganggap non-Muslim sebagai musuh yang ingin
menghancurkan mereka.
Aku ingat dulu aku memandang curiga pada kawanku yang ingin tahu
dan membaca buku
Ayat2 Setan karangan Salman Rushdie. Padahal saat itu aku tidak
tahu apapun tentang isi
buku itu. Ternyata buku Salman Rushdi hanyalah novel biasa saja.
Qur’an jauh lebih
menjelek-jelekkan Islam daripada semua buku yang pernah ditulis.
Meskipun begitu, sebagai
Muslim kau tidak boleh membaca apapun yang mengritik Islam. Hal
ini bukan karena kau
takut ketahuan, tapi kau takut akan Allâh dan hukumannya yang
sadis. Membaca buku2 anti
Islam bisa menggoyahkan iman kesetiaanmu pada Islam.
Bandingkan hal ini dengan Kenisah Rakyat. “Dalam Kenisah Rakyat, dan terutama di
Jonestown,” tulis
Osherow, “Jim Jones mengontrol
informasi yang bisa didengar anggotanya.
Dia secara efektif mencegah segala perlawanan yang bisa muncul
dalam gerejanya dan
menanamkan kecurigaan dalam diri setiap anggota terhadap segala
pesan yang berlawanan
dari luar gerejanya. Lagi pula, kebenaran informasi apakah yang
bisa disampaikan oleh
“musuh2” yang berusaha menghancurkan Kenisah Rakyat dengan
kebohongan2? Karena
tidak punya pilihan lain dan tidak menerima informasi luar, maka
kemampuan anggota untuk
menelaah dan menolak sudah jauh berkurang. Lebih2 lagi, bagi
kebanyakan pengikutnya,
ketertarikan untuk menjadi bagian Kenisah Rakyat berasal dari
kemauan mereka untuk
menyerahkan tanggung jawab dan kontrol atas hidup mereka
sendiri. Orang2 ini kebanyakan
adalah kaum miskin, minoritas, lanjut usia, dan tidak berhasil
dalam hidup. Mereka dengan
senang hati menukar kekuasaan (tanggung jawab) atas diri mereka
sendiri guna mendapat
keamanan, persaudaraan, muzizat2 palsu, dan janji2 keselamatan
yang semu. Stanley Cath
adalah psykhiatris yang mempelajari teknik2 pertobatan menarik
jemaat baru yang digunakan
pemimpin2 aliran sesat. Dia menjelaskan: “Jemaat2 baru harus
hanya percaya apa yang
disampaikan pada mereka. Mereka tidak perlu berpikir, dan hal
ini melepaskan diri mereka
dari tekanan2 berat.” (Newsweek, 1978a)
Hal yang sama terjadi pada kaum Muslim, terutama yang hidup di
negara2 Islam di mana
semua informasi yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sah
akan disensor dan umat
Islam hanya boleh percaya pada satu pengertian Islam yang diakui Pemerintah
Islam. Malah
sebenarnya kaum Muslim berusaha keras untuk menyensor segala pesan
anti-Islam bahkan di
negara2 non-Muslim sekalipun. Jika terbit sebuah buku atau artikel
yang tidak mereka sukai,
maka mereka akan protes dan mencoba untuk memaksa pihak
“pelanggar” untuk menarik
penerbitan buku atau artikel itu dan meminta maaf pada mereka.
Bisa dibayangkan pula
kontrol sensor yang diterapkan Muhammad bagi pengikutnya di
Medina. Dalam banyak
kejadian, Omar akan mencabut pedangnya dan menunggu aba2 dari
Muhammad untuk
memenggal orang yang tampaknya berani melawan otoritas sang Nabi.
Sama seperti Mekah takluk di bawah Islam, juga Persia, Syria,
Mesir dan lima puluh negara2
lain di bawah dominasi Islam; maka seluruh dunia non-Islam lainnya
juga tidak akan luput
dari serangan Islam. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, filosof
China bernama Sun Zi (Tzu)
berkata: “Kenalilah musuhmu,
dirimu sendiri, dan kemenanganmu tidak akan terancam.”
Kalimat ini benar artinya di masa sekarang, sama seperti di masa
lalu. Pertanyaannya
sekarang adalah, “Apakah kau mengenal musuhmu, dan apakah kau
benar2 berusaha
mengenal dirimu sendiri?” Sayangnya, jawaban kedua pertanyaan itu
adalah tidak. Bukan saja
kebanyakan non-Muslim (terutama Barat) tidak tahu apa2 tentang
Islam, tapi banyak dari
mereka yang benci budaya Kristen-Heleno mereka sendiri, dan
berpihak pada siapa saja yang
juga membenci hal yang sama.
178
Ibn Ishaq menyampaikan sebuah kisah yang menjelaskan sifat Islam
yang sebenarnya. Kisah
ini tentang pengamatan Orwa terhadap pengikut2 Muhammad. Dia
mewakili masyarakat
Quraish Mekah dan datang bertemu Muhammad di perkemahannya di
Hudaibiyah, di daerah
luar Mekah. Muhammad datang bersama 1.500 Muslim bersenjata untuk
melakukan ibadah
haji di Mekah tahun itu, dan bagi orang Mekah hal ini merupakan
unjuk senjata yang