Kamis, 30 Januari 2014

islam 100% MELEGALKAN "PENIPUAN"




Kita baca Surah Al Maaidah 5:89:
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja, tetapi Dia akan menghukum kamu disebabkan melanggar sumpah-sumpah yang telah kamu ikat teguh. Maka karafatnya memberi makan sepuluh orang miskin dengan
makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka (karafatnya) puasa tiga hari. Demikian itu adalah karafat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (yang kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu supaya kamu bersyukur.”
Kita baca pula dalam Surah An Nahl 16:106:
‘Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”.
Al Rabi Ibnu Sulaiman berkata, mengutip dari Umi Kalthum Ibnu Uqba,
“Hanya karena tiga alasan inilah aku mendengar Utusan Allah memperingatkan tentang berbohong: Katanya, ‘Aku tidak menganggap seorang pembohong jika tujuannya untuk menyatukan orang, dan tidak pula terhadap mereka yang berbohong selama perang, atau mereka yang berbohong pada istri atau suaminya dengan tujuan untuk tetap bersatu’” (Muslim, Birr 101; Musnad Ahmad Ibnu Hanbal 6:403, 404, 459, 461).
Muhammad berkata, “Jika engkau mendengar hadits  tentang aku yang membimbing orang melalui jalan yang benar dan jauh dari iblis, maka terimalah itu; baik memang aku ucapkan atau tidak. Dan jika engkau mendengar hadits tentang aku yang membimbing ke jalan yang sesat dan menjauh dari kebenaran, maka tolaklah itu, karena aku hanya berbicara kebenaran.”
Tanggapan kita: Perkataan semacam ini membuka lebar-lebar bagi pintu kebohongan. Tujuan menghalalkan segala cara! Dengan pengesahan terhadap dusta ini, apakah kita menjadi umat setan ataukah umat Allah? Atau jangan-jangan Allahnya adalah setan?
Apakah tindakan baik dan usaha pendamaian harus didirikan berdasarkan kebohongan? Keluarga macam apa yang suami dan istrinya saling berbohong dengan pikiran bahwa bohong itu akan saling merekatkan hubungan? Artinya seorang suami yang main dengan perempuan lain bisa bebas membohongi istrinya yang setia? Kwalitas pernikahan apa yang bisa tumbuh dalam relasi demikian? Dan pendidikan macam apa yang diberikan pada anak-anak yang bertumbuh dalam rumah tangga semacam ini? Keluarga adalah kesatuan unit dalam masyarakat. Jika dirusak, maka seluruh masyarakat akan rusak pula! Kekristenan melarang bohong..
Lebih jauh lagi, Allah dengan keadilan-Nya pun tampaknya dapat disuap dengan sejumlah uang, tatkala sumpah palsu atas nama-Nya bias ditebus dengan “membayar” makan atau member pakaian kepada 10 orang miskin? Hah! Dimuntahkan Tuhan uang suapan busuk itu! Tampaknya Quran tidak berbicara soal moral, melainkan akal-akalan untuk bagaimana terlepas dari hukuman dosa dan kejahatan.  Dengan ketentuan demikian, apakah Allah SWT dapat mengharapkan umat-Nya bertobat sungguh-sungguh dari dalam, menjadikan mereka manusia mulia?
Tetapi untunglah Yesus mencegah orang bersumpah, karena mengetahui betapa lemahnya manusia yang diistilahkan-Nya, “tidak berkuasa menghitamkan atau memutihkan sehelai rambutpun”. Dan Yesus mengingatkan untuk lurus “berkata YA atas YA, dan TIDAK atas TIDAK, lebih dari itu berasal  dari sijahat” (Matius 5:34-37). Alkitab dalam Wahyu 21:8 berkata: “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang…”


fanpage stay on fb: 
"Kesaksian muslim murtad"
 

Cari artikel Blog Ini

copy right