Harian
Kompas hari ini (Minggu 28/2) menurunkan satu berita dengan sanjak
indah dengan judul “TANAH SAJADAH”. Dan sanjak ini dijadikan pembuka
untuk satu judul yang menggelitik para pembaca (untuk
berkomentar dan
mengkritisinya) dengan judul seperti diatas.… [SEDEMIKIAN MENGGELITIKNYA, SEHINGGA KITA HARUS IKUT MEMPERTANYAKAN DIMANA LETAK DASARNYA SERUAN “ISLAM ITU CINTA”].
“Tanah Air Indonesia adalah ibunda kita
Siapa mencintainya harus menananminya dengan benih-benih cinta,
benih-benih kebaikan dan kemajuan
Agar Indonesia yang kita cinta semakin damai dan indah
Tanah Air Indonesia adalah sajadah
Siapa mencintainya jangan menciprati dengan darah
Jangan menghiasinya dengan fitnah, permusuhan, dan kebencian …”
Demikian sepenggal puisi “Tanah Sajadah” yang dilantunkan budayawan asal Madura, Zamawi Imron, Rabu (24/2), dalam Gerakan Islam Cinta IV di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, Jawa Timur….
Dikatakan bahwa kegiatan dalam pentas puisi dan musik, bedah buku dan pemutaran film ini bertujuan mengembalikan pemahaman bahwa Islam bermula dan berakhir pada cinta.
Sayangnya pemahaman tentang Islam bertiang cinta kini mulai hilang.
Trauma peperangan, kemiskinan, penindasan, dan penjajahan menjadi
alasannya.
“Tiba-tiba
agama yang muncul adalah aspek keras memberontak, melawan dan membenci.
Lahirlah eksklusivisme antara kita dan kalian, saya dan kamu, beriman
dan kafir.
Inilah
yang harus kita lawan. Kita bisa mengembalikan pandangan bahwa Islam
itu cinta dan kasih sayang,” kata Haidar Bagir (budayawan, pendiri
Gerakan Islam Cinta).
Lebih lanjut ia menjelaskan, yang menonjol kini adalah agama yang berorientasi hukum, mengalahkan orientasi akan cinta. Padahal, hukum harus diletakkan di bawah cinta.
“Hukum berorientasi
pada benar-salah, hitam-putih, baik-buruk, beriman-kafir. Inilah ekses
hukum yang tidak ditaruh di tempat yang benar, Hukum adalah alat cinta
bahwa alam semesta yang penuh cinta dijaga dengan hukum. Jangan sampai
orang merusak tataran cinta itu. Tapi, kini cinta itu hilang dan yang
menonjol adalah hukumnya,” tutur Haidar.
Kelompok Bising
Hilangnya
cinta itu berdampak pada munculnya orang atau kelompok yang bising
menyeru soal kekerasan dan ungkapan kebencian. Kelompok ini terus
berteriak, sementara kelompok Islam moderat yang masih mengakui cinta
dalam Islam cenderung diam.
Alhasil,
kesan yang tampak adalah kelompok yang meneriakkan kebencian berjumlah
besar. Padahal, jumlah mereka sebenarnya sedikit.
Seperti sebuah ungkapan, cara tergampang kejahatan dan keburukan menang adalah kalau orang-orang baik diam. Jadi kesan yang mengemuka adalah kini Islam hanya berisi kekerasan dan kebencian.
“Untuk itu kami menjadikan gerakan Islam Cinta ini sebagai sebuah gerakan bersama-sama. Kami ingin cinta dalam Islam bukan sekadar kata-kata. Kami ingin ini menjadi gerakan pemikiran dan gerakan yang menularkan prinsip Islam Cinta.
Kalau
tidak ada yang menularkan, semangat cinta dalam Islam ini akan kalah.
Kita bisa membalik pandangan Islam ini keras dan menebar kebencian, asal
dilakukan bersama-sama,” kata Haidar.…
Itu sebabnya, ayo berserulah bahwa Islam itu cinta.
Untuk menjaga itu, semua, jangan diam saja ……
Untuk menjaga itu, semua, jangan diam saja ……
(Dahlia Irawati)
KOMENTAR KRITIS:
Haidar menyodorkan dua hal pokok:
(1) Islam bermula dan berakhir pada cinta. Dan
(2) Kami ingin cinta dalam Islam bukan sekadar kata-kata.
Terlepas
dari segala keluhuran dan keseriusan Gerakan Islam Cinta yang
dipimpinnya -- yang harus kita angkat jempol-- namunsemua usahanya akan berakhir sama dengan yang Haidar kritik, bilamana tidakdisandarkan pada sumber asli KASIH, yaitu Dzat-Kasih itu sendiri!
Nah,
Allah SWT hanyalah Dzat. Titik. Mentok. Tidak bisa diteruskan lagi apa
Zat-Nya. Namun Alkitab mengatakan bahwa Elohim –Tuhan Alkitab—itu KASIH
adanya! Dzat Kasih, Hukum Kasih, semua essensiNya kasih, yang terus
menghasilkan buah-buah kasih!
Jadi,
dari mana kredo yang mengklaim bahwa Islam dimulai dengan cinta dan
berakhir pada cinta? Kembali lagi gaung resonansinya sebuah retorika
kosong sejak 14 abad yang lalu bahwa Islam is “Love” atau “Peaceful
Religion”. Dasarnya? “Ya, makna Islam itu sendiri, yaitu DAMAI”,
demikian yang kita sering dengar dimana-mana. Kini marilah kita berjujur
tentang Islam.
Slogan: Islam itu artinya damai (peace)
Banyak
orang tidak memahami apa itu hakekat ISLAM, kecuali mempersepsikan
Islam sebagai yang sering dikotbahkan dan dislogankan secara publik
dimana-mana. Contoh yang teramat paling sederhana adalah kata dan makna
ISLAM. Muslim biasa memahami kata itu seolah sama dengan SALAM yang
berarti DAMAI karena beranggapan keduanya terturun dari akar-kata yang
sama, padahal keduanya jauh dari sinonim.
Arti sebenarnya dari “Islam” bukanlah damai, melainkan ‘tunduk’
(submission), menyerah (surrender), takluk (subjugation), yang berasal
dari kata “istislam”.
Penting
untuk diketahui bahwa konsep damai (peace) dalam Islam adalah berbeda
dengan apa yang biasa dipahami oleh orang-orang non-Muslim. Definisi
yang universal dari “damai” adalah keadaan saling harmonis diantara pelbagai kelompok manusia, khususnya dalam relasi personal. Akan tetapi Islam tidak mendefinisikan damaiseperti begitu. Damai dalam paham Islamik hanya dapat dicapai lewat tunduk, menyerah, dan menaklukkan segala kemandirian kita dibawah perintah Allah Islam. Yaitu sebagai budak atau hamba Allah yang menyerahkan semua hak-hak pribadinya dalam keseluruhan syariah-Nya! Allah menuntut “ketertundukan-Islam” kepadaNya, dalam QS.3:85,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
|
“If anyone desires a religion other than Islam (submission to Allah),
never will it be accepted of him;…” (Yusuf Ali)
“And whoso seeketh as religion other than the Surrender (to Allah)
it will not be accepted from him,…” (Mohammed M. Pickthall)
never will it be accepted of him;…” (Yusuf Ali)
“And whoso seeketh as religion other than the Surrender (to Allah)
it will not be accepted from him,…” (Mohammed M. Pickthall)
“Barangsiapa mencari agama selain Tunduk (kepada Allah),
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,…”
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,…”
Islam itu agama damai, the peaceful religion
Dimana-mana dipidatokan bahwa Islam itu agama damai (the peaceful religion). Islam juga dieksposisikan sebagai rahmatan lil alamin. Akan tetapi nyatanya orang-orang Muslim selalu terbelenggu
dalam kancah konflik sosial religius dengan komunitas orang-orang
sekelilingnya. Dengan orang Hindu di Kashmir; orang Kristen di Nigeria,
Mesir, Syria, Bosnia, Filipina dan Sudan; dengan orang orang ateis di
Chechnya; para penganut Baha’i di Iran; penganut Animisme di Darfur;
dengan orang Buddha di Thailand dan di Burma; Ahmadiyah di Indonesia;
dan tentu saja dengan orang Yahudi di Israel dan seluruh dunia! Bahkan
lebih seru lagi saling bunuh membunuh diantara sesama Muslim dalam Arab
Spring dan ISIS.
Presiden Mesir Abdel Fatah El Sisi sampai berpidato terbuka di Al-Azhar bahwa Islam telah menjadi ANTAGONI melawan seluruh dunia, dan Muslim perlu merefleksikan ini dan harus melakukan revolusi religious (visit:http://www.raymondibrahim.com/from-the-arab-world/egypts-sisi-islamic-thinking-is-antagonizing-the-entire-world )
Laporan
konflik berkepanjangan dan kematian saling bunuh sesama Muslim tidak
berhenti di Iraq, Pakistan, Afghanistan, Somalia, Lybia, Sudan, Mesir,
Yaman, Bahrain, Libanon, Palestina, apalagi di Syria saat-saat ini. Dan
dalam keadaan demikian pun, dengan saling mengkafiri sesamanya,
masing-masing pihak Muslim masih tetap mendengung-dengungkan “Islam is
the peaceful religion”!
Islam itu rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam
Ini
klaim Islam yang sudah merebak lebar kemana-mana dan telah menjadi
sebuah kredo. Tetapi ini pula yang menjadi “barang bukti” dan boomerang
balik kepada klaimnya yang kosong sejak belasan abad. Bangsa yang tidak
mengimani Islam, bahkan yang dianggap kafir dan musuh Allah (seperti
Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapore, Negara-negara di Scandinavia
dll) justru menikmati “rahmatan” tingkat atas, dibandingkan dengan
“rahmatan utopia” dari negara-negara Islam yang selalu mempertontonkan
diri dengan saling meng-intrik, menuntut, mengkafiri, melaknati, dan
membantai umat lain atau bahkan sesama kalangan internnya.
Sejarah Islam justru bukan dimulai dengan CINTA seperti yang dikatakan Haidar diatas, tetapi justru dimulai dengan pedang dan jihad-abadi
sebagai rukun Islam yang ke-6. Muatan Quran berisikan 61% perihal
tentang non-Muslim, dan 527 ayat-ayat yang terindikasi intoleransi
terhadap mereka. Islam awal traditional mengajarkan bahwa dunia membagi
dirinya atas dua bagian: Dar al- Harb (Rumah Perang) yang senantiasa harus di-jihadi dengan memerangi orang-orang kafir non-Muslim, dan Dar al-Salam (Rumah Damai) dimana damai akan diperoleh ketika kuasa politik jatuh ketangan Muslim, dalam persaudaraan keluarga besar utopia Muslim.
Dalam Rumah Damai Islam, semua aturan komunitas dan negara akan
ditentukan oleh hukum-hukum Islam, bukan CINTA. Non-Muslim boleh hidup
disana sebagai pembayar pajak paksa Jizyah yang tunduk untuk dihinakan (QS 9:29) demi untuk memperoleh “kemurahan hati” Muslim.
Apa yang terhilang dalam Islam adalah doktrin CINTA dan PENGAMPUNAN! Bacalah buku yang manis “Islam in Focus”,
by Hammudah Abdulati, yang menjabarkan secara komprehensif semua
konsep-konsep dasar tentang Islam (seperti: iman, kebenaran, ketaqwaan,
dosa, kebebasan, keadilan, kesetaraan, damai, moralitas, komunitas dll,
dll), namun justru mengosongkan konsep KASIH yang tanpa pamrih, serta siap dan rela mengampuni! Kasih yang universal inilah yang harus menjadi dasar dan pilar dari setiap bentuk “rahmat bagi segenap alam”, dan tidak ada yang lain!
Islam
telah terpanggil untuk menghancurkan si murtad, si kafir, si gay LGBT,
musyirik, maksiat, pezina, fitnah/dusta, khamar/babi, anjing, setan
kecil Yahudi dan “setan besar Amerika”. Bahkan juga amok kepada candi,
kuil, patung seni dan gereja, atau tanda salib di gereja, di kalung
leher dan di pekuburan. Dan tak luput pesta musik, dansa, terompet,
sampai dengan berpakaian sutera, merayakan dan mengucap selamat hari
Natal, hari Valentine, Imlek, Hari Ibu, hingga men-sweeping rumah-rumah
makan yang dibuka pada jam yang salah dibulan ramadhan dst. Bahkan MUI
turut mengambil sebagian dari larangan-larangan tersebut. Apa yang
berbau “Al-Masih” atau “Yahudi”agaknya telah menjadi buah terlarang bagi
Muslim yang diharuskan mengambil jaraknya.
Akhirnya, apakah benar Muhammad berperilaku mulia dan membawa rahmat seperti yang diabadikan dalam QS 21:107,
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”?Bagaimana kita memahami kisah-abadi Muhammad ketika beliau memerintahkan memenggal leher seluruh banu Qurayzaseakan-akan mereka semua adalah kriminal, penjahat yang tak terampuni? Apakah dimata Tuhan tak ada seorangpun dari Yahudi bani Qurayza tersebut yang layak selamat?
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”?Bagaimana kita memahami kisah-abadi Muhammad ketika beliau memerintahkan memenggal leher seluruh banu Qurayzaseakan-akan mereka semua adalah kriminal, penjahat yang tak terampuni? Apakah dimata Tuhan tak ada seorangpun dari Yahudi bani Qurayza tersebut yang layak selamat?
Padahal Muhammad telah terlanjur mengumandangkan satu ayat teramat mulia bagi kemanusiaan, bahwa “barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang
lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS.5:32)? Melesetnya Ayat-Allah versus fakta Sejarah-Nabi, bukan?
Dimana Anda bisa mencari dan menemukan Cinta Damai Sejati?
Jadi
benarkah Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang sejak awal meletakkan
DAMAI dan CINTANYA pada Islam? Apa Islam mengulurkan tangan cintanya
kepada para kafir non-Muslim? Coba sebutkan SATU saja ayatnya di Quran!
Fakta lurus menegaskan bahwa itu hanya slogan pelipur lara. Apa yang
diakui oleh Presiden Mesir bahwa Islam adalah antagoni melawan seluruh
dunia itulah yang kita saksikan dengan mata telanjang. Anda akan
bertanya sekarang, kenapa sulit sekali menemukan CINTA & DAMAI dalam
Islam? Jawabnya sangat sederhana, yaitu karena Islam menolak Yesus sebagai Anak Elohim yang merupakan RAJA DAMAI satu-satunya (Yesaya 9:5)! Dialah yang mendemonstrasikan “kasih tanpa pamrih” (AGAPE) dan mengajarkan
“PENGAMPUNAN” hingga 70x7 kali” (Matius18:22). Bilamana Raja Damai ini
ditolak manusia Islam, maka dia tidak bisa lagi mencari substitusinya
dalam sosok manapun lainnya! Itu sebabnya umat Islam didorong untuk
menghakimi dan mengutuki Yahudi sampai kiamat (Bukhari 4.791, 7.706 dll)
dan tidak mungkin bisa mengampuninya, kecuali menumpaskannya!
Muhammad tidak mampu melakukan apa yang Yesus lakukan terhadap musuh2Nya dengan berdoa kepada BapaNya: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."(Lukas
23:34). Muhammad tidak sekalipun mengajarkan dan melakukan hal ini.
Bahkan justru ia masih terhitung kalah jauh dengan apa yang Mother Teresa lakukan, dan berkata, “Apabila Anda menghakimi orang, Anda tidak punya waktu mengasihi mereka”.
Akhir kata, kita rujukkan ulang apa yang telah disodorkan oleh Haidar dkk dan Gerakannya, yaitu bahwa
(1) Islam bermula dan berakhir pada cinta. Dan
(2) Kami ingin cinta dalam Islam bukan sekadar kata-kata.
Izinkan kami kritisi sekali lagi: Anda justru telah membuat kontradiksi (2) dengan mengucapkan (1). Islam tidak pernah bermula “from Love and back to Love”. Keinginan anda akan Cinta Islam akan SELALU merupakan kata-kata kosong ketika anda juga berkata: “Islam bermula dan berakhir pada cinta”. Anda tak akan pernah menemukan CINTA KASIH bila berdiri diluar Kasih Elohim, Tuhan yang Hidup (Yoh.14:6)!
“Sebab Elohim itu Kasih adanya.
“Kasih itu berasal dari Elohim;
dan setiap orang yang mengasihi,
lahir dari Elohim dan mengenal Elohim”.
(1 Yohanes 4:7,8)
“Kasih itu berasal dari Elohim;
dan setiap orang yang mengasihi,
lahir dari Elohim dan mengenal Elohim”.
(1 Yohanes 4:7,8)