Pages

Minggu, 03 April 2016

3 Fakta dan Bukti Yang tak Terbantahkan Tentang Islam Menyembah Berhala

TIGA hal yang sering -atau tepatnya sengaja- dirancukan oleh kelompok Islam fundamentalis itu adalah: 1. Kebebasan berbicara 2. Penistaan agama dan 3. Kritik terhadap agama. Tulisan di bawah ini, secara khusus memang menyoroti tingkah-polah kelompok Islam fundamentalis berdasarkan berbagai peristiwa yang tengah hangat belakangan. Namun maksud luasnya adalah menyoroti fanatisme terhadap ideologi pada umumnya, yang bisa terjadi pada umat beragama manapun. Secara “normatif”, kelompok Islam fundamentalis tampak mendukung kebebasan berbicara sebagai bagian dari hak azasi yang dijamin oleh undang-undang. Buktinya mereka memanfaatkan norma kebebasan berbicara untuk berdakwah serta menyuarakan opini ketidaksetujuan terhadap rival-rival ideologis mereka. Tetapi ketika bertemu dengan opini kritis terhadap umat Islam, atau -yang ini lebih sensitif- teologi Islam, mereka akan membiaskan kasus tersebut ke arah “penistaan agama”. Dan, ketika tuduhannya ” penistaan agama”, mereka merasa berhak untuk membungkam, mengintimidasi atau menuntut si pelaku kritik ke ranah hukum. Curangnya, standar ini sepertinya tidak berlaku untuk diri mereka sendiri. Mereka tampak begitu bebas berbicara, bahkan mengkritik atau menyinggung agama lain. Sebagai contoh, kita bisa lihat betapa banyak buku-buku Islam yang dijual di toko buku umum yang jelas-jelas mengkritik agama Kristen. Tetapi sebaliknya, adakah buku-buku Kristen atau agama lain yang secara keras mengkritik teologi Islam dijual bebas di toko-toko buku umum? Kalau tidak bisa dikatakan tidak ada, jarang sekali. Kalaupun ada, itu tidak dijual di toko buku umum dan biasanya untuk kalangan sendiri. Dari sini saja sebenarnya sudah kelihatan permasalahannya: Kecurangan arus informasi. Kelompok mayoritas (baca: Islam) tampak bebas dan leluasa melakukan propaganda. Sementara kelompok yang berseberangan dengan Islam, dibatasi. Apa sebenarnya yang dimaksud “penistaan terhadap agama?” Terutama dalam konteks Indonesia, ini sesuatu yang dapat dengan mudah dibiaskan, karena tidak ada ukuran dan batasan yang jelas dengan yang disebut “kebebasan berpendapat” (DUHAM pasal 19). Misalkan, ada seorang penulis buku yang mengatakan “Muhammad bukan nabi”. Apakah pernyataan tersebut termasuk penistaan agama, atau bagian dari kebebasan berpendapat? Kalau pernyataan itu dianggap penistaan terhadap agama, apakah itu berarti semua orang “dipaksa” untuk mengakui kenabian Muhammad, sehingga sangat dilarang untuk mengatakan sebaliknya? Mengikuti alur logika demikian, bagaimana dengan Alquran yang mengatakan bahwa Isa Almasih bukan tuhan, apakah Alquran telah melakukan penistaan terhadap teologi Kristen? Ada contoh kasus. Pada tahun 2003, MUI melarang peredaran salah satu edisi Majalah Newsweek. Alasannya, Majalah Newsweek pada edisi tersebut, menampilkan artikel yang mengangkat tesisnya Christoph Luxenberg, seorang ahli filologi, yang mengatakan bahwa Alquran pada mulanya ditulis dalam bahasa Aramaik, bukan Arab. Yang lucu, MUI menuduh Majalah Newsweek dan Christoph Luxenberg melakukan “penistaan agama”. Di sini, kita bisa melihat kesewenangan kelompok agamawan konservatif yang direpresentasikan oleh MUI. Mereka bisa mencap sebuah tesis ilmiah sebagai “penistaan agama” hanya karena tesis tersebut menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan arus utama. Jadi, apa itu “penistaan agama?” Apakah opini kritis terhadap agama, atau pandangan terhadap agama yang bertentangan dengan arus utama terkategori sebagai “penistaan agama?” Tampaknya, berbagai cara digunakan oleh kelompok konservatif agama untuk membungkam apapun opini kritis terhadap agama. Agama bagaikan “barang pecah belah” yang mudah rusak, sehingga harus dijaga supremasinya setengah mati. Selain membiaskan masalah “kebebasan berpendapat” menjadi “penistaan agama”, pembungkaman terhadap opini kritis atas agama juga dilakukan dengan mengatakan si pelontar kritik keliru dalam memahami agama yang dikritiknya. Sehingga dengan demikian, ada alasan untuk membungkam opini kritisnya. Kemungkinan keliru ini tidak perlu disanggah, karena manusia pada dasarnya bisa saja keliru. Tetapi, kekeliruan dalam memahami objek kritik sama sekali bukan alasan untuk melakukan pembungkaman terhadap kritisisme atas agama. Setiap orang bisa saja mengatakan bahwa Ibukota Jawa Barat adalah Semarang. Tentu saja pernyataan tersebut keliru. Tapi kelirunya pernyataan tersebut, bukan alasan untuk mengkriminalisasikan si pembuat pernyataan. Hal yang paling cerdas adalah memberi koreksi atas pernyataan tersebut. **** BEBERAPA waktu lalu, sebuah acara peluncuran dan diskusi buku karya penulis Irshad Manji, dibubarkan ormas Islam. Alasan mereka klise, penuh prasangka dan terkesan serampangan: Buku yang dibahas tersebut berisi kesesatan dan tuduhan “kampanye lesbianisme”. Tuduhan tersebut jelas sepihak, penuh prasangka dan sangat mudah dibantah. Pertama, “sesat” itu, dalam konteks ini, bersifat relatif. Kedua, “kampanye lesbianisme” adalah tuduhan yang mengada-ada. Sejak kapan lesbian menjadi isme?Lesbian adalah perilaku atau kondisi seseorang yang terkait dengan orientasi seksualnya. Sedangkan isme merupakan “susunan ide” yang membentuk sebuah “pandangan dunia”. Jadi, “lesbian” bukan semacam ideologi yang bisa dianut. Kemudian, coba dipikirkan: Apa yang salah dengan Irshad Manji? Bahwa dia kritis terhadap Islam, ya. Lantas, salahkah Irshad Manji kritis terhadap Islam? Seharusnya tidak. Toh banyak pemuka Islam kritis terhadap agama lain, dan mereka tampak bebas saja mengemukakan pendapatnya. Okelah, kita terima saja pendapat yang mengatakan bahwa pemahaman Irshad Manji terhadap Islam itu dangkal dan distortif. Tetapi, apakah kondisi yang demikian itu membuat Irshad atau seseorang manapun kehilangan haknya berpendapat? Seharusnya tidak. “Hak berpendapat” dengan “kualitas pendapat” itu adalah dua hal yang berbeda. Jika dipikir-pikir, bukankah banyak juga pemuka Islam yang mengkritik agama lain baik melalui buku maupun ceramah, secara simplistis, dangkal dan distortif, biasanya dengan metoda “cherry picking”, sekedar untuk menggiring opini jemaahnya ke arah yang diinginkannya? Sudah tidak terhitung. Curangnya, kalau itu dilakukan oleh pemuka Islam terhadap agama lain, publik relatif menerima dan dianggap “dakwah”. Tetapi kalau sebaliknya, ada pemuka agama lain melakukan itu terhadap Islam, publik meradang. Pasti tuduhannya “penistaan agama”, “fitnah”, dan sebagainya. Ambil contoh, “mantan biarawati” Irena Handono. Coba lihat, bagaimana dia menjelek-jelekkan kekristenan dan gereja. Umat Muslim biasanya senang dengar yang begitu dan kasih applause tanpa mikir, apakah “informasi” yang disampaikan “mantan biarawati” itu benar, atau sudah didistorsikan untuk kepentingan propaganda? Nah, yang menarik, bagaimana jika terjadi sebaliknya:Ada murtadin yang vokal terhadap Islam, ceramah dan kasih kesaksian di mana-mana bahwa Islam itu begini dan begitu, dan seterusnya. Wah, pasti forum semacam itu akan memicu emosi ormas-ormas Islam.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/wacomtablet/opini-kritis-terhadap-agama-penistaan-atau-kebebasan-berpendapat_54f3782b745513a02b6c771b
A hal yang sering -atau

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/wacomtablet/opini-kritis-terhadap-agama-penistaan-atau-kebebasan-berpendapat_54f3782b745513a0


inilah bukti bahwa agama islam hanyalah tradisi dan hasil dari khayalan seorang yang terganggu jiwanya, tak perlu banyak pertimbangan tuk berpikir lagi  apakah agama islam ini benar, karna banyak
kebohongan di dalam nya.
antara lain :
 1) KIBLAT
 
Arah Kiblat ke Kaabah, menunjukkan bahwa
sesembahanMuslim adalah berhalanya Quraish.
Kaabah merupakan Baittullah rumah allah, ini artinya menyekutukan tuhan sama seperti manusia punya rumah..kabah sebelum dibersihkan oleh Muhammad, berisi 360 berhala.
Satu diantaranya adalah Allah ta'ala yang wujudnya BATU. Orang Quraish yang primitif itu menganggap BATU tersebut adalah TUHAN SANG PENCIPTA.
Demikianlah pandangan keliru itu terus diadopsi hingga sekarang, tapi dikaburkan supaya tidak diketahui oleh dunia bahwa allah ta'ala itu sebenarnya cuma sebuah batu.

2)  SIMBOL BULAN SABIT

Simbol bulan sabit, adalah simbol DEWA BULAN.
Bangsa-bangsa kuno di Mesopotamia menyembah DEWA BULAN, simbol-nya BULAN SABIT. Dan sekarang Arab memakai simbol tersebut untuk agamanya,

3)  BATU HAJJAR ASWAD
batu ini dicium, lalu diikuti seruan:”Ya allah, aku datang kepadamu”.

Ritual cium batu oleh para calon haji, yang diikuti dengan seruan”Ya allah, aku datang bertamu kepadamu”
image
Menegaskan bahwa batu hajar aswad bukan sembarang batu”, dewasa ini patung bulan sabit di kubah-kubah masjid sudah mulai di ganti  dengan cetakan lafaz allah, mungkin kah bulan sabit itu akan di musnahkan?wahu’alam.

inilah bukti bahwa islam memang agama yang di buat oleh seorang manusia bejat dan seorang perompak pedagang juga seorang yang kejiwaan nya terganggu alias pedofilia.

pikirkanlah dan renungkan serta tanyakan dalam hatimu apakah islam yang sekarang saya percayai adalah jalan kepada keselamatan yang kekal itu???

SOLI DEO GLORIA 
www.alfa-ome.ga