Sahih Muslim
Buku 008, Nomor 3424:
'A'isha (kiranya Allah berkenan
kepadanya) menceritakan
bahwa Sahla bint Suhail menemui Rasul Allah (SAW) dan berkata: Wahai
Utusan Allah, aku melihat pada wajah Abu Hudhaifa (tanda-tanda
kekesalan) ketika Salim (yang adalah seorang sekutu) masuk ke dalam
(rumah kami), dan kemudian Rasul Allah (SAW) berkata: Susuilah
dia. Wanita itu berkata: Bagaimana saya harus menyusuinya karena ia
adalah seorang pria dewasa? Utusan Allah (SAW) tersenyum dan
berkata: aku sudah tahu kalau ia adalah seorang pria muda. ‘Amr telah
membuat tambahan ini dalam narasinya bahwa ia berpartisipasi dalam
Perang Badr dan dalam narasi Ibn ‘Umar (perkataannya adalah): Utusan
Allah (SAW) tertawa.
Buku 008, Nomor 3425:
'A'isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) melaporkan bahwa
Salim, budak Abu Hudhaifa yang telah dimerdekakan, tinggal dengannya dan
keluarganya dalam rumah mereka. Ia (yaitu anak perempuan Suhail menemui
Rasul Allah (SAW) dan berkata: Salim telah mencapai (pubertas)
seperti halnya pria dewasa, dan ia mengerti apa yang mereka mengerti,
dan ia masuk ke rumah kami dengan bebas, bagaimanapun, aku melihat ada
sesuatu (yang mendatangkan kemarahan) di hati Abu Hudhaifa, dan Rasul
Allah (SAW) berkata kepadanya: Susuilah dia dan kamu akan
menjadi haram baginya, dan (kemarahan) yang dirasakan Abu Hudhaifa dalam
hatinya akan hilang. Ia pulang dan berkata: Jadi aku
menyusuinya, dan apa (yang ada) di hati Abu Hudhaifa menghilang.
Buku 008, Nomor 3427:
Umm Salama berkata kepada 'A'isha (kiranya Allah berkenan kepadanya): Seorang remaja
pria di ambang pubertas datang kepadamu. Bagaimanapun, aku tidak suka ia
mendatangiku, dan ‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) berkata:
Tidakkah engkau melihat dalam diri Utusan Allah (SAW) sebuah teladan
untukmu? Ia juga berkata: Istri Abu Hudhaifa berkata: Wahai Utusan Allah, Salim
datang kepadaku dan sekarang ia adalah seorang (dewasa), dan ada
sesuatu yang (membuat marah) dalam pikiran Abu Hudhaifa mengenai dia, dan
Utusan Allah (SAW) berkata: Susuilah dia (sehingga ia menjadi
anak asuhmu), dan dengan demikian ia dapat datang kepadamu (dengan
bebas).
Buku 008, Nomor 3428:
Zainab anak perempuan
Abu Salama mengisahkan: Aku mendengar Umm Salama, istri Rasul Allah
(SAW) berkata kepada ‘A’isha: Demi Allah, aku tidak suka terlihat oleh
seorang remaja pria yang telah melewati masa pengasuhan, dan ia
(‘A’isha) berkata: Mengapa demikian? Sahla anak perempuan Suhail menemui
Utusan Allah (SAW) dan berkata: Wahai Utusan Allah, aku bersumpah demi
Allah bahwa aku melihat di wajah Abu Hudhaifa (tanda-tanda kemarahan)
saat Salim masuk (ke dalam rumah), dan Utusan Allah (SAW) berkata: Susuilah
dia. Ia (Sahla bint Suhail) berkata: Ia berjanggut. Tetapi nabi (sekali
lagi) berkata: Susuilah dia, dan itu akan menghilangkan
(ekspresi kemarahan) yang ada di wajah Abu Hudhaifa. Ia berkata: (Aku
melakukannya) dan, demi Allah, aku tidak lagi melihat (tanda-tanda
kemarahan) di wajah Abu Hudhaifa.
Muwatta Imam Malik
Buku 30, Nomor 30.1.8:
Yahya menceritakan
padaku dari Malik dari nafi bahwa Safiyya bint Abi Ubayd mengatakan
padanya bahwa Hafsa, umm al-muminin, mengutus Asim ibn Abdullah ibn Sad
kepada saudarinya Fatima bint Umar ibn al-Khattab agar
disusuinya sepuluh kali sehingga ia dapat masuk untuk
melihatnya. Ia melakukannya, sehingga ia dapat masuk untuk menemuinya
(perempuan itu).
Buku 30, Nomor 30.2.12:
Yahya menceritakan
padaku dari Malik dari Ibn Shihab bahwa ia ditanyai mengenai
menyusui orang yang lebih tua. Ia berkata: ''Urwa ibn az-Zubayr
memberitahuku bahwa Abu Hudhayfa ibn Utba ibn Rabia, salah seorang
sahabat Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai,
yang hadir di Badr, mengadopsi Salim (yang disebut
Salim, mawla dari Abu Hudhayfa) seperti Utusan Allah, semoga
Allah memberkatinya dan memberinya damai, mengadopsi Zayd ibn Haritha.
Ia menganggapnya sebagai putranya, dan Abu Hudhayfa
menikahkannya dengan saudara perempuan dari saudara
laki-lakinya, Fatima bint al-Walid ibn Utba ibn Rabia, yang pada waktu
itu ada di antara orang-orang yang hijrah pertama. Ia adalah salah
seorang wanita lajang yang terbaik dari (kaum) Quraysh. Ketika
Allah Yang Maha Terpuji menurunkan dalam kitab-Nya apa yang
diwahyukan-Nya mengenai Zayd ibn Haritha, ‘Panggilah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;
itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu’ (Sura 33:5) orang-orang dalam posisi ini
ditelusuri kembali kepada para bapa mereka. bila ayahnya tidak
diketahui, mereka ditelusuri kepada maula mereka.
"Sahla bint
Suhayl yang adalah istri dari Abu hudhayfa, dan seorang dari suku Amr
ibn Luayy, menemui utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan
mengaruniakannya damai, dan berkata, ‘Wahai Utusan Allah! Kami
menganggap Salim sebagai anak dan ia masuk untuk melihatku sedang aku
tidak berkerudung. Kami hanya mempunyai satu kamar, jadi apa pendapatmu
mengenai situasi ini?’ Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan
memberinya damai, berkata, ‘Berilah ia minum lima kali dari
susumu dan ia akan menjadi muhrim dengan itu’. Ia kemudian
memandangnya sebagai anak asuh. A'isha umm al-muminin mengambil hal itu
sebagai preseden untuk pria manapun yang ia inginkan agar dapat
menemuinya. Ia memerintahkan saudarinya, Umm Kulthum bint Abi Bakr
as-Siddiq dan putri-putri
saudara laki-lakinya untuk menyusui pria manapun yang ia
inginkan untuk menemuinya. Para istri Nabi, semoga Allah
memberkatinya dan memberinya damai, menolak membiarkan siapapun
menemui mereka dengan cara menyusui seperti itu. Mereka berkata, ‘Tidak!
Demi Allah! Menurut kami apa yang diperintahkan Utusan Allah (SAW)
untuk dilakukan Sahla bint Suhayl hanyalah sebuah
pelepasan berkenaan menyusui Salim. Tidak! Demi Allah! Tidak seorangpun
boleh mendatangi kami dengan menyusui seperti itu!’
“Inilah yang
dipikirkan para istri Nabi (SAW) mengenai
menyusui orang yang lebih tua”.
Buku 30, Nomor 30.2.13:
Yahya menceritakan
padaku dari Malik bahwa Abdullah ibn Dinar berkata, “Seorang pria
menemui Abdullah ibn Umar ketika aku bersamanya di suatu tempat dimana
penghakiman diberikan dan menanyainya tentang menyusui orang yang lebih
tua. Abdullah ibn Umar menjawab, ‘Seorang pria menemui Umar ibn
al-Khattab dan berkata, ‘aku mempunyai seorang budak perempuan dan aku biasa
berhubungan badan dengannya. Istriku pergi kepadanya dan
menyusuinya. Ketika aku menemui gadis itu, istriku mengatakan
padaku agar berhati-hati, karena ia telah menyusuinya!’ Umar
mengatakan kepadanya UNTUK MEMUKULI ISTRINYA dan menemui budak perempuan
itu karena persaudaraan melalui menyusui hanyalah melalui menyusui yang
lebih muda’”.
Buku 30, Nomor 30.2.14:
Yahya menceritakan
padaku dari Malik dari Yahya ibn Said bahwa seorang pria berkata kepada
Abu Musa al-Ashari, “Aku minum susu dari payudara istriku dan
susu itu masuk ke dalam perutku”. Abu Musa berkata,
“aku hanya berpendapat bahwa ia haram bagimu”. Abdullah ibn
Masud berkata, “Lihatlah pendapat apa yang kau berikan kepada orang
itu”. Abu Musa berkata, “lalu apa pendapatmu?” Abdullah ibn Masud berkata, “Persaudaraan
melalui menyusui hanya ada dalam dua tahun pertama”.
Abu Musa berkata,
“Jangan tanyai aku apapun sementara orang terpelajar ini ada di antara
kamu”.
Marilah kita
menyimpulkan data yang ada.
Muhammad memerintahkan
seorang wanita yang sudah menikah untuk menyusui anak adopsi suaminya,
walaupun faktanya anak laki-laki itu telah mencapai pubertas.
- Aisha mengambil hal ini sebagai sarana agar ia dapat menyusui laki-laki yang ia inginkan untuk mempuyai akses kepadanya.
- Aisha menasehatkan saudarinya dan keponakan-keponakannya untuk melakukan hal yang sama sehingga mengijinkan pria-pria untuk menemui mereka.
- Istri-istri Muhammad menentang praktik ini, mengklaim bahwa Muhammad memerintahkan hal ini hanya untuk Sahla.
- Orang-orang lain seperti Umar dan Ibn Masud menyatakan bahwa kekerabatan dibatasi dengan menyusui seorang anak selama dua tahun pertama. Setelah itu, susu hanya menjadi makanan bagi anak.
- Umar memerintahkan seorang pria untuk memukuli istrinya karena telah menyusui seorang budak perempuan dengan tujuan menjadikan budak perempuan itu haram bagi suaminya.