Pages

Rabu, 28 November 2012

PERHATIAN Ritual Haji – Contekan Mentah-Mentah Ritual "Penyembahan Berhala Pagan" Pra-Islam

Islam mencontek banyak takhyul paganisme Arab, terutama dalam hal tatacara dan ritual ibadah haji ke Mekah (lihat surah 2.150; 22.26- 28; 5.1-4; 22.34). Kita juga bisa melihat jejak-jejak paganisme dalam nama-nama para dewa/tuhan kunonya (surah 53.19-20; 71.23); lalu takhyul yang berhubungan dengan jin, dan dongeng-dongeng tua mengenai Ad dan Thamud.
Oleh: Ibnu Warraq
Bisa dipastikan bahwa dalam banyak ayat Quran “Islam hanya menutup tipis dasar-dasar kaum berhala.”[5] sebagai contoh dalam surah 113: “Dengan menyebut nama Auwloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan perempuan- perempuan tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”
Islam mencontek banyak takhyul paganisme Arab, terutama dalam hal tatacara dan ritual ibadah haji ke Mekah (lihat surah 2.150; 22.26- 28; 5.1-4; 22.34). Kita juga bisa melihat jejak-jejak paganisme dalam nama-nama para dewa/tuhan kunonya (surah 53.19-20; 71.23); lalu takhyul yang berhubungan dengan jin, dan dongeng-dongeng tua mengenai Ad dan Thamud.
IBADAH HAJI

Ritual Haji – Contekan Mentah-Mentah Ritual Penyembahan Berhala 
Pagan Pra-Islam

Orang-orang datang dari ujung-ujung dunia, untuk melemparkan batu kerikil (kepada Satan) dan untuk mencium (batu hitam). Betapa anehnya hal-hal yang mereka katakan! Apakah semua manusia telah menjadi buta akan kebenaran? [6]
Hai orang-orang bodoh, sadarlah! Ritual-ritual yang kamu kuduskan hanyalah sebuah tipuan orang-orang kuno yang bernafsu akan kekayaan dan mencapai nafsu mereka dan mati dalam kehinaan – dan hukum-hukum mereka hanyalah debu – Al-Ma’ari.
Aku mencari sebuah jalan, tetapi bukan jalan yang menuju ke Ka’ba dan kuil dimana aku melihat leluhur pasukan pemuja berhala dan di dalam kelompok para pemuja diri sendiri… -Jalal Uddin Rumi.[7]
Bahkan aku belum pernah melihat Nabi menciummu, aku juga tidak akan menciummu. -Caliph Umar, menunjuk pada batu hitam di Ka’bah.[8]
Dari sudut pandang etika, ritual naik haji ke Mekah dimana di dalamnya terdapat takhayul dan ritual kekanak-kanakan, merupakan suatu noda pada ajaran monotheis-nya Muhammad. -S. Zwemer.[9]
Seluruh tata cara ibadah haji tanpa malu dicontek mentah-mentah dari praktek ritual pagan pra-Islam: “fragmen-fragmen yang tak dimengerti dari budaya kaum berhala diambil begitu saja kedalam Islam.” [10] Ibadah haji ke Mekah dilakukan dibulan Djulhijah, bulan ke-12 kalender Muslim. Ibadah haji adalah rukun/pilar Islam kelima, sebuah kewajiban religius yang didasarkan pada perintah dalam Quran. Setiap Muslim yang berbadan sehat dan harta cukup harus melakukan ibadah haji sekali dalam hidupnya.
Tujuh hari pertama terdiri dari (bisa dikatakan) Umrah, ritual yang juga bisa dilakukan diwaktu-waktu lain kecuali hari ke-8, 9 dan 10 bulan Djulhijah tersebut. Ketiga hari tersebut khusus untuk Haji, yang dimulai pada hari kedelapan.
Lima Hari pertama

Jemaah haji tengah melakukan thawaf – mengelilingi Ka’ba dan mencium batu hitam
Ketika para peziarah datang dari luar Mekah, mereka menyiapkan diri agar berada dalam keadaan suci. Setelah memakai pakaian khusus (ihram) dan melakukan wudhu serta sholat yang diperintahkan, mereka memasuki Mekah, dimana disana mereka lalu membuat kurban (membunuh) hewan, memotong rambut, dan boleh melakukan persetubuhan. Lalu sholat lagi di Masjid al-Haram, Mekah, melakukan Thawaf (mengelilingi kabah tujuh putaran) sambil setiap kali satu putaran jika bisa, mencium hajar Aswad (Batu Hitam), jika tidak bisa memberi salam dari jauh pada batu tersebut (ketika sejajar) sambil berteriak Auwlohu Akbar. Thawaf dilakukan 4 kali dengan berjalan dan tiga kali dengan berlari-lari kecil, dengan pundak kiri yang tertutup ihram ada di sebelah Kabah, pundak kanan terbuka. Lalu para peziarah menuju Makam Ibrahim, disini juga konon tempat Ibrahim sholat menghadap Kabah. Dikatakan bahwa Ibrahim setelah melakukan sholat lalu ia menuju Hajar Aswad dan menciumnya. Didekatnya ada sumur air Zam-zam, yang menurut Muslim, air tempat Hagar dan Ismail minum. Mereka, jika memungkinkan sholat dua roka’at di belakang makam ini, jika tidak memungkinkan boleh sholat dimana saja di Masjidil Haram.
Hari keenam sampai kesepuluh
Lalu mereka keluar dari masjidil haram melalui salah satu dari 24 pintu (kecuali ketika masuk mereka harus melalui satu pintu yang disebut Hijr Ismail). Keluar mereka harus mendaki bukit Safa, sambil terus baca-baca ayat Quran, di atas Safa mereka menghadap kabah mengangkat kedua tangan bertakbir serta bertahmid dan mengucapkan dzikir tiga kali. Lalu turun dan menuju (berjalan jika bisa mulai berlari pada tempat yang sudah ditandai) ke bukit Marwa, sampai di atas bukit Marwa kembali menghadap kabah mengangkat kedua tangan bertakbir serta bertahmid dan mengucapkan dzikir tiga kali. Selesai satu putaran Safa-Marwa, dan ini harus dilakukan sebanyak tujuh kali. Ritual absurd ini menandai pencarian air oleh Hagar dulu ketika diusir oleh Ibrahim.
Hari keenam bermalam di Mekah. Hari ketujuh mendengarkan khotbah dari Masjidil Haram dan lalu hari kedelapan berangkat ke Mina, dimana di sana melakukan ritual lain dan bermalam. Hari kesembilan setelah matahari terbit berangkat menuju Padang Arafah dimana mereka melakukan wuquf dan jika memungkinkan tinggal di masjid Namirah, jika tidak langsung menuju kawasan arafah dan singgah disana. Menurut hadis Muslim, Adam dan Hawa bertemu disini ketika mereka terpisah waktu dijatuhkan dari surga.
Paginya berangkat menuju Mina, berdesak-desakan melempar Jumrah disana, tujuh lemparan dengan tujuh biji batu kerikil kecil, setiap lontaran dibarengi takbir, batu itu dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, dilempar dengan jarak tidak kurang dari 15 kaki. Setelah itu melakukan qurban, kambing atau domba. Setelah itu mereka mencukur/memotong rambut mereka. Terakhir jika memungkinkan mereka bermalam di Mina tanggal 11, 12 dan 13, karena ada firman auwloh SWT: [2.203] “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Auwloh dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Auwloh, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”
Para Muslim merasionalisasi takhyul ini dengan melambangkan penolakan Ibrahim terhadap setan yang mencoba mencegah Ibrahim untuk mengorbankan anak yang dia sayangi, Ismail. Kurban hewan mengingatkan digantinya Ismail oleh Auwloh dengan hewan kurban.
Bagaimana bisa Muhammad, seorang penganut monoteisme mutlak, seorang penentang pemujaan berhala sampai menerapkan ketakhyulan pagan ke dalam jantung Islam itu sendiri? Banyak sejarawan setuju kalau saja para Yahudi dan Kristen menolak Musa dan Yesus dan menerima Muhammad sebagai nabi yang mengaku mengajarkan agamanya Abraham di Mekah ketika Muhammad masih menganggap Jerusalem sebagai kiblatnya, maka Jerusalem-lah, bukannya Mekah, yang akan menjadi kota Suci, dan Ancient Rock-lah bukannya Kabah yang akan menjadi objek takhyulnya.
Frustasi terhadap kerasnya pendirian kaum Yahudi dan sadar bahwa sedikit sekali kemungkinan mereka mau menerima dia sebagai nabi baru, Muhammad dengan enaknya menerima perintah dari Tuhan untuk mengubah arah Kiblat (Surah 2.142-144) dari Jerusalem ke Kabah di Mekah. Dia tahu bahwa dia pada akhirnya nanti akan bisa mengambil Mekah dengan semua hubungan sejarahnya.
Ditahun 6 Hijriah, Muhammad mencoba masuk ke Mekah bersama para pengikutnya tapi gagal. Orang Mekah dan Medinah bertemu di Hudaibiyah. Setelah negosiasi dan diputuskan untuk membuat perjanjian yang disetujui para muslim, lalu mereka kembali ke Medina dan boleh melakukan ritual haji ke Mekah tahun berikutnya. Muhammad, dengan banyak pengikutnya datang ke Mekah tahun 7H dan melakukan thawaf keliling Kabah, mencium Batu Hitam (hajar aswad) dan lain-lain sebagai bagian dari ritualnya.
Mekah diduduki oleh Muhammad ditahun berikutnya, 8H. Awalnya banyak orang Muslim yang menyelinap bergabung ikut kelompok- kelompok orang Arab non muslim lainnya dengan pura-pura ikut ibadah haji, tapi sang nabi tidak ikut. Segera setelah banyak anak buahnya berada disana, sebuah wahyu dari Tuhan turun mengumumkan bahwa semua perjanjian antara para Muslim dan kafir harus dicabut, dan setelah itu tak seorangpun yang bukan Muslim boleh mendekati Mekah dan/atau melakukan ibadah haji (Surah 9.1-4 dan 2).
Akhirnya, meminjam pernyataan Zwemer;
Di tahun 10 Hijriah, Muhammad melakukan ibadah haji ke Mekah, ke altar sembahan nenek moyangnya, dan semua ritual yang sebelumnya milik kaum berhala sekarang menjadi norma-norma ritual Islam.
Seperti Wellhausen katakan, “Sekarang kita punya ritual mirip dengan ritual di Calvary (Ketika penyaliban Yesus) tapi minus sejarah the Passion-nya.” Praktek-praktek kaum pagan dimasukkan kedalam Islam dengan pembenaran lewat legenda-legenda muslim yang dikarang dan ditempelkan pada karakter-karakter yang ada pada Alkitab, dan keseluruhan legenda (karangan Islam) itu hanya fiksi campur aduk belaka.[11]
Islam adalah ciptaan bangsa Arab bagian Tengah dan Barat. Sayangnya, pengetahuan kita tentang agama kaum berhala Arab di daerah ini sedikit sekali. Sedikitnya bukti-bukti prasasti sejarah, membuat para scholar hanya mengandalkan pada catatan Ibn al-Kalbi (m.819M), penulis The Book of Idols, mengenai nama-nama para dewa/tuhan, nama yang menjelaskan pengikutnya sebagai hamba atau tentang pahala, kemurahan, dan lain-lain dari dewa anu atau dewi anu; berbagai penggalan puisi pra-Islam; dan kiasan-kiasan polemik tertentu yang ada dalam Quran. Dengan mengutip Noldeke,
Kita harus pertimbangkan fakta bahwa Muhammad memasukkan sejumlah praktek-praktek dan kepercayaan-kepercayaan kaum berhala ke dalam agamanya, kadang dimodifikasi tapi kebanyakan dijiplak mentah-mentah, dan juga beberapa benda peninggalan kaum berhala, yang sebenarnya aneh bagi para Islam ortodoks, dipertahankan sampai saat ini oleh orang Arab. Diadopsinya sebuah agama baru tidaklah sepenuhnya mengubah kepercayaan yang populer saat itu, tidak pula mengubah konsep-konsep lama yang menyamar dengan nama berbeda, dengan atau tanpa sanksi dari otoritas agama tersebut, pengubahan itu cuma masalah perbedaan pengamatan dan sudut pandang belaka.[12]
Orang mungkin menambahkan bahwa Muhammad dengan lihainya memasukkan beberapa ritual yang sebelumnya dilakukan untuk altar berhala atau altar-altar lokal lain ke dalam acara ibadah haji.
Masyarakat pra-Islam di Arab tengah terorganisir secara kesukuan, dan tiap suku punya dewa/tuhan masing-masing, yang disembah dalam altar tertentu, bahkan oleh kaum nomad yang berpindah-pindah.
Dewa-dewi itu bertempat tinggal dalam batu dan batu itu tidak harus berbentuk manusia. Kadang berupa patung atau kadang hanya berupa batu kotak biasa atau menyerupai manusia. Kaum berhala Arab menganggap bahwa batu-batu yang berfungsi sebagai jimat itu dimasuki oleh kekuatan hebat dan otomatis punya pengaruh hebat pula.
Nama dari dua bukit As-Safa dan al-Marwa adalah nama batu yang disembah sebagai berhala oleh orang Arab kala itu. Kaum pagan berlari diantara kedua bukit itu untuk menyentuh dan mencium (batu) Isaf dan (batu) Naila, berhala tersebut yang disimpan disana agar memberi keberuntungan dan nasib baik.
Batu Hitam Keramat dan Hubal
Kita punya bukti bahwa Batu Hitam (Hajar Aswad) itu dipuja di banyak dunia Arab; contohnya, Clement dari Alexandria, yang menulis tahun 190M menyebutkan bahwa “Orang Arab menyembah batu”, mereka percaya pada batu hitam Dusares di Petra. Maximus Tyrius menulis pada abad ke-2, “Aku tidak tahu orang-orang Arab menyembah Tuhan apa, tuhan yang mereka lambangkan dengan batu kotak segi empat”; dia menyinggung Kabah yang ada Batu Hitamnya. Ke-antik-an batu ini juga terbukti dengan adanya fakta bahwa orang Persia kuno mengklaim Mahabad dan penerusnya meninggalkan/menyimpan batu Hitam di Kabah, bersamaan dengan patung-patung dan gambar-gambar lainnya, dan bahwa batu itu adalah tanda dari Saturnus.
Di sekitar Mekah terdapat batu-batu keramat lain yang dijadikan sesembahan/jimat, “tapi mendapatkan takhyul dari Muhammad dengan menghubungkannya pada orang-orang suci tertentu jaman dulu.” [13]
Batu Hitam itu sendiri sebenarnya hanya sebuah meteorit dan niscaya batu itu mendapatkan reputasi sebagai batu yang jatuh dari ‘surga’ juga dari situ. Sangat ironis para Muslim memuliakan batu ini sebagai batu yang diberikan pada Ismail oleh Malaikat Jibril untuk membangun Kabah, seperti kata Margoliouth, “keasliannya diragukan karena batu hitam pernah diambil oleh orang Qarmatian pada abad ke-4, dan dikembalikan mereka setelah bertahun-tahun kemudian; bisa jadi batu yang mereka kembalikan bukanlah batu yang sama.” [14]
Patung Hubal/Allah Sang Dewa Bulan – Perhatikan Tanda Bulan Sabit di Dadanya
Hubal juga disembah di Mekah, dan patungnya berupa mata warna merah dipasang didalam Kabah di atas sumur kering dimana para peziarah mengucapkan sumpah atau memenuhi nazarnya. Sangat mungkin patung Hubal ini pernah berbentuk manusia. Posisi Hubal yang ditempatkan di sebelah Batu Hitam menyiratkan bahwa ada hubungan antara keduanya. Wellhausen berpikir Hubal aslinya adalah nama Batu Hitam karena nama itu lebih tua dari pada patungnya sendiri. Wellhausen juga menunjukkan tuhan dipanggil sebagai ‘Raja Penghuni Kabah’, dan ‘Raja Mekah’ dalam Quran. Muhammad menentang persembahan di Kabah yang ditujukan pada al-Lat, Manat dan al-Uzza, yang oleh kaum berhala Arab disebut sebagai anak-anak perempuan Auwloh, tapi Muhammad tidak menyerang pengkultusan Hubal. Dari sini Wellhausen menyimpulkan Hubal adalah Auwloh itu sendiri, Raja/tuhan/dewa orang Mekah. Ketika orang Mekah mengalahkan sang Nabi dekat Medina, pemimpinnya berteriak, “Hooray untuk Hubal.”

Allah (Sang Dewa Bulan) Bersama Ke-3 Puteri Allah (Al Lat-Uzza dan Manat)
Mengelilingi altar sembah adalah ritual yang biasa dipraktekkan masyarakat lokal sana. Peziarah ketika berkeliling juga mencium dan membelai patung-patung mereka. Sir William Muir berpikir bahwa mengelilingi Kabah tujuh kali “mungkin menandakan perputaran benda langit.” [15] Sementara Zwemer menyimpulkan tujuh putaran itu (tiga kali lari, empat kali jalan) adalah “meniru planet luar dan dalam.” [16]
Tak pelak lagi orang-orang Arab “periode itu menyembah matahari dan benda-benda langit lainnya.”[17] Konstelasi dari Pleiades, yang katanya bisa menurunkan hujan, dianggap dewa. Ada pengkultusan planet Venus yang dianggap dewi paling hebat dengan nama Al-Uzza.
Kita tahu dari seringnya nama-nama dewa dipakai bahwa matahari (Shams) juga disembah. Shams adalah dewi dari beberapa suku yang dihormati dan dibuatkan altar serta patungnya tersendiri. Snouck Hurgronje [18] melihat indikasi ada ritual ‘matahari’ dalam ritual ‘wuquf’ Muslim (lihat halaman sebelumnya).
Dewi Al-Lat juga kadang disebut dewi matahari. Dewa Dharrih mungkin adalah dewa matahari terbit. Ritual-ritual Muslim yang berlari antara Arafah dan Muzdalifah, Muzdalifah dan Mina, harus dilakukan setelah matahari terbenam dan sebelum matahari terbit. Ini perubahan sengaja yang dikenalkan oleh Muhammad untuk menutupi hubungan ritual ini dengan ritual matahari kaum berhala, kepentingan tentang ini akan kita telaah nanti. Penyembahan bulan juga ditunjukkan dengan nama-nama seperti Hilal, Qamaz, dan lain-lain.

Mengamati Hillal – Penyembahan Kepada Dewa Bulan
Houtsma [19] menyimpulkan pelemparan batu di Mina aslinya ditujukan pada iblis matahari. Kesimpulan ini masuk akal jika melihat fakta ritual ibadah haji kaum berhala aslinya bertepatan dengan waktu dimulainya musim semi. Iblis matahari diusir, dan kuasanya berakhir dengan berakhirnya musim panas, yang lalu diikuti dengan penyembahan di Muzdalifah, dimana disini Dewa Petir memberikan kesuburan.
Muzdalifah dulunya adalah tempat penyembahan Api. Sejarawan Muslim menyebut bukit ini sebagai bukit Api Suci. Dewa di Muzdalifah bernama Quzah, Dewa Petir. Wensinck menyatakan: “Api dinyalakan di bukit keramat yang dinamakan Quzah. Disini mereka berhenti, dan wukuf yang dilakukan disini dahulu kala punya kemiripan banyak sekali dengan yang dilakukan di Sinai, dimana Dewa Petir sama-sama dilambangkan dengan api. Juga ada kebiasaan tradisionil untuk membuat kebisingan dan suara-suara sekeras mungkin, ini panggilan untuk mendatangkan petir.”[20]
Frazer dalam karyanya The Golden Bough punya penjelasan lain mengenai upacara lempar batu:
Kadang motif pelemparan batu ini untuk mengusir roh jahat; kadang untuk mengusir setan, kadang untuk mendatangkan kebaikan. Tapi jika kita telusuri kembali ke asalnya ke dalam benak orang-orang primitif, kita temukan bahwa semuanya sama-sama punya prinsip untuk menjauhkan kejahatan…. mungkin menjelaskan ritual pelemparan batu. Ide orisinilnya mungkin adalah membersihkan diri dengan mentransfer kekotoran (dosa) pada batu-batu yang mereka lemparkan itu.[21]
Menurut Juynboll, ibadah Haji aslinya punya ciri magis:
Tujuannya jaman dulu adalah untuk mendapatkan tahun baik yang banyak hujan dan matahari, kemakmuran dan suburnya ternak serta ladang. Api yang menyala besar di Afatah dan Muzdalifah maksudnya untuk mengundang matahari agar bersinar ditahun yang baru. Air disiramkan ke tanah perlambang melawan kekeringan. Melempar batu ditempat-tempat tertentu di Mina, yang merupakan ritual primitif kaum berhala, aslinya perlambang melemparkan segala dosa-dosa tahun lalu dan semacam jimat untuk melawan kesialan dan hukuman.[22]
Ritual berlari-lari kecil (Islam fanatik akan mengatakan bahwa lari-lari kecil ini adalah bukti bahwa Islam sudah peduli terhadap kesehatan jasmani umatnya melalui ritual joging. Hahahaaa… –adm) antara Arafah dan Muzdalifah dan Muzdalifah ke Mina juga punya kepentingan magis. Pesta/Makan-makan pada akhir ritual perlambang kemakmuran yang mereka harapkan datang ditahun baru. Kewajiban-kewajiban yang banyak harus dilakukan para peziarah adalah agar menimbulkan kondisi mental yang magis pada para peziarah.
Kabah
Patung-patung biasanya ditempatkan dalam lokasi khusus yang dibatasi oleh batu-batuan. Lokasi keramat ini adalah daerah suaka bagi semua makhluk hidup. Biasanya selalu ada sumur dilokasi tersebut. Tidak diketahui kapan pastinya Kabah dibangun pertama kali tapi pemilihan lokasinya pastilah karena adanya sumur zam-zam disana, sumur yang menyediakan air (yang di gurun dianggap sangat berharga) bagi para karavan yang lewat melalui Mekah menuju Yaman dan Siria.
Para peziarah memberi penghormatan dengan persembahan dan kurban. Di dalam Kabah ada sumur kering dimana persembahan dan kurban itu ditempatkan. Para peziarah yang datang untuk menyembah patung-patung itu sering mencukur rambut mereka didalam lokasi keramat tersebut. Kita lihat ritual mirip seperti ini juga ada dalam bentuk lainnya ketika Muslim melakukan ibadah haji.
Menurut para penulis muslim, Kabah pertama kali dibangun di surga (ngayal aja mereka.. –Adm), dimana sampai sekarang modelnya masih ada disana, dua ribu tahun sebelum penciptaan jagat raya. Adam mendirikan Kabah di bumi tapi hancur oleh Air Bah. Abraham diperintahkan untuk membangunnya kembali; Abraham dibantu oleh Ismail. Ketika mencari batu untuk dipakai sebagai batu penjuru, Ismail bertemu malaikat Jibril yang lalu memberinya Batu Hitam, ketika itu Batu Hitam ini masih berwarna putih seperti susu; belakangan menjadi hitam karena dosa orang-orang yang menyentuhnya. Kisah ini tentu saja merupakan contekan dari legenda dalam tradisi Yahudi mengenai surga dunianya Yerusalem.
Sementara Muir dan Torrey yakin bahwa asal muasal Kabah Abraham ini merupakan kepercayaan yang telah lama ada di sana sebelum Muhammad, Snouck Hurgronje dan Aloys Sprenger sepakat bahwa dihubungkannya Abraham dengan Kabah adalah karangan Muhammad sendiri, dan ini berfungsi sebagai alat untuk melepaskan Islam dari Yudaisme. Kesimpulan Sprenger lebih keras lagi: “Dengan kebohongan ini, Muhammad memberi Islam semua yang diperlukan dan yang membedakan agama dari filosofi: secara nasional, ritual, ingatan sejarah, misteri, kepastian masuk surga, sambil sekaligus menipu hati nuraninya dan para pengikutnya.” [23]
Artikel Disadur dari buku: “Why I Am Not A Muslim” karangan Ibnu Warraq
Catatan Kaki
[5] Dikutip oleh Jeffery, Arthur. The Foreign Vocabulary of the Koran. Baroda, 1938.Hal.1
[6] Dikutip oleh Dashti, hal.94
[7] Dikutip oleh Dashti, hal.1
[8] Dikutip oleh “Animistic Elements in Moslem Prayer” in Muslim World, vol.8.Hal.150
[9] Zwemer, S. “Animistic Elements in Moslem Prayer” in Muslim World, vol.8, Hal.148 [10] Ibid. hal.150
[11] Ibid., hal.157
[12] Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, hal 659-72 dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics vol.1, hal.659
[13] Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, hal 659-72 dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics vol.1, hal.665
[14] Margoliouth, D.S. “Ideas and Ideals of Modern Islam”. London, 1905. Dalam “Muslim World” vol.20, hal.241
[15] Muir, Sir W. The Life of Muhammad. Edinburgh, 1923. hal.xci.
[16] Zwemer, S. The Influence of Animism on Islam. London, 1920. hal. 158
[17] Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, vol1, hal 660
[18] Zwemer, S. The Influence of Animism on Islam. London, 1920, hal.159 [19] Ibid. hal.160
[20] Ibid., hal.159
[21] Ibid., hal.161
[22] Artikel Juynboll ‘Pilgrimage’ dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, vol1.
[23] Dikutip oleh Bousquet dalam prakata untuk Hurgronje, Snouck, C. “La Legende qoranique d’Abraham et la politique religieuse du prophete Mohammad.” Dalam Revue Africaine, vol.95 (1951). 273-88, terjemahan Bousquet.