Islam mencontek banyak takhyul
paganisme Arab, terutama dalam hal tatacara dan ritual ibadah haji ke
Mekah (lihat surah 2.150; 22.26- 28; 5.1-4; 22.34). Kita juga bisa
melihat jejak-jejak paganisme dalam nama-nama para dewa/tuhan kunonya
(surah 53.19-20; 71.23); lalu takhyul yang berhubungan dengan jin, dan
dongeng-dongeng tua mengenai Ad dan Thamud.
Oleh:
Ibnu Warraq
Bisa
dipastikan bahwa dalam banyak ayat Quran “Islam hanya menutup tipis
dasar-dasar kaum berhala.”[5] sebagai contoh dalam surah 113: “Dengan
menyebut nama Auwloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang Katakanlah:
“Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan
makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan
dari kejahatan perempuan- perempuan tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”
Islam
mencontek banyak takhyul paganisme Arab, terutama dalam hal tatacara
dan ritual ibadah haji ke Mekah (lihat surah 2.150; 22.26- 28; 5.1-4;
22.34). Kita juga bisa melihat jejak-jejak paganisme dalam nama-nama
para dewa/tuhan kunonya (surah 53.19-20; 71.23); lalu takhyul yang
berhubungan dengan jin, dan dongeng-dongeng tua mengenai Ad dan Thamud.
IBADAH
HAJI
Orang-orang
datang dari ujung-ujung dunia, untuk melemparkan batu kerikil (kepada
Satan) dan untuk mencium (batu hitam). Betapa anehnya hal-hal yang
mereka katakan! Apakah semua manusia telah menjadi buta akan kebenaran?
[6]
Hai
orang-orang bodoh, sadarlah! Ritual-ritual yang kamu kuduskan hanyalah
sebuah tipuan orang-orang kuno yang bernafsu akan kekayaan dan mencapai
nafsu mereka dan mati dalam kehinaan – dan hukum-hukum mereka hanyalah
debu – Al-Ma’ari.
Aku
mencari sebuah jalan, tetapi bukan jalan yang menuju ke Ka’ba dan kuil
dimana aku melihat leluhur pasukan pemuja berhala dan di dalam kelompok
para pemuja diri sendiri… -Jalal Uddin Rumi.[7]
Bahkan
aku belum pernah melihat Nabi menciummu, aku juga tidak akan menciummu.
-Caliph Umar, menunjuk pada batu hitam di Ka’bah.[8]
Dari
sudut pandang etika, ritual naik haji ke Mekah dimana di dalamnya
terdapat takhayul dan ritual kekanak-kanakan, merupakan suatu noda pada
ajaran monotheis-nya Muhammad. -S. Zwemer.[9]
Seluruh
tata cara ibadah haji tanpa malu dicontek mentah-mentah dari praktek
ritual pagan pra-Islam: “fragmen-fragmen yang tak dimengerti dari budaya
kaum berhala diambil begitu saja kedalam Islam.” [10] Ibadah haji ke
Mekah dilakukan dibulan Djulhijah, bulan ke-12 kalender Muslim. Ibadah
haji adalah rukun/pilar Islam kelima, sebuah kewajiban religius yang
didasarkan pada perintah dalam Quran. Setiap Muslim yang berbadan sehat
dan harta cukup harus melakukan ibadah haji sekali dalam hidupnya.
Tujuh
hari pertama terdiri dari (bisa dikatakan) Umrah, ritual yang juga bisa
dilakukan diwaktu-waktu lain kecuali hari ke-8, 9 dan 10 bulan
Djulhijah tersebut. Ketiga hari tersebut khusus untuk Haji, yang dimulai
pada hari kedelapan.
Lima
Hari pertama
Jemaah
haji tengah melakukan thawaf – mengelilingi Ka’ba dan mencium batu
hitam
Ketika
para peziarah datang dari luar Mekah, mereka menyiapkan diri agar
berada dalam keadaan suci. Setelah memakai pakaian khusus (ihram) dan
melakukan wudhu serta sholat yang diperintahkan, mereka memasuki Mekah,
dimana disana mereka lalu membuat kurban (membunuh) hewan, memotong
rambut, dan boleh melakukan persetubuhan. Lalu sholat lagi di Masjid
al-Haram, Mekah, melakukan Thawaf (mengelilingi kabah tujuh putaran)
sambil setiap kali satu putaran jika bisa, mencium hajar Aswad (Batu
Hitam), jika tidak bisa memberi salam dari jauh pada batu tersebut
(ketika sejajar) sambil berteriak Auwlohu Akbar. Thawaf dilakukan 4 kali
dengan berjalan dan tiga kali dengan berlari-lari kecil, dengan pundak
kiri yang tertutup ihram ada di sebelah Kabah, pundak kanan terbuka.
Lalu para peziarah menuju Makam Ibrahim, disini juga konon tempat
Ibrahim sholat menghadap Kabah. Dikatakan bahwa Ibrahim setelah
melakukan sholat lalu ia menuju Hajar Aswad dan menciumnya. Didekatnya
ada sumur air Zam-zam, yang menurut Muslim, air tempat Hagar dan Ismail
minum. Mereka, jika memungkinkan sholat dua roka’at di belakang makam
ini, jika tidak memungkinkan boleh sholat dimana saja di Masjidil Haram.
Hari
keenam sampai kesepuluh
Lalu
mereka keluar dari masjidil haram melalui salah satu dari 24 pintu
(kecuali ketika masuk mereka harus melalui satu pintu yang disebut Hijr
Ismail). Keluar mereka harus mendaki bukit Safa, sambil terus baca-baca
ayat Quran, di atas Safa mereka menghadap kabah mengangkat kedua tangan
bertakbir serta bertahmid dan mengucapkan dzikir tiga kali. Lalu turun
dan menuju (berjalan jika bisa mulai berlari pada tempat yang sudah
ditandai) ke bukit Marwa, sampai di atas bukit Marwa kembali menghadap
kabah mengangkat kedua tangan bertakbir serta bertahmid dan mengucapkan
dzikir tiga kali. Selesai satu putaran Safa-Marwa, dan ini harus
dilakukan sebanyak tujuh kali. Ritual absurd ini menandai pencarian air
oleh Hagar dulu ketika diusir oleh Ibrahim.
Hari
keenam bermalam di Mekah. Hari ketujuh mendengarkan khotbah dari
Masjidil Haram dan lalu hari kedelapan berangkat ke Mina, dimana di sana
melakukan ritual lain dan bermalam. Hari kesembilan setelah matahari
terbit berangkat menuju Padang Arafah dimana mereka melakukan wuquf dan
jika memungkinkan tinggal di masjid Namirah, jika tidak langsung menuju
kawasan arafah dan singgah disana. Menurut hadis Muslim, Adam dan Hawa
bertemu disini ketika mereka terpisah waktu dijatuhkan dari surga.
Paginya
berangkat menuju Mina, berdesak-desakan melempar Jumrah disana, tujuh
lemparan dengan tujuh biji batu kerikil kecil, setiap lontaran dibarengi
takbir, batu itu dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan
kanan, dilempar dengan jarak tidak kurang dari 15 kaki. Setelah itu
melakukan qurban, kambing atau domba. Setelah itu mereka
mencukur/memotong rambut mereka. Terakhir jika memungkinkan mereka
bermalam di Mina tanggal 11, 12 dan 13, karena ada firman auwloh SWT:
[2.203] “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Auwloh dalam beberapa hari
yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina)
sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin
menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa
pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Auwloh,
dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”
Para
Muslim merasionalisasi takhyul ini dengan melambangkan penolakan Ibrahim
terhadap setan yang mencoba mencegah Ibrahim untuk mengorbankan anak
yang dia sayangi, Ismail. Kurban hewan mengingatkan digantinya Ismail
oleh Auwloh dengan hewan kurban.
Bagaimana
bisa Muhammad, seorang penganut monoteisme mutlak, seorang penentang
pemujaan berhala sampai menerapkan ketakhyulan pagan ke dalam jantung
Islam itu sendiri? Banyak sejarawan setuju kalau saja para Yahudi dan
Kristen menolak Musa dan Yesus dan menerima Muhammad sebagai nabi yang
mengaku mengajarkan agamanya Abraham di Mekah ketika Muhammad masih
menganggap Jerusalem sebagai kiblatnya, maka Jerusalem-lah, bukannya
Mekah, yang akan menjadi kota Suci, dan Ancient Rock-lah bukannya Kabah
yang akan menjadi objek takhyulnya.
Frustasi
terhadap kerasnya pendirian kaum Yahudi dan sadar bahwa sedikit sekali
kemungkinan mereka mau menerima dia sebagai nabi baru, Muhammad dengan
enaknya menerima perintah dari Tuhan untuk mengubah arah Kiblat (Surah
2.142-144) dari Jerusalem ke Kabah di Mekah. Dia tahu bahwa dia pada
akhirnya nanti akan bisa mengambil Mekah dengan semua hubungan
sejarahnya.
Ditahun
6 Hijriah, Muhammad mencoba masuk ke Mekah bersama para pengikutnya
tapi gagal. Orang Mekah dan Medinah bertemu di Hudaibiyah. Setelah
negosiasi dan diputuskan untuk membuat perjanjian yang disetujui para
muslim, lalu mereka kembali ke Medina dan boleh melakukan ritual haji ke
Mekah tahun berikutnya. Muhammad, dengan banyak pengikutnya datang ke
Mekah tahun 7H dan melakukan thawaf keliling Kabah, mencium Batu Hitam
(hajar aswad) dan lain-lain sebagai bagian dari ritualnya.
Mekah
diduduki oleh Muhammad ditahun berikutnya, 8H. Awalnya banyak orang
Muslim yang menyelinap bergabung ikut kelompok- kelompok orang Arab non
muslim lainnya dengan pura-pura ikut ibadah haji, tapi sang nabi tidak
ikut. Segera setelah banyak anak buahnya berada disana, sebuah wahyu
dari Tuhan turun mengumumkan bahwa semua perjanjian antara para Muslim
dan kafir harus dicabut, dan setelah itu tak seorangpun yang bukan
Muslim boleh mendekati Mekah dan/atau melakukan ibadah haji (Surah 9.1-4
dan 2).
Akhirnya,
meminjam pernyataan Zwemer;
Di
tahun 10 Hijriah, Muhammad melakukan ibadah haji ke Mekah, ke altar
sembahan nenek moyangnya, dan semua ritual yang sebelumnya milik kaum
berhala sekarang menjadi norma-norma ritual Islam.
Seperti
Wellhausen katakan, “Sekarang kita punya ritual mirip dengan ritual di
Calvary (Ketika penyaliban Yesus) tapi minus sejarah the Passion-nya.”
Praktek-praktek kaum pagan dimasukkan kedalam Islam dengan pembenaran
lewat legenda-legenda muslim yang dikarang dan ditempelkan pada
karakter-karakter yang ada pada Alkitab, dan keseluruhan legenda
(karangan Islam) itu hanya fiksi campur aduk belaka.[11]
Islam
adalah ciptaan bangsa Arab bagian Tengah dan Barat. Sayangnya,
pengetahuan kita tentang agama kaum berhala Arab di daerah ini sedikit
sekali. Sedikitnya bukti-bukti prasasti sejarah, membuat para scholar
hanya mengandalkan pada catatan Ibn al-Kalbi (m.819M), penulis The Book
of Idols, mengenai nama-nama para dewa/tuhan, nama yang menjelaskan
pengikutnya sebagai hamba atau tentang pahala, kemurahan, dan lain-lain
dari dewa anu atau dewi anu; berbagai penggalan puisi pra-Islam; dan
kiasan-kiasan polemik tertentu yang ada dalam Quran. Dengan mengutip
Noldeke,
Kita
harus pertimbangkan fakta bahwa Muhammad memasukkan sejumlah
praktek-praktek dan kepercayaan-kepercayaan kaum berhala ke dalam
agamanya, kadang dimodifikasi tapi kebanyakan dijiplak mentah-mentah,
dan juga beberapa benda peninggalan kaum berhala, yang sebenarnya aneh
bagi para Islam ortodoks, dipertahankan sampai saat ini oleh orang Arab.
Diadopsinya sebuah agama baru tidaklah sepenuhnya mengubah kepercayaan
yang populer saat itu, tidak pula mengubah konsep-konsep lama yang
menyamar dengan nama berbeda, dengan atau tanpa sanksi dari otoritas
agama tersebut, pengubahan itu cuma masalah perbedaan pengamatan dan
sudut pandang belaka.[12]
Orang
mungkin menambahkan bahwa Muhammad dengan lihainya memasukkan beberapa
ritual yang sebelumnya dilakukan untuk altar berhala atau altar-altar
lokal lain ke dalam acara ibadah haji.
Masyarakat
pra-Islam di Arab tengah terorganisir secara kesukuan, dan tiap suku
punya dewa/tuhan masing-masing, yang disembah dalam altar tertentu,
bahkan oleh kaum nomad yang berpindah-pindah.
Dewa-dewi
itu bertempat tinggal dalam batu dan batu itu tidak harus berbentuk
manusia. Kadang berupa patung atau kadang hanya berupa batu kotak biasa
atau menyerupai manusia. Kaum berhala Arab menganggap bahwa batu-batu
yang berfungsi sebagai jimat itu dimasuki oleh kekuatan hebat dan
otomatis punya pengaruh hebat pula.
Nama
dari dua bukit As-Safa dan al-Marwa adalah nama batu yang disembah
sebagai berhala oleh orang Arab kala itu. Kaum pagan berlari diantara
kedua bukit itu untuk menyentuh dan mencium (batu) Isaf dan (batu)
Naila, berhala tersebut yang disimpan disana agar memberi keberuntungan
dan nasib baik.
Batu
Hitam Keramat dan Hubal
Kita
punya bukti bahwa Batu Hitam (Hajar Aswad) itu dipuja di banyak dunia
Arab; contohnya, Clement dari Alexandria, yang menulis tahun 190M
menyebutkan bahwa “Orang Arab menyembah batu”, mereka percaya pada batu
hitam Dusares di Petra. Maximus Tyrius menulis pada abad ke-2, “Aku
tidak tahu orang-orang Arab menyembah Tuhan apa, tuhan yang mereka
lambangkan dengan batu kotak segi empat”; dia menyinggung Kabah yang ada
Batu Hitamnya. Ke-antik-an batu ini juga terbukti dengan adanya fakta
bahwa orang Persia kuno mengklaim Mahabad dan penerusnya
meninggalkan/menyimpan batu Hitam di Kabah, bersamaan dengan
patung-patung dan gambar-gambar lainnya, dan bahwa batu itu adalah tanda
dari Saturnus.
Di
sekitar Mekah terdapat batu-batu keramat lain yang dijadikan
sesembahan/jimat, “tapi mendapatkan takhyul dari Muhammad dengan
menghubungkannya pada orang-orang suci tertentu jaman dulu.” [13]
Batu
Hitam itu sendiri sebenarnya hanya sebuah meteorit dan niscaya batu itu
mendapatkan reputasi sebagai batu yang jatuh dari ‘surga’ juga dari
situ. Sangat ironis para Muslim memuliakan batu ini sebagai batu yang
diberikan pada Ismail oleh Malaikat Jibril untuk membangun Kabah,
seperti kata Margoliouth, “keasliannya diragukan karena batu hitam
pernah diambil oleh orang Qarmatian pada abad ke-4, dan dikembalikan
mereka setelah bertahun-tahun kemudian; bisa jadi batu yang mereka
kembalikan bukanlah batu yang sama.” [14]
Hubal
juga disembah di Mekah, dan patungnya berupa mata warna merah dipasang
didalam Kabah di atas sumur kering dimana para peziarah mengucapkan
sumpah atau memenuhi nazarnya. Sangat mungkin patung Hubal ini pernah
berbentuk manusia. Posisi Hubal yang ditempatkan di sebelah Batu Hitam
menyiratkan bahwa ada hubungan antara keduanya. Wellhausen berpikir
Hubal aslinya adalah nama Batu Hitam karena nama itu lebih tua dari pada
patungnya sendiri. Wellhausen juga menunjukkan tuhan dipanggil sebagai
‘Raja Penghuni Kabah’, dan ‘Raja Mekah’ dalam Quran. Muhammad menentang
persembahan di Kabah yang ditujukan pada al-Lat, Manat dan al-Uzza, yang
oleh kaum berhala Arab disebut sebagai anak-anak perempuan Auwloh, tapi
Muhammad tidak menyerang pengkultusan Hubal. Dari sini Wellhausen
menyimpulkan Hubal adalah Auwloh itu sendiri, Raja/tuhan/dewa
orang Mekah. Ketika orang Mekah mengalahkan sang Nabi dekat
Medina, pemimpinnya berteriak, “Hooray untuk Hubal.”
Allah
(Sang Dewa Bulan) Bersama Ke-3 Puteri Allah (Al Lat-Uzza dan Manat)
Mengelilingi
altar sembah adalah ritual yang biasa dipraktekkan masyarakat lokal
sana. Peziarah ketika berkeliling juga mencium dan membelai
patung-patung mereka. Sir William Muir berpikir bahwa mengelilingi Kabah
tujuh kali “mungkin menandakan perputaran benda langit.” [15]
Sementara Zwemer menyimpulkan tujuh putaran itu (tiga kali lari, empat
kali jalan) adalah “meniru planet luar dan dalam.” [16]
Tak
pelak lagi orang-orang Arab “periode itu menyembah matahari dan
benda-benda langit lainnya.”[17] Konstelasi dari Pleiades, yang katanya
bisa menurunkan hujan, dianggap dewa. Ada pengkultusan planet Venus yang
dianggap dewi paling hebat dengan nama Al-Uzza.
Kita
tahu dari seringnya nama-nama dewa dipakai bahwa matahari (Shams) juga
disembah. Shams adalah dewi dari beberapa suku yang dihormati dan
dibuatkan altar serta patungnya tersendiri. Snouck Hurgronje [18]
melihat indikasi ada ritual ‘matahari’ dalam ritual ‘wuquf’ Muslim
(lihat halaman sebelumnya).
Dewi
Al-Lat juga kadang disebut dewi matahari. Dewa Dharrih mungkin adalah
dewa matahari terbit. Ritual-ritual Muslim yang berlari antara Arafah
dan Muzdalifah, Muzdalifah dan Mina, harus dilakukan setelah matahari
terbenam dan sebelum matahari terbit. Ini perubahan sengaja yang
dikenalkan oleh Muhammad untuk menutupi hubungan ritual ini dengan
ritual matahari kaum berhala, kepentingan tentang ini akan kita telaah
nanti. Penyembahan bulan juga ditunjukkan dengan nama-nama seperti
Hilal, Qamaz, dan lain-lain.
Mengamati
Hillal – Penyembahan Kepada Dewa Bulan
Houtsma
[19] menyimpulkan pelemparan batu di Mina aslinya ditujukan pada iblis
matahari. Kesimpulan ini masuk akal jika melihat fakta ritual ibadah
haji kaum berhala aslinya bertepatan dengan waktu dimulainya musim semi.
Iblis matahari diusir, dan kuasanya berakhir dengan berakhirnya musim
panas, yang lalu diikuti dengan penyembahan di Muzdalifah, dimana disini
Dewa Petir memberikan kesuburan.
Muzdalifah
dulunya adalah tempat penyembahan Api. Sejarawan Muslim menyebut bukit
ini sebagai bukit Api Suci. Dewa di Muzdalifah bernama Quzah, Dewa
Petir. Wensinck menyatakan: “Api dinyalakan di bukit keramat yang
dinamakan Quzah. Disini mereka berhenti, dan wukuf yang dilakukan disini
dahulu kala punya kemiripan banyak sekali dengan yang dilakukan di
Sinai, dimana Dewa Petir sama-sama dilambangkan dengan api. Juga ada
kebiasaan tradisionil untuk membuat kebisingan dan suara-suara sekeras
mungkin, ini panggilan untuk mendatangkan petir.”[20]
Frazer
dalam karyanya The Golden Bough punya penjelasan lain mengenai upacara
lempar batu:
Kadang
motif pelemparan batu ini untuk mengusir roh jahat; kadang untuk
mengusir setan, kadang untuk mendatangkan kebaikan. Tapi jika kita
telusuri kembali ke asalnya ke dalam benak orang-orang primitif, kita
temukan bahwa semuanya sama-sama punya prinsip untuk menjauhkan
kejahatan…. mungkin menjelaskan ritual pelemparan batu. Ide orisinilnya
mungkin adalah membersihkan diri dengan mentransfer kekotoran (dosa)
pada batu-batu yang mereka lemparkan itu.[21]
Menurut
Juynboll, ibadah Haji aslinya punya ciri magis:
Tujuannya
jaman dulu adalah untuk mendapatkan tahun baik yang banyak hujan dan
matahari, kemakmuran dan suburnya ternak serta ladang. Api yang menyala
besar di Afatah dan Muzdalifah maksudnya untuk mengundang matahari agar
bersinar ditahun yang baru. Air disiramkan ke tanah perlambang melawan
kekeringan. Melempar batu ditempat-tempat tertentu di Mina, yang
merupakan ritual primitif kaum berhala, aslinya perlambang melemparkan
segala dosa-dosa tahun lalu dan semacam jimat untuk melawan kesialan dan
hukuman.[22]
Ritual
berlari-lari kecil (Islam fanatik akan mengatakan bahwa lari-lari kecil
ini adalah bukti bahwa Islam sudah peduli terhadap kesehatan jasmani
umatnya melalui ritual joging. Hahahaaa… –adm) antara Arafah dan
Muzdalifah dan Muzdalifah ke Mina juga punya kepentingan magis.
Pesta/Makan-makan pada akhir ritual perlambang kemakmuran yang mereka
harapkan datang ditahun baru. Kewajiban-kewajiban yang banyak harus
dilakukan para peziarah adalah agar menimbulkan kondisi mental yang
magis pada para peziarah.
Kabah
Patung-patung
biasanya ditempatkan dalam lokasi khusus yang dibatasi oleh
batu-batuan. Lokasi keramat ini adalah daerah suaka bagi semua makhluk
hidup. Biasanya selalu ada sumur dilokasi tersebut. Tidak diketahui
kapan pastinya Kabah dibangun pertama kali tapi pemilihan lokasinya
pastilah karena adanya sumur zam-zam disana, sumur yang menyediakan air
(yang di gurun dianggap sangat berharga) bagi para karavan yang lewat
melalui Mekah menuju Yaman dan Siria.
Para
peziarah memberi penghormatan dengan persembahan dan kurban. Di dalam
Kabah ada sumur kering dimana persembahan dan kurban itu ditempatkan.
Para peziarah yang datang untuk menyembah patung-patung itu sering
mencukur rambut mereka didalam lokasi keramat tersebut. Kita lihat
ritual mirip seperti ini juga ada dalam bentuk lainnya ketika Muslim
melakukan ibadah haji.
Menurut
para penulis muslim, Kabah pertama kali dibangun di surga (ngayal aja
mereka.. –Adm), dimana sampai sekarang modelnya masih ada disana, dua
ribu tahun sebelum penciptaan jagat raya. Adam mendirikan Kabah di bumi
tapi hancur oleh Air Bah. Abraham diperintahkan untuk membangunnya
kembali; Abraham dibantu oleh Ismail. Ketika mencari batu untuk dipakai
sebagai batu penjuru, Ismail bertemu malaikat Jibril yang lalu
memberinya Batu Hitam, ketika itu Batu Hitam ini masih berwarna putih
seperti susu; belakangan menjadi hitam karena dosa orang-orang yang
menyentuhnya. Kisah ini tentu saja merupakan contekan dari legenda dalam
tradisi Yahudi mengenai surga dunianya Yerusalem.
Sementara
Muir dan Torrey yakin bahwa asal muasal Kabah Abraham ini merupakan
kepercayaan yang telah lama ada di sana sebelum Muhammad, Snouck
Hurgronje dan Aloys Sprenger sepakat bahwa dihubungkannya Abraham dengan
Kabah adalah karangan Muhammad sendiri, dan ini berfungsi sebagai alat
untuk melepaskan Islam dari Yudaisme. Kesimpulan Sprenger lebih keras
lagi: “Dengan kebohongan ini, Muhammad memberi Islam semua yang
diperlukan dan yang membedakan agama dari filosofi: secara nasional,
ritual, ingatan sejarah, misteri, kepastian masuk surga, sambil
sekaligus menipu hati nuraninya dan para pengikutnya.” [23]
Artikel
Disadur dari buku: “Why I Am Not A Muslim” karangan
Ibnu Warraq
Catatan
Kaki
[5]
Dikutip oleh Jeffery, Arthur. The Foreign Vocabulary of the Koran.
Baroda, 1938.Hal.1
[6]
Dikutip oleh Dashti, hal.94
[7]
Dikutip oleh Dashti, hal.1
[8]
Dikutip oleh “Animistic Elements in Moslem Prayer” in Muslim World,
vol.8.Hal.150
[9]
Zwemer, S. “Animistic Elements in Moslem Prayer” in Muslim World, vol.8,
Hal.148 [10] Ibid. hal.150
[11]
Ibid., hal.157
[12]
Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and
Ethics, hal 659-72 dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics vol.1,
hal.659
[13]
Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and
Ethics, hal 659-72 dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics vol.1,
hal.665
[14]
Margoliouth, D.S. “Ideas and Ideals of Modern Islam”. London, 1905.
Dalam “Muslim World” vol.20, hal.241
[15]
Muir, Sir W. The Life of Muhammad. Edinburgh, 1923. hal.xci.
[16]
Zwemer, S. The Influence of Animism on Islam. London, 1920. hal. 158
[17]
Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and
Ethics, vol1, hal 660
[18]
Zwemer, S. The Influence of Animism on Islam. London, 1920, hal.159 [19]
Ibid. hal.160
[20]
Ibid., hal.159
[21]
Ibid., hal.161
[22]
Artikel Juynboll ‘Pilgrimage’ dalam Encyclopaedia of Religion and
Ethics, vol1.
[23]
Dikutip oleh Bousquet dalam prakata untuk Hurgronje, Snouck, C. “La
Legende qoranique d’Abraham et la politique religieuse du prophete
Mohammad.” Dalam Revue Africaine, vol.95 (1951). 273-88, terjemahan
Bousquet.