Kisah
ini memilukan hati. Jika anda punya hati, anda akan menangis juga.
Tempatkanlah diri anda pada posisi gadis muda ini. Bayangkan anda
ditawan dan hidup di antara orang-orang yang telah membunuh
kekasih-kekasih anda. Anda tidak tahu harus pergi kemana dan tidak ada
seorangpun yang dapat dijadikan tempat untuk bersandar. Anda dihina oleh
orang-orang di sekitar anda. Satu-satunya orang yang menunjukkan kasih
pada anda adalah orang yang telah membunuh ayah dan suami anda.
Amir
adalah salah satu dari sekian banyak orang Muslim yang menyurati saya,
menantang saya berdebat. Saya mengatakan padanya bahwa saya hanya mau
berdebat dengan para sarjana ternama, atau dengan orang-orang yang telah
membaca buku saya. Amir setuju untuk membaca buku saya. Saya
mengirimkannya edisi yang ke-4 dalam bentuk PDF. Setelah membacanya,
nampaknya Amir telah meninggalkan Islam, atau sedang memikirkan untuk
melakukannya. (lihat: about
). Tidak seorang pun yang membaca buku saya masih tetap percaya
kepada Islam.
Kebanyakan
orang Muslim yang menerima buku saya tidak pernah lagi menyurati saya.
Saya yakin mereka menjadi takut dan kemudian mereka berhenti membacanya.
Ada pula yang mengumpulkan keberanian untuk membacanya sampai selesai.
Amir adalah salah satunya.
Ia
mengajukan beberapa pertanyaan pada saya. Pada dasarnya ia ingin agar
saya menjawab kritik yang tidak benar mengenai saya yang dilontarkan
oleh Bassam Zawadi. Sejauh ini saya telah mengabaikan Zawadi karena
sebenarnya artikel-artikelnya mengkriminalkan Muhammad dan
mengkonfirmasi apa yang saya katakan. Namun demikian, bagi orang-orang
yang tidak dapat melihatnya saya mengkhususkan diri dalam beberapa bulan
berikut untuk meresponi Zawadi.
Berikut
ini adalah surat Amir dan jawaban saya atas pertanyaannya yang pertama.
Ini soal Safiyah, perempuan Yahudi yang menjadi istri Muhammad. (lihat
di: “Safiyah,
the Jewish wife of Muhammad” – http://indonesian.alisina.org/?p=21).
Kisahnya ada disini: here.
Halo
Bpk. Ali Sina.
Sejujurnya
saya hanya dapat mengatakan pada anda: YA buku anda telah menggoyahkan
iman saya yang kecil dan dangkal kepada Islam. Jadi sekarang yang saya
inginkan adalah agar anda memberikan pada saya tanggapan anda, satu demi
satu, atas argumen-argumen berikut ini, yang disampaikan oleh
orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dan mendalam
mengenai Islam, untuk setiap masukan, seperti yang telah anda janjikan,
dan membawa saya benar-benar meninggalkan Islam, ATAU membiarkan saya
tetap dalam keraguan dan hidup yang menyedihkan yang akan membuat saya
berkonfrontasi dengan pikiran saya, keluarga dan masyarakat. Namun Pak
Sina, saya mendesak anda untuk melakukan permintaan saya yang pertama.
Tuduhan
No.1
“Seorang
Pemerkosa”
Menarik
sekali bila memperhatikan bahwa menurut Ali Sina orang yang “diperkosa”
adalah Safiyyah, salah seorang istri Nabi Suci. Kita tidak perlu
menanggapi klaim-klaim bodoh seperti itu, yang perlu kita lakukan adalah
membahas hal-hal yang lebih penting. Namun, jika ada orang yang
berminat untuk mengetahui tentang Safiyyah silahkan membaca artikel yang
luar biasa ini yang ditulis oleh Saudara Bassam Zawadi:
Dalam
tanggapan ini, Basam Zawadi mengutip berbagai hadith untuk membuktikan
tidaklah adil jika mengatakan bahwa pernikahan Muhammad dengan Safiyah
adalah perkosaan dan bahwa sesungguhnya wanita itu mencintainya. Inilah
yang ditulisnya.
Zayd
ibn Aslam mengatakan, “Ketika Nabi sakit parah dan berada di ujung
ajalnya, istri-istrinya berkumpul di sekelilingnya. Safiyyah
bint Huyayyay mengatakan, ‘Wahai Utusan Allah, demi Allah, saya ingin
menggantikan tempatmu.’ Mendengar perkataannya itu, istri-istri
Nabi mengedipkan mata padanya. Nabi melihat mereka dan berkata,
‘Cucilah mulut kalian’. Mereka berkata, ‘Untuk apa, Utusan Allah?’ Ia
berkata, ‘Karena kalian mengedipkan mata padanya, demi Allah, ia
mengatakan kebenaran’”. (Ibn Sa’d, Tabaqat, vol. 8,
h.101, terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet
Muhammad: Their Strives and Their Lives, h.175)
Agar
dapat memahami dinamika situasi tersebut, kita harus melihat melampaui
kata-kata yang tertera dalam hadith. Setiap episode atau hadith, yang
diisolir, hanya bermakna sedikit. Hanya jika kita menyatukan semuanya,
seperti potongan-potongan teka-teki gambar, barulah gambar yang
sebenarnya akan kelihatan. Safiyah adalah seorang tawanan. Ayahnya dan
pamannya dipenggal, dan suaminya disiksa sampai mati. Semua saudara
laki-lakinya dan kerabat pria dibantai dan semua kerabatnya yang
perempuan diperbudak oleh orang Muslim. tinggallah ia sendirian. Ia
terperangkap ditengah-tengah musuh.
Apakah
masuk akal jika orang dalam situasi seperti itu mencintai orang yang
menangkapnya dan membunuh orang-orang yang dikasihinya? Tentu saja
tidak!
Sains
telah mengalami kemajuan di segala bidang termasuk psikologi. Banyak
teka-teki yang membingungkan orang selama berabad-abad, terutama
mengenai Muhammad dan kehidupannya, kini dapat dijelaskan melalui
penemuan-penemuan dalam psikologi. Buku saya, “Memahami
Muhammad” adalah sebuah psikoanalisa mengenai Muhammad. Sejauh
yang saya ketahui, ini adalah buku pertama yang membahas subyek ini.
Jawaban
atas pertanyaan ini ada dalam bab 8 edisi kelima buku saya. Anda, Amir,
membaca edisi keempat. Jadi, saya akan menjelaskannya secara singkat.
Cameroon
Hooker, seorang sosiopath (orang yang mempunyai masalah sosial),
menculik Colleen Stan, seorang gadis berusia 20 tahun, dan
menyembunyikannya dalam sebuah kotak menyerupai peti mati di bawah
tempat tidurnya selama 7 tahun. Setelah ia berhasil melarikan diri, ia
tidak melaporkan Hooker kepada pihak berwajib. Pria itu ditangkap
setelah istrinya mengakui perbuatan suaminya kepada seorang pastor, yang
kemudian menasehatinya agar melapor kepada polisi.
Selama
persidangan terhadap Hooker, Colleen tidak bersikap kooperatif. Bahkan
keadaan menjadi lebih buruk ketika pengacara si terdakwa menunjukkan
sebuah surat cinta yang ditulis Coleen kepada Hooker.
Kenyataan-kenyataan
yang ada sangat jelas. Coleen telah diculik, hidupnya terancam dan ia
dikurung dalam sebuah kotak selama tujuh tahun.
Lalu
mengapa ia tidak bersikap kooperatif dengan para penuntut umum? Surat
cinta itu soal apa lagi? Para Juri tidak dapat menghukum Hooker karena
Coleen nampaknya tidak menderita oleh karena apa yang telah dialaminya.
Teka-teki yang rumit ini kemudian dipecahkan oleh seorang psikolog yang
menjelaskan bahwa dalam masa yang sulit, seringkali orang yang ditawan
kemudian merasa cinta dan tumbuh kesetiaan kepada orang yang telah
menangkapnya. Ini disebut sebagai Sindrom Stockholm.
Ini
disebut mekanisme menyesuaikan diri. Hooker kemudian dihukum seumur
hidup dan tidak mendapat kesempatan untuk bebas bersyarat.
Hanya
dengan bantuan pemahaman baru ini, mengenai psikologi manusia, kita
dapat mengerti ekspresi aneh cinta Safiyah terhadap orang yang telah
membunuh sanak keluarganya yang dikasihinya.
Zawadi
melanjutkan,
“Inilah
Umm al-Mu’minin, Safiyyah, mengenang saat-saat ia membenci Nabi karena
telah membunuh ayahnya dan mantan suaminya. Nabi meminta maaf kepadanya
dan berkata, “Ayahmu memerintahkan orang-orang Arab untuk memerangiku
dan telah melakukan tindakan yang keji”, ia memohon maaf sedemikian rupa
sehingga Safiyyah membuang kepahitannya terhadap Nabi.
(Al-Bayhaqi, Dala’il an-Nubuwwah, vol. 4, h. 230, Terdapat dalam
Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives
and Their Lives, h.166)
Apakah
ini masuk akal? Muhammad membantai ayahnya dan suaminya, lalu kemudian
membenarkan tindakan-tindakannya itu, dan seperti yang dikatakan Zawadi,
ia meminta maaf (padahal sebenarnya tidak) lalu wanita itu
memaafkannya? Saya tidak tahu persis apa yang sedang ditutup-tutup
Zawadi, (walau sebenarnya saya tahu. Otaknya dipenuhi dengan Islam),
tapi argumennya tidak masuk akal. Anda membunuh ayah dan suami seseorang
serta seluruh anggota keluarganya, kemudian anda menjelaskan mengapa
anda harus melakukannya, lalu kemudian orang itu memaafkan anda? Cara
berpikir seperti inilah yang membuat orang Muslim percaya pada
absurditas apapun. Jika orang Muslim menggunakan sedikit saja akal
sehat, mereka akan meninggalkan Islam.
Ya,
memang benar pertama-tama Safiyyah sangat marah pada Nabi namun
kemudian ia mengampuninya. Ini terjadi terutama berkaitan dengan
kenyataan bahwa ia selalu memandang Muhammad sebagai seorang Nabi.
Saffiyah
berkata, “Aku adalah anak kesayangan ayah dan pamanku. Ketika Utusan
Allah datang ke Medinah dan tinggal di Quba, orang-tuaku pergi
menemuinya pada malam hari dan ketika mereka terlihat sangat gelisah dan
letih aku menyambut mereka dengan riang. Namun aku terkejut karena
tidak seorangpun dari mereka melihatku. Mereka sangat berduka
sampai-sampai mereka tidak menyadari kehadiranku. Aku mendengar pamanku,
Abu Yasir, berkata kepada ayahku, ‘Benarkah dia orangnya?’ Ia berkata,
‘Demi Allah, iya’. Pamanku berkata: ‘Dapatkah engkau mengenalinya dan
mengkonfirmasi hal ini?’ Ia berkata, ‘Ya’. Pamanku berkata, ‘apa yang
kau rasakan mengenai dia?’ Ia berkata, ‘Demi Allah, aku akan menjadi
musuhnya seumur hidupku’” (Ibn Hisham, As-Sirah
an-Nabawiyyah, vol. 2, h. 257-258, Terdapat dalam Muhammad Fathi
Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their
Lives, h.162).
Cerita
di atas menggambarkan kewaspadaan dan kecerdasan Safiyyah. Cerita itu
juga menunjukkan bahwa orang Yahudi telah mengetahui kenabian Nabi, dan
mengenalnya sebaik mereka mengenal anak-anak mereka. Namun demikian,
mereka mempunyai rasa benci dan kepahitan kepada Islam dan kepada Nabi.
Tambahan lagi, cerita itu menunjukkan adanya permusuhan dan kebencian
besar yang dirasakan Bani Huyayy terhadap Utusan Allah. Safiyyah tidak
mewarisi apapun dari ayahnya karena Allah telah mempersiapkan hatinya
untuk Islam dan menyiapkan jiwanya untuk iman. (Muhammad Fathi
Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their
Lives, h.162-163).
Hadith
ini memperlihatkan pikiran sakit orang-orang Muslim, seperti yang telah
berulangkali saya katakan dan tunjukkan dalam buku saya, mereka
mewarisi ketidakwarasan nabi mereka.
Orang-orang
yang narsistik mengalami delusi bahwa semua orang mengetahui kehebatan
mereka dan jika ada orang yang menentang mereka, itu karena iri hati.
Hadith di atas adalah satu contoh pikiran narsistik orang Muslim.
Bagaimana
kita dapat diyakinkan bahwa seseorang adalah utusan Tuhan memutuskan
untuk menolaknya dengan keras? Apakah ini benar-benar masuk akal? Tidak.
Tidak bagi orang yang normal. Tapi dapat masuk akal bagi orang yang
narsistik. Narsisme adalah sebuah gangguan mental. Fungsi otak mengalami
gangguan. Orang yang narsistik mengalami gangguan untuk memahami
realita.
Orang
meyakini bahwa mereka benar dan siapa yang tidak sepakat dengan mereka
adalah sesat. Bukan sebaliknya. Bagaimana bisa ada orang yang punya
argumen sebodoh itu?
Lebih
jauh lagi, bagaimana orang Yahudi di Medinah dapat mengetahui bahwa
Muhammad adalah Mesias yang mereka harapkan kedatangan-Nya? Bukti apa
yang dapat mereka lihat? Mengapa bukti itu sekarang tidak ada lagi?
Orang
Muslim mengklaim bahwa Muhammad disebutkan dalam Kidung Agung 5:15
dalam Alkitab. Silahkan membaca tanggapan saya dalam: read my
response untuk melihat ketidakwarasan pikiran mereka. Muhammad tidak
pernah disebutkan sama sekali dalam Alkitab. Tidak ada bukti apapun
mengenai dia dalam kitab suci apapun yang datang sebelum dia. Jadi
bagaimana ayah dan paman Safiyyah dapat mengetahui bahwa Muhammad adalah
“dia”? Kecuali mereka menganggapnya sebagai Iblis. Ada banyak indikasi
dalam Alkitab yang menunjukkan Muhammad adalah Iblis, namun tidak
satupun yang dapat membuat kita percaya bahwa ia disebutkan dalam kitab
itu sebagai orang yang dijanjikan bagi orang Yahudi.
Siapapun
yang percaya pada kebohongan ini pasti kurang kecerdasannya. Orang
Muslim sangat membenci Baha’u’llah. Akankah mereka menolak untuk percaya
setelah mereka yakin bahwa Baha’u’llah adalah seorang utusan Tuhan?
Tentu saja tidak! Argumen seperti ini bertentangan dengan akal. Hanya
orang Muslim yang dapat mempercayai absurditas bohong ini. Tunjukkanlah
pada saya satu orang Muslim yang menerima Baha’u’’llah sebagai seorang
nabi yang sejati dan tidak percaya kepadanya? Ini mustahil. Inilah
argumen terbodoh yang dapat dibuat orang.
Tragedinya
bukanlah bahwa Islam adalah sebuah kebohongan, namun kenyataan bahwa
Islam telah merusak otak para pengikutnya hingga pada tingkat dimana
mereka tidak dapat lagi berpikir secara rasional. Mereka melihat segala
sesuatunya buram. Bagi mereka realita sudah terganggu. Jika anda adalah
seorang Muslim anda tinggal dalam dunia cermin yang berlekak-lekuk. Anda
melihat dunia ini rusak dan berubah bentuk karena ditekuk disana-sini.
Jika anda keluar dari Islam, anda akan mulai melihat segala sesuatunya
dalam dimensi yang sebenarnya. Bukan hanya opini anda yang berubah,
keseluruhan “weltanschauung” anda, orientasi kognitif fundamental anda
berubah.
Orang
Muslim percaya bahawa semua orang telah yakin bahwa Islam itu benar dan
alasan mengapa mereka bukan orang Muslim adalah karena mereka iri hati,
atau hatinya berpenyakitan. Mereka tidak merasa perlu untuk membuktikan
klaim Islam. Bagi mereka, itu tidak dibutuhkan, karena sudah sejelas
matahari. Jika anda tidak melihatnya, itu karena anda tidak ingin
melihatnya. Sebagai akibatnya, siapapun yang tidak sepakat dengan Islam
akan direndahkan martabatnya sebagai manusia dan dipandang sebagai
sekutu setan. Oleh karena itu, merampas hak azasi manusia adalah
tindakan yang mereka benarkan.
Zawadi
mengutip situs Islam lainnya. Lihat di quotes
another Islamic site
“nabi
yang datang berikutnya dan yang terakhir secara akurat ditulis dalam
Taurat, yang juga memuat tanda-tanda yang mudah dikenali orang Yahudi”,
tetapi orang Yahudi menolaknya karena ia adalah seorang Arab sedangkan
mereka mengharapkan seorang Yahudi.
Nah,
tunjukkanlah pada kami dimana? Di bagian mana dalam Taurat, Muhammad
diceritakan dengan sangat akurat sehingga orang dapat mengenalinya
dengan mudah?
Islam
dibangun di atas fondasi kebohongan. Klaim ini, seperti halnya semua
klaim orang Muslim lainnya, adalah sebuah kebohongan. Ketika Muhammad
berkata bahwa ia disebutkan dalam Alkitab, para pengikutnya yang masa
bodoh tidak mempunyai Alkitab untuk mereka baca dan verifikasi. Mereka
mempercayai begitu saja apa yang dikatakan pada mereka. Pada masa kini
semua orang mempunyai akses kepada Alkitab. Bahkan Alkitab sudah online.
Tunjukkanlah pada kami dimana Muhammad disebutkan? Dasar tidak punya
malu! Jika anda berpikir kehormatanmu dapat dipulihkan dengan cara anda
membunuh putrimu sendiri, maka pasti anda tidak merasa malu kalau
berbohong.
Karakter
Safiyyah
Ini
menunjukkan betapa Safiyyah adalah seorang yang sangat bertaqwa kepada
Allah.
Abd
Allah ibn Ubaydah berkata, “Sekelompok orang berkumpul di kamar
Safiyyah, salah seorang istri Nabi. Mereka mengingat Allah, membaca
Qur’an dan bersujud. Safiyyah memanggil mereka dan berkata, ‘Kamu
bersujud dan membaca Qur’an tapi mengapa kamu tidak meratap (karena
takut akan Allah)?” (Abu Nu’aym al Asbahani, Hilyat
al-Awliya‘, vol. 2, h. 55, Dikutip dalam Muhammad Fathi Mus’ad,The Wives
of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their Lives, h.177).
Tidak,
ini tidak menunjukkan ketulusannya. Oleh karena episode ini terjadi
setelah kematian Muhammad dan ia sudah tidak remaja lagi, besar
kemungkinan ia telah pulih dari sindrom Stockholm yang dideritanya dan
kemudian menjadi sarkastis. Obama mencium tangan Raja Saudi. Saya
sarankan – lain kali Obama harus sujud dan mencium sepatu Raja. Apakah
tindakan itu menunjukkan bahwa saya adalah orang yang setia mengabdi
pada Raja Saudi? Akal sehat dan berpikir rasional sangat dibutuhkan
orang Muslim.
Diambil
dari: http://www.geocities.com/mutmainaa1/people/safiyah.html
Ia
masih mengalami kesulitan-kesulitan setelah kematian Nabi. Suatu ketika
budak perempuannya menemui Amir Al Muminin Umar dan bertanya, “Amir al
Muminin! Safiyyah mencintai hari Sabbath dan tetap menjalin hubungan
dengan orang-orang Yahudi!” Umar menanyai Safiyyah mengenai hal itu dan
ia berkata, “Aku tidak mengasihi hari Sabbath lagi setelah Allah
menggantikannya dengan hari Jumat untukku, dan aku hanya menjalin
hubungan dengan dengan orang-orang Yahudi yang mempunyai hubungan
kekerabatan denganku”. Ia menanyai budak perempuannya apa yang telah
merasuknya sehingga ia berbohong kepada Umar dan gadis itu menjawab,
“Setan!” Safiyyah berkata, “Pergilah, kamu sudah bebas”. Ini menunjukkan
dan membuktikan bahwa Safiyyah tetap menjadi seorang Muslim yang setia
bahkan setelah kematian Nabi.
Hadith
ini memberi banyak informasi. Budak Safiyyah melihatnya melaksanakan
Sabbath dan berhubungan dengan budak-budak Yahudi di Medinah. Gadis
malang ini sendiri adalah seorang budak. Tuhan tahu trauma apa yang
telah dialaminya. Mungkin ia ditangkap dari Iran atau Mesir. Kini ia
mendapati dirinya dikelilingi oleh orang-orang jahat yang beranggapan ia
najis. Ia melaporkan apa yang dilihatnya kepada Umar, boleh jadi dengan
harapan ia akan mendapatkan sedikit kebaikan. Apa yang dapat dikatakan
Safiyyah ketika ia diinterogasi? Dapatkah ia berdebat dengan Komandan
Orang-orang Beriman, seorang pria yang dikenal gampang marah dan kejam
dan mengatakan pada pria itu bahwa ia tidak percaya pada dusta-dusta
Muhammad? Safiyyah harus menyembunyikan imannya demi keselamatan
dirinya. Budak perempuan itu, yang kini menyadari bahwa perkataannya
bertentangan dengan perkataan seorang Ummul Mo’menin, kuatir dan takut
akan hidupnya dan menyalahkan Setan yang telah membuatnya melakukan hal
ini. Setiap kisah adalah sebuah tragedi di dalam tragedi lainnya. semua
orang adalah korban dan orang yang mengorbankan orang lain. Setan pasti
bangga akan keberhasilannya ini.
Ketika
kita membaca sebuah hadith kita juga akan ditolong untuk berpikir
secara rasional. Kebenaran itu ada disana, tidak dalam kata-kata yang
tertulis, namun dalam implikasi dari perkataan-perkataan itu. Untuk
memahami hadith, bacalah apa yang tidak tertulis disana, bacalah yang
tersirat.
Saya
membaca Quran dan hadith, kitab-kitab yang sama yang dibaca orang
Muslim. Namun, saya melihat apa yang tidak mereka lihat selama 1400
tahun. Itu karena saya tidak menelan semuanya mentah-mentah. Saya
merenungkan dan menganalisanya juga. Semua orang dapat melakukannya.
Penting sekali ketika kita membaca sebuah buku, apakah buku religius
atau tidak, kita membacanya secara kritis.
Safiyyah
menjalin hubungan yang hangat dan simpatik dengan semua anggota
keluarga Nabi. Ia menghadiahkan Fatima az-Zahra perhiasan untuk
menunjukkan kasihnya kepada Fatima, dan ia juga memberikan hadiah-hadiah
kepada beberapa orang istri Nabi, yaitu perhiasan-perhiasannya yang
dibawanya dari Khaybar. (Ibn Sa’d, Tabaqat, vol.8,
h.100, Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet
Muhammad: Their Strives and Their Lives, h.172).
Dengan
kata lain, ia berusaha untuk mendapatkan kasih mereka sehingga
menurunkan tingkat kekejaman mereka kepadanya. Menyenangkan orang lain
adalah strategi kaum yang lemah agar dapat tetap hidup.
Pernikahan
Nabi dengan Safiyyah dan hikmahnya
Berkenaan
dengan tuduhan bahwa Safiyyah dipaksa menikah atau dimanfaatkan,
seperti yang dituduhkan oleh seorang Islamofobis yang terkenal, [yaitu
saya, tapi tokoh Islamis ini tidak mau menyebut nama saya], klaim ini
sama sekali tidak berdasar. Kita semua tahu bahwa Safiyyah tetap setia
kepada Nabi hingga ia wafat.
Benarkah
demikian?! Jadi ia menolak menemui semua pria yang mengiriminya mawar
dan meneleponnya lewat telepon selularnya? Apakah ia mempunyai pilihan?
Jika anda memenjarakan istri anda, anda tidak dapat mengatakan bahwa ia
setia pada anda. Safiyyah sama sekali tidak mempunyai kebebasan di
Medinah dan tidak bisa pergi kemanapun.
(kisah
mengenai kesetiaan Safiyyah diafirmasi oleh Nabi sendiri dan dicatat
dalam Muhammad Husayn Haykal, op. cit., h. 374, yang juga memuat dokumen
online, Terdapat dalam: http://www.bismikaallahuma.org/index.php/articles/umm-ul-mukminin-safiyyah-the-jewish-wife-of-muhammadp)
Pada
kenyataannya, kita mendapati Nabi memberikan penawaran berikut ini
kepadanya, seperti yang ditulis oleh Martin Lings:
Ia
[Nabi Muhammad - Red.] kemudian berkata kepada Safiyyah bahwa ia akan
membebaskannya, dan ia memberikan pilihan untuk tetap menjadi orang
Yahudi dan kembali kepada kaumnya atau masuk Islam dan menjadi istrinya.
“Saya memilih Allah dan Utusan-Nya”, katanya; dan mereka menikah tepat
sebelum berangkat pulang. (Martin Lings, Muhammad: His Life Based On The
Earliest Sources (George Allen & Unwin, 1983), h. 269, Terdapat
dalam http://www.bismikaallahuma.org/index.php/articles/umm-ul-mukminin-safiyyah-the-jewish-wife-of-muhammadp)
Membebaskannya?
Suaminya dibantai. Ayah dan pamannya dibunuh. Saudara-saudaranya
digorok. Kerabat-kerabat perempuannya menjadi budak di beberapa rumah
orang Muslim. Kemana ia dapat pergi? Jika ia tidak menikahi Muhammad, ia
akan menjadi budak seks seorang Muslim lainnya.
Pernikahan
dengan Safiyyah juga mempunyai signifikansi politis, karena itu akan
menurunkan kekerasan dan membangun sekutu. John L. Esposito menuliskan:
Sudah
menjadi kebiasaan para pemimpin Arab melakukan pernikahan politik untuk
memperkuat persekutuan. Yang lainnya menikahi para janda sahabatnya
yang gugur di medan perang dan yang membutuhkan perlindungan.
(John L. Esposito, Islam: The Straight Path, pp. 19-20, Terdapat dalam http://www.bismikaallahuma.org/index.php/articles/umm-ul-mukminin-safiyyah-the-jewish-wife-of-muhammadp)
John
Esposito telah menjual jiwanya demi uang. Dengan siapa Muhammad hendak
memperkuat ikatan politiknya dengan menikahi Safiyyah? Sukunya
dimusnahkan dan ayahnya dipenggal. Dua ons pikiran rasional akan
menghapus semua klaim ini.
Tindakan
signifikan menikahi Safiyyah ini sesungguhnya adalah penghormatan besar
untuknya, karena ini bukan hanya untuk memelihara kehormatannya, tapi
juga mencegahnya agar tidak dijadikan budak.
Ahirnya
Zawadi mengatakan sesuatu yang dapat saya setujui. Itulah sesungguhnya
apa yang saya katakan di atas. Lihatlah bagaimana si apologis ini
berkontradiksi dengan dirinya sendiri? Sebelumnya ia menulis bahwa
Muhammad menawarkan kebebasan kepada Safiyyah. Kini ia mengakui bahwa
pilihan lain untuk Safiyyah hanyalah menjadi budak seks pria Muslim
lain.
Haykal
mencatat:
Nabi
memberinya kebebasan dan kemudian menikahinya, mengikuti teladan para
penakluk lainnya yang menikahi putri-putri dan istri-istri para raja
yang telah mereka taklukkan, , partly in order to alleviate their
tragedy and partly to preserve their dignity. (Muhammad Husayn
Haykal, The Life of Muhammad (North American Trust Publications, 1976),
p. 373, Cited in:
Saya
benar-benar tidak dapat memahami pikiran Islam. Bayangkan ada orang yang
menjarah rumah anda dan setelah membunuh anda dan anak-anak laki-laki
anda, ia menjadikan putri-putri dan istri anda sebagai budak, kemudian
berhubungan seks dengan putri anda dan menyebutnya sebagai istrinya.
Apakah itu dapat mengurangi tingkat kepedihan dari tragedi tersebut atau
memelihara kehormatan anda?
Pemikiran
yang menyimpang ini berkaitan dengan fakta bahwa bagi orang Muslim
tindakan melegalkan pernikahan berarti memberikan kehormatan kepada si
wanita dan keluarganya. Wanita adalah aurat, obyek yang
memalukan. Hanya jika ia menikah, maka “kemaluannya” ditutupi. Sekali ia
menikah, ia dapat diperkosa. Berdasarkan hukum Islam itu bukanlah
perkosaan.
Dengan
menikahi Safiyyah, Nabi bermaksud untuk mengakhiri permusuhan dan
kekerasan yang ditunjukkan orang Yahudi kepadanya dan kepada Islam,
selama ini, namun sayangnya mereka tetap membenci Islam dan nabi
semata-mata hanya karena kelicikan dan keras kepala memang sudah menjadi
sifat bawaan mereka. (Lihat Muhammad M. as-Sawwaf, Zawjat ar-Rasul
at-Tahirat wa Hikmat T’adudihinn, h. 76-79, Terdapat dalam Muhammad
Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their
Lives, h.168.).
Pemikiran
seperti ini memuakkan. Orang Muslim benar-benar berharap orang Yahudi
mengasihi Muhammad karena ia telah memperkosa seorang perempuan Yahudi
dan menyebut perempuan itu sebagai istrinya. Jadi mereka harus melupakan
kenyataan bahwa ia telah membantai seluruh anggota keluarga dan
sukunya. Bagaimana bisa ada orang yang sangat terputus dari realita?
Orang Muslim tidak melihat bahwa membunuh kita adalah hal yang salah,
malah mengharapkan kita berterimakasih kepada mereka karena telah
memperkosa anak-anak perempuan kita setelah mereka membaca ayat mengenai
pernikahan. Bagaimana kita dapat hidup berdampingan dengan orang-orang
seperti itu? Mereka berasal dari dunia lain. Kita tidak mempunyai
nilai/norma yang sama dengan mereka.
Sikap
Nabi terhadap Safiyyah
Sesungguhnya,
ketika Bilal ibn Rabah, seorang Sahabat Nabi, membawa Safiyyah bersama
perempuan-perempuan Yahudi lainnya ke hadapannya dengan melewati
orang-orang Yahudi yang telah dibantai dalam peperangan, Muhammad secara
pribadi menegur Bilal dan berkata, “Apakah engkau tidak mempunyai belas
kasihan, Bilal, saat engkau membawa dua wanita ini melewati mayat
suami-suami mereka?” (A. Guillaume (terj.), The Life of Muhammad: A
translation of Ibn Ishaq’s Sirat Rasul Allah (Oxford University Press,
1978), p. 515, Terdapat dalam http://www.bismikaallahuma.org/index.php/articles/umm-ul-mukminin-safiyyah-the-jewish-wife-of-muhammadp)
Marilah
kita membaca kutipan selengkapnya dari Sirat Ibn Ishaq.
“Setelah
Utusan Allah menaklukkan al-Qamus, benteng Ibn Abi al-Huqyaq, Safiyyah
bt. Huyayy b. Akhtab dibawa kepadanya, dan seorang perempuan lain
bersamanya. Bilal, yang membawa mereka, membawa mereka melewati beberapa
orang Yahudi yang telah dibantai. Ketika wanita yang bersama Safiyyah
melihat mereka, ia berteriak, memukuli wajahnya, dan menaruh abu di
kepalanya. Ketika Utusan Allah melihatnya, ia berkata, ‘Singkirkan iblis
perempuan ini dari hadapanku!’ Perempuan itu menyembunyikan Safiyyah di
belakangnya agar Utusan Allah memilihnya”.
Bilal
membawa Safiyah dan saudari iparnya kepada Muhammad agar ia dapat
memilih salah satu dari antara mereka untuk melayaninya malam itu
sedangkan “Kemurahan Allah” SAW baru saja selesai menyiksa Kinana sampai
mati. Ketika melihat jenazah abangnya, adik perempuan Kinana itu
menjadi histeris. Sang Kemurahan Allah menampar wajahnya dan berkata, “Singkirkan
iblis perempuan ini dari hadapanku!” Kesalahan iblis perempuan itu
hanyalah menjerit saat melihat jasad abangnya. Kemudian Sang Insan
Kamil (manusia sempurna) ini menegur Bilal dan berkata, ““Apakah
engkau tidak mempunyai belas kasihan, Bilal, saat engkau membawa dua
wanita ini melewati mayat suami dan saudara mereka?”
Itulah
yang dimaksud orang Muslim ketika mereka berbicara mengenai belas
kasihan nabi mereka.
Suatu
ketika saat Zaynab bint Jahsh dan Safiyyah pergi bersama Nabi dalam
salah satu perjalanannya, unta Safiyyah jatuh sakit. Nabi berkata kepada
Zaynab, “Unta Safiyyah jatuh sakit, bagaimana kalau engkau
memberikannya salah satu untamu”. Ia berkata, “Aku tidak akan pernah
memberikannya kepada perempuan Yahudi seperti itu”. Nabi menjadi marah
padanya dan tidak menghampirinya selama dua bulan. (Ahmad, vol.
6, h. 336-337, Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the
Prophet Muhammad: Their Strives and Their Lives, h.173).
Apa
yang dapat dipelajari dari hadith ini? Bagi orang Muslim, yang dapat
dipelajari adalah apa yang tertulis. Bagi orang yang rasional, hadith
ini menunjukkan betapa Safiyyah merasa diasingkan di antara istri-istri
Arab Muhammad. Ia melakukan semuanya untuk mendapatkan kasih
musuh-musuhnya. Ia memberikan mereka hadiah-hadiah. Ia berpura-pura
mencintai Muhammad sedangkan jelas terlihat oleh semua orang, kecuali si
Muhammad yang narsistik, bahwa ia tidak tulus. Wanita muda ini
mempunyai insting yang kuat untuk mempertahankan hidupnya.
Ya,
Muhammad mungkin telah tertipu karena mengira Safiyyah mencintainya.
Walaupun ia sangat licik, orang yang narsistik ini adalah seorang pria
yang sangat bodoh. Siapakah yang mau meminta seorang wanita Khaybar
untuk memasak baginya, setelah ia membunuh orang-orang yang dikasihi
wanita itu, kecuali ia memang benar-benar bodoh? Wanita itu berusaha
meracuninya, dan malangnya hal itu terbongkar.
Orang-orang
yang narsistik hidup dalam dunia fantasi. Muhammad menyangka ia orang
yang istimewa dan secara alamiah harus dicintai semua orang, kecuali
orang yang di hatinya ada setan. Orang Muslim menderita gangguan mental
yang sama. Bagaimanapun, realita sangat jauh berbeda. Safiyyah hanya
berusaha mempertahankan hidupnya. Sekalipun ia menderita sindrom
Stockholm, ia tidak sebodoh itu untuk jatuh cinta pada seorang pria tua
yang impoten yang telah menghancurkan hidupnya dan membantai orang-orang
yang dikasihinya. Sindrom Stockholm bukanlah cinta.
Nabi
selalu memperlakukan Safiyyah dengan sopan, kelembutan dan kasih
sayang. Safiyyah berkata, “Utusan Allah menunaikan ibadah Haji dengan
istri-istrinya. Di perjalanan untaku jatuh berlutut karena untaku adalah
yang terlemah dari semua unta, lalu aku menangis. Nabi datang padaku
dan menghapus airmataku dengan baju dan tangannya. Semakin ia memintaku
untuk tidak menangis, semakin keras aku menangis. (Ahmad, vol.6, h. 337,
Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet
Muhammad: Their Strives and Their Lives, h.176).
Kisah
ini memilukan hati. Jika anda punya hati, anda akan menangis juga.
Tempatkanlah diri anda pada posisi gadis muda ini. Bayangkan anda
ditawan dan hidup di antara orang-orang yang telah membunuh
kekasih-kekasih anda. Anda tidak tahu harus pergi kemana dan tidak ada
seorangpun yang dapat dijadikan tempat untuk bersandar. Anda dihina oleh
orang-orang di sekitar anda. Satu-satunya orang yang menunjukkan kasih
pada anda adalah orang yang telah membunuh ayah dan suami anda.
Ketika
unta Safiyyah sakit, ia menangis. Hatinya tidak sanggup lagi menanggung
derita sebanyak itu. Bodoh sekali jika berpikir ia menangis sesenggukan
hanya karena untanya sakit. Ia menangisi hatinya yang kesepian. Saat
itu ia baru berusia 17 atau 18 tahun, ia masih sangat muda. Saya
meninggalkan negara saya ketika saya berusia 16 tahun. Orang-tua saya
saat itu masih hiudp dan saya tinggal di antara teman-teman yang sangat
mendukung. Namun saya merasa sangat kesepian. Malam-malam tertentu saya
memandangi bulan dan berpikir mungkin ibu saya juga sedang memandangi
bulan itu, lalu menangis diam-diam. Hanya Tuhan yang tahu derita yang
dirasakan Safiyyah dalam hatinya. Boleh jadi wanita muda itu berdiri di
depan jendelanya, di kegelapan kamarnya dan memandangi bintang-bintang
malam demi malam, bertanya-tanya, yang manakah dari bintang-bintang itu
adalah suaminya yang dicintainya, yang manakah ayahnya. Yang manakah
saudara-saudaranya dan yang manakah pamannya. Saya tinggal dengan
teman-teman yang sebaya dengan saya. Kami melakukan apa yang dilakukan
orang muda dan bersenang-senang. Safiyyah hanya sendirian, benar-benar
sendirian. Ketika Safiyah mengatakan pada Muhammad yang sedang menjelang
ajal, bahwa ia berharap ia dapat menggantikan tempatnya, boleh jadi ia
memang menginginkan hal itu. Pasti sudah berjuta kali ia ingin mati.
Membaca
Tabari adalah hal yang paling menyakitkan yang pernah saya lakukan. Ada
terlalu banyak sakit dan penderitaan dalam buku itu. Tetapi anda harus
membaca apa yang tersirat. Anda harus melihat diri anda sendiri sebagai
salah satu dari sekian banyak korban. Ini adalah hal yang tidak dapat
dilakukan oleh orang Muslim. Bahkan mereka tertawa dan mengejek. Di
bawah pengaruh Islam mereka sedemikian direndahkan hingga menjadi
sesuatu yang sangat jahat – mereka tidak memiliki perikemanusiaan,
empati dan kasih.