Perilaku yang engkau gambarkan mengenai pacarmu, adalah perilaku seorang yang narsis. Orang-orang narsis punya dua kepribadian – satu yang bersifat pribadi dan lainnya bersifat publik. Kepalsuan yang ada pada diri mereka, mereka proyeksikan ke dunia luar. Mereka memperoleh suplai narsistik melalui respon-respon yang mereka peroleh dari orang lain, yaitu ketika mereka memproyeksikan imej palsu mengenai diri mereka sendiri. Bagi mereka hidup sepenuhnya mengenai imej tersebut. Bahkan jika mereka, di dalam diri mereka hanyalah kotoran, tetapi kepada dunia mereka ingin memproyeksikan imej seolah-olah mereka itu seorang yang suci.
Diposkan oleh Ali Sina pada tanggal 7 Agustus, 2012
Ali Sina yang baik,
Saya ingin membagikan pengalaman saya kepada
Anda dan kepada para wanita lain yang mengalami situasi yang sama seperti yang saya alami.
Oke, dimana saya harus memulainya. Saya adalah seorang wanita terdidik dari Norwegia, yang pergi ke Oxford untuk belajar saat saya berusia 20 tahun. Saat menginjak 24 tahun, saya jatuh cinta dengan seorang pria yang memperlakukanku dengan sangat baik (paling tidak di awal perkenalan kami). Ia dilahirkan dan dibesarkan di London, tetapi ia masih sangat setia dengan agamanya, yang sayangnya, ia beragama Islam.
Sebenarnya saya sangat kecewa saat ia memberitahukan padaku bahwa ia adalah seorang Muslim, karena saya telah melihat bagaimana teman-teman baik saya yang ada di sekeliling saya, diperlakukan dengan sangat buruk oleh para pria Muslim. Tetapi karena tampaknya ia terlihat sebagai seorang pribadi yang hangat, saya tidak mau menyingkirkannya tanpa alasan – karena itu saya ingin mengenalnya lebih dalam lagi. Kemudian situasi berubah dan dengan cepat kami menjadi pasangan yang sepertinya tidak lagi bisa dipisahkan, namun kemudian realitas yang sebenarnya mulai tampak.
Ia hidup bersama dengan keluarga Muslim-nya yang sangat mengontrol, dan mereka juga tidak setuju ia berpacaran dengan seorang gadis non-Muslim. Karena itu, di awal hubungan kami, kami harus berpacaran secara sembunyi-sembunyi, seolah-olah saya ini adalah rahasia kecilnya. Hal ini sangat menjengkelkan saya dan membuat saya tak bisa mempercayainya, tetapi ia menjelaskan bahwa keluarganya akan mengusirnya jika berpacaran dengan seorang gadis non-Muslim. Ia mengatakan bahwa ia tak ingin kehilangan keluarganya hingga ia seratus persen yakin bahwa saya nantinya akan menjadi isterinya.
Kemudian setelah cinta kami satu sama lain menjadi semakin dalam, ia mengatakan padaku bahwa ia bersedia untuk bertentangan dengan keluarganya demi saya, dan saya melihat ini sebagai sebuah langkah yang besar. Saya tidak memahami mengenai mentalitas seperti itu, tetapi saya berusaha bersabar. Ia berulangkali mengatakan padaku, “Jika engkau menjadi Islam hari ini, maka aku akan menikahimu besok”, tetapi saya sangat menghargai siapa diri saya sehingga saya tak akan pernah sudi untuk merubah diri saya demi siapapun, tak peduli seberapa dalamnya cinta saya kepada orang itu. Seorang pria seharusnya mencintai saya seperti adanya diri saya saat hubungan terjalin, namun saya mengampuninya untuk kebodohannya. Kemudian saya bertemu dengan keluarganya, yang berpura-pura bersikap ramah pada saya. Saya melihat bagaimana mereka begitu berusaha keras untuk bersikap ramah, hingga saya menganggap yang mereka perlihatkan tak lebih dari kemunafikan. Mereka berusaha bersikap ramah pada saya, tetapi saat yang sama mereka juga terus-menerus mendesak saya untuk memeluk Islam setiap kali saya bertemu dengan mereka. Saya anggap ini adalah permintaan yang tidak pantas.
Saya adalah seorang yang tertarik pada hal-hal spiritual dan saya mencoba membuat pacar saya menyadari bahwa ia seharusnya tidak menjalani hidup seperti itu. Namun saya lihat ia bersikap masa bodoh dengan apa yang saya katakan. Dia juga tidak pernah membaca Qur’an atau melakukan riset seksama mengenai kehidupan Muhammad – tetapi meskipun demikian, ia tetap berpegang kuat dengan keyakinannya!
Saya sering menyebutnya sebagai seorang yang sudah mengalami cuci otak, dan kemudian kami masuk ke dalam sebuah perdebatan sengit ketika kami mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang lebih besar dalam hidup kami. Ia tidak mau mendengarkan satu pun dari yang saya yakini, sementara saya telah membaca banyak buku-buku spiritual, ilmu pengetahuan dan filosofi selama bertahun-tahun. Saya tidak dapat menjangkau hatinya karena ketika saya membuktikan padanya hal-hal yang bernilai, ia segera mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Dan ia akan selalu berkata,“Saya memenangkan diskusi ini”, ketika ia tidak memiliki fakta yang mendukung argumennya. Ini hal yang tidak masuk akal, dan hampir-hampir membuatku menjadi gila!
Terkadang saya berpikir bahwa seharusnya saya tidak perlu lagi membahasnya, dan menghargai pandangannya yang berbeda dengan saya, tetapi jika saya melakukan seperti itu maka saya adalah seorang yang naïf karena saya menyadari bahwa Islam menjadikannya seorang yang buruk. Apapun yang ada dalam Islam, yaitu: Manipulasi, Tipu Daya, Kontrol, Posesif, Munafik dsb., juga termanifestasi dalam perilakunya! Saya memang belum pernah memergokinya menipuku dan ia juga tidak pernah melakukan kekerasan terhadapku, tetapi ia bersikap posesif dan karena itu mengirim “mata-mata” untuk memata-mataiku ketika aku pergi ke klub malam untuk bersenang-senang dengan teman-temanku. Ia juga sering masuk ke dalam email dan telepon genggamku untuk membaca pesan-pesan yang ada di situ, ketika menurutku, sama sekali tak ada alasan untuk curiga bahwa aku akan mengkhianatinya. Ia pun banyak berbohong mengenai hal-hal yang sangat sepele, dan saya tidak dapat memahami mengapa ia tidak bisa menjadi seorang yang jujur. Jika ia bersikap jujur, maka hidup kami berdua akan menjadi sangat mudah! Saya juga melihatnya sebagai seorang yang manipulatif, selalu menasehatiku untuk mengenakan pakaian yang jelek dan tidak menarik (supaya pria-pria tidak melihatku).
Karena Islam, ia menjalani kehidupan ganda, dan terjebak dalam sebuah situs kebohongan dan tipu daya yang membuat saya dan dirinya mengalami banyak masalah. Islam juga menjadikannya seorang yang tak berdaya dan lemah dimana ia merasa sangat takut untuk berdiri demi apa yang ia yakini. Dan ia juga takut untuk menjadi seorang individu.
Boleh jadi ia memang mencintai saya, tetapi ia tidak sanggup membela hubungan kami ketika teman-teman dan keluarganya mengatakan sesuatu yang negatif mengenai diri saya. Keluarganya tidak menghormatiku karena kami belum menikah dan saya bukan seorang Muslim, dan terkadang mereka bersikap sangat kasar. Saudaranya laki-laki dan perempuan pernah mengirimkan pada saya pesan yang menyakitkan berbunyi,”Ini cuma sementara. Ia perlu untuk menikah dengan seorang wanita Muslim”, dsb. Kadang-kadang pacarku membelaku, tetapi di saat yang lain ia akan menghindari konfrontasi yang membuatku menjadi marah, sebab menurutku, seharusnya ia setiap saat membelaku!
Jadi seperti inilah hubungan kami, telah lewat bertahun-tahun dan hingga sekarang masih belum ada kemajuan. Ia ingin menikahiku dan ia bahkan telah memberitahukan pada keluarganya bahwa ia akan menikahiku, tetapi saya tidak berani mengambil risiko karena sejumlah alasan. Salah satunya adalah bahwa saya tidak mau anak-anak saya nanti menjadi Muslim. Alasan lainnya adalah bahwa seluruh keluarganya akan mengontrol saya, memaksa saya untuk memeluk Islam, dan saya benar-benar tidak suka jika ada orang yang mencoba mengontrol saya.
Tetapi apa yang membuat saya/kami tetap bertahan selama ini adalah karena keterkaitan yang kami miliki satu sama lain, bagaimana kami tertawa dan bermain bersama serta melupakan semua masalah kami serta menghabiskan waktu bersama. Kami menjadi diri kami sendiri saat kami tengah bersama-sama. Ia senantiasa memainkan sebuah peran ketika berbicara dengan keluarga dan teman-temannya, tetapi ia masih bisa bersikap santai saat ia menghabiskan waktu dengan saya. Ia biasa mengatakan pada saya bahwa ia merasa damai saat kami menghabiskan waktu bersama. Kupikir ia bisa menjadi dirinya yang sesungguhnya saat berada didekatku dan bahwa saya membuatnya bahagia. Ia tidur dengan lengannya dibahuku setiap malam, dan akan menciumku paling sedikit 100 kali setiap hari. Saya merasa dicintai setiap saat, tetapi ketika ia harus berhadapan dengan teman-teman dan keluarganya, sikapnya jadi berubah.
Budaya/agama ini menyebabkan begitu banyak perdebatan dan juga membuatku merasa bahwa pendapat dan kebutuhan-kebutuhanku tidak ada artinya, jadi setelah 6 tahun dengan masalah yang tak habis-habisnya, akhirnya saya meninggalkannya sebab saya tidak lagi sanggup menghadapinya. Saya ingin memulai sebuah hidup yang bahagia dengan seorang pria yang darinya saya ingin melahirkan anak-anak kami. Saya masih mencintainya, tetapi saya lebih mengasihi diri saya sendiri dan saya hanya ingin bahagia.
Ia masih ingin bersamaku dan menikahiku, tetapi saya tidak percaya padanya karena perilakunya yang begitu kontradiktif. Ia tidak pernah berusaha membelaku ketika keluarganya memperlakukanku dengan buruk. Ia harus meninggalkan keluarganya, teman-teman Muslimnya dan Islam, agar hubungannya dengan saya bisa berjalan dengan baik, dan saya sangat ragu bahwa ia dapat melakukannya. Ia mencintai keluarganya. Seperti inilah kompleksitas masalahnya; ia merasa bahwa saya ini terlalu menuntut banyak dari dia, dan saya menjadi “seorang yang buruk” karena mencoba untuk merubahnya, tetapi saya hanya ingin “menyelamatkan”nya dari pengaruh yang gelap dan menindas karena saya juga melihat hal yang baik dalam dirinya. Dan bahkan jika sebuah mujizat terjadi dan ia meninggalkan Islam, akankah ia merubah perilakunya dan mulai berpikir secara berbeda? Saat ini ia berusia 30 tahun dan barangkali dibutuhkan waktu bertahun-tahun baginya untuk menyingkirkan semua ilusi yang selama ini menguasainya?
Saya sudah mencoba selama 5 tahun ini untuk merubah cara pandangnya dan memperluas cara ia berpikir, tetapi tampaknya semua sia-sia! Barangkali saya akan memberikan bukumupadanya sebagai opsi terakhir, apakah menurutmu ini bisa membantu untuk merubah cara pandangnya?
Terimakasih karena sudah mendengarkan. Saya senang karena engkau sanggup mengobservasi dan mengartikulasikan semua hal yang salah dalam Islam dan dengan orang-orang Muslim.
Maeva yang baik,
Setiap orang pada hakekatnya sama, tetapi Muslim adalah orang-orang penyakitan. Fakta bahwa mantan pacarmu ini setiap saat berbohong dan fakta bahwa ia cemburu, bersikap mengontrol dan memata-mataimu, memperlihatkan personalitas merasa tidak aman.
Banyak dari perasaan tidak aman itu terjadi karena indoktrinasi Islam, tetapi ada juga yang muncul dari seperti apa seorang Muslim dibesarkan. Jika ia setuju untuk membaca buku saya (Understanding Muhammad-Psikobiografi Nabi Allah) maka ia akan meninggalkan Islam. Tak ada seorang pun yang telah membaca buku saya menulis balik untuk menentang saya.
Saya tahu ini efektif. Namun, ini baru dapat menyelesaikan separuh masalah. Separuh lainnya timbul karena ia dibesarkan dengan pola asuh yang buruk, dan untuk ini diperlukan usaha penyadaran dari dirinya sendiri untuk bisa mengatasinya. Setelah membaca buku saya dan mengakui bahwa Muhammad adalah sosok yang keji dan seorang penipu, ia juga harus mengakui bahwa agamanya telah membentuk pola pikirnya dan mengakibatkan kerusakan selama 30 tahun. Ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Tetapi saya tidak ingin memotong harapan pada murtadin. Tak ada yang mustahil ketika ada kesadaran dan keinginan yang kuat. Orang Muslim ibarat benda yang sudah rusak. Ketika kita meninggalkan Islam, kerusakan itu tidak bisa dibatalkan. Tetapi jika kita menyadarinya dan bekerja untuk menghapusnya, maka masih ada harapan akan terjadi pemulihan.
Keluarga dari pria ini memberi pengaruh buruk padanya. Di Barat orang melihat diri mereka sebagai individu individu. Batasan di antara mereka terlihat jelas. Bahkan orang tua sendiri tidak akan memegang barang-barang pribadi milik anak-anak mereka. Tetapi tidak demikian dalam masyarakat Muslim. Tak ada batasan antara seseorang dan keluarganya. Ketika saya masih seorang anak di Iran, kami punya seorang tetangga yang sering datang ke rumah kami dan menangis di bahu ibu saya. Ia adalah seorang wanita yang belum lama menikah dan tinggal di rumah iparnya, dimana suaminya secara kolektif melecehi dan memukulinya. Bahkan ipar laki-lakinya pun sering memukulinya.
Engkau tidak bisa merubah budaya seperti ini dalam semalam. Jika pria ini tidak memotong tali pusar yang mengikat dirinya dengan keluarganya, dan ini hal yang sangat sulit untuk dia lakukan, maka engkau tidak akan mungkin memiliki sebuah kehidupan bahagia bersamanya. Dalam Islam, engkau tidak menikah dengan seorang pribadi, engkau menikahi keluarganya. Sebagai seorang wanita engkau kehilangan identitasmu dan masuk ke dalam identitas keluarga suamimu. Engkau menjadi bagian dari klan mereka dan hal pertama yang mereka ingin lakukan adalah membentukmu sehingga engkau bisa hidup sesuai dengan aturan dalam keluarga mereka. Ini bukan sesuatu yang dapat ditoleransi oleh wanita yang sangat menghargai dirinya.
Saya telah menerima banyak email dari para wanita yang mengatakan bahwa mereka jatuh cinta dengan pria Muslim, yang di awal hubungan, perilaku mereka seperti seorang pangeran yang menawan, kemudian berubah menjadi seperti seekor katak. Hal ini tidak mengejutkanku. Sebagaimana yang saya katakan dalam buku saya bahwa setiap Muslim adalah seorang Muhammad mini. Muhammad adalah seorang yang narsis, demikian juga dengan para pengikutnya. Perilaku yang engkau gambarkan mengenai pacarmu, adalah perilaku seorang yang narsis. Orang-orang narsis punya dua kepribadian – satu yang bersifat pribadi dan lainnya bersifat publik. Kepalsuan yang ada pada diri mereka, mereka proyeksikan ke dunia luar. Mereka memperoleh suplai narsistik melalui respon-respon yang mereka peroleh dari orang lain, yaitu ketika mereka memproyeksikan imej palsu mengenai diri mereka sendiri. Bagi mereka hidup sepenuhnya mengenai imej tersebut. Bahkan jika mereka, di dalam diri mereka hanyalah kotoran, tetapi kepada dunia mereka ingin memproyeksikan imej seolah-olah mereka itu seorang yang suci.
Ustad Haji Rhoma Irama – selalu menampilkan imej sebagai ‘Muslim yang suci”, hingga kepergok berduaan dalam rumah dengan Angel Lelga, dari malam hingga subuh hari dengan alasan, sedang “belajar agama”
Engkau ingin hidup bagi dirimu sendiri. Yang engkau pedulikan adalah bahwa engkau dan suamimu nantinya dapat saling mencintai dan bahagia bersama-sama. Bagi seorang Muslim, itu bukan prioritas. Baginya yang menjadi prioritas adalah imejnya dan imej itu ada dalam masyarakat Muslim. Ia tidak peduli dengan non-Muslim, dan mereka juga tidak peduli dengannya. Di dunia Barat, orang tidak berbicara satu sama lain. Mereka hanya mengurusi urusannya sendiri. Di dunia Islam, Muslim mengurusi urusan orang lain. Kehidupan seseorang adalah urusan setiap orang. Seperti inilah cara kerja aliran sesat (bidat). Dalam aliran sesat, setiap orang mengawasi yang lain untuk memastikan mereka tidak keluar dari jalan yang sudah ditetapkan. Dalam Islam, setiap orang dituntut untuk memberitahukan pada orang lain bagaimana mereka seharusnya menjalani hidup mereka. Baik terhadap orang beriman atau tidak, kegilaan ini dianggap sebagai “perintah ilahi”. Inilah yang disebut amar ma’ruf nahi mungkar.
Pria ini adalah seorang korban. Semua Muslim adalah korban. Bukankah Osama Bin Laden juga seorang korban? Orang yang mengorbankan orang lain sesungguhnya adalah korban juga. Semua pembunuh berseri dan pedofil mengalami pelecehan pada masa kecil mereka. Sekali sebuah apel menjadi busuk, maka ia menjadi ancaman untuk apel apel lainnya yang ada di dekatnya. Saya sangat prihatin melihat mereka. Karena tak ada yang bisa engkau lakukan untuk menolongnya. Engkau juga tak bisa menyelamatkannya. Ia harus menyelamatkan dirinya sendiri dan langkah pertama adalah dengan cara meninggalkan Islam.
Meninggalkan iman adalah suatu hal yang sulit untuk dilakukan, tetapi saya telah membuat ‘meninggalkan Islam’ sebagai hal yang sangat mudah. Yang perlu dilakukan untuk mengguncangkan iman seorang Muslim adalah dengan membaca buku saya. Tak ada cara yang lebih mudah daripada itu. Dan berbeda dengan Qur’an yang merupakan bacaan yang sangat membosankan, orang mengatakan bahwa ketika mereka membaca buku saya, mereka tak bisa berhenti sebelum selesai membacanya. Saya yakin ini terjadi pada setiap Muslim yang membaca buku saya. Mereka yang berhenti membaca buku saya adalah mereka yang melihat bagaimana mereka mulai kehilangan iamn mereka, dan karena itu merasa takut untuk meneruskan membaca.
Jika anda tidak mau sakit kepala dan sakit hati, jangan terlibat dengan pria Muslim (atau wanita Muslim). Saya tahu, pada awalnya mereka akan berbohong dan mengatakan pada anda bahwa mereka tidak terlalu religius. Mereka bahkan minum alkohol dan melakukan hubungan seks di luar nikah. Semua itu sama sekali tidak membuktikan bahwa mereka bukan Muslim. Satu-satunya cara anda dapat memastikannya adalah dengan bertanya kepada mereka mengenai Muhammad. Jika mereka memujanya maka mereka adalah Muslim.
Jika mereka dengan senang hati menghinanya, mengatakan pada anda agar menjauh dari orang gila itu dan bidatnya, bahwa Muhammad adalah seorang penipu, penjahat, pedofil dan pembunuh massal, maka anda akan tahu bahwa mereka bukanlah seorang Muslim. Orang Muslim selalu melakukan taqiyyah. Tetapi umumnya mereka tidak akan terang-terangan mengatakan pada anda kebenaran-kebenaran mengenai nabi mereka. Jika mereka mengatakan pada anda bahwa Muhammad adalah babi, maka anda dapat mempercayai mereka. Jika tidak, tinggalkan mereka dan selamatkanlah diri anda dari sakit hati yang tidak perlu. Ingatlah, ada katak yang jelek di dalam diri setiap pria Muslim yang terlihat seperti pangeran tampan. Katakanlah ini kepada setiap wanita yang anda jumpai. Satu-satunya perlindungan kita adalah pengetahuan.