Adalah
salah jika membandingkan Amerika dengan komunitas Muslim yang didirikan
oleh Muhammad, yang mengklaim mendapatkan inspirasi ilahi. Melainkan,
jauh lebih baik jika membandingkan pendiri agama (Yesus) dengan pendiri
agama lainnya (Muhammad). Kedua, dalam Perjanjian Baru sama sekali tidak
ditemukan adanya ijin dari Tuhan untuk para pria – orang Kristen maupun
sekuler – untuk berhubungan seks dengan para budak perempuan. Ini
bertentangan dengan roh pelayanan Yesus dan keseluruhan karya para
penulis Perjanjian Baru, yang memahami Yesus sebagai penggenapan (fulfilling) Perjanjian Lama.
Jika orang-orang Amerika pada masa lalu melakukan hal ini, maka mereka
melakukannya bukan karena mengikuti hukum Tuhan. Namun demikian, Quran
menetapkan dan melegalkan kejahatan seksual itu, dan menegaskan bahwa
kitab ini turun dari Allah melalui Jibril kepada Muhammad. Orang yang
berpikiran waras dapat melihat bahwa berhubungan seksual dengan wanita
dalam kondisi mereka yang sangat memprihatinkan (perbudakan) adalah
salah.
Maukah
anda menganut sebuah agama yang mengijinkan pria untuk berhubungan seks
dengan para budak perempuan mereka selama perempuan-perempuan itu
diperbudak – jika agama ini meneguhkan tindakan tersebut dalam kitab
sucinya?
Umumnya,
kebanyakan orang di Barat (dan di tempat-tempat lain) yang berpaling
kepada Islam adalah kaum wanita. Saya baru saja mendapat surat
elektronik dari seorang wanita Muslim yang mengatakan bahwa ia memeluk
Islam 2 tahun yang lalu. Akankah para wanita melakukan hal ini jika
mereka mengetahui SEGALA hal mengenai agama ini? Para wanita yang waras
harus berhenti dan berpikir dua kali sebelum mengambil langkah yang
serius seperti itu (tetapi sebaliknya jika mereka meninggalkan Islam,
maka – di banyak negara Islam – mereka akan dihukum mati).
Islam
lebih dari sekadar “Lima Rukun” (Five Pillars)
yang tidak berbahaya. Islam mempunyai banyak kebenaran yang tidak
menyenangkan, yang mengintip dari balik teks-teks sakralnya. Tujuan dari
artikel ini adalah untuk memunculkan sisi-sisi lain dari
kebenaran-kebenaran ini, sehingga orang dapat mengambil keputusan
berdasarkan sebanyak mungkin informasi dari semua fakta yang ada.
Akankah
Tuhan yang sejati menginspirasi 600 ayat berikut ini setelah Yesus
menunjukkan pada kita jalan yang lebih baik?
Seks
dengan budak-budak perempuan di masa damai
Sura
23 diwahyukan semasa hidup Muhammad di Mekkah sebelum Hijrahnya dari
tanah kelahirannya ke Medina pada tahun 622 M. Dalam masa-masa awal
pelayanannya, ia tidak pernah mengobarkan perang terhadap siapapun,
sehingga ini adalah masa-masa damai, walaupun ia menderita banyak
penganiayaan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai konteks historis dan
topik literal dari Sura 23, ketik di sini (here)
Dalam
Quran, Sura 23:5-6 mengatakan:
[Terutama orang-orang beriman] . . . dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak
yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada bercela
(Bandingkan: Sayyid Abul A’La Maududi, The Meaning of the Quran, vol.
3, h.237).
Kata-kata
kuncinya adalah “budak-budak yang mereka milik” (terjemahan lain:
“those who are legally in their possession”). Maududi (1979) adalah
komentator Quran yang sangat disegani, dan ia menafsirkan makna asli
dari klausa tersebut, ia mengatakan bahwa berhubungan seks dengan para
budak perempuan adalah sah.
Maududi
menulis:
Dua kategori wanita telah dikesampingkan dari perintah
umum untuk menjaga bagian-bagian tubuh yang bersifat pribadi (kemaluan)
yaitu: (a) para istri, (b) para wanita yang secara sah dimiliki oleh
seseorang, yaitu para budak perempuan. Oleh karena itu ayat tersebut
dengan jelas menetapkan hukum bahwa orang diijinkan untuk melakukan
hubungan seks dengan budak perempuannya seperti halnya dengan istrinya,
atas dasar kepemilikan dan bukan pernikahan. Jika pernikahan adalah
persyaratannya, maka si budak perempuan akan dimasukkan ke dalam status
sebagai istri, dan tidak perlu menyebutkan mereka secara terpisah.
(Ibid. p.241, note 7).
Pokok
utama dari bagian ini, yang terlewatkan oleh Maududi atau yang enggan
dikritik, adalah bahwa Muhammad sendiri menganjurkan bukan hanya
keseluruhan institusi perbudakan, tapi juga seks antara majikan pria
dengan para budak perempuan mereka di dalam institusi ini. Tapi
bagaimana bisa ia dan juga orang-orang Muslim yang tawakal mengkritik
nabi mereka tanpa merusak Islam secara serius? Namun orang-orang Muslim
harus melakukannya, jika mereka berpikir secara jelas dan kritis, dan
demi kemanusiaan.
Harus
diperhatikan bahwa Sura 70:29-30, yang juga diwahyukan di Medina,
menggunakan kata-kata yang hampir identik dengan Sura 23:5-6. Para pria
harus menjaga kemaluan mereka dari semua orang kecuali para istri dan
para budak perempuan mereka; yang berarti bahwa pria boleh berhubungan
seks dengan para wanita dari kedua “kategori” tersebut (perkataan
Maududi).
Jika
para pembaca ingin melihat ayat-ayat ini dalam berbagai terjemahan,
mereka harus melihatnya di: This website. Yang satu ini (This one) mempunyai 3
terjemahan, dan yang ini (This one)
didanai oleh keluarga bangsawan Saudi.
Seks
dengan budak-budak perempuan dalam masa perang
Kini
Muhammad telah hijrah dari Mekkah ke Medina. Pada saat Sura 4
diwahyukan, dan berikut ini kita akan membahas ayat yang ada di
dalamnya, ia telah melakukan banyak perang dan kejahatan. Sebagai
contoh, ia memerangi orang-orang Mekkah dalam Perang Badr pada 624 M dan
sekali lagi terhadap orang-orang Mekkah di Perang Uhud pada 625 M. Ia
juga membuang suku-suku Yahudi Qaynuqa pada tahun 624 M dan Nadir pada
625 M. Ia melanjutkan kebijakan seksnya antara para majikan pria dengan
budak-budak perempuan mereka di Medina, kotanya yang baru, dengan
menambahkan perbudakan para wanita tawanan perang dan mengijinkan para
prajuritnya untuk berhubungan seks dengan mereka. Untuk informasi lebih
lanjut mengenai konteks historis dan topik literal dari Sura berikut
ini, silahkan ketik di sini (here)
Dalam
Quran, Sura 4:24 berkata:
Dan diharamkan bagi kamu istri-istri yang masih menikah
dengan orang lain kecuali mereka yang telah jatuh ke tanganmu (sebagai
tawanan perang)… (Maududi, vol. 1, h. 319). Lihat juga Sura 4:3 dan
33:50.
Oleh
karena itu, para tawanan wanita kadangkala dipaksa untuk menikah dengan
para majikan Muslim mereka, tanpa mempedulikan status pernikahan wanita
tersebut. Tepatnya, para majikan diijinkan untuk berhubungan seks dengan
budak yang adalah properti mereka.
Maududi
mengatakan dalam komentarnya terhadap ayat tersebut bahwa adalah sah
bagi para pejuang Perang Suci Muslim untuk menikahi para tawanan perang
wanita, sekalipun para suami mereka masih hidup. Tapi apa yang terjadi
jika para suami ditangkap dengan istri-istri mereka? Maududi mengutip
satu mazhab hukum yang mengatakan bahwa orang-orang Muslim tidak boleh
menikahi mereka, tetapi dua mazhab lainnya mengatakan bahwa pernikahan
antara suami dan istri yang adalah tawanan perang dibatalkan (catatan
44).
Namun
mengapa timbul perdebatan mengenai kekejaman ini? Jawabannya sangat
jelas bagi orang-orang yang memahami keadilan sederhana. Tidak boleh ada
hubungan seks antara para tawanan perang wanita yang telah menikah
dengan orang-orang yang telah menangkap mereka. Pada kenyataannya, tidak
boleh ada hubungan seks antara para tawanan wanita dengan para majikan
Muslim mereka dalam keadaan apapun.
Ketidakadilan
seksual ini tidak dapat diterima, namun kehendak Allah tidak
terbantahkan – demikianlah yang dikatakan Quran.
Dapat
diramalkan, Hadith mendukung Quran – menginspirasi imoralitas.
Hadith
adalah laporan-laporan mengenai tindakan-tindakan dan
perkataan-perkataan Muhammad di luar Quran. Kolektor dan editor Hadith
yang paling dapat dipercayai adalah Bukhari (870).
Hadith
menunjukkan bahwa para jihadis Muslim sesungguhnya berhubungan seks
dengan para tawanan wanita, tak peduli apakah mereka menikah atau tidak.
Dalam kutipan berikut ini, Khumus adalah seperlima dari rampasan
perang.
Ali,
keponakan Muhammad dan juga menantunya, baru saja selesai mandi
relaksasi. Mengapa?
Nabi
mengutus Ali ke Khalid untuk membawa Khumus (dari rampasan perang)
dan…Ali mandi (setelah berhubungan seksual dengan seorang budak
perempuan dari Khumus itu).
Apakah
tanggapan Muhammad terhadap orang yang membenci Ali oleh karena
tindakan seksual ini?
Apakah
kamu membenci Ali oleh karena hal ini?… Janganlah membencinya, karena
ia pantas mendapatkan lebih dari itu [dari] Khumus itu. (Bukhari)
Dengan
demikian, Muhammad meyakini bahwa para budak wanita adalah bagian dari
seperlima rampasan perang yang dapat diperlakukan sebagai properti
seksual. Ali adalah seorang pahlawan Muslim. Ia adalah suami Fatima,
putri Muhammad dari Khadija istri pertamanya. Jadi akankah nabi teladan
bagi dunia mengolok menantunya sendiri karena telah behubungan seks
dengan seorang budak perempuan? Lagipula, para budak adalah permainan
seksual yang adil. Quran berkata demikian.
Tambahan
lagi, para jihadis suci tidak boleh mempraktekkan persenggamaan
terputus dengan para wanita yang mereka tangkap, tapi bukan karena
alasan yang dapat diterima orang: keadilan sederhana.
Dalam
suatu penyerangan militer dan jauh dari istri mereka, para jihadis
Muslim “menerima tawanan dari antara orang-orang Arab dan kami
menginginkan perempuan dan selibat adalah hal yang sulit bagi kami dan
kami suka melakukan persenggamaan terputus”. Mereka bertanya pada nabi
suci mengenai hal ini, dan penting kita perhatikan apa yang tidak
dikatakannya.
Ia
tidak mengolok mereka atau melarang mereka melakukan hubungan seks
apapun, menyatakannya haram. Namun, ia tersesat dalam teologi dan
doktrin yang membingungkan mengenai takdir:
Lebih
baik bagimu untuk tidak melakukannya [praktek persenggamaan terputus].
Tidak ada orang yang telah ditakdirkan untuk eksis, tetapi akan
mempunyai eksistensinya, hingga Hari Kebangkitan. (Bukhari;
untuk Hadith-hadith paralel lihat di sini (here)
dan di sini (here)
Itu
berarti, orang Muslim wajib berhenti melakukan persenggamaan terputus,
dan tetap melanjutkan hubungan seks dengan budak-budak perempuan yang
menjadi obyek seks. Takdir mengontrol siapa yang akan dilahirkan.
Muhammad tidak melarang praktek yang sangat tidak bermoral ini padahal
waktunya sangat tepat untuk melarangnya.
Lain
perkara jika ada tentara dalam pasukan manapun yang menyerang dan
memperkosa karena kemauannya sendiri. Semua pasukan mempunyai
prajurit-prajurit kriminal yang melakukan perbuatan bejat seperti itu.
Namun apa yang dilakukan Muhammad adalah menetapkan perkosaan dalam
suatu teks sakral.
Islam
menetapkan dan mengesahkan perkosaan.
Sangatlah
mengecewakan melihat Quran tidak menghapuskan kejahatan seksual ini
dengan pernyataan yang sejelas-jelasnya: Kamu tidak boleh berhubungan
seks dengan para budak perempuan dalam keadaan apapun!
Kesimpulan
Bisa
saja diperdebatkan bahwa orang-orang Amerika yang adalah para pemilik
budak juga melakukan kejahatan-kejahatan seksual terhadap budak-budak
mereka sebelum Perang Sipil (1861-1865), jadi mengapa orang-orang
Kristen atau orang-orang Amerika (keduanya tidak identik) harus mengeluh
soal Islam?
Namun
demikian, sebagai tanggapan, kedua situasi tersebut berbeda. Pertama,
adalah salah jika membandingkan Amerika dengan komunitas Muslim yang
didirikan oleh Muhammad, yang mengklaim mendapatkan inspirasi ilahi.
Melainkan, jauh lebih baik jika membandingkan pendiri agama (Yesus)
dengan pendiri agama lainnya (Muhammad). Kedua, dalam Perjanjian Baru
sama sekali tidak ditemukan adanya ijin dari Tuhan untuk para pria –
orang Kristen maupun sekuler – untuk berhubungan seks dengan para budak
perempuan. Ini bertentangan dengan roh pelayanan Yesus dan keseluruhan
karya para penulis Perjanjian Baru, yang memahami Yesus sebagai
penggenapan (fulfilling) Perjanjian Lama.
Jika orang-orang Amerika pada masa lalu melakukan hal ini, maka mereka
melakukannya bukan karena mengikuti hukum Tuhan. Namun demikian, Quran
menetapkan dan melegalkan kejahatan seksual itu, dan menegaskan bahwa
kitab ini turun dari Allah melalui Jibril kepada Muhammad. Orang yang
berpikiran waras dapat melihat bahwa berhubungan seksual dengan wanita
dalam kondisi mereka yang sangat memprihatinkan (perbudakan) adalah
salah.
Namun
masalah yang sebenarnya jauh lebih besar daripada pertanyaan-pertanyaan
mengenai sejarah Amerika.
Pertanyaan
berikut harus ditanyakan dan dijawab: Apakah Muhammad, Quran, dan Islam
adalah nabi, kitab dan agama yang terbaik untuk membawa umat manusia
memasuki milenium yang baru?
Bagi
kita yang berada di luar Islam, yang menguji bukti yang ada dengan
obyektifitas yang besar dengan semampu kita dan yang tidak dibutakan
dengan pengabdian seumur hidup pada Islam, jawaban terhadap pertanyaan
retoris ini sangatlah jelas: tidak, ketiganya bukanlah yang terbaik
untuk membawa umat manusia memasuki milenium yang baru.
Oleh
karena itu, semua orang Muslim yang berpikiran jernih, yang hidup di
bawah para penindas yang kelewat religius, harus menyingkirkan mereka
dan mengobarkan revolusi sekuler seperti yang terjadi di Turki setelah
Perang Dunia I. Mungkin hal ini akan terjadi di Iran, dan mungkin Irak
akan bersih dari Syariah (hukum Islam), ketika orang-orang Irak
mengambil langkah-langkah kecil pertama mereka menuju demokrasi. Mereka
harus melepaskan diri dari Quran dan teladan Muhammad.
Hingga
revolusi-revolusi ini terjadi dan hingga para pemimpin relgius menolak
banyak ayat dalam Quran dan Hadith, kita yang berada di luar agama ini
diijinkan untuk tidak mempercayai agama Muhammad.
Dan
para wanita yang digoda untuk memeluk agama Islam, harus berhenti dan
berpikir dua kali sebelum melakukannya.
Bahan-bahan
pelengkap
Artikel
ini (This article) mengutip
Quran dan banyak bagian dari Hadith mengenai hubungan seks dengan para
wanita tawanan perang. Artikel ini juga menganalisa pendapat para
sarjana Muslim modern mengenai topik ini. Mereka mendukung praktek ini.
Dalam Appendix One, si penulis menjawab tuduhan seorang Muslim bahwa
Perjanjian Lama mengijinkan praktek ini.
Artikel
ini (This article) menganalisa
ijin Islam bagi pria untuk berhubungan seks dengan para budak perempuan
(hanya mengupas beberapa paragraf). Artikel ini juga mengutip dua
sarjana Perjanjian Lama yang menjelaskan suatu bagian dari Perjanjian
Lama mengenai pernikahan setelah perang.
Artikel
ini (This article)
memberikan lebih banyak detil mengenai anjuran Muhammad pada para
pejuangnya untuk “melakukannya” dengan para wanita tawanan perang.
Untuk
informasi mengenai hak-hak pernikahan Muhammad yang “spesial” dan
“menyenangkan”, lihat: Short article.
Artikel
ini (This article)
menunjukkan bahwa Muhammad memiliki budak-budak.
Online booklet
mengutip banyak bagian dalam Quran dan Hadith, meneliti tempat wanita
dalam Islam. Kenyataan membawa pada kesimpulan bahwa: Islam tidak
menghormati wanita.
Sedangkan
mengenai perbudakan secara umum, Artikel ini (This article)
menunjukkan bahwa orang-orang Muslim memperaktekkan perdagangan budak.
Artikel ini melacak bisnis kotor ini yang dilakukan di dunia Islam
hingga sekarang .
Artikel
pendek (Short article)
membandingkan Islam dan kekristenan mengenai perbudakan.
Overview article adalah
sebuah ulasan mengenai perbudakan dalam Islam.
Halaman
web ini (This webpage) mempunyai
link dengan banyak artikel dan buklet online mengenai wanita dalam
Islam dan kekristenan.
Halaman
ini (This page) dalam sebuah
indeks online berkaitan dengan banyak artikel dan bagian-bagian Quran
mengenai perbudakan.
Judul
Dalam Bahasa Inggris: Slave-girls as sexual property in the
Quran