Reformata.com
- Pindah agama seorang pria Afghanistan dilaporkan pemerintah yang
kemudian menjebloskannya ke penjara.
Shoaib Assadullah,
23, ditahan di kota Mazar-e-Sharif
beberapa waktu lalu karena memiliki sebuah Alkitab yang gara-gara itu
ia dilaporkan ke pihak berwenang setempat. Namun karena desakan
Internasional Assadullah dibebaskan pada tanggal 30 Maret lalu.
Dalam
sebuah surata kepada Bosnewslife ia menceritakan bagaimana kondisinya
selama dipenjara. Assadullah mengatakan selama dipenjara dia disiksa
secara fisik dan kerap menerima ancaman, tidak hanya dari aparat, tapi
juga ancaman akan dibunuh oleh sesama tahanan.
"Beberapa kali saya diserang secara fisik dan diancam hendak dibunuh oleh sesama tahanan, terutama tahanan dari anggota kelompok Taliban dan anti-pemerintah yang berada di penjara," tulisnya dalam surat kepada BosNewsLife .
"Beberapa kali saya diserang secara fisik dan diancam hendak dibunuh oleh sesama tahanan, terutama tahanan dari anggota kelompok Taliban dan anti-pemerintah yang berada di penjara," tulisnya dalam surat kepada BosNewsLife .
Upaya menekan hak asasi orang bukan pertama kali
terjadi di Afghanistan, sebelumnya ada serangkaian nama lain yang salah
satunya adalah Said
Musa yang ditangkap oleh pihak berwenang intelijen Afghanistan di
dekat Kedutaan Jerman di Kabul karena murtad menjadi Kristen.
Tak
hanya itu, menurut direktur zona utara pengadilan Kabul, Qamaruddin
Shenwari, seperti dilangsir Reformata.com dari CNN, orang-orang seperti
Musa juga berpotensi besar dikenai hukuman mati, sesuai dengan hukum
syariah.
"Menurut
konstitusi Afghanistan, jika tidak ada putusan yang jelas, apakah
perbuatan itu pidana atau tidak dalam hukum pidana Konstitusi
Afghanistan, maka akan disebut hukum syariah di mana hakim memiliki
kuasa penuh untuk memutuskan, " kata Shenwari
Memeluk agama apapun secara sadar adalah hak setiap
orang. Karena itu negara tidak boleh memaksa atau mengintervensi orang
untuk memeluk satu agama tertentu. Internasional harus mendesak
tindakan pemerintah yang tidak menghargai Hak asasi orang.
Tentang intoleransi di
Afganistan sendir, Departemen Luar Negeri AS awal tahun 2011merilis
Laporan tahunan tentang Kebebasan Beragama Internasional, yang
didalamnya menyebutkan toleransi beragama di Afghanistan menurun
drastis, khususnya terhadap kelompok Kristen secara lembaga maupun
individu.
Dalam laporan tahunan tersebut
disebutkan Kristen, Hindu dan Sikh - serta praktek-praktek umat Islam
minoritas lainnya kerap mendapatkan perlakuan intoleran dalam bentuk
pelecehan, kekerasan, diskriminasi dan pernyataan publik yang keras.
Saat ini sedikitnya terdapat 8.000 orang Kristen yang hidup di
Afganistan. Slawi/dbs