Publikasi Awal di Gatestone
Institute
Dr. Yusuf al-Qaradawi –
salah seorang ulama Islam yang paling berpengaruh di dunia, dan penulis
lebih dari 100 buku-buku tentang
doktrin Islam, dan kepala Persatuan
Para Sarjana Muslim Internasional, serta pemimpin Spiritual,
Persaudaraan Muslim (Ikhwanul Muslimin) – menegaskan bahwa orang-orang
Muslim harus mentaati perintah-perintah Nabi Muhammad, bahkan meskipun
mereka harus membunuh. Ini adalah Dr. Qaradawi yang sama yang
dipuji-puji oleh para akademisi Amerika seperti professor Georgetown John Esposito
sebab dianggap terlibat dalam sebuah “penafsiran reformis Islam dan
kaitannya dengan demokrasi, pluralism dan hak-hak asasi manusia.”
Dr. Qaradawi
menyerukan ketaatan buta terhadap Muhamad – bahkan hingga pembunuhan.
Beberapa waktu lamanya
suaranya tidak terdengar di Barat, Qaradawi membuat deklarasi ini dua
tahun lalu dalam program populer berbahasa Arab, Al-Sharia
wa Al-Haya (“Sharia and Life”), yang disiarkan oleh al-Jazeera
kepada pemirsa yang diperkirakan berjumlah sekitar 60 juta orang di
seluruh dunia.
Pada akhir acara itu,
pembawa acara bertanya pada Qaradawi bagaimana pendapatnya mengenai
fakta bahwa Sheikh Ahmad Hassoun, mufti agung Suriah, baru-baru ini
berkata pada seorang delegasi Amerika: “Bahwa [Nabi Muslim] jika
Muhammad telah meminta saya untuk menolak Kekristenan atau Yudaisme,
maka saya akan menolaknya (Muhammad).” Merasa sangat terganggu dengan
ucapan sang mufti agung, Qaradawi menyela dengan berkata:
Tak pernah ada sarjana
Islam bahkan orang Muslim kebanyakan yang pernah mengatakan kalimat
seperti itu. Jika anda percaya bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka
kamu harus mentaatinya – sebab semua yang ia perintahkan adalah yang
baik. Jadi, bahkan jika ia menyuruhmu untuk membunuh, kamu harus
melakukannya.” …Kisah mengenai nabi Musa, ketika al-Khidr membunuh anak
laki-laki dan Musa berkata “engkau membunuh dan engkau telah
melakukannya!” Tetapi kemudian dia [Khidr] menyatakan mengapa ia telah
membunuh anak laki-laki, dan mengapa ia membuat perahu menjadi bocor.
Jadi kita tidak bisa mengabaikan fakta agar bisa menyenangkan orang
lain. Biarkan orang dipuaskan dengan Kebenaran [ajaran-ajaran Syariah],
bukan pada kepalsuan.
Mufti Agung Suriah
mengatakan banyak hal-hal lainnya mengenai melakukan yang baik pada
orang-orang Kristen yang menyebabkan kemarahan Qaradawi. Sebagai contoh,
sebelum pertemuan besar Kristen di Suriah, dimana ia menjadi pembicara
tamu, ia menegaskan bahwa tak ada perbedaan antara orang Kristen dan
Muslim:
Jika Kekristenan
adalah mengenai percaya kepada satu Tuhan, maka saya juga percaya pada
satu Tuhan; Jika Kekristenan adalah mengenai percaya kepada Yesus, maka
saya pun percaya kepada Yesus; Jika Kekristenan adalah mengenai percaya
kepada Perjanjian Baru, maka saya juga percaya pada Perjanjian Baru;
Jika Kekristenan adalah mengenai percaya kepada Perjanjian Lama, maka
saya juga percaya pada Perjanjian Lama; Jika Kekristenan adalah mengenai
percaya bahwa Maria adalah seorang perawan suci, maka saya juga percaya
bahwa ia adalah seorang perawan suci, tidak pernah disentuh oleh
laki-laki; dan jika Kekristenan adalah mengenai percaya kepada
kebangkitan, maka saya juga percaya kepada kebangkitan – jadi apa
perbedaan antara saya dengan Kekristenan? Tidak ada bukan?
Qaradawi menawarkan
doktrin Muslim yang benar sebagai respon atas pembicaraan egaliter
seperti itu, menegaskan bahwa, ya…Islam percaya pada hal-hal itu –
tetapi berdasarkan kisah-kisah yang ada dalam kitab sucinya, dan bukan
yang dicatat dalam Alkitab, yang oleh ajaran Quran dianggap sebagai
telah dipalsukan. Jadi, jika orang Muslim percaya pada semua hal
sebagaimana yang disebutkan oleh sang Mufti Agung Suriah, maka mereka
tidak akan percaya pada ajaran-ajaran fundamental Kekristenan – termasuk
Trinitas, keilahian Kristus atau kebangkitan, dan penebusan dosa. Jadi
ia menolak Kekristenan, yang dipahami dan dipraktikkan oleh lebih dari
satu milyar orang Kristen.
Seolah-olah percaya
dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Quran mengklaim bahwa, dulu
pada suatu masa, ada versi PL dan PB yang ‘benar’, tetapi teks-teks yang
sekarang kita miliki – dan yang lebih tua beberapa abad dibandingkan
Quran sendiri – telah ‘dikorupsi’. Jadi sisa-sisa dari versi yang
otentik dari Alkitab Kristen dan Yudaisme adalah yang dikisahkan oleh
Muhammad dalam Quran – dimana kita menemukan ada begitu banyak
ketidaksesuaian, seperti Isa, Yesus yang sangat berbeda, yaitu Yesus
yang tidak pernah disalibkan, dan yang akan datang kembali untuk
menghancurkan semua salib Kristen dan membunuh semua babi.
Sebenarnya, ini adalah
kecenderungan untuk menciptakan karakter-karakter “parallel” mengenai
figur Alkitab yang menjelaskan pembenaran Qaradawi untuk membunuh
orang-orang sebagai ketaatan buta kepada nabi. Bagaimana ia
mengkaitkannya dengan Musa, yang didasarkan pada Musa yang orang Ibrani,
adalah sebuah referensi pada sebuah kisah – kemungkinan berakar pada
Alexander Romance dari abad ke-3, dan dipopulerkan melalui film laga, Cicle
of Iron – , dan yang muncul dalam Quran, dan karena itu harus
diterima secara literal.
Sebuah terjemahan
klasik al-Khidr, Pria Hijau Quran tengah melewati sebuah sungai dengan
menaiki seekor ikan.
Berdasarkan kisah
Quran (Sura 18:65-82), Musa mencari al-Khidr – “Si Pria Hijau,” yang
memiliki kekuatan penglihatan – dan bertanya apakah ia boleh
mengikutinya dan belajar dari dia. Al-Khidr setuju dengan perasaan
terpaksa, tetapi dengan kondisi bahwa Musa tidak akan mempertanyakan
apapun yang ia, si Pria Hijau lakukan, hingga saatnya tiba si “Pria
Hijau” memutuskan untuk menjelaskan signifikansi dari
tindakan-tindakannya.
Namun demikian, si
Pria Hijau melakukan hal-hal yang sangat aneh – membunuh seorang anak
laki-laki secara acak dan menghancurkan perahu milik orang-orang yang
telah menolong dengan memberikan pada mereka tempat dalam perahu.
Kemudian Musa menuntut untuk memberikan jawaban segera. Pria Hijau
kemudian menjelaskan bahwa ia telah membunuh anak laki-laki itu karena
orang tuanya adalah orang Muslim yang baik, sementara anak laki-laki itu
adalah seorang kafir yang akan membebani mereka dengan
kesalahan-kesalahannya; dan ia menghancurkan perahu milik orang-orang
baik itu, karena seorang raja bagaimana pun akan segera menangkapnya.
Inila sistem nilai dan
cara pandang Islam yang sesungguhnya. Sama halnya dengan bagaimana
Islam memperkenalkan karakter-karakter paralel yang didasarkan pada
figur-figur Kristen dan Yahudi, maka ia pun memperkenalkan sebuah system
etika dan moralitas yang paralel – bahwa seseorang tidak boleh
bertanya, karena, sebagaimana yang diperlihatkan oleh si Pria Hijau dari
Quran, siapakah kita orang-orang yang fana ini dapat mengetahui
tindakan melakukan pembunuhan seperti ini akan membawa pada kebaikan
apa? Hanya nabi Allah saja yang tahu – jadi itulah sebabnya mengapa kita
harus percaya secara buta, bahkan jika ia memerintahkan kita untuk
membunuh.
Ini juga akan membawa
pada paralel lainnya, yang membawa implikasi yang mengerikan. Sama
seperti perintah yang diberikan oleh seorang jenderal Barat – termasuk
untuk membunuh – hal itu tidak boleh dipertanyakan oleh para
prajuritnya. Jadi dalam Islam, perintah dari ‘jenderal’ Muhammad tidak
boleh dipertanyakan oleh lebih dari 1 milyar orang Muslim, sebab semua
Muslim, berdasarkan pendapat sarjana Islam top seperti Qaradawi, adalah
para ‘prajurit’ Islam. Jadi mereka harus siap membunuh demi jenderal
nabi mereka.
Sumber Artikel: Raymondibrahim.com