Pages

Sabtu, 12 Januari 2013

inilah bukti nyata dari dunia ISLAM ternyata FPI dan MUI Paling Sering Terlibat Kekerasan Beragama

pemerintah melarang kelompok tersebut,” tuturnya. Selain itu, lanjutnya, MUI juga sering melakukan tindakan penyebaran rasa benci terhadap aliran-aliran yang mereka sesatkan.




SHABESTAN — Front Pembela Islam (FPI) tercatat sebagai organisasi masyarakat yang paling banyak menjadi pelaku pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan selama satu tahun ini. Hal itu berdasarkan catatan akhir tahun yang dilakukan oleh Wahid Institute.
Koordinator Program Wahid Institute Rumadi Ahmad, menyebutkan sebanyak 52 kasus FPI terlibat dalam pelanggaran kebebasan beragama selama tahun 2012, disusul kelompok masyarakat sebanyak 51 kasus, individu sebanyak 25 kasus, Majelis Ulama Indonesia (MUI) 24 kasus, dan tokoh agama 12 kasus.
“Tingginya jumlah pelaku yang melibatkan anggota FPI pada tahun ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2011 anggota FPI juga tertinggi menjadi 38 kasus,” ujar Rumadi di Balai Kartini Jakarta, Jumat (28/12/2012).
Artinya, lanjut Rumadi, angka tersebut meningkat. Dimana sebelumnya tiap 10 hari melakukan kekerasan sebanyak satu kali namun saat ini mereka melakukan satu kali dalam seminggu.

Rumadi mengatakan tindakan intoleransi yang dilakukan FPI dalam bentuk intimidasi maupun penyerangan fisik terhadap pihak-pihak yang mereka anggap bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu disebabkan oleh ideologi kekerasan yang sering dipraktekkan para anggota FPI di lapangan, dan lemahnya aparat penegak hukum di lapangan untuk menindak pelaku kekerasan.
Selain FPI, ormas lain yang juga menonjol sebagai pelaku pelanggaran non-pemerintah yaitu MUI. Sama halnya dengan FPI, tindak kekerasan yang dilakukan oleh MUI juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 17 kasus. Tahun 2011, MUI menduduki posisi ketujuh, namun tahun ini meningkat ke posisi empat.
“Bentuk tindakan intoleransi yang paling sering dilakukan MUI adalah fatwa-fatwa keagamaan yang menyesatkan kelompok lain, dimana MUI juga meminta pemerintah melarang kelompok tersebut,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, MUI juga sering melakukan tindakan penyebaran rasa benci terhadap aliran-aliran yang mereka sesatkan.
Lebih lanjut Rumadi mengatakan, bahwa peningkatan pelanggaran kebebasan beragama dalam beberapa tahun terakhir menunjukan bahwa perkembangan dan situasi kehidupan beragama di Indonesia tidak dijadikan sebagai indikator utama pencapaian pembangunan dan demokratisasi di Indonesia.
“Pemerintah cenderung lebih mengutamakan pencapaian-pencapaian dibidang fisik dan ekonomi untuk mengukur tingkat pertumbuhan setiap tahunnya," tuturnya.
Oleh karenanya, sambung Rumadi, Wahid Institute mendesak agar pemerintah dan DPR segera menyusun UU tentang perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan. UU ini diharapkan menjadi pegangan bagi para penegak hukum dilapangan dalam melindungi hak tiap warga negara dalam beribadah dan beragama.
Selain itu, Wahid Institute juga mendesak kepada pemerintah untuk lebih berani menghadapi ormas-ormas pelaku kekerasan atas nama agama. Hal itu untuk memberikan sanksi terhadap ormas tersebut.