Rabu, 20 Februari 2013

DEBAT ANTARA "Ayatollah Montazeri vs. Ali Sina" PART 1

Diposkan oleh Ali Sina Pada Tanggal 14 Desember 2010


Ayatollah Montazeri
Di Bulletin Board of Jebhe Melli (Front Nasional Demokratik Iran), aku menanyakan beberapa pertanyaan tentang Islam. Ayatollah Montazeri menjawab beberapa pertanyaanku. Berikut adalah terjemahan suratnya dan jawabanku padanya.
Ayatollah Montazeri adalah imam senior dari Iran yang tadinya dipilih oleh Khomeini untuk menjadi penggantinya. Tapi pandangan Montazeri yang liberal , dan sikapnya yang menentang pembunuhan-pembunuhan massal tanpa perasaan yang dilakukan oleh rezim Khomeini, membuat Khomeini menjadi marah dan dia pun disingkirkan. Kemudian Ayatollah Khamanei, pengganti Khomeini, menjatuhkan hukuman tahanan rumah bagi Ayatollah Montazeri. Tuan Montazeri masih merupakan tokoh oposisi untuk Pembaharuan Islam yang percaya pada Islam tapi tidak percaya pada Velayate Faghih (Perwalian). Beliau adalah pemimpin agama yang paling dihormati di Iran.
Montazeri adalah seorang Muslim, namun di atas semuanya itu ia adalah seorang manusia yang baik. Ia dicintai oleh semua orang Iran dan tidak akan pernah dilupakan. Saya memberikan penghormatan untuk seorang pria yang agung.
Subyek yang didiskusikan dengan Montazeri adalah mengenai:
  • Usia Aisyah yang masih muda.
  • Apakah perang-perang yang dilakukan Muhammad adalah merupakan usaha untuk mempertahankan diri?
  • dan Genosida terhadap orang-orang Yahudi di Medina

Usia muda Aisyah

Pertanyaan no. 1
Muhammad menikahi Aisyah pada waktu ia berusia 6 tahun dan menidurinya pada ia berusia 9 tahun. Bagaimana mungkin  seorang lelaki berusia 54 tahun  yang memanggil dirinya utusan Tuhan, punya nafsu birahi pada gadis berusia 9 tahun?
1- Ayatollah Montazeri
Pada saat itu, tradisi perkawinan didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan dan upacara-upacara kesukuan. Tujuan pernikahan ini hanyalah untuk memperkuat persahabatan antara ayah dari pengantin dan karena itu perkawinan antara Sang Nabi dengan Aisyah berdasarkan alasan politik.
Tanggapan Ali Sina: Bukan alasan yang bagus untuk mengawini anak di bawah umur. Aku tidak merasa terganggu dengan pernikahan Nabi dan anak Abu Bakr, tapi kenyataannya adalah Aisyah itu anak kecil. Sungguh tidak layak bagi utusan Tuhan untuk punya nafsu birahi pada anak kecil dan itu merupakan sikap rendah akhlak. Pada masa sekarang, jika seorang pria berusia 54 tahun berhubungan kelamin dengan anak kecil  usia 9 tahun, ia akan dipenjara dan didakwa sebagai seorang pedofil. Kenapa Nabi harus dimaafkan?
2 – Ayatollah Montazeri.
Sang Nabi di usia 25 tahun menikahi Khadijah, wanita yang berusia 40 tahun dan Nabi tidak menikahi wanita lain selama Khadijah hidup. Jika Nabi adalah orang yang haus seks, maka ia tidak akan menikahi seorang wanita yang lebih tua dan setia padanya sampai ia mati.
Ali Sina:
Khadijah itu wanita kaya raya dan Nabi saat itu hanyalah pegawainya yang miskin. Baginya, menikahi seorang wanita kaya adalah tangga ke atas untuk mencapai status sosial yang lebih tinggi. Di umur itu, ia hanyalah seorang anak yatim piatu dengan ambisi kecil. Karena ia hanyalah seorang anak muda miskin, tidak ada yang menaruh perhatian padanya. Khadijah adalah anugerah baginya. Khadijah menyediakan kenyamanan dan kemapanan sehingga ia tidak usah khawatir dalam masalah keuangan. Sekarang ia bisa bertapa di guanya dan membiarkan imajinasinya terbang; ketemu jin, bertempur dengan setan, ngobrol dengan Jibril, dan segala macam makhluk yang menghantui pikirannya yang suram.
Kalau ia tetap setia pada Khadijah, bukanlah karena ia suci atau setia tapi Khadijah seorang wanita yang berkuasa dan tidak akan toleran kalau suaminya serong. Pada saat itu Muhammad tidak punya pengikut dan ia akan kehilangan semuanya jika ia menyinggung perasaan istrinya yang kaya raya. Kalau ini sampai terjadi, ini akan menghancurkan semua yang dimiliki Muhammad.
Akan tetapi, Muhammad menunjukkan belangnya yang asli kala ia jadi orang yang berkuasa dan tak ada yang dapat mengekangnya untuk melakukan hal-hal yang ia sukai. Pada saat itulah ia menghancurkan semua norma-norma kesusilaan dengan memakai selubung nama Allah-nya.

Meninggal usia 66 tahun pada 2009
3- Ayatollah Montazeri.
Tujuan sang Nabi menikahi begitu banyak wanita-wanita tua dan janda-janda, terpisah dari alasan-alasan sosial politik, adalah untuk menaikkan status sosial mereka. Pada zaman itu, para wanita, terutama budak-budak wanita, sangat sedikit nilainya atau malah tidak ada sama sekali sehingga mereka sampai  harus mengubur bayi-bayi perempuan mereka hidup-hidup.
Ali Sina:
Sang Nabi menikahi Khadijah, seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, adalah karena kekayaan Khadijah. Setelah Khadijah meninggal, ia menikahi Aisyah yang baru berusia 6 tahun dan karena permintaan Abu Bakr untuk tidak menidurinya dulu sampai 3 tahun setelah menikah. Selama tiga tahun ini Muhammad butuh seorang wanita dan para wanita non-Muslim tidak ada yang mau mengawininya karena mereka menduga ia orang gila. Diantara pengikutnya yang masih sedikit itu, hanya tersedia sedikit wanita yang dapat dikawininya. Sauda adalah wanita Muslim dan seorang janda. Dia cocok untuk keadaan saat itu. Dia dapat menghangatkan ranjang Muhammad dan mengurus rumah dan keperluannya. Muhammad menikahinya dua bulan setelah kematian Khadijah. Khadijah dan Sauda hanyalah dua istri Muhammad yang dikawininya bukan karena dorongan nafsu birahi, tapi karena keadaannya saat itu. Hafsah, anak Omar yang mungkin juga tidak begitu cantik seperti yang dinyatakan oleh ayahnya sendiri, sang Nabi mungkin mengawininya untuk menyenangkan Omar dan untuk alasan-alasan politis. Isteri-isteri lainnya semuanya adalah perawan dan janda-janda yang cantik. Kebanyakan, meskipun tidak semuanya, adalah para remaja. Nabi mengawini mereka atau meniduri mereka tanpa mengawininya hanya karena penampilan mereka yang menarik. Kadang-kadang ia harus membelokkan beberapa aturan dan bahkan membawa nama Tuhan untuk mengungkapkan firman baru baginya sendiri untuk mengizinkan dirinya mendapat apa yang diingininya. Contohnya dalam kasus Zainab Bint Jash, Mariah Koptik dan Aisyah. Tidak ada satupun istrinya yang menderita kurang gizi atau janda-janda yang miskin dan kesepian sebelum dinikahi olehnya. Kisah-kisah Safiyah, Mariah, dan Zainab adalah kisah-kisah cinta yang dibumbui nafsu birahi, pengkhianatan, dan kejahatan.
Engkau betul waktu menyatakan keadaan para budak wanita yang parah di zaman itu, tapi engkau lupa mengungkapkan bahwa banyak dari budak-budak wanita ini yang tadinya adalah orang-orang merdeka sebelum Nabi mengambil kemerdekaannya dan menurunkan derajat mereka jadi budak. Apakah engkau mengatakan bahwa budak-budak wanita ini seharusnya berterima kasih pada sang Nabi yang membunuh orang-orang yang mereka cintai dan menjual diri mereka di pasar-pasar perbudakan untuk seorang Muslim yang lalu menggunakan mereka sebagai pelayan dan budak nafsu birahi?
4- Ayatollah Montazeri
Pernikahan sang Nabi dengan Aisyah terjadi kira-kira tahun pertama atau kedua Hijrah dan karena paksaan ayah Aisyah yakni Abu Bakr dan beberapa kawannya. Setelah kematian Khadijah, sang Nabi tetap sendirian selama beberapa saat. Alasan satu-satunya menikahi Aisyah adalah karena alasan politis. Alasan pernikahan ini karena sang Nabi ada di bawah tekanan berat dari para musuhnya seperti Abu Lahab dan Abu Jahl dan Nabi sangat bergantung pada perlindungan suku-suku yang lain. Abu Bakr punya pengaruh yang kuat di daerah itu. Dalam keadaan seperti itu, adalah tidak bijaksana bagi Nabi untuk menolak tawaran Abu Bakr. Pada kenyataannya, pernikahan ini adalah simbol dan bukan untuk memuaskan nafsu seks sang Nabi, karena aturannya seorang pria 53 tahun tidak mungkin punya gairah seksual terhadap anak berusia 9 tahun.
Ali Sina:
Sang Nabi tidak menikahi Aisyah bukan karena paksaan ayahnya. Banyak Hadith yang menunjukkan bahwa Nabi-lah yang bernafsu terhadap Aisyah dan meminta Abu Bakr untuk menyerahkan anaknya yang masih berusia 6 tahun itu untuk dinikahi. Malah sebenarnya Abu Bakr kaget sekali atas permintaan itu. Dia menolaknya dengan alasan dia adalah saudara angkat sang Nabi, yang dengan sendirinya membuat pernikahan seperti itu haram. Tapi Nabi menolak alasan Abu Bakr dengan berkata bahwa mereka bukan saudara sedarah dan sumpah persaudaraan mereka tidak dapat diterapkan di kasus ini.
Sahih Bukhari 7.18
Dinyatakan ‘Ursa:
Sang Nabi meminta Abu Bakr untuk menyerahkan Aisha untuk dinikahi. Abu Bakr berkata,”Tapi engkau saudaraku.” Nabi berkata, ”Engkau saudaraku dalam agama Allah dan BukuNya, tapi ia (Aisha) adalah sah untuk dinikahiku.”
Orang2 Arab waktu itu masih primitif dengan sedikit aturan2 yang harus ditaati. Tapi mereka punya kode etik yang dihormati dengan cermat. Contohnya, meskipun mereka berperang sepanjang tahun, mereka menghilangkan semua permusuhan di beberapa bulan suci dalam tahun itu. Mereka juga menganggap Mekah adalah kota suci dan tidak berperang terhadapnya. Istri dari anak angkat seorang pria akan dianggap sebagai menantu wanitanya dan pria itu tidak akan menikahi menantu wanita itu. Adalah suatu kebiasaan untuk membuat sumpah persaudaraan dan menganggap satu sama lain sebagai saudara kandung. Sang Nabi melecehkan semua aturan2 ini setiap kali aturan2 ini menghalangi keinginannya.
Abu Bakr dan Muhammad sudah bersumpah untuk menjadi saudara bagi satu sama lain. Jadi berdasarkan adat mereka, Ayesha seharusnya sudah seperti keponakan bagi sang Nabi Suci. Tapi inipun tidak menghentikannya untuk menikahinya walaupun Ayesha masih berusia 6 tahun.
Tapi Nabi yang berubah-ubah moralnya tergantung keadaan ini menggunakan alasan yang sama untuk menolak menikahi anak Hamza, yang juga merupakan saudara angkat Nabi, karena anak perempuan Hamza tidak begitu cantik.
Sahih Bukhari V.7, B62, N. 37
Dinyatakan Ibn ‘Abbas:
Dikatakan pada sang Nabi,”Maukah engkau menikahi anak perempuan Hamza?” Nabi menjawab,”Dia adalah keponakan angkatku (anak saudara angkatku).”
Di Hadith berikut, sang Nabi menceritakan secara rahasia pada Aisyah bahwa ia bermimpi tentang dia sebelum meminta ayahnya untuk memperistrinya.
Sahih Bukhari 9.140
Dinyatakan ‘Aisha:
Nabi Allah berkata padaku,”Kau ditampakkan padaku dua kali (dalam mimpiku) sebelum aku menikahimu. Aku melihat seorang malaikat membawamu dalam kain sutra, dan aku berkata padanya,’Singkapkan (dia), ‘dan lihatlah, tampaklah engkau. Aku berkata (pada diriku sendiri), ‘jika ini dari Allah, maka ini harus terjadi.’ Maka kau ditunjukkan padaku, malaikat membawamu dengan sehelai kain sutra, dan aku berkata (pada malaikat), ‘Singkapkan (dia), dan lihat, tampaklah engkau. Aku berkata (pada diriku sendiri), ‘jika ini dari Allah, maka ini harus terjadi.’”
Alasan bahwa perkawinan ini ‘politis’ dapat disangkal dengan mudah. Abu Bakr adalah kawan baik Nabi, dia adalah salah satu pengikutnya dan saudara angkatnya, dia berasal dari suku yang sama dengan Nabi; tidak ada alasan bagi Nabi Allah untuk meniduri anak kecil Abu Bakr untuk mempererat persahabatannya. Bukti menunjukkan bahwa sang Nabi suci mengambil kesempatan dari kesetiaan Abu Bakr dan merusak kepercayaannya pada Nabi sampai ia harus menyerahkan anak gadisnya yang masih kecil untuk dikawini Nabi. Bagaimana engkau dapat menolak permintaan seseorang yang kau percaya sebagai utusan Tuhan?
Abu Jahl (biangnya ketidakpedulian) adalah nama ejekan yang diberikan pada Adul Hakam (biangnya yang tak terpelajar). Sukar untuk dimengerti dengan cara apa meniduri anak 9 tahun dapat melindungi Nabi dari Abu Jahl? Seperti yang kaukatakan, perkawinan ini terjadi di tahun pertama dan kedua setelah Hijrah. Musuh Nabi ada di Mekah. Meskipun jikalau perkawinan itu memang melindungi sang Nabi, meskipun ini tetap tidak masuk akal, dia sebenarnya sudah aman berada di Medina. Jadi alibi (alasan) ini tidak dapat diterima.
Pokok masalahnya bukan pada Nabi menikahi anak perempuan Abu Bakr. Tapi masalahnya adalah dia berhubungan seks dengan anak berumur 9 tahun. Jika engkau mengatakan ini untuk melindungi dirinya, maka Nabi adalah seorang oportunis (orang yang ambil kesempatan untuk cari selamat), yang memperkosa anak umur 9 tahun untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Mohon jangan katakan ini bukanlah pemerkosaan karena anak berusia 9 tahun belum cukup dewasa untuk bisa mengambil keputusan (seksual) dan karena itulah ini merupakan pemerkosaan. Pembelaanmu memberatkan sang utusan Allah itu lebih daripada tuduhanku sendiri.
Kau katakan pernikahan ini bersifat simbolis. Bagaimana mungkin simbolik jika sang Nabi mendekati Aisyah ketika ia, ini berdasarkan pengakuannya sendiri lho, sedang bermain dengan mainan-mainannya, dan Nabi memberinya mainan yang lain sama sekali dan yang ‘MENGEJUTKAN’ anak kecil itu?


Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 90
Dinyatakan Aisha:
Ketika sang Nabi menikahiku, ibu datang padaku dan membawaku ke dalam rumah (sang Nabi) dan TIDAK ADA YANG MENGAGETKANKU SELAIN KEDATANGAN SANG NABI ALLAH PADAKU DI PAGI HARI.
Kau katakan,” …aturannya seorang pria 53 tahun tidak mungkin punya gairah seksual terhadap anak berusia 9 tahun.” Ini sungguh benar. Inilah hal utama yang kuutarakan. Sayangnya, kita tidak hidup di dunia yang sempurna dan ada beberapa orang yang sakit jiwa dan melawan aturan-aturan Zaman sekarang pun ada orang tua yang berfantasi melakukan hubungan seks dengan anak-anak kecil, menyimpan foto-foto mereka (anak-anak kecil tsb.) dan saling menukar foto dengan orang lain yang sama sakit jiwanya di internet. Mereka ini dikenal sebagai Pedofilia dan untuk melindungi anak-anak kita, kita masukkan orang seperti ini dalam penjara. Jika sang Nabi tidak ‘mengagetkan’ gadis kecil itu di pagi hari yang sama kala ibunya membawanya ke rumah Nabi, maka aku dapat menerimanya sebagai perkawinan “simbolik”, meskipun sebenarnya tidak jelas manfaatnya. Tapi jika kita lihat bahwa sang Nabi Allah meniduri gadis kecil itu di hari yang sama dia dibawa ke rumah Nabi, maka perkawinan ini sukar untuk dipandang sebagai sesuatu yang “simbolik”. Simbol apa?
5- Ayatollah Montazeri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi udara mempengaruhi pertumbuhan tubuh dan jiwa para gadis, dan pertumbuhan mereka lebih cepat di udara panas.
Ali Sina:
Di pokok pembicaraan terdahulu, engkau menjelaskan bahwa perkawinan ini simbolis dan “aturannya seorang pria 53 tahun tidak mungkin punya gairah seksual terhadap anak berusia 9 tahun”. Tapi sekarang engkau membahas masalah ini dari sudut yang berbeda sama sekali.
Saya yakin gadis-gadis berusia 9 tahun di Arabia adalah masih sama dengan anak-anak kecil berusia 9 tahun di tempat lain. Kecuali engkau memajukan teori evolusi bahwa ras manusia harus menjalani mutasi besar-besaran selama jangka waktu 1.400 tahun ini dan di zaman dulu para wanita mencapai kedewasaan pada usia 9 tahun. Kenyataannya adalah sama bahwa sang Nabi punya nafsu birahi terhadap seorang gadis kecil di bawah umur dan ini adalah salah. Untuk meyakinkan bahwa anak berusia 9 tahun adalah tetap seorang anak, bahkan pula di zaman Nabi, kita tidak perlu melihat jauh-jauh dari Hadith yang lain yang dikisahkan sendiri oleh Aisyah. Di Hadith berikut, Aisyah mengungkapkan bahwa ia sedang bermain di ayunan ketika ibunya membawanya pada sang Nabi.
Sunan Abu-Dawud Buku 41, Nomer 4915, juga Nomer 4915 and Nomer 4915
Dinyatakan Aisha, Ummul Mu’minin:
Sang Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa wanita datang, menurut versi Bishr: Umm Ruman datang padaku ketika aku sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa.
Dan biasa bermain dengan boneka-bonekanya.
Sahih Bukhari Volume 8, Buku 73, Nomer 151
Dinyatakan ‘Aisha:
Aku biasa bermain dengan boneka di depan sang Nabi, dan kawan-kawan perempuanku juga biasa bermain bersamaku. Kalau Rasul Allah biasanya masuk ke dalam (tempat tinggalku) mereka lalu bersembunyi, tapi sang Nabi lalu memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku. (Bermain dengan boneka atau bentuk yang serupa itu dilarang, tapi dalam kasus ini diizinkan sebab Aisyah saat itu masih anak kecil, belum mencapai usia pubertas) (Fateh-al-Bari halaman 143, Vol.13)
Sahih Muslim Buku 008, Nomer 3327:
‘A’isha (Allah memberkatinya) melaporkan bahwa Rasul Allah menikahinya ketika ia berusia tujuh tahun, dan ia (Muhammad) membawanya ke rumahnya sebagai pengantin ketika ia berusia sembilan tahun, dan boneka-bonekanya dibawanya, dan ketika ia (Muhammad) mati, ia (A’isha) berusia delapanbelas tahun.
Dalam aturannya, orang akan berkata jika ia masih bermain dengan boneka-bonekanya, ia belum cukup dewasa untuk mengetahui tentang seks, apalagi dari orang yang cukup tua untuk jadi kakeknya.
6- Ayatollah Montazeri.
Perbedaan usia antara pria dan wanita yang dinikahinya di masyarakat primitif dapat diterima dan sering terjadi. Juga bukan merupakan hal yang tak layak atau cabul bagi seorang pria untuk menikahi gadis-gadis yang sangat muda dan orang pada saat itu tidak menganggap itu sebagai hal yang tak bermoral. Bahkan sampai hari ini pun, orang masih menemukan perkawinan dengan gadis-gadis yang masih sangat muda diantara masyarakat Arab. Sebagai aturan, sebaiknya jangan dibandingkan kebiasaan masyarakat adat dan primitif dengan kebiasaan masyarakat modern dan maju di saat ini.
Ali Sina:
Aku setuju bahwa masyarakat primitif punya kebiasaan yang mengejutkan bagi kepekaan masyarakat modern. Orang-orang primitif banyak melakukan hal-hal yang mengagetkan kita saat ini. Mereka misalnya melakukan pembunuhan korban manusia atau binatang, mempraktekkan diskriminasi berdasarkan perbedaan jenis kelamin, perbudakan dan banyak lagi bentuk pelanggaran hak-hak kemanusiaan. Aku tidak mengecam masyarakat primitif sebab mereka tidak tahu hal yang lebih baik. Aku mengutuk masyarakat modern yang mengikuti masyarakat primitif itu dengan melakukan hal yang dilakukan seorang pria yang hanyalah keluaran produk masyarakat primitif. Aku mengutuk orang yang memanggil dirinya sendiri Nabi Allah, “Pengampunan Tuhan pada dunia” “Rahmatu’llah lil Alamin” dan contoh bagi seluruh umat manusia, yang sebaliknya memberi batasan contoh moral dan kebajikan yang mengikuti kebiasaan hidup masyarakat-masyarakat primitifnya dan lalu menegaskannya dan mengabadikannya sebagai suatu contoh. Aku mengutuk masyarakat yang lupa keagungan dan kemegahannya di masa lampau dan sekarang mencoba untuk meniru kebiasaan masyarakat primitif dan mau menegakkan ajaran mereka yang purba dengan mengikuti nabinya yang tidak punya ajaran baru apapun untuk masyarakat primitif dan ia sebenarnya hanyalah produk dari masyarakat primitif itu.
Iya, memang kita harus membandingkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan suku primitf dengan kebiasaan masyarakat modern dan maju saat ini. Tapi kenapa kita harus mencontoh mereka? Kenapa kita harus mengikuti mereka? Kenapa kita harus menerima nabi mereka yang tidak mampu melepaskan diri dari sifat-sifat primitif, barbar, dan buas?
Jika sang Nabi benar-benar seorang nabi, maka dia akan bertindak berbeda. Ia tidak akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan masyarakat primitif tapi akan menegakkan standard baru. Jika ia mengikuti kebiasaan masyarakat primitifnya, kenapa kita harus mengikuti dia? Orang Muslim seluruh dunia mempelajari kehidupan sang Nabi secara terperinci, mencoba menirunya dalam segala hal yang dilakukannya. Mereka berpakaian seperti dia, mengatur janggutnya seperti dia, jalan seperti dia, dan bicara seperti dia, melakukan apa yang dia lakukan dan hidup seperti cara dia hidup. Mereka percaya segala yang dilakukannya direstui Tuhan dan dia dikirim untuk menjadi contoh bagi kaum manusia. Tapi meskipun begitu, engkau baru saja tadi mengatakan bahwa yang dilakukannya tidak mengindahkan aturan dan kebiasaan masyarakat primitif dan kita harus mengampuni dosanya karena dia hanyalah korban dari masyarakat primitif itu. Betapa malangnya kita yang belum melihat hal ini. Lihatlah apa yang telah menimpa negara kita yang besar (Iran) yang telah melupakan masa lalunya yang agung dan sekarang secara buta mengikuti orang yang meniru kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya yang primitif. Dapatkah kita terjeblos lebih dalam lagi dari ini? Adakah penghinaan yang lebih parah daripada ini?
7- Ayatollah Montazeri
Masalah di tiap waktu dan tempat harus dilihat sesuai dengan standard waktu dan tempat saat itu sendiri dan tidak dengan standard di lain waktu dan tempat. Di lain pihak kita menemukan bahwa sang Nabi tidak melawan banyak kebiasaan pada zamannya yang tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan dan spiritual Islam. Ia menghadapinya secara bertahap dan praktis untuk mengubah mereka pelan-pelan.
Ali Sina:
Aku setuju masalah-masalah harus dilihat dari konteks waktu dan tempatnya saat itu. Sesuatu yang bisa diterima 1.400 tahun yang lalu di Arabia mungkin tidak tampak baik saat ini. Mungkin kita sebaiknya tidak menghakimi mereka secara keras. Tapi pertanyaannya adalah mengapa kita harus mengikuti mereka? Pemecahan masalah yang layak saat itu ternyata tidak layak lagi bagi waktu kita saat ini. Kenapa mengikuti doktrin yang sudah kehilangan gunanya dan ditancapkan dalam sejarah?
Orang-orang Muslim dinasehati untuk mengikuti Sunnah Nabi. Kau bilang bahwa sang Nabi adalah orang Arab, mengikuti tradisi masyarakatnya sendiri, sehingga yang dilakukannya adalah benar pada konteks itu. Tapi dengan mengikuti dia, tidakkah kita mengabadikan kebiasaan-kebiasaan orang Arab 1.400 tahun yang lalu ,yang tidak cocok dan sudah ketinggalan zaman?
Engkau menegaskan bahwa sang Nabi tidak melawan kebiasaan-kebiasaan jelek itu dan kebiasaan-kebiasaan itu tidak jauh berbeda dari tujuan spiritual dan pendidikan Islam. Maka pertanyaanku adalah apakah tujuan spiritual dan pendidikan Islam? Apakah tujuan utama Islam itu sendiri? Jawaban orang Muslim tentunya adalah untuk mengetahui bahwa Tuhan itu satu dan dia tidak punya partner dan Muhammad adalah RasulNya. Ini adalah hal yang paling diutamakan dalam Islam. Masalah moral dan etika karena itu hanyalah  masalah kedua. Semua dosa dapat diampuni. Pencurian, pembunuhan, dan pedofilia  dapat diampuni; tapi menggandakan Tuhan itu tidak akan terampuni.
“Allah tidak mengampuni penggandaan allah-allah lain denganNya, tapi Ia memaafkan yang segala (dosa) lainnya, pada siapa Ia berkenan, menggandakan allah2-allah lain dengan Allah berarti sungguh melakukan dosa yang Paling besar.” (Q.4: 48 ).
Dalam perkataan lain, Saddam Hussein, Idi Amin, Ben Laden, Khalkhali dan Khomeini akan diampuni biarpun dosanya besar sekali karena mereka adalah Muslim dan tidak menggandakan Tuhan. Tetapi Gandhi, yang beragama Hindu dan kaum Muslim percaya bahwa Hindu punya banyak dewa, akan dibakar selamanya di neraka.
Kalau begitu, Allah ini tentunya sinting. Ia adalah makhluk yang sinting dan begitu menderita sehingga sangat ingin dikenal oleh ciptaanNya dan sangatlah pencemburu. Jika ini tuhannya Muhammad, maka ia tidak layak dipuja tapi perlu segera dikunci di rumah sakit jiwa.
Tentang kebiasaan buruk orang-orang yang tidak dilawan secara langsung oleh sang Nabi suci tapi berusaha mengubah mereka pelan-pelan, apakah mereka itu? Di dunia kami, fedofilia itu adalah tindak kejahatan. Sungguh memalukan bahwa Nabi tidak memandang kasus pedofilia sebagai suatu kasus yang sangat penting dan harus segera ditangani karena pedofilia ini tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan spiritual Islam. Tapi aku sebenarnya akan senang kalau melihat Nabi setidaknya menentangnya. Tapi tidak, ia tidak menentangnya sama sekali. Ia malah mendukungnya dengan membuat dirinya sebagai contoh. Ini bukanlah cara untuk “mengubah” sesuatu. Inilah cara untuk menegaskannya, untuk mengabadikannya dan untuk mempromosikannya.
Sebelum Islam, kami bangsa Iran adalah masyarakat yang berbudaya. Kami tidak memiliki kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi barbar ini. Terima kasih  karena jasa Islam, tradisi memalukan ini merambat dalam budaya kita dan dipraktekan di tanah air kita.
Pedofilia adalah satu dari pemberian Islam pada kita. Sang Nabi suci menyokong banyak tradisi yang sama memuakkannya. Pembunuhan pada musuh adalah hal yang biasa sekarang di negara kita dan ini juga adalah tradisi sang Nabi. Dia terbiasa mengirim para pembunuh ke rumah-rumah musuhnya dan membunuh mereka kala mereka tidur. Anggota-anggota terhormat Rezim Islam Iran sekarang mengikuti tradisi utusan Tuhan ini (semoga damai beserta hatinya yang suci murni tak ternoda).
_______________________________________________
Pertanyaan nomor 2:
Bagaimana mungkin seseorang yang memanggil dirinya utusan Tuhan ternyata merampok rombongan kafilah pedagang dan bertingkah seperti penjahat murahan dan penyamun jalanan?
Ayatollah Montazeri:
Penyerangan terhadap kafilah pedagang Quraish adalah karena kafilah ini terdiri dari beberapa orang Mekah yang kaya raya, yang merupakan musuh Islam dan ditemani oleh Abu Sofyan yang dikenal sebagai musuh bebuyutan Islam dan orang-orang Muslim. Di tahun itu, permusuhan kaum Quraish dan hasutan yang melawan Islam dan orang-orang Muslim telah meningkat. Medina jadi pusat kegiatan politik dan pemerintahan bagi orang-orang Muslim dan kota ini diserang musuh-musuhnya yakni orang Quraish dari berbagai arah.
Banyak orang Muslim yang dipaksa meninggalkan rumahnya karena penyerangan kaum Quraish dan mereka harus melarikan diri ke Medina. Mereka ini lalu ingin balas dendam dan mengambil kembali barang-barang mereka yang dirampas oleh kaum Quraish. Mereka diberitahu bahwa kafilah ini membawa banyak barang berharga. Para pemimpin Muslim juga merencanakan untuk membuat jalan raya itu jadi tidak aman bagi para musuh karena jalan ini penting bagi kebutuhan ekonomi dan militer bagi mereka. Tujuan utama serangan mendadak ini adalah memutuskan urat nadi sehingga musuh jadi lemah dalam peperangan melawan kaum Muslim. Peperangan ini terus berlanjut sampai Mekah ditaklukan.
Sudah jelas jika dua negara atau dua kekuatan sedang berperang, dan saat itu tidak ada perjanjian damai diantara mereka, setiap pihak sah saja untuk melemahkan kekuatan ekonomi dan militer pihak musuh dan mengancam keamanannya.
Sejak dulu sampai sekarang hal ini dianggap sebagai perlakuan yang wajar di seluruh dunia. Ini sungguh beda dengan perampok jalanan. Perampok jalanan adalah penjahat dan pengacau yang membahayakan kehidupan dan keselamatan orang yang hidup damai di kota atau negaranya sendiri yang tidak saling membenci dan mencuri barang orang lain.
TANGGAPAN ALI SINA:
Wahai Ayatollah Ozma Montazeri,
Pertama-tama, aku ingin mengucapkan terima kasih karena engkau jujur dan tidak seperti kebanyakan Muslim yang berkata semua perang-perang sang Nabi hanya merupakan upaya bela diri. Engkau mengakui bahwa dialah yang jadi agresor dan memang dialah yang menyerang kafilahkafilah pedagang itu. Ini menyingkat banyak waktu untuk kita berdua karena aku tidak usah memberikan daftar begitu banyaknya serangan-serangan Muhammad pada siapa saja yang dianggapnya sebagai musuhnya.
Akan tetapi, engkau tampaknya mensahkan penyerangannya terhadap kafilah pedagang, kota-kota, dan pembantaiannya terhadap penduduk sipil karena kau memandangnya sebagai strategi militer untuk memperlemah kedudukan musuh. Keterangan dari Muhammad sendiri adalah, orang-orang Muslim punya hak untuk mengambil kembali apa yang dirampas oleh kaum Quraish ketika mereka memaksa orang-orang Muslim melarikan diri.
Tetapi sebenarnya, penduduk Mekah tidak mengusir orang-orang Muslim ke luar dari rumahnya. Orang-orang Muslim ini keluar karena keinginan mereka sendiri dan karena paksaan Muhammad. Pertama-tama, dia memerintahkan pengikutnya untuk pergi ke Abyssinia dan ketika dia menemukan cukup pengikut di Medinah, dia mengirim mereka ke sana.
Kebenarannya adalah meskipun ada fakta bahwa Muhammad terus-menerus menghina agama orang Quraish dan membuat marah mereka dengan kelakuannya yang kasar, tidak satu pun kejadian pertengkaran fisik atau penindasan terhadap Muhammad atau pengikutnya yang tercatat dalam sejarah Islam.
Saat ini, para Muslim tidak menoleransi kritik apapun terhadap agamanya. Mereka dengan cepat main bunuh orang yang berani mempertanyakan agamanya. Ini memang hal yang diajarkan sang Nabi. Tapi orang-orang Arab sebelum zaman Muhammad lebih toleran. Mereka tadinya biasa hidup damai bersama dengan orang-orang Yahudi dan Kristen tanpa ada pertengkaran agama diantara mereka. Ujian berat terhadap toleransi mereka terjadi ketika Muhammad mulai menghina dewa-dewa mereka. Meskipun demikian, orang-orang Quraish menunjukkan dengan jelas tingginya toleransi mereka dan meskipun mereka tersinggung, mereka tidak pernah menyakiti Muhammad atau seorang pun dari pengikutnya.
Bandingkan dengan perilaku terhadap kaum Baha’i di Iran. Baha’i tidak menghina Muhammad atau Allahnya. Mereka tidak menolak para Imam atau tidak menentang bagian manapun dalam Qur’an. Yang mereka katakan adalah, Utusan mereka adalah Yang Dijanjikan dari orang-orang Muslim. Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penghinaan Muhammad terhadap kepercayaan orang-orang Quraish. Meskipun begitu orang-orang Muslim tidak menahan diri untuk tidak membunuh orang Baha’i. Mereka membunuh banyak dari orang Baha’i, memenjarakan, menyiksa, memukul mereka, melecehkan hak-hak manusiawinya dan memperlakukan mereka secara biadab. Tidak satu pun perlakuan serupa diterapkan kepada Muhammad dan pengikutnya di Mekah, juga bahkan ketika ia terus-menerus menghina dewa-dewa mereka dan mengutuki agama mereka, seakan menantang untuk bertengkar.
Ketika orang-orang Mekah sudah tidak tahan lagi atas ejekan Muhammad terhadap agama mereka, sekelompok pemimpin mereka datang ke Abu Talib, paman Muhammad dan mereka mengeluh: ”Keponakanmu telah menghina dewa-dewa dan agama kami dan mengatakan kami bodoh, dan kakek moyang kami semuanya sesat. Sekarang, balaskanlah kami dari dia, atau, (melihat kamu juga dalam keadaan yang sama dengan kami) biarkanlah dia agar kami bisa membalas dia.” Abu Talib menjawab dengan lemah lembut dan meyakinkan mereka bahwa ia akan menasehati keponakannya untuk bersikap hormat. Tapi Muhammad tidak merubah kelakuannya. Sehingga orang-orang Mekah itu sekali lagi pergi bertemu Abu Talib dengan penuh rasa jengkel, dan memperingati dia jika dia tidak mengekang keponakannya dari sikapnya yang menyakitkan, mereka sendiri yang akan mengekang dia. Mereka menambahkan: “dan sekarang kami sudah tidak bisa bersikap sabar lagi terhadap pelecehannya pada kami, kakek moyang kami, dan dewa-dewa kami. Sekarang tahanlah dia dari kami atau kamu berada di pihaknya sehingga kita perlu mengambil keputusan diantara kita.”
Itulah yang tertulis tentang penindasan terhadap orang-orang Muslim di Mekah. Yang tertulis di atas adalah suatu peringatan tapi bukan ancaman pembunuhan. Malah kenyataannya, dari waktu Abu Talib masih hidup sampai dia meninggal, Muhammad tinggal di Mekah tanpa disakiti dan tidak ada pengikutnya yang menderita penindasan.
Satu-satunya kekerasan fisik terhadap seorang Muslim yang dicatat adalah, pemukulan yang dilakukan Omar terhadap adik perempuannya sendiri yang telah memeluk Islam, dan ini juga yang kemudian membuatnya memeluk Islam. Ini tidak dapat dianggap sebagai penindasan agama karena ini adalah kekerasan dalam keluarga sebab Omar adalah orang yang gampang marah dengan sifatnya yang labil, mudah lepas kendali dan lalu ngamuk. Tapi Hadith ini pun mungkin tidak benar karena Hadith lain yang diceritakan oleh Omar sendiri menggambarkan ia menjadi pemeluk Islam dengan cara yang berbeda.
Maka timbulah pertanyaan, kalau tidak ada penindasan terhadap orang-orang Muslim, siapa yang mengusir mereka ke luar dari rumah mereka? Kita tahu  bahwa banyak dari mereka yang meninggalkan Mekah dan pergi pertama kali ke Abyssinia dan lalu ke Medina. Kenapa mereka meninggalkan rumah mereka jika mereka tidak dalam keadaan bahaya?
Jawaban pertanyaan ini dapat ditemukan pada Muhammad dan apa yang terjadi dalam pikirannya. Dialah yang meminta mereka pergi. Malah dia memerintah mereka dengan memakai firman dari Allah. Ayat-ayat berikut dengan jelas menunjukkan hal ini.
“Lihat! Mereka yang percaya dan meninggalkan rumahnya dan berjuang dengan kekayaan dan hidupnya untuk kepentingan Allah, orang-orang yang membawa mereka masuk dan menolong mereka: mereka adalah kawan yang melindungi satu sama lain. Dan mereka yang percaya tapi tidak mau meninggalkan rumahnya, kalian tidak punya tugas untuk melindungi mereka sampai mereka meninggalkan rumahnya; tapi jika mereka minta tolong padamu karena alasan agama maka itulah tugasmu untuk menolong (mereka) kecuali terhadap orang-orang yang diantara mereka dan kalian terdapat suatu perjanjian. Allah mengetahui apa yang kalian lakukan.” Q.8:72)
Ini adalah kata-kata yang sangat keras terhadap pengikutnya yang tidak mau meninggalkan Mekah dan tetap tinggal di sana. Di bagian lain ia menekankannya lebih lanjut.
Mereka ingin agar kalian jadi tidak percaya sama seperti mereka tidak percaya, agar kalian sama derajatnya (seperti mereka). Maka janganlah berkawan dengan mereka sampai mereka meninggalkan rumahnya dalam jalan Allah; jika mereka balik (membenci) maka tangkaplah mereka dan bunuh mereka di manapun kalian menemukan mereka, and jangan berkawan dan jangan jadi penolong diantara mereka, (Q.4: 89)
Pada ayat di atas, Muhammad memerintahkan orang-orangnya di Mekah untuk meninggalkan rumahnya dan pergi ke Medina. Dia bahkan lebih lanjut memerintahkan Muslim lain untuk membunuh mereka jika mereka balik kembali ke rumahnya. Ini sungguh sesuai dengan sifat Islam sebagai sebuah bidat/sekte sesat. Jadi kita bisa melihat bahwa kepergian orang-orang Muslim dari Mekah tidak disebabkan oleh penindasan kaum penyembah berhala. Tidak ada penindasan dari mereka meskipun Muhammad menghina kaum Quarish sampai pada batas kesabaran mereka. Para pengikut Muhammad baru meninggalkan Mekah karena dia memerintahkan mereka untuk pergi. Caranya menekan sedemikian hebat sampai-sampai dia berkata bahwa mereka akan masuk neraka jika mereka tetap tinggal dan tidak mau pergi.
Lihat! Para malaikat membawa (kematian) bagi mereka ketika mereka berdosa, (para malaikat) akan bertanya: apa yang sedang terjadi padamu? Mereka akan berkata: Kami ditekan di daerah ini. (Para malaikat) akan berkata: Tidakkah bumi milik Allah luas sehingga kalian bisa pindah ke tempat lain? Karena itu, tempat kalian adalah di neraka, ujung perjalanan kejahatan. (Q.4: 97)
Muhammad merencanakan untuk menaklukan Arabia dan menundukkan Persia.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah: “Kenapa?” Kenapa sang Nabi memaksa pengikutnya bermigrasi padahal mereka tidak ditekan di kota mereka sendiri? Kenapa dia memaksa mereka untuk meninggalkan tanah asalnya? Cara ini sungguh tidak lazim sehingga banyak ahli sejarah Islam dari dunia Barat seperti Sprenger dan Sir William Muir gagal melihat rencana sebenarnya yang sedang digodok dalam kepala Muhammad sejak hari-hari awal waktu dia tahu bahwa hanya ada segelintir orang saja yang sebenarnya percaya bahwa dia itu utusan Tuhan.
Muir dalam “Kisah Hidup Muhammad” mengutip Hishami:
Orang-orang Koreish, mendengar bahwa Abu Talib hampir mati, mengirim seorang utusan yang mengusahakan agar ada ikatan di kedua belah pihak, bahwa setelah kematian Abu Talib, semua kekangan pada Muhammad akan ditiadakan. Mereka mengajukan persyaratan agar mereka tetap dapat memeluk agama kuno mereka, dan Muhammad harus berjanji untuk tidak mengganggu atau ikut campur, dan sebaliknya mereka pun setuju untuk tidak menganggu kepercayaannya.
Abu Talib memanggil Muhammad dan menyampaikan permintaan wajar itu. Muhammad menjawab, “Tidak, tapi ada satu kata, yang jika kalian katakan, kalian akan jadi penakluk Arabia, dan menundukkan Ajam (Persia).”
“Bagus!” kata Abu Jahl, “tidak ada satu kata seperti itu, tapi sepuluh.”
Muhammad menjawab, “Maka dari itu katakanlah: Tidak ada Tuhan selain Allah, dan tinggalkan agama kalian.”
Dan mereka pun menepukkan tangan mereka dengan marah, “Apakah kamu memang benar-benar ingin mengubah dewa-dewa kami jadi satu Tuhan? Sungguh aneh sekali!”
Dan mereka pun mulai bersahutan satu sama lain, “Orang ini keras kepala dan tidak dapat diajak kerja sama. Kalian tidak akan dapat persetujuan apapun yang kalian harapkan. Kembalilah, dan biarkan kami menganut agama dari kakek moyang kami sampai Tuhan menentukan masalah diantara kami dan dia.”
Maka mereka bangkit dan pergi. Hishami, halaman 136
Dari cerita di atas kita bisa mengambil beberapa fakta:
a. Orang Quraish tidak menindas orang Muslim dan pemimpinnya. Mereka hanya meminta agar Muhammad menghormati kepercayaan mereka.
b. Muhammad bersikeras untuk melanjutkan tingkah lakunya yang kasar dan menghina orang-orang Mekah dan agamanya.
c. Muhammad bermimpi untuk menaklukkan Arabia dan menundukkan Ajam/Persia.
Sudah menjadi jelas bahwa sang Nabi ketika masih di Mekah dengan segelintir pengikut sebenarnya sudah berangan-angan untuk menaklukkan Arabia dan menundukkan Persia. Apakah layak bagi utusan Tuhan berangan-angan untuk “menaklukkan” dan “menundukkan”?
Yang sewajarnya diharapkan dari orang yang dipilih Tuhan akan menjadi terang bagi umat manusia, punya pemikiran yang lebih mulia untuk membimbing, mendidik dan memerdekakan manusia, dan bukannya menaklukkan dan menundukkan mereka. Ini adalah pemikiran para penakluk bengis seperti Jengis Khan, Napoleon, Hitler dan bahkan Saddam Hussein. Tapi pemikiran seperti ini tidak layak datang dari seorang Nabi Tuhan, yang seharusnya memancarkan kasih sayang, belas kasihan, dan kualitas-kualitas spiritual.
Sang Nabi adalah kasus jelas seorang megalomaniak. Dia penderita manik depresif yang hebat. Ketika dia sedang penuh semangat, dia punya angan-angan untuk menaklukan dunia dan ketika ia sedang patah semangat, ia penuh dengan pemikiran untuk bunuh diri.
Sahih Bukhari V. 9, Buku 87, Nomor 111
“….Inspirasi Illahi juga berhenti sesaat dan sang Nabi jadi begitu sedih seperti yang telah kita dengar bahwa ia beberapa kali bermaksud melemparkan dirinya dari puncak gunung tinggi dan setiap kali ia naik ke atas gunung untuk melemparkan dirinya ke bawah, Jibril akan muncul di depannya dan berkata, “O Muhammad! Engkau memang betul-betul Rasul Allah” dan hatinya jadi tenang dan ia pun turun ke bawah dan kembali ke rumahnya. Dan jikalau masa datangnya insipirasi jadi lama sekali, ia pun akan melakukannya lagi, tapi pada saat ia mencapai puncak gunung, Jibril muncul di mukanya dan berkata seperti yang telah dikatakan sebelumnya.”
Perubahan suasana hati ini menunjukkan pada kita bahwa sang Nabi bukanlah utusan dari tuhan manapun, tapi ia adalah orang yang sakit jiwa, orang manik depresif yang labil. Impiannya untuk menaklukkan dan mengalahkan begitu kuat, dan ini menggerogoti pikiran-pikirannya sedemikian rupa sehingga mengacaukan batas pengertian baik dan buruk dari kesadarannya. Baginya, impian mendominasi menjadi tujuannya yang paling utama. Dan untuk mencapai tujuan itu, ia tidak akan mau berhenti karena alasan apapun. Dia terdorong berbohong dan bohongnya itu sangat meyakinkan sehingga ia bahkan berhasil membohongi dirinya sendiri. Meskipun penglihatan-penglihatan awalnya adalah hasil dari khayalannya. Jika khayalan itu berhenti pun dia tetap saja mengeluarkan ayat-ayat karangan sendiri dan menyatakan dengan teliti impian-impiannya yang megah dengan begitu meyakinkan, dan gejala ini khas pada orang yang sakit jiwa.
Megalomaniak seperti Muhammad dan Hitler seringkali merupakan orang-orang yang berkharisma dengan kepribadian yang mempesona yang bisa memukau penontonnya dengan pidatonya, dengan semangatnya, dan dengan rasa percaya dirinya. Melihat Hitler dengan pidatonya yang penuh keceriaan, semangat, inspirasi dan pengaruh yang dibawakannya dengan penuh rasa percaya diri, dan yang memukau imajinasi jutaan orang Jerman yang mendengarkannya, mungkin bisa memberi kita pandangan ke dalam pemikiran sang Rasul Allah dan mendapat penjelasan mengenai misteri dari sihirnya atas pengikut dan pengabdinya yang naif dan sederhana.
Seperti yang dia katakan di tempat pamannya Abu Talib yang waktu itu hampir mati, Muhammad bermimpi untuk menaklukkan Arabia dan menundukkan Persia yang perkasa, bahkan ketika pengikutnya hanyalah kelompok kecil yang tidak terlatih dan tidak berarti, tanpa kemampuan untuk melawan atau membela diri. Tetapi dia tidak hanya jadi pemimpi belaka, tapi dia juga adalah orang yang berusaha mewujudkan impiannya dengan tekad dan keuletan yang utuh. Untuk perjuangan menjadi penguasa besar, dia tidak segan-segan mengorbankan apapun. Dia akan membunuh siapapun yang melawannya. Dia akan membunuh orang-orang yang berpaling daripadanya. Dia akan menghukum mati siapapun yang mengritiknya. Dia akan membantai seluruh masyarakat Yahudi dan Kristen di Jazirah Arabia dan melakukan salah satu genosida (pembantaian massal rasial) pada masyarakat Yahudi di Medina dan Khaibar. Dia akan mengarang cerita-cerita jin dan malaikat dan akan mengelabui pengikutnya dengan kisah-kisah kunjungannya ke Surga dan Neraka untuk mengontrol pengikutnya yang gampang tertipu dan bodoh. Dan dia akan menciptakan sebuah Allah, mengaku sebagai utusanNya dan menjadi satu-satunya penghubung bagiNya, sehingga ia dapat meminta penyerahan total tanpa syarat dari pengikutnya hanya padanya seorang.
Impian-impiannya adalah tentang kemegahan dan rencananya adalah sempurna. Waktunya tepat dan ia memiliki orang-orang terbaik untuk membantunya. Orang-orang Arab pada zamannya itu pemikirannya penuh dengan takhayul, fanatik, ambisius, kejam, barbar, keras kepala, punya sifat patriotik berlebihan, dan di atas semuanya mereka adalah orang-orang yang gampang tertipu dan gampang percaya. Impian menaklukkan Arabia dan menundukkan Ajam cocok bagi orang yang terpikat pada Muhammad di daerah itu.
Tapi bagaimana ia dapat mewujudkan impiannya tanpa pasukan tentara? Bagaimana caranya agar ia dapat meyakinkan pengikutnya untuk mengangkat pedang dan menggunakannya untuk membunuh saudara, orangtua, dan kawan-kawan mereka sendiri? Dia harus menciptakan perasaan tidak senang. Dia harus menciptakan alasan kebencian yang tadinya tidak ada. Dia harus mengadu saudara dengan saudara dan memecah belah orang-orang sedemikian rupa sehingga mereka dengan sukarela mengangkat pedang dan membabat satu sama lain atas perintahnya.
Karena itu, di satu pihak ia menyelenggarakan kampanye untuk menghina kepercayaan orang-orang Quraish dan mengganggu mereka senantiasa dengan perkataan yang kasar dan menyakitkan hati untuk membuat mereka marah dan memusuhi. Selanjutnya mereka akan menyerang dan menyakiti pengikut Muhammad. Sebaliknya hal itu akan membuat pengikut-pengikut ini merasa menjadi korban dan diperlakukan tidak benar. Di lain pihak, dia memaksa pengikut-pengikutnya untuk menjalani kesukaran hidup di pengasingan, meninggalkan rumah-rumah mereka dan pergi ke tanah asing. Jadi ia menempatkan satu pihak bermusuhan dengan pihak lain, dan mengakibatkan pengikutnya merasa tengah dianiaya. Sekarang mereka miskin, payah, dan menderita. Muhammad membutuhkan rasa marah dan sakit hati ini untuk memperkuat pengaruhnya pada mereka dan menguasai ketaatan mereka. Agar bisa berkuasa, dia harus memecah belah dulu.
Untuk berkuasa atas orang-orang bodoh dan membuat mereka berpihak kepadamu, engkau harus memberi mereka sekelompok musuh. Tidak ada yang lebih dapat membuat orang-orang berkumpul di sekeliling Muhammad selain adanya pihak musuh. Ini merupakan tipuan paling kuno, yang sudah sangat berhasil digunakan oleh semua diktator di seluruh sejarah hidup umat manusia. Bahkan Ayatollah Khomeini pun menggunakan taktik ini untuk memperkuat dominasinya terhadap orang-orang Iran yang mudah tertipu dan percaya pada kebohongannya.
Muhammad, yang membual di Qur’an “Makaroo va makara Allah. va Allah khairul makereen” merupakan pembohong ulung pula. Dia berhasil membuat kebencian agama diantara orang-orang yang meskipun bodoh dan fanatik tapi sebelumnya tak pernah menunjukkan sikap tak bertoleransi pada agama lain. Sekarang ia punya pengikut yang miskin, tidak puas, dan marah. Mereka siap berperang baginya dan menolongnya untuk mewujudkan impian-impiannya. Ketaatan pada “Tuhan dan Rasul Allah”, jadi semboyan Islam. Dan tentu saja, seperti biasanya, Allah akan memunculkan ayat-ayat untuk memberi NabiNya kekuasaan mutlak.
Siapapun yang tidak taat pada TUHAN DAN NABINYA, akan dimasukkan ke dalam Api Neraka, mereka akan berada di sana, selamanya! (Q.72: 23)
Menarik untuk disimak bahwa setelah ber-tahun-tahun menderita cacian, kaum Quraish memboikot usaha dagang dengan Muhammad dan pengikutnya. Mereka tidak mau membeli ataupun menjual apapun pada Muhammad dan pengikutnya. Mereka tidak mau menikah dengan siapapun dari kelompok Muhammad. Mereka bahkan mengancam untuk menghukumnya jika dia tidak berhenti menghina dewa-dewanya.
Selama waktu ini, Muhammad membentengi dirinya dengan anggota-anggota keluarganya, orang-orang Hashemis (tanpa Abu Lahab) di Perempatan Mekah yang dikenal sebagai She’b dari Abu Talib. Keadaan ini berlangsung selama 3 tahun. Selama itu, mereka hanya ke luar saat naik haji dan kembali lagi setelah selesai. Suku Quarish tidak pernah menyerang Perempatan itu. Sebaliknya, mereka tampak puas sekali bahwa Muhammad tidak lagi berada di jalan-jalan meneriakkan kata-kata kotor pada dewa-dewa mereka.
Jika kaum Quraish ingin benar-benar menghabisi orang-orang Muslim dan Muhammad, mereka punya banyak kesempatan untuk melakukan hal itu. Tapi meskipun demikian mereka tidak menunjukkan sikap permusuhan dalam bentuk kekerasan terhadap kaum Muslim. Sebenarnya jauh lebih mudah bagi mereka untuk membasmi Muhammad beserta keluarganya daripada bagi Muhammad untuk membasmi tiga suku Yahudi di Medina.
Meskipun begitu, suku Quraish tetap curiga pada sang Nabi dan tindakan-tindakannya, karena mereka mendengar jumlah pengikutnya bertambah di Medina. Pesan-pesan Muhammad penuh nada kematian dan ancaman untuk membuat mereka sengsara dan sikapnya pada orang-orang Mekah jelas penuh permusuhan. Karena itu, wajarlah jika mereka bersikap waspada pada tindak-tanduknya dan mengawasinya dengan seksama. Kecurigaan mereka meningkat saat mereka mengetahui bahwa sang Nabi mengadakan pertemuan rahasia di tengah malam dengan para Peziarah dari Medina di Acaba, di pinggir kota Mekah.
Orang-orang Mekah tidak dalam keadaan berperang dengan orang-orang Yathrib (Medina). Tetapi meskipun demikian, orang-orang Medina merupakan orang-orang asing. Apa hubungan sang Nabi dengan mereka? Mengapa dia bersekongkol dengan orang-orang asing dan apa tujuannya pertemuan rahasia dengan mereka di tengah malam? Kita tidak dapat menyalahkan orang Quraish yang waswas dan khawatir akan keselamatan mereka ketika melihat rapat gelap yang mungkin mengancam kehidupan mereka.
Ini mengharuskan mereka untuk bertemu dan bicara dengan sang Nabi untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Hasil pertemuan tidak jelas, tapi yang pasti ini membuat Muhammad takut kehilangan nyawanya dan melarikan diri dari Mekah ke rumah temannya, Abu Bakr.
Muhammad kemudian mengingat kejadian itu dan menebak, mungkin mereka berencana untuk menangkapnya, membunuh atau melenyapkannya. Tapi tidak ada bukti akan terkaan itu dan bahkan dia sendiri maupun tuhannya yang MAHA tahu tampaknya tidak yakin akan hasil akhir pertemuan itu.
“Dan teringat ketika orang-orang tidak beriman merencanakan untuk melawanmu, dan mereka mungkin akan menangkapmu, atau membunuhmu, atau melenyapkanmu. Ya, mereka merencanakan, tapi Tuhan merencanakan yang sebaliknya. Dan Tuhan adalah perencana terbaik.” (Q.8: 29)

Di Medina
Setelah Muhammad dan Abu Bakr lari ke Medina, keluarga mereka tinggal di tempat asal (Mekah) selama beberapa minggu. Tapi tidak ada sesuatu pun yang terjadi pada mereka, dan suku Quraish tidak pernah menyakiti, mengusir atau mengganggu mereka sama sekali. Meskipun sebagaimana yang diungkapkan Muir “bukannya tidak masuk akal untuk menyandera mereka (keluarga Muhammad dan Abu Bakr) untuk berjaga-jaga terhadap serangan dari Medina. Kenyataan ini menyebabkan kita ragu akan tingginya tingkat kebencian dan kepahitan suku Quraish terhadap Muhammad yang tampaknya tidak seperti yang biasanya diceritakan. Sesuai dengan pandangan ini, ternyata yang pertama-tama menyerang duluan, setelah peristiwa Hegira, adalah pihak Muhammad dan para pengikutnya. Setelah beberapa kafilah mereka dijarah dan dihancurkan, dan darah dikucurkan, barulah orang-orang Mekah terpaksa membela diri mengangkat senjata”.
Kenyataan bahwa Muhammad dan Abu Bakar tenang-tenang saja terhadap keamanan keluarga mereka yang ditinggalkan sendirian di Mekah, jelas menunjukkan bahwa sikap permusuhan yang dituduhkan pada kaum Quraish terhadap orang-orang Muslim ternyata dilebih-lebihkan dan hanya merupakan alasan belaka untuk mensahkan penyerangan selanjutnya ke Mekah. Tiada seorang Muslim pun yang diusir. Semuanya ke luar dari kota itu karena keinginan sendiri. Sebagian dari mereka ditahan oleh anggota keluarga mereka sendiri dan beberapa yang menjadi budak tidak dapat ikut pergi. Selebihnya ikut Muhammad tanpa gangguan dari suku Quraish.
Ketika Muhammad sampai di Medina, terdapat kira-kira duaratus pengikutnya (yang berasal dari Mekah) dan orang-orang Medina dari suku Khazraj dan Aus yang percaya padanya dan mungkin jumlahnya juga sekitar duaratusan. Orang Mekah bukanlah orang yang trampil dan biasanya mereka bekerja di ladang dan perkebunan. Kebanyakan bekerja sebagai buruh dan pesuruh orang-orang Yahudi yang kaya raya. Maka keadaan saat itu sukar buat orang-orang dari Mekah ini. Iman percaya pada Allah memang baik tapi tidak bisa memberi mereka makan. Muhammad tahu bahwa dia tidak dapat menguasai pengikutnya terlalu lama jika dia tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Lebih dari itu, ia memaksa mereka pindah tempat untuk berperang bagi dia dan mendirikan kekuasaannya di seluruh Arabia dan menundukkan Persia.
Akan tetapi pengikutnya yang berjumlah kecil itu tidak layak untuk menerima tugas-tugas militer. Meskipun begitu dia telah menjanjikan mereka yang meninggalkan rumah-rumahnya di Mekah, akan menggantinya dengan rumah yang mewah di dunia dan sekaranglah waktu untuk mewujudkan janjinya. Kalau tidak ia akan menghadapi pemberontakan dan penolakan dari pengikut-pengikutnya.
“Bagi mereka yang meninggalkan rumah-rumah mereka karena Tuhan, setelah menderita tekanan, – Kita tentu akan memberikan sebuah rumah mewah di dunia ini, tapi sebenarnya hadiah di dunia baka lebih besar lagi. Jika saja mereka mengetahui (hal ini)!” (Q.16: 41)
Bagaimana mungkin dia dapat menyediakan segala kemewahan yang dijanjikannya pada mereka di dunia ini? Tentu saja Allah sendiri tidak dapat melakukan hal itu. Inilah saat dia harus menerapkan rencana yang sudah dipikirkannya di tahun-tahun sebelumnya. Tentu saja menaklukkan Arabia dan menundukkan Persia tidaklah mungkin dengan sedikit pengikut seperti itu, tapi menyerangi kafilah pedagang dan merampoki barang-barang mereka sih bisa saja.

bersambung ke part II
======>>>>>

Cari artikel Blog Ini

copy right