Rabu, 20 Februari 2013

DEBAT ANTARA "Ayatollah Montazeri vs. Ali Sina" PART 2

 sambungan dari part I
<<<======
 
Diposkan oleh Ali Sina Pada Tanggal 14 Desember 2010
Sang Nabi jadi Garong
Maka sang Nabi jadi seorang penggarong dan meskipun begitu dia tidak berhenti berkhotbah, “Bicaralah yang baik terhadap orang-orang …” 2:83 atau “Sabarlah pada apa yang mereka ucapkan, dan menjauhlah dari mereka dengan halus”. .73:10 dan mulailah kata darah “qateloo” (bunuh) terdengar sebagai pesan-pesan Allah selanjutnya. Selama enam bulan pertama kedatangan Muhammad di Medina, tidak ada hal penting terjadi. Para pendatang termasuk Muhammad sendiri harus berjuang untuk membeli sandang, pangan, papan.
Tapi pikiran-pikiran Muhammad bukanlah pikiran damai. Dia punya rencana, rencana-rencana yang besar. Jumlah pengikutnya bertambah, sebagian menyeberang dari Mekah untuk bergabung dan beberapa memeluk Islam di Medina. Sekarang dia bisa memerintah sekelompok prajurit. Tapi orang-orang Medina bersumpah hanya akan membantu Muhammad mempertahankan diri jika dia diserang, dan tidak mau ikut dia untuk menyerang orang-orang Quraish.
Jadi Muhammad bukannya menyerang Mekah, tapi di bulan Desember 622 M, saat Ramadhan, tujuh bulan setelah kedatangannya, sang Nabi memanggil pamannya Hamza untuk memimpin 30 prajurit menyerang mendadak kafilah orang-orang Mekah yang baru kembali dari Syria di bawah pengawalan Abul Hakam (Abu Jahl). Kafilah ini dijaga oleh kira-kira 300 orang. Prajurit-prajurit Hamza harus kembali dengan tangan kosong ke Medina dan Abul Hakam melanjutkan perjalanan ke Mekah. Ini adalah pertempuran pertama yang dimulai oleh Muhammad, yang lalu ditinggalkan karena kekurangan orang dan perencanaan yang jelek. Tuhan yang memberitahu Muhammad untuk menyerang dan merampok kafilah-kafilah tidak memberitahu cara melakukan hal itu. Dan sang Nabi pun harus belajar dari kegagalannya sama seperti garong kemarin sore.
Kejadian berikutnya terjadi sebulan kemudian di bulan Januari 623 M. Pada saat ini Muhammad mengirim pasukan yang dua kali lebih kuat daripada penyerangan pertama, di bawah pimpinan Obeida, ibn Harith, untuk menyerang kafilah yang dikawal oleh Abu Sofian dengan 200 pengawal. Kali ini orang-orang Quraish dikejutkan kala unta-unta mereka sedang merumput dekat mata air di lembah Rabigh. Beberapa panah berterbangan ke dua belah pihak tapi akhirnya para penyerang mundur setelah menyadari jumlah mereka terlalu sedikit dibandingkan dengan orang-orang kafilah tersebut.
Sebulan kemudian, penyerangan ketiga dilakukan dan dipimpin oleh Sa’d yang masih muda, dengan duapuluh prajurit, ke arah serangan yang sama. Dia ingin bergerak sejauh Kharrar, yakni lembah yang terletak di jalan ke Mekah, dan tiarap di sana sambil menunggu kafilah datang ke sana. Seperti kebanyakan perampok yang mau menyerang tiba-tiba, mereka bergerak di malam hari dan tiarap bersembunyi di siang hari. Meskipun begitu, ketika mereka sampai di tujuan di pagi hari kelima, mereka menemukan bahwa kafilah telah berlalu sehari sebelumnya, dan mereka kembali dengan tangan kosong ke Medina.
Darmawisata ini terjadi di musim dingin dan semi di tahun 623 M. Di setiap kejadian, Muhammad mengikatkan sebuah bendera putih pada tongkat atau lembing, dan menyerahkannya pada pemimpin kelompok pada saat keberangkatan. Nama-nama yang membawa bendera ini, dan juga nama-nama ketua kelompok, dicatat dengan teliti di Hadith-hadith dan juga perjalanan-perjalanan lain yang penting.
Terdapa tiga kali lagi kegagalan perampokan yang diusahakan sang Nabi dan orang-orangnya di Abwa, Bowat, dan Osheira.

Keberhasilan di Nakhlah
Lebih dari setahun berlalu, dan meskipun telah melakukan beberapa kali usaha dan perjalanan, tak ada satupun dari usaha-usaha penggarongan sang Nabi suci yang berhasil. Rasul Allah yang megalomaniak ini akhirnya sadar kalau dia harus mencoba menyerang kafilah yang lebih kecil dulu. Jadi waktu ia mendengar kabar bahwa ada kafilah pedagang yang pergi dari Mekah ke Taif dan hanya dijaga oleh empat orang saja, dia cepat mengambil kesempatan ini dan mengirim Abdallah ibn Jahsh, bersama tujuh prajurit untuk merampok kafilah ini.
Gerombolan garong ini pergi ke Nakhla yang merupakan sebuah lembah diantara Mekah dan Taif yang terkenal dengan perkebunan kormanya dan mereka menunggu di sana. Dalam waktu singkat tibalah sebuah kafilah mengangkut minuman anggur, kismis, dan kulit. Kafilah ini dijaga oleh empat orang Quraish, yang jadi berhenti dan waspada melihat orang-orang asing di hadapannya. Untuk mengalihkan kecurigaan mereka, salah satu anak buah Abdallah mencukur rambut kepalanya, yang merupakan tanda bahwa mereka baru kembali dari naik haji, karena ini adalah bulan-bulan di saat upacara itu dilakukan. Para kafilah lalu jadi tenang dan mengantar unta-unta mereka ke padang rumput, dan mulai menyiapkan makanan bagi mereka sendiri. Lalu seorang dari prajurit Abdallah menyerang dan melepas sebuah anak panah, membunuh seorang dari kafilah di tempat itu juga. Lalu yang lain menyerang para kafilah, membunuh dua orang, dan lainnya disandera dan dibawa bersama barang-barang curian ke Medina. Satu orang berhasil melarikan diri.
Sewaktu tiba di Medina, pengikut-pengikut Muhammad kecewa karena Abdallah dkk. telah melanggar tradisi kokoh bahwa tidak boleh ada permusuhan di bulan-bulan suci. Ini adalah hal yang memalukan bagi sang utusan Allah dan dia pura-pura marah. Dia ambil semua barang-barang curian dan memenjarakan orang-orang Quraish yang ditawan dan dia menunjukkan rasa tak senang. Tapi tak lama kemudian sang Nabi yang penuh firman ini mengeluarkan sebuah firman baru dari balik bajunya yang katanya dari Allah dan memaafkan pelanggaran itu:
“Mereka akan bertanya padamu mengenai bulan-bulan Suci, apakah mereka boleh berperang. KATAKANLAH: Berperang adalah menyedihkan; tapi merintangi jalan Tuhan, atau menyangkalNya, dan menghalangi orang ke mesjid, dan lalu mengusir orang-orangNya, adalah lebih menyedihkan bagi Tuhan. Tergoda (untuk menyembah berhala) adalah lebih menyedihkan daripada membunuh. Mereka tidak akan berhenti memerangimu sampai engkau meninggalkan keyakinanmu, jika keyakinanmu itu melemahkan mereka; tapi siapapun diantaramu yang menyangkal imanmu dan mati sebagai orang yang tak percaya, maka pastilah jasa- jasanya tak dihitung di kehidupan kini dan kemudian. Merekalah penghuni neraka, untuk selama-lamanya. Tapi bagi mereka yang percaya, dan mereka yang pindah tempat demi kepentingan imannya, dan berjuang tulus dalam jalan Tuhan, maka biarlah mereka berharap pengampunan Tuhan; karena Tuhan pemaaf dan pengampun.” (Q.2: 217)
Setelah mengumumkan ayat ini, Muhamad menyerahkan barang jarahan pada Abdallah dkk, yang kemudian setelah memberikan seperlimanya pada Muhammad, membagi sisanya diantara mereka. Sebelum Abdallah sampai di Nakhla, dua orangnya, Sa’d dan Otba, kehilangan unta-unta mereka yang berkeliaran di gurun pasir. Mereka mengejar unta-unta itu dan terlambat ikut pertempuran di Nakhla.
Ketika Abdallah kembali ke Medina, dua orang ini belum datang. Muhamad takut mereka ditangkap orang-orang Quraish dan tidak mau membayar tebusan sampai dia yakin bahwa dua orang itu masih hidup: “Jika kau membunuh dua orangku, “katanya, “pasti aku akan membunuhmu pula.” Tapi kemudian kedua orang itu muncul dan sang Nabi menerima uang tebusan bagi mereka, 40 ons perak untuk setiap orang dan lalu membebaskan mereka.
Menyerang kafilah pedagang, berkelahi di bulan suci, menipu, dan membunuh orang-orang tak bersalah, merampas, menculik orang untuk disandera, meminta uang tebusan, mengancam untuk membunuh, dll, semua ini adalah tingkah laku yang tidak bisa diharapkan dari seorang utusan Tuhan. Yang dilakukan sang Nabi di sini adalah tindakan kriminal. Tidak ada pembenaran apapun dari tindakan tersebut.
Baru saat itulah orang-orang Quraish jadi sadar bahwa musuh mereka tidak menghormati aturan apapun. Menarik untuk diperhatikan bahwa penumpahan darah pertama antara orang Muslim dan non-Muslim dilakukan oleh seorang Muslim. Tidak bisa dikatakan bahwa pihak Muslim adalah korban dari persengketaan ini. Merekalah yang selalu jadi penyerang, pelawan, dan pemancing permasalahan.
Ibn Hisham menegaskan hal ini, “Ini adalah barang rampasan pertama yang diambil orang-orang Muhammad, sandera-sandera pertama yang ditawannya, dan nyawa pertama yang mereka ambil.” Sang Nabi menentukan Abdallah, ketua penyamun Nakhah, dengan sebutan Amir al Mominin, ” Pemimpin orang-orang yang Setia ” yang inilah sebutan yang kemudian dipakai oleh sang Kalifah (pemimpin umat Islam) sejak saat itu…
Penyerangan ini menunjukkan bahwa sang Nabi dan para pengikutnya sama sekali tidak menghormati baik nyawa manusia maupun bulan-bulan suci yang dihormati oleh seluruh orang. Meskipun begitu, orang Quraish tidak pula membalas. Meskipun beberapa Muslim masih tinggal di Mekah, orang Quraish tidak membalas dendam atau memperlakukan mereka dengan kejam. Ini sungguh berbeda dengan sikap Nabi dalam menghukum yang orang yang melawannya. Ketika pengikutnya menangkap penjaga kafilah di Nakhlah, dia sudah bersiap untuk membunuh mereka hanya karena dikiranya dua prajuritnya tertangkap dan dibunuh di Mekah. Juga meskipun hal ini benar, bagaimana mungkin seorang utusan Tuhan membunuh orang tak bersalah atas dosa orang lain? Akan tetapi, tindakan semena-mena sang Nabi yang paling keji adalah ketika dia membantai seluruh orang Quraish sebagai pembalasan dendam atas pembunuhan satu orang Muslim yang sebelumnya telah membunuh orang Yahudi.
Setelah keberhasilan perampokan di Nakhlah, sang Nabi menambah kekayaannya dari usaha perampokan yang lebih banyak dan menjadi seorang ahli di bidang penjarahan dan peperangan. Lebih banyak kafilah diserang dan lebih banyak lagi barang-barang rampasan yang mengisi peti-peti mati sang Nabi dan memperkaya pengikutnya. Pada saat inilah sang Nabi mulai mengeluarkan ayat-ayat yang menganjurkan orang untuk berperang dan membunuh. Ini contohnya:
“Bawalah kabar-kabar baik bagi orang budiman. Sebenarnya Tuhan akan menahan musuh dari mereka yang percaya, karena Tuhan tidak suka orang murtad yang tak beriman. Diperbolehkan untuk berperang (melawan para murtad) karena mereka (pengikut Muhammad) telah dirugikan; dan pasti Tuhan yang Maha Perkasa membantu mereka yang diusir dari ruma-rumah mereka tapi alasan yang adil, – tidak ada alasan lain selain mereka berkata bahwa Tuhanlah Tuan kami. Dan sebenarnya jika tidak karena Tuhan menahan umat manusia, sebagian dari mereka berhutang pada yang lain”. (Q.22: 41)
Lihatlah bagaimana sang Nabi suci memutar balik kenyataan untuk mendorong pengikutnya membunuh membabi-buta. Seperti yang kita lihat, orang Muslim tidak “dirugikan” dan mereka tidak diusir dari rumah-rumah mereka. Orang Quraish tidak menindas mereka karena kepercayaan pada Tuhan. Ayat-ayat yang menghasut ini bohong belaka. Tapi ia ingin mendorong mereka untuk menjadi prajuritnya dan menolongnya mewujudkan impiannya untuk menguasai Arabia dan menundukkan Ajam (Persia).
Perjanjian yang dibuat di Media mengharuskan penduduk kota itu untuk melindungi Muhammad jika dia diserang orang-orang Mekah, tapi penduduk Medina tidak perlu ikut dalam melakukan serangan-serangan, merampok, dan memperkaya sang Nabi dengan barang-barang hasil rajahan perang. Tapi Muhammad butuh partisipasi mereka dalam perjalanannya. Pemecahan masalahnya, seperti biasa, ditemukan dalam penglihatan illahi.
“Perang ditakdirkan bagimu, meskipun (perang) itu menjengkelkanmu. Secara kebetulan kau tidak suka apa yang baik untukmu, dan menyukai yang jahat bagimu. Tapi Tuhan mengetahui, dan kalian tidak.”
Pada titik ini kita bertanya pada diri kita sendiri apa yang membuat seorang menjadi utusan Tuhan jika bukan karena perbuatan2 dan tingkahlakunya yang baik? Dalam hal apa sang Nabi lebih baik daripada penyamun biasa, gangster, perampok, pengacau, penjahat dan kriminal?

Pertanyaan akhir
Wahai Ayatollah, di suratmu engkau tampaknya menyetujui bahwa yang sang Nabi lakukan adalah karena hasil akhir menentukan tujuan perbuatan. Engkau tidak merasa terganggu bahwa yang dia lakukan sangat tak bernorma, tidak jujur dan kejam karena ia adalah seorang utusan Tuhan dan karena itu, apapun yang dilakukannya, meskipun nyata-nyata jahat, dianggap baik.
Pokok utamanya bukan, siapakah Muhammad dan apa yang dilakukannya. Muhammad telah mati dan apa yang dilakukannya sudah berlalu (jadi bagian sejarah). Masalah utamanya adalah siapakah KITA? Apa yang dapat dikatakan dari sebuah masyarakat yang menganggap seorang penjahat, pembantai, dan penggarong sebagai pemimpin agamanya? Apa yang dapat dikatakan tentang kita, nilai-nilai dan moral kita, jika kita mengangkat orang seperti Muhammad sebagai guru kita? Bagaimana kita bisa jadi masyarakat berakhlak jika Nabi kita tercinta ini adalah seorang pembunuh? Bagaimana kita bisa mendirikan nilai-nilai kemanusiaan yang penuh toleransi, persamaan hak, keadilan dan belas kasihan jika pemimpin kita tidak memiliki semua ini? Inilah pertanyaan yang harus dijawab negara kita (Iran) dalam waktu genting sekarang. Inilah pertama kali sejak hidup selama 1.400 tahun di bawah ancaman terror dan dibutakan matanya, kita punya kesempatan untuk melihat diri kita sendiri, bertanya dan menghadapi kenyataan.
Kita adalah hasil pemikiran kita dan kita berpikir tergantung apa yang kita percayai. Dapatkah kita menjadi negara yang damai, menyayangi, dan bermartabat jika kita percaya pada seorang yang ternyata adalah pembantai masal, pembohong, pencuri, penjagal, pemerkosa, penyamun, orang yang penuh nafsu birahi pada wanita, suka berperang dengan penuh kebencian? Dapatkah kita mengenyam kedamaian jika Nabi kita tak mengajar apapun selain perang? Dapatkan kita bertoleransi satu sama lain dan menghargai perbedaan, jika orang yang kita muliakan ternyata melecehkan semuanya yang berbeda dari dia? Dapatkah kita menghormati para wanita dalam masyarakat kita jika pemimpin spiritual kita, yang kita anggap tak pernah salah, menyatakan bahwa wanita kurang cerdas, wanita adalah tulang-tulang iga yang bengkok, wanita adalah malapetaka dan dikuasai Setan? Dapatkah kita mengganti kebencian yang membara dalam hati kita pada kaum minoritas di sekitar, jika Nabi kita bilang mereka itu najis, harus dibunuh, ditekan, dihina dan bayar Jizyah? Dapatkan kita mencintai satu sama lain jika Nabi kita mengharuskan kita membenci? Bukankah sebenarnya seorang Pemimpin itu lebih maju daripada pengikutnya? Bagaimana kita dapat maju jika pemimpin kita begitu terkebelakang?
Tujuan untuk mengetahui Islam dan kebenarannya pada akhirnya adalah untuk mengetahui siapa kita, mengapa sejarah bangsa kita jadi seperti ini dan bagaimana sampai kita bisa begini. Jika suatu jenis penyakit telah diketahui dokter, maka dokter itu sebentar lagi akan mampu menemukan obatnya. Inilah saatnya masyarakat kita menaruh perhatian atas penyakit kita. Mungkin dengan ini kita sebentar lagi bisa mendapatkan obat penyembuhnya.

______________________________________________

Pembantaian Orang2 Yahudi

Pertanyaan Nomer 4
Sang Nabi memperkenalkan kebencian agama di Arabia dan, seperti Hitler, iapun menghabisi orang2 Yahudi di Arabia melalui pembersihan rasial (Yahudi) yang keji. Haruskah seorang utusan Tuhan bertindak begitu kejam?
Ayatollah Montazeri
Membandingkan perlakuan Nabi terhadap orang Yahudi di Medina dengan pembersihan ras (genosida) oleh Hitler adalah tidak adil dan sangat kejam. Setelah pindah ke Medina, sang Nabi memperlakukan orang2 Yahudi dengan sangat ramah. Perjanjian2 dan persetujuan2 persahabatan ditandatangani diantara orang2 Yahudi dan sang Nabi Suci. Adalah pihak kaum Yahudi yang bersekongkol dengan orang2 Mekah dan merekalah yang melanggar beberapa persetujuan. Bukti terinci dari masalah2 ini tidak bisa dituliskan di surat ini (karena terlalu banyak).
Sina
Sungguh mengherankan bahwa Yang Mulia Ayatollah Ozma menyebutku “kejam” (zalim) karena membandingkan pembantaian orang2 Yahudi di Medina dengan pembantaian orang2 Yahudi oleh Hitler (dikenal sebagai holokaus) tapi tidak melihat kekejaman apapun pada pembunuhan berdarah dingin terhadap 900 orang, pengasingan ribuan orang2 Yahudi, perbudakan kaum wanitanya dan pembasmian total dari orang2 Yahudi di Arabia yang telah menyebut Medina sebagai tempat tinggalnya selama 2.000 tahun. Hitler membantai kaum Yahudi karena alasan ras. Muhammad membantai kaum Yahudi karena alasan ras. Hitler berencana untuk membersihkan Jerman dari seluruh kaum Yahudi. Muhammad berhasil membersihkan Arabia dari seluruh kaum Yahudi. Apa bedanya? Kenapa aku disebut kejam karena membanding dua kejadian yang serupa?
Penyerangan Terhadap Orang2 Yahudi
Terdapat tiga suku Yahudi di Medina, yakni Bani Qaynuqa, Bani Nadir, dan Bani Quraiza. Setiap suku ini bersekutu dengan suku2 Arab lainnya dan jika ada pertempuran diantara suku Arab sekutunya dengan suku Yahudi lain, maka suku Yahudi ini akan memihak suku Arab sekutunya tersebut. Ini merupakan bukti bahwa di Medina sebelum Islam tidak ada perselisihan agama. Semua sikap tak bertoleransi agama diperkenalkan oleh sang Nabi.
Ketika sang Nabi masuk ke Medina, dia berharap orang2 Yahudi mau memeluk agamanya. Dia berkhotbah tentang tuhan yang sama dengan tuhan orang Yahudi, mengakui nabi2 mereka dan menceritakan kisah2 para nabi tersebut. Dia telah memilih tanah suci orang Yahudi sebagai kiblat (arah sembahyang) dan mengecoh mereka untuk mendapat kesetiaan kaum Yahudi.
W.N. ARAFAT yang menyangkal terjadinya holokaus pertama menulis: “Secara umum telah diakui bahwa pada awalnya Nabi Muhammad berharap orang2 Yahudi di Yathrib, yang merupakan penganut agama illahi, akan mengerti agama monotheism yang baru, yakni Islam.” (1)
Tapi Muhammad heran sekali waktu kaum Yahudi, sama seperti kaum Quraish, mengejeknya dan tidak peduli akan ajakannya. Setelah harapannya pupus dan kesabarannya habis, sang Nabi jadi makin memusuhi orang2 Yahudi dan semakin tampak jelas bahwa dia suatu hari akan membalas dendam.
PENYERANGAN TERHADAP BANI QAYNUQA:
Suku Yahudi pertama yang ditimpa kemurkaan sang Nabi adalah Bani Qaynuqa. Mereka hidup di dalam beberapa bagian kota Madinah. Sebagai mata pencaharian, mereka bekerja sebagai penambang emas, pandai besi dan pertukangan untuk membuat alat2 kebutuhan rumah tangga. Inilah sebabnya terdapat banyak peralatan perang di sebagian besar rumah2 mereka.
Saifur Rahman al-Mubarakpuri di AR-Raheeq Al-Makhtum menulis;
“Mereka (Bani Qaynuqa) mulai cari gara2 dengan mencemooh orang2 Muslim, menyakiti hati orang2 Muslim yang sering datang pasar2 mereka, dan bahkan mengancam kaum wanita Muslim. Perilaku ini mulai membuat panas seluruh keadaan, sehingga sang Nabi (damai menyertainya) bertemu dengan orang2 Yahudi tersebut, mengingatkan dan mengajak mereka untuk bertindak waras, bijaksana, berpedoman, dan ber-hati2 agar tidak terjadi pelanggaran hukum lagi. Meskipun begitu, mereka tidak berubah dan tidak mengindahkan peringatannya, dan berkata: “Jangan merasa hebat karena telah bisa mengalahkan orang2 Quraish yang tidak berpengalaman dalam bertempur. Jika kamu bertempur dengan kami, kamu akan menyadari bahwa kami benar2 ahli perang.” (2)
Apapun yang dikatakan orang2 Yahudi pada Muhammad bukanlah suara yang mewakili seluruh masyarakat Yahudi. Tapi bagi seseorang yang mencari alasan untuk menyerang, ini merupakan kesempatan emas. Maududi berkata, “Ini jelas merupakan tantangan perang.”
Tapi ini tidak benar. Kata2 ini tidak dikeluarkan oleh kepala Bani Qaynuqa dan mereka pun tidak mengancam Muhammad. Kata2 ini diteriakkan oleh sekelompok pengacau pada seseorang (Muhammad) yang mencoba mengancam mereka dan mereka pun lalu, sesuai dengan ajaran mereka, membalas balik mengancam. Hanya orang yang otaknya lumpuh dibius oleh fanatism agama saja yang dapat mengartikan kata2 ancaman dari segerombolan anak muda sebagai pernyataan perang seluruh orang2 Yahudi terhadap orang2 Muslim. Adalah sangat tidak adil untuk menghukum sangat berat seluruh masyarakat Yahudi dengan alasan karena beberapa dari mereka balas dendam membunuh seorang Muslim yang telah membunuh seorang Yahudi. Tindakan Muhammad ini bertentangan dengan kata2nya sendiri bahwa “ … tidak ada orang berbeban yang dapat menanggung beban orang lain” (Q. 53:38)
Ahli2 sejarah Muslim ingin menyalahkan semuanya pada kaum Yahudi dan menggambarkan mereka sebagai kaum yang jahat dalam tulisan mereka. Mencemooh bukanlah tindakan kriminal. Tapi hanya dengan memperhatikan secara sekilas saja tanggapan orang Yahudi terhadap Muhammad, sudah bisa terlihat jelas bahwa Muhammad bertemu mereka bukan untuk menasehati tapi untuk mengancam mereka.
Ayat berikut dikatakan pada waktu pertemuan dan menunjukkan sikap permusuhan sang Nabi ketika bertemu dengan orang2 Yahudi.
“Berkatalah [O Muhammad pada orang2 tak beriman itu: ‘Kamu akan dikalahkan dan dikumpulkan bersama ke Neraka, dan itu benar2 merupakan tempat yang paling mengerikan untuk peristirahatan akhir.’ Telah terdapat suatu Tanda bagimu (O orang2 Yahudi) pada dua pasukan yang bertemu (di peperangan - perang Badr): Satu pihak bertempur demi Allah, dan pihak lainnya adalah orang2 tak beriman. Mereka (orang2 yang beriman) melihat mereka (orang2 yang tidak beriman) dengan mata mereka sendiri (bahwa mereka) berjumlah dua kali lipat lebih banyak (meskipun sebenarnya jumlah mereka tiga kali lipat lebih banyak). Dan Allah membantu dengan KemenanganNya pada orang2 yang disukaiNya. Sesungguhnya, ini merupakan peringatan bagi mereka yang mengerti.” [Q.3: 22,13]
“Suatu hari seorang pandai besi Yahudi membuat gusar seorang wanita Muslim karena mengikat ujung bajunya ke punggungnya sampai bagian kemaluannya tampak. Seorang pria Muslim kebetulan berada di situ dan dia lalu membunuh orang Yahudi itu; orang2 Yahudi membalas dengan membunuh pria Muslim itu. Keluarga pria tersebut memanggil orang2 Muslim untuk meminta tolong dan perang pun dimulai.” (2)
Kecelakaan seperti ini sering terjadi di masyarakat primitif. Bahkan kenyataannya di masyarakat yang sangat berbudaya sekalipun banyak orang terbunuh hanya gara2 pertengkaran di jalanan. Manusia bukanlah makhluk yang sangat rasional. Kebanyakan orang bereaksi tanpa dapat diduga dengan akibat yang mengerikan. Setiap orang yang bijaksana dalam keadaan ini akan berusaha mengendurkan ketegangan dan menenangkan orang2 banyak tanpa memihak. Tapi sikap Muhammad jauh daripada itu. Karena sudah terbiasa dengan perampokannya pada kafilah2 yang sedang lewat, matanya lalu tertuju pada kekayaan orang2 Yahudi di Yathrib dan dia sedang mencari alasan untuk bertindak. Kecelakaan ini merupakan kesempatan emas yang telah di-tunggu2 sang Nabi. Dan di hari Sabut, 15 Shawwal, 2 A.H., dia berangkat dengan para prajuritnya, dan mengepung benteng kaum Yahudi dalam waktu 15 hari. Tanpa air, Bani Qaynuqa terpaksa menyerah dan pasrah pada keputusan sang Nabi tentang hidup, kekayaan, wanita dan anak2 mereka.
Maududi menulis,”Karena itu, sang Nabi suci menyerang tempat mereka di ujung Shawwal (dan menurut keterangan yang lain, di Dhi Qa’dah) A.H.2. Pengepungan berlangsung kurang dari dua minggu waktu orang2 Yahudi akhirnya menyerah dan semua pria yang bertempur diikat dan dijadikan tahanan. Sekarang Abdullah bin Ubayy datang untuk mendukung orang2 Yahudi dan memaksa bahwa mereka harus diampuni. Sang Nabi suci setuju akan permintaannya dan mengambil keputusan bahwa Bani Qaynuqa harus mengasingkan diri dari Madinah dan meninggalkan semua harta benda, peralatan perang, dan perlengkapan berdagang. (Ibn Sa’d, Ibn Hisham, Tarikh Tabari). (3)
Rincian tentang campur tangan Ubayy dengan sang Nabi ditulis di buku sejarah Islam pertama, yakni Sirat.
“Asim b. `Umar b. Qatada berkata bahwa Bani Qaynuqa adalah kelompok Yahudi pertama yang melanggar perjanjian dengan Nabi dan mau berperang di daerah antara Badr dan Uhud, dan sang Nabi mengepung mereka sampai mereka menyerah tanpa syarat. `Abdullah b. Ubayy b. Salul menghadap Nabi dan berkata,’O Muhammad, bersikaplah baik terhadap orang2 ini (orang2 Yahudi merupakan sekutu Khazraj), tapi ditolak oleh Nabi. Dia mengulangi perkataannya, tapi Nabi memalingkan tubuhnya, lalu dia memasukkan tangannya ke dalam kerah jubah Nabi; sang Nabi jadi begitu marah sampai mukanya tampak hampir hitam. Dia berkata, ‘Kurang ajar kamu, lepaskan aku.’ Dia menjawab, ‘Tidak, demi Tuhan, aku tidak akan melepaskanmu sampai kamu berlaku baik terhadap orang2 ini. Empat ratus orang tanpa pemberitahuan dan tiga ratus orang dengan pemberitahuan melindungiku dari seluruh musuhku; masakan engkau mau membunuh mereka semua dalam satu pagi? Demi Tuhan, aku takut keadaannya akan berubah.’ Sang Nabi menjawab, ’Engkau boleh memiliki mereka.’ [Sirat, hal. 363]
Menurut keterangan al-Mubarakpuri “Bani Qainuqa menyerahkan segala barang2, kekayaan dan peralatan perang pada sang Nabi (damai menyertainya), yang lalu mengambil seperlima bagian dan membagi sisanya untuk orang2nya. Setelah itu Bani Qainuqa diusir dari seluruh tanah Arabia ke Azru’a di Syria di mana mereka tinggal sebentar dan lalu menghilang.” (2)
Tidak seorang pun bertanya: mengapa? Mengapa kecelakaan sepele dijadikan alasan bagi utusan Tuhan untuk membuang seluruh masyarakat dan merampas semua hartanya. Kejadian pengasingan di Kosovo masih segar di ingatan kita tapi meskipun begitu Milosovic yang sekarang jadi tawanan perang tidak mengambil harta para pengungsi perang. Dan kaum Yahudi saat itu tidak punya tempat pengungsian yang disediakan PBB di luar Medina dengan pertolongan Palang Merah dan badan kemanusiaan lain yang membantu meringankan derita mereka. Bagaimana mungkin seorang manusia yang baik dapat mensahkan tindakan kejam penghapusan ras oleh sang Nabi? Bagaimana seorang dapat memanggil dirinya Muslim setelah belajar kebenaran sejarah ini tentang Muhammad? Pada kenyataannya Abdullah bin Ubayy, yang disebut tanpa ragu oleh al-Mubarakpuri sebagai orang “munafik”, datang untuk memohon pengampunan pada para tawanan perang menunjukkan bahwa rencana awal sang Nabi sebenarnya adalah membantai mereka semua. Ikut campur dari bin Ubayy telah menyelamatkan nyawa mereka. Bagaimana mungkin dapat dikatakan “munafik” jika dia ternyata lebih berbelas kasihan daripada Rasul Allah dan Allah itu sendiri? Bukankah dia orang yang bijaksana dibandingkan Muhammad?

PENYERANGAN ATAS BANI AN-NADIR
Yang berikut adalah giliran Bani Nadeer. Mereka ini merupakan suku Yahudi yang lain di Medina. Ketua Bani Nadeer, yakni Ka`b Ibn Ashraf, jadi khawatir akan keselamatan sukunya setelah menyaksikan nasib Bani Qaynuqa dan bagaimana sang Nabi mengusir mereka tanpa alasan sama sekali. Dia sadar bahwa Muhammad tidak akan berhenti untuk memusnahkan orang2 Yahudi. Sudah jelas baginya bahwa sang Nabi adalah orang kejam tanpa ampun, tanpa hati nurani, dan tanpa aturan. Dia akan membunuh orang yang tak bersalah tanpa ragu. Ka`b tahu dia harus berbuat sesuatu untuk melindungi rakyatnya. Karena inilah dia mulai berhubungan dengan orang2 Mekah dan mencari perlindungan dari mereka kalau2 orang2 Muslim berniat untuk menyerang rakyatnya.
Ka`b bin Ashraf, ketua Bani an-Nadeer, “adalah orang yang kaya yang terkenal karena ketampanannya, dan seorang penyair, pergi ke Mekah” tulis Maududi, “dan membujuk orang2 untuk melakukan balas dendam dengan cara menulis dan membacakan syair sedih yang profokatif bagi pemimpin2 Quraish yang dibunuh di Badr. Lalu dia kembali ke Madinah dan menyusun ayat2 syair yang menghina keadaan wanita2 Muslim. Pada akhirnya, sang Nabi suci marah atas kelakuan Ka’b dan mengirim Muhammad bin Maslamah Ansari di bulan Rabi al-Awwal, A. H. 3, dan membunuh Ka` b.” (Ibn Sad, Ibn Hisham, Tabari).
Apa yang harus dilakukan pemimpin rakyat yang bijaksana kala dia melihat seluruh rakyat suku yang sama dengan sukunya disergap tanpa alasan oleh seorang tiran baru, dan yang lalu mengusir mereka dari tanah lahirnya meskipun mereka punya perjanjian diantara keduabelah pihak? Meskipun orang2 Muslim berkata bahwa orang2 Yahudilah yang melanggar perjanjian, di tulisan sejarah mereka sendiri menunjukkan dengan jelas bahwa Muhammad-lah yang harusnya disalahkan karena pelanggaran perjanjian. Jika kisah2 yang dicatat oleh orang2 Muslim ini benar, Ka`b bin Ashraf tidak punya pilihan selain pergi ke Mekah dan mencari bantuan untuk melindungi rakyatnya. Muhammad, dengan kelakuannya terhadap Bani Qaynuqa, bukanlah orang yang dapat dipercaya.
Apa yang dilakukan bin Ashraf bukanlah kejahatan. Dia adalah seorang pemimpin yang khawatir akan keselamatan rakyatnya sendiri. Kejahatannya adalah menulis puisi. Tidak ada hal yang dapat mensahkan perbuatan Muhammad mengirim seorang pembunuh di tengah malam hari. Tidak ada satupun, baik itu karena bin Ashraf menghubungi orang2 Mekah atau karena puisinya menyindir Muhammad atau memuliakan kaum Quraish. Tidak ada yang dapat disahkan untuk membunuh orang2 yang tidak setuju denganmu. Apologis Muslim tidak malu akan pembunuhan yang dilakukan Muhammad dan mensahkan semua yang dilakukannya tanpa pikir. Mereka berkata bahwa dengan cara membunuh musuhnya secara pengecut, sebenarnya Muhammad menyelamatkan banyak nyawa. Ini menunjukkan bahwa agama menghilangkan kemampuan berpikir korbannya yang sebenarnya merupakan orang normal.
Bagaimana apologis Muslim yang fanatik ini mensahkan tindakan pembunuhan Muhammad atas Abu Afak, seorang yang berusia 120 tahun, dan Asma bint Marwan, seorang penyair wanita dan ibu dari lima anak kecil yang kejahatannya adalah menyusun syair yang menyinggung sang Rasul Allah yang suci? Dalam hal apakah dia lebih baik daripada Saddam Hussein, Bin Laden atau penjahatan manapun? Bukankah pembunuhan para wartawan, penulis dan ahli pikir di Republik Islam Iran dan rejim Islam lain diilhami oleh yang dilakukan sang Nabi suci pada pengritiknya?
Kisah pembunuhan Ka`b ditulis di Hadis berikut.
BUKHARI, VOLUME 5, #369
Ditulis Jabir Abdullah:
Rasul Allah berkata “Siapakah yang mau membunuh Ka`b bin al-Ashraf yang telah menyakiti Allah dan RasulNya?” Berdirilah Maslama dan berkata,”O Rasul Allah! Maukah kamu agar aku membunuhnya?” Sang Nabi berkata,”Iya”. Maslama berkata, “Maka izinkan saya untuk berkata sesuatu (yang menipu Ka`b).” Sang Nabi berkata, “Silakan katakan.”
Maslama mengunjungi Ka`b dan berkata,”Orang itu (Muhammad) menuntut Sadaqa (zakat) darim kami, dan dia telah menyusahkan kami, dan aku datang untuk meminjam sesuatu dari kamu.” Ka`b menjawab, “Demi Allah, engkau akan merasa lelah berhubungan dengan dia!” Maslama menjawab,”Sekarang karena kami sudah mengikuti dia, kami tidak mau meninggalkan dia kecuali dan sampai kami melihat bagaimana nasibnya akhirnya. Sekarang kami mau engkau meminjamkan dua ekor unta dengan satu atau dua buah bekal makanan.” Ka`b berkata, “Iya, tapi kalian harus menggadaikan sesuatu denganku.” Maslama dan kawannya berkata,”Apa yang kau inginkan?” Ka’ b menjawab, “Gadaikanlah istri2mu padaku.” Mereka menjawab, ”Bagaimana kami dapat menggadaikan istri2 kami padamu sedangkan kamu adalah orang yang paling tampan diantara orang2 Arab?” Ka`b berkata, “Kalau begitu gadaikan anak2 lakimu padaku.” Mereka berkata, “Bagaimana kami dapat menggadaikan anak2 laki kami padamu? Nanti mereka akan diejek orang2 yang mengatakan ini dan itu dan mereka telah digadaikan dengan seekor unta penuh bekal makanan. Ini akan membuat kami sangat malu, tapi kami mau menggadaikan senjata2 kami padamu.”
Maslama dan kawannya berjanji pada Ka`b bahwa Maslama akan kembali padanya. Dia kembali pada Ka`b pala malam harinya bersama saudara angkat Ka`b, yakni Abu Na’ila. Ka`b mengajak mereka ke bentengnya dan dia pergi bersama mereka. Istrinya bertanya, “Hendak ke manakah kau selarut ini?” Ka`b menjawab,”Maslama dan saudara (angkat) ku Abu Na’ila telah datang.” Istrinya menjawab, “Aku mendengar suara seperti darah mengucur dari dirinya.” Ka`b menjawab, “Mereka tidak lain adalah saudaraku Maslama dan saudara angkatku Abu Na’ila. Orang dermawan seharusnya menjawab permintaan (untuk datang) di malam hari meskipun (permintaan itu) adalah undangan untuk dibunuh.”
Maslama pergi dengan dua orang dan berkata pada mereka, “Jika Ka`b datang, aku akan menyentuh rambutnya dan mengendusnya (menghirup bau rambutnya), dan jika kalian melihat aku telah mencengkeram kepalanya, tusuklah dia. Aku akan biarkan kalian mengendus kepalanya.”
Ka`b bin al-Ashraf datang pada mereka, pakaiannya membungkus badannya dan menebarkan bau parfum. Maslama berkata, “Aku belum pernah mencium bau yang lebih enak daripada ini.” Ka`b menjawab, “Aku kenal wanita2 Arab yang tahu bagaimana menggunakan parfum kelas atas.” Maslama minta pada ka`b, “Maukah engkau mengizinkanku mengendus kepalamu?” Ka`b menjawab, “Boleh.” Maslama mengendusnya dan mengajak kawannya melakukan hal yang sama. Lalu ia minta pada Ka`b lagi, “Maukah engkau mengizinkanku mengendus kepalamu?” Ka`b berkata, “Ya”. Ketika Maslama berhasil mencengkeram kepala Ka`b erat2, dia berkata (pada kawan2nya), “Bunuh dia!” Lalu mereka membunuhnya dan pergi melaporkan hal itu pada sang Nabi.
Kisah ini semakin lama semakin membuat orang ingin tahu bagaimana akhirnya. Maududi melanjutkan ceritanya dan berkata “Beberapa saat setelah hukuman ini (yakni pengusiran Bani Qainuqa dan pembunuhan Ka`b bin Ashraf), orang2 Yahudi dicekam rasa takut yang hebat sehingga mereka tidak berani macem2 lagi. Tapi kemudian di bulan Shawwal, A.H.3, orang2 Quraish berusaha membalas dendam atas kekalahan mereka di Badr, dan mereka berbaris menuju Madinah dengan persiapan besar. Orang2 Yahudi melihat jumlah prajurit Nabi hanyalah kira2 1.000 orang melawan 3.000 orang Quraish. 300 prajurit munafik telah meninggalkan pasukan Nabi dan balik menyerang ke Madinah. Orang2 Yahudi duluan melanggar perjanjian dengan cara menolak untuk bergabung dengan sang Nabi suci untuk mempertahankan Madinah meskipun sebenarnya mereka telah terikat dengan perjanjian itu.”
Sungguh mengherankan jika orang2 Muslim mengharapkan bantuan dari Bani Nadeer setelah mereka membunuh pemimpinnya yang bijaksana dan menghabisi suku Yahudi saudara mereka Bani Qaynuqa. Muhammad membuktikan diri sebagai tiran yang kejam yang tidak akan berhenti untuk alasan apapun. Dia memerintahkan pembantaian atas musuh2nya dan besoknya dia muncul di mesjid mengucapkan doa2 se-akan2 tidak terjadi apa2 dan dia memuji pembantaian itu. Dia tidak memberi ampun orangtua yang berusia 120 tahun dan ibu yang sedang menyusui bayinya dan punya lima anak kecil yang harus dipelihara. Dia akan mencari alasan untuk menyerang seluruh masyarakat (yang memusuhinya), merampas semua harta-bendanya, dan mengusir mereka dari tempat tinggalnya. Jika tidak karena seseorang yang memohon pengampunan bagi orang2 ini, Muhammad tidak ragu lagi untuk membantai ribuan masyarakat Bani Qaynuqa. Seperti yang dibualkan oleh Maududi, orang2 Yahudi malang ini begitu ketakutan dan mereka tentunya bertanya kapan giliran mereka (dibantai)? Meskipun begitu, orang2 Muslim menyebut mereka pengkhianat karena tidak mau membantu bertempur bersama setelah ketua mereka dibunuh. Bukankah membunuh Ka`b ibn Ashraf dan mengusir Bani Qaynuqa berarti melanggar perjanjian? Atau mungkin Muhammad mengira perjajiannya hanya berlaku sepihak dan pihak yang harus mentaatinya adalah orang2 Yahudi, sedangkan dia sendiri bebas untuk melakukan apapun yang dia inginkan!
Maududi menceritakan pertemuan Muhammad dengan Bani Nadeer sebagai berikut: “Maka, ketika bertempur di Perang Uhud, orang2 Muslim kalah sehingga Bani an-Nadir semakin berani. Mereka sampai2 membuat rencana rahasia untuk membunuh sang Nabi suci meskipun rencana ini gagal sebelum bisa dilaksanakan. Menurut rincian kisahnya, setelah kecelakaan Bi’r Maunah (Safar, A. H. 4) Amr bin Umayyah Damri salah membunuh dua pria dari Bani Amir dalam sebuah usaha balas dendam. Dua orang dari Bani Amir sebenarnya merupakan sekutu orang2 Muslim, tapi Amr mengira mereka itu musuh. Karena kesalahan ini, orang2 Muslim berkewajiban mengganti rugi darah dua orang itu dengan sejumlah uang. Karena Bani an-Nadir merupakan sekutu Bani Amir, sang Nabi suci dan gerombolannya menemui mereka (Bani an-Nadir) untuk minta tolong membayar uang darah tersebut. Kelihatannya mereka setuju untuk menyumbang, seperti yang diharapkan Nabi, tapi diam2 mereka mengatur rencana mengirim seorang untuk naik ke atap rumah Nabi ke tembok di mana Nabi suci biasa duduk dan menjatuhkan batu untuk membunuhnya. Tapi sebelum mereka dapat melaksanakan rencana itu, Allah memberitahu dia tepat pada waktunya dan dia tiba2 berdiri dan kembali ke Madinah.”
Betapa konyolnya! Per-tama2, sang Nabi sudah melanggar perjanjian apapun waktu dia membunuh Ka`b bin Ashraf. Dia sudah melanggar semua perjanjian ketika dia merampas semua hartabenda Bani Qaynuqa dan membuang mereka berjalan kaki di padang pasir. Sekarang prajuritnya salah membunuh orang lain, dan lalu Bani Nadeer yang tak bersalah apa2 harus bayar uang ganti ruginya. Perjanjian yang dibuat tidak termasuk bayar uang ganti rugi atas kejahatan yang dilakukan pihak lain. Perjanjiannya adalah untuk mempertahankan Yathrib dari serangan kaum musuh. Kejahatan Muhammad dan kegiatan gerombolannya bukanlah termasuk isi perjanjian itu. Sungguh sukar dimengerti bahwasanya orang2 berpendidikan begitu bodoh dalam membaca kisah yang terjadi 1.400 tahun yang lalu dan tidak seorang pun dari mereka yang diam dulu sebentar dan berpikir. Dapatkan Anda bayangkan jika kisah yang sama terjadi lagi saat ini diantara dua negara yang telah menandatangani sebuah perjanjian? Marilah kita bayangkan kalau seorang presiden dari negara2 ini berakhlak begitu rendah seperti Muhammad sehingga dia bertekad untuk membantai musuh2nya, apakah mungkin dia lalu datang ke sekutunya dan menuntut mereka untuk membayar ganti rugi kejahatan yang keliru dilakukannya?
Di kisah ini, sudah jelas bahwa Muhammad berkunjung ke Bani Nadeer dan menyatakan permintaannya. Orang2 Yahudi yang ketakutan ini tentu saja tahu bahwa perjanjian diantara mereka berdua tidak termasuk harus membayar uang ganti rugi darah atas kekeliruan kejahatan yang dilakukan Muhammad. Tapi mereka terlalu lemah dan takut untuk melawan tiran ini, sehingga mereka setuju. Tapi ini bukanlah yang diinginkan dalam benak Rasul Allah. Dia berharap mereka menolak permintaannya sehingga dia dapat alasan untuk membasmi mereka sama seperti yang dilakukannya terhadap Bani Qaynuqa. Bani Nadeer punya tanah yang paling terurus di Yathrib. Muhammad mengicar perkebunan dan pertanian mereka. Bukhari Volume 9, Buku 92, Nomer 447 Dia baru saja mulai merasakan enaknya punya kekuasaan dan dia senang sekali dengan keadaan barunya ini. Maka itu, dia harus dapat alasan baru. Waktu Bani Nadeer mengecewakannya dengan setuju untuk bayar uang darah, dia harus cari alasan baru untuk melaksanakan rencananya dan merampas kekayaan orang2 Yahudi yang kaya raya ini. Karena itulah, sang Nabi punya “ilham” baru. Sungguh akal2an yang cemerlang. Dia mengatakan pada orang2nya bahwa orang2 Yahudi merencanakan untuk membunuhnya. Pengikutnya percaya saja ketika dia bercerita tentang Miiraj-nya yang ditemani oleh Jibril. Mereka tidak mendapat kesukaran untuk percaya cerita konyol apapun yang dikarangnya.
Al-Mubarakpouri menulis: “Suatu ketika sang Nabi dan gerombolannya pergi menemui Bani Nadeer dan minta tolong mereka untuk mengumpulkan uang darah yang harus dibayar Muhammad pada Bani Amir karena ‘Amr bin Omaiyah Ad-Damari salah bunuh dua orang dari mereka (Bani Amir). Semua ini sesuai dengan ketentuan perjanjian keduabelah pihak yang telah ditandatangani. Setelah mendengar cerita Muhammad, orang2 Yahudi setuju untuk membantu membayar uang darah dan minta Muhammad dan kawannya Abu Bakr, ‘Umar, `Ali dan lainnya untuk duduk di bawah tembok rumah mereka dan menunggu. Orang2 Yahudi mengadakan rapat dan berencana untuk membunuh sang Nabi. Yang terkejam dari mereka, `Amr bin Jahsh, bersedia untuk memanjat tembok dan menjatuhkan sebuah batu besar di kepalanya. Seorang dari mereka, Salam bin Mashkam, memperingati mereka untuk tidak melakukan hal itu, karena mengira Allah akan memberitahu Nabi tentang rencana mereka, dan menambahkan bahwa tindakan seperti itu akan melanggar perjanjian dengan orang2 Muslim.
Pada kenyataannya, Jibril memang turun untuk memberitahu sang Nabi tentang rencana jahat itu, sehingga dia dengan gerombolannya cepat2 balik ke Madinah. Di tengah jalan, dia bilang pada orang2nya tentang Pemberitahuan Illahi itu.”
Tentu saja Bani Nadeer adalah bagian dari perjanjian yang ditandatangi sang Nabi dengan orang2 Medina. Tapi perjanjian itu adalah untuk berperang melawan kaum Mekah jika mereka menyerang Medina dan tidak untuk bayar ganti rugi kekeliruan pembunuhan yang dilakukan utusan Allah. Meskipun permintaan ini sangat tak berdasar dan meskipun sang Nabi telah membunuh pemimpin mereka, Bani Nadeer setuju untuk membayar uang darah itu. Mereka tahu seperti apa Muhammad itu dan tidak mau memberinya alasan untuk mengenyahkan mereka seperti yang dilakukannya pada Bani Qaynuqa. Mereka tahu segala macam penolakan akan berarti kematian mereka dan tidak ada pilihan selain menerima permintaan tak adil ini.
Tapi sang Nabi yang tadinya jelas berharap permintaannya ditolak sehingga punya alasan untuk berperang dengan mereka, menjadi kecewa karena mereka menuruti kemauannya. Sang Rasul Allah tidak punya tujuan lain selain cari alasan untuk memusnahkan Bani Nadeer.
Sang Nabi yang percaya bahwa Tuhan adalah khairul maakereen, “yang paling hebat dalam mengelabui”, adalah sendirinya seorang yang jago mengelabui. Kisahnya tentang Jibril yang memberitahu dia tentang rencana pembunuhan orang Yahudi sama bohongnya dengan kisahnya tentang kunjungannya ke neraka dan surga di malam Mi’raj atau kisah bualannya ketemu jin dan setan. Kewarasan dan ketulusannya memang bisa diragukan tapi dia mampu dengan mudah menipu para pengikutnya untuk percaya padanya dan bersedia membunuh orang2 tak berdosa.
Pada kenyataannya, bukan orang2 Yahudi yang melanggar persetujuan tapi Muhammad-lah yang melanggarnya dan dengan ini pula dia juga melanggar azas kemanusiaan yang paling mendasar. Dia melanngar norma kemanusiaan, moral kemanusiaan, hukum belas kasihan, aturan2 keadilan, standard etika, dan prinsip2 kebajikan. Sang Nabi Allah tidak mengindahkan perdamaian bagi orang2 yang menghalanginya dan selama 1.400 tahun menjerumuskan kemanusiaan ke dalam perang tiada akhir. Dia menanamkan kebencian di dunia dan diantara pengikut2nya sehingga akhirnya kebencian itu menggerogoti mereka dan umat manusia.
Kisah di atas menimbulkan beberapa pertanyaan yang lebih masuk akal. Jika orang2 Yahudi ini memang benar2 ingin membunuh Muhammad, tidakkah mereka dengan mudah menangkap dan membunuhnya beserta gerombolannya? Kenapa musti menjatuhkan batu segala waktu Muhammad dan gerombolannya sebenarnya sudah berada di tempat mereka? Dan mengapa Tuhan yang dapat memperingatkan nabiNya yang tercinta tentang rencana pembunuhan terhadapnya ternyata tidak membuat `Amr bin Jahsh mati? Kalau ‘Amr bin Jahsh mati, seluruh orang2 Yahudi dan Nabi jadi selamat dari semua perkara ini. Tidakkah Tuhan tahu kalau nabiNya itu tidak punya belas kasihan dan pengampunan terhadap nyawa ribuan orang yang tak berdosa dan membuat mereka semua membayar kesalahan yang dilakukan beberapa orang? Jika Tuhan begitu marah pada orang2 Yahudi ini mengapa Dia tidak membunuh mereka sendiri dengan penyakit? Kenapa Dia tidak memerintahkan bumi untuk membelah diri dan menelan orang2 Yahudi tersebut seperti yang ditulis di Alkitab? (Bilangan 16:30). Ini akan jauh lebih mudah bagi orang2 Yahudi dan orang2 Muslim. Mengapa Tuhan yang pengasih meminta hamba2nya yang tulus untuk berkelakuan seperti pembunuh biasa dan penjagal2 yang kejam? Hanya orang beriman buta saja yang tidak merinding mendengar kisah ini. Setiap orang waras sudah bisa melihat kalau Muhammad me-ngarang2 semuanya untuk melanjutkan rencana2nya membersihkan dan menjarah ras Yahudi.
Maududi menyelesaikan kisahnya dengan mengatakan, “Sekarang tidak ada alasan lagi untuk memberikan kelonggaran. Sang Nabi suci dengan seketika mengirim ancaman bahwa rencana pembunuhan yang mereka buat baginya sudah ketahuan; karena itu, mereka harus pergi dari Madinah dalam waktu sepuluh hari; jika masih ada yang tinggal setelah sepuluh hari, dia akan dibunuh pakai pedang. Sementara itu Abdullah bin Ubayy mengirim pesan pada mereka bahwa dia akan membantu mereka dengan 2.000 orang dan bahwa Bani Quraizah dan Bani Ghatafan akan juga membantu; karena itu, mereka harus tetap berdiam diri dan jangan pergi. Karena janji palsu ini, Bani Nadeer menjawab sang Nabi bahwa mereka tidak akan meninggalkan Medina dan terserah dia mau apa. Dengan sendirinya, di bulan Rabi’ al-Awwal, A. H. 4, sang Nabi suci menyerang mereka, dan setelah dikepung beberapa hari (menurut keterangan2 tradisi pengepungan berlangsung 6 hari, yang lain berkata 15 hari), Bani Nadeer setuju untuk meninggalkan Madinah dengan syarat agar mereka dapat membawa semua harta bendanya yang dapat diangkut oleh onta2 mereka, kecuali persenjataan. Karena itu, Madinah dibersihkan dari suku pengacau Yahudi yang kedua. Hanya dua orang dari Bani an-Nadeer yang jadi Muslim dan tinggal di Madinah. Selebihnya pergi ke Syria dan Khaiber.”
Muhammad tidak membantai Bani Nadeer seperti yang dilakukannya terhadap Bani Qurayza, yakni suku Yahudi lain yang tinggal di Medina. Tapi pikiran untuk melakukan pembantaian jelas muncul di kepalanya seperti yang bisa kita lihat di tulisan Sirat berikut.
“Mengenai Bani al-Nadir, keluarlah Sura Pengasingan yang menunjukkan bagaimana Tuhan menjatuhkan pembalasan dendamNya pada mereka dan memberikan kekuatan pada NabiNya untuk mengatasi mereka dan bagaimana Dia bertindak pada mereka. Tuhan berkata: ‘Mereka yang tidak percaya pada Qur’an diasingkan dari rumah mereka … ‘Maka pikirkan ini, barangsiapa yang bijaksana. Jika Tuhan tidak menentukan pengasingan bagi mereka, ‘yang adalah pembalasan dari Tuhan,’ Dia sudah akan menghukum mereka di dunia ini,’ (Q. 59: 3) dengan pedang, ‘dan di dunia akherat mereka akan dihukum di neraka’ pula.” [Sirat, hal. 438]
Ada ayat di Qur’an yang berbicara tentang kejadian ini dan menegaskan tindakan Muhammad untuk membunuh mereka dan menjadikan mereka tawanan2.
“Dia menyebabkan orang2 yang percaya Qur’an mengeluarkan mereka (Bani Quraish) ke luar dari benteng2 mereka. Sebagian kau bunuh, sebagian lagi kaujadikan tawanan.” Q. 33: 26
Di kejadian inilah Muhammad memerintahkan penebangan dan pembakaran pohon2, dan bahkan kemudian Allah mengeluarkan sebuah firman yang merestui tindakan perusakan ini.
“Wahai kamu (O orang2 Muslim) potonglah pohon2 palem (kepunyaan musuh), atau kamu biarkan mereka (pohon2) berdiri di tangkai2nya, itu diijinkan Allah.” Q. 59: 5
Bani Quraizah dan Bani Ghatafan tidak datang menolong Bani Nadeer dan mereka dipaksa menyerah dalam beberapa hari dan diasingkan dari Medina. Sebagian pergi ke Syria dan sebagian ke Khaibar. Huyai Ibd Akhtab yang merupakan ketua baru Bani Nadeer adalah sebagian orang yang pergi ke Khaibar. Dia kemudian dibunuh beberapa tahun kemudian tatkala sang Nabi menyerang Bani Quraiza dan anak perempuannya yang bernama Safiyah dirampas sang Nabi ketika Khaibar jatuh ke tangan orang2 Muslim.
Al-Mubarkpouri menulis,
“Rasul Allah merampas senjata2, tanah, rumah2, dan kekayaan. Diantara barang2 rampasan yang berhasil diambilnya terdapat 50 baju baja, 50 pelindung kepala, dan 340 pedang. Semua ini milik sang Nabi karena tidak terjadi pertempuran saat penangkapan terjadi. Dia membagi barang rampasannya diantara para Pendatang dan dua Pembantu miskin Abu Dujana dan Suhail bin Haneef. Sisa bagian ini diberikannya pada keluarganya untuk hidup selama setahun. Sisa seluruh jarahan diberikan kepada prajurit Muslim dengan persenjataan bagi perang2 yang akan datang dalam nama Allah.”
Hampir semua ayat2 Sûrah Al-Hashr (Bab 59 – Pertemuan) menjabarkan pengusiran orang2 Yahudi dan memperlihatkan kelakuan rendah orang2 munafik. Ayat2 menunjukkan hukum2 yang sesuai dengan perampasan. Di bagian ini, Allah, sang Maha Kuasa, memuji para Pendatang dan Pembantu. Di bagian ini ditunjukkan izin sah untuk memotong dan membakar lahan dan pohon2 musuh untuk keperluan militer. Perlakuan seperti tidak dianggap sebagai perusakan besar2an selama ini sesuai dengan jalan Allah.
Seperti yang sudah jelas tampak dan para sejarawan Muslim pun tidak malu untuk mengakui, tidak ada tindakan kejahatan selama ini dilakukan di jalan Allah. Inilah contoh yang ditinggalkan sang Nabi bagi pengikut2nya dan ini pulalah yang dilakukan oleh pengikut2 Islam yang taat sepanjang sejarah. Ini mungkin bisa memberi penjelasan pada orang2 Barat apa yang mengilhami fundamentalisme dan terorisme Islam. Membunuh, menjarah, memperkosa dan membantai adalah praktek2 Islami. Tidak ada batasannya jika gunanya adalah untuk mengembangkan agama Allah.
Ironisnya, Surah ini berakhir dengan mendesak penganut Islam untuk jadi suci dan menyiapkan diri mereka ke dunia akherat. Ini membuat orang bertanya tentang sintingnya jalan pikiran pengarangnya dan betapa jungkirbaliknya nilai2 yang dia junjung.
Kita yang berperasaan modern merasa heran mengapa pengikut2 Muhammad tidak meninggalkannya setelah melihat kekejaman dan kebiadabannya. Tapi rupanya melakukan perampasan dan penjarahan merupakan hal yang lumrah di Arabia. Al-Mubarakpuri menulis, “Masyarakat gurun pasir Bedouin hidup di tenda2 tak jauh dari daerah Madinah, … tergantung pada usaha perampasan dan penjarahan sebagai mata pencaharian.” Ini adalah kebiasaan orang2 Arab untuk hidup. Ketika Muhammad menggunakan cara2 yang sama untuk menimbun kekayaan dan membangun kerajaannya, tak seorang pun kaget. Cara2 ini lumrah dan semuanya melakukan hal itu. Malah kalau orang pergi perang untuk membawa jarahan, mereka berdoa dulu pada dewa2nya. Jika mereka berhasil, mereka me-muja2 dewa2nya dan mengagungkan mereka karena keperkasaannya. Orang2 Muslim dan Muhammad merupakan bagian dari budaya primitif ini dan punya pemikiran primitif yang sama. Mereka memohon Allah, satu2nya dewa mereka, untuk menang dan karena Muhammad tidak ragu untuk merampok kafilah2 pedagang atau masyarakat yang tak bersenjata, dia dengan cepat dapat memperkaya dirinya dan tentaranya.
Orang2 Arab ini menghubungkan kekuatan militer mereka dengan kebesaran Allah. Apa yang mereka percayai tidak bisa disalahkan. Mereka tidak tahu yang sebenarnya dan itulah satu2nya jalan hidup yang mereka ketahui. Yang sungguh tragis mengenaskan adalah melihat di zaman masa kini yang mengutamakan sains dan pendidikan, masyarakat berpendidikan mengikuti agama orang yang bermental primitif.
Seperti yang kita ketahui, jika Bani Nadeer benar2 mau membunuh Muhammad dan gerombolannya, mereka tidak perlu repot2 dengan rencana rumit naik tembok segala untuk menjatuhkan batu. Dia sudah ada di kota mereka dan mereka tinggal membunuhnya saja dengan mudah.
Tapi coba lihat andaikata Muhammad benar dan mereka ternyata merencanakan untuk membunuhnya. Berdasarkan hukum apa ribuan orang dapat dihukum karena satu usaha pembunuhan gagal yang dilakukan segelintir orang? Apa salahnya bayi2 yang baru lahir, para wanita yang sedang hamil, kaum tua Yahudi yang harus meninggalkan semua yang mereka miliki dan jalan menyelamatkan diri di gurun pasir? Berapa banyak yang mati? Mengapa mereka yang lemah harus membayar upaya membunuh yang dilakukan segelintir orang2 suku mereka?
Hal lain yang penting untuk dipikirkan adalah Muhammad sesungguhnya membunuh K’ab bin Ashraf ketua Bani Nadir dengan cara yang sangat curang. Orang2 ini, berdasarkan agama dan tradisinya, punya hak penuh untuk balas dendam. Mengapa Muhammad percaya bahwa dia boleh saja membunuh musuhnya tanpa dihukum tapi rencana segelintir orang untuk membunuhnya harus dihukum sedemikian berat? Apa jadinya dunia ini jika kita mengikuti contoh tingkah laku Muhammad ini?
Aku bertanya pada para Muslim untuk menunjukkan satu saja contoh peristiwa sejarah manusia di mana seluruh populasi ribuan manusia dilenyapkan karena sebuah rencana pembunuhan gagal yang dilakukan segelintir orang terhadap nyawa orang lain.
Sebuah hadis di Bukhari Volume 5, Buku 59, Nomer 362 menegaskan kisah ini. Penulis berbicara mengenai perlakuan orang2 Yahudi di Medina dan bagaimana Muhammad “membunuh para pria dan membagi-bagi para wanita, anak2 dan harta benda diantara para Muslim, tapi beberapa datang pada sang Nabi dan diberinya pengampunan, dan mereka pun memeluk Islam. Dia mengasingkan semua orang Yahudi dari Medina.”
Beberapa Muslim apologis berkata bahwa moralitas saat ini tidak dapat diterapkan pada Muhammad yang hidup 1.400 tahun yang lalu. Mereka bersikeras bahwa, “Semua kisah ini jadi masalah bagi banyak orang karena pengetahuan mereka akan apa yang benar dan yang salah. Asal dari pikiran (tentang moral) yang sakit ini berasal dari mentalitas Kristen yang ‘memberikan pipi yang lain,’ dan ‘penebusan dosa Kristus,’ dan kedua hal ini meracuni pikiran orang Eropa selama ber-abad2, sampai mereka akhirnya sadar akan hal itu dan membuangnya.”
Aku tidak percaya bahwa nilai moral adalah suatu penyakit dan ini tidak ada hubungannya dengan faham Kristiani pula. Moralitas menilai hati nurani manusia dan penunjuknya adalah Hukum/Prinsip Emas (yakni: perlakukan orang lain seperti engkau ingin dirimu diperlakukan). Kita tahu apa yang baik atau salah jika kita membayangkan bagaimana kita ingin diperlakukan.

PENYERANGAN TERHADAP BANI QURAIZA:
Yang berikut adalah Bani Quraiza. Tak lama setelah Pertempuran Parit selesai, Muhammad mengaku bahwa malaikat utama Jibril telah mengunjunginya untuk “meminta dia menghunus pedangnya dan berangkat ke tempat tinggal Bani Quraiza yang suka menghasut dan berperang melawan mereka. Jibril memberitahu bahwa dia dengan pasukan malaikat akan mengguncangkan benteng pertahanan mereka dan mengakibatkan ketakutan di hati mereka.” (2) Sahih Bukhari Volume 5, Buku 59, Nomer 443
Tidak jelas mengapa sang malaikat utama butuh pertolongan orang2 Muslim untuk menghabisi orang2 Yahudi jika dia sendiri punya “pasukan malaikat” yang akan menggoncangkan perbentengan orang2 Yahudi. Meskipun demikian, “Rasul Allah dengan seketika memanggil pembantunya dan menyuruhnya untuk mengumumkan permusuhan baru melawan Bani Quraiza.” (2)
Muhammad mengepalai pasukan jalan kaki berjumlah 3.000 orang dan 30 pasukan berkuda Ansar (Pembantu) dan Muhajireen (Pendatang).
Bani Quraiza diserang karena tidak membantu Muhammad ketika Quraish menyerang Medina. Ali bersumpah bahwa dia tidak akan berhenti sampai dia menghancurkan pasukan musuh atau mati terbunuh. Pertempuran ini berlangsung selama 25 hari. Akhirnya Bani Quraiza menyerah tanpa syarat. Muhammad memerintahkan semua pria diikat tangannya, sedangkan kaum wanita dan anak2 dipisahkan dalam kurungan. Datanglah suku Al-Aws mengetengahi dan memohon sang Nabi untuk berlaku lunak pada orang2 Yahudi. Muhammad menyarankan agar Sa‘d bin Mu‘adh, seorang bekas sekutu, ditunjuk untuk memberikan hukuman bagi orang2 Yahudi, dan orang2 Al-Aws setuju.
Sa‘d telah mengalami luka parah dalam pertempuran sebelumnya yang dikenal sebagai Pertempuran Sekutu. Dia memberi hukuman “semua pria yang sehat atau dapat bertempur dari Bani Qurayza harus dibunuh, para wanita dan anak2 dijadikan tawanan dan harta benda mereka dibagikan diantara pejuang2 Muslim.” Sahih Bukhari Volume 4, Buku 52, Nomer 280
Adalah mengherankan jikalau Muhammad yang mengaku sebagai utusan Allah ternyata butuh keputusan seorang manusia. Tapi hukuman sangat kejam ini persis dengan apa yang dia inginkan dan dia “menerima keputusan tersebut dan berkata bahwa Sa’d memberi hukuman berdasarkan Perintah Allah.”
Al-Bubarapouri menambahkan bahwa “Pada kenyataannya, orang2 Yahudi layak dapat hukuman berat itu karena pengkhianatan mereka terhadap Islam, dan banyaknya persenjataan yang mereka miliki yang terdiri dari 1.500 pedang, 2.000 tombak, 300 pakaian perang dan 500 tameng, dan semua ini jatuh ke tangan para Muslim.” (4)
Para ahli sejarah Muslim dengan cepat memberi alasan tak berdasar untuk mensahkan penyerangan ini seperti: mereka tidak “patuh”, menyebabkan ‘perpecahan” atau jadi “pengkhianat” dan “melawan Islam”. Tapi tidak ada tuduhan yang perbuatan dosa yang sesuai dengan hukuman sekejam itu dan sampai membantai mereka semua.
Parit2 digali di pasar di Madinah dan sekitar 600 sampai 900 orang dipenggal kepalanya.
Huyai, Ibn Akhtab, ketua Bani Nadeer dan dia adalah ayah dari Safiyah, tertangkap di penyergapan ini dan dibawa menghadap sang Nabi dengan tangan terikat di lehernya dengan seutas tali. Dengan berani dia menolak Muhammad dan memilih untuk dipenggal daripada masuk Islam. Dia diperintahkan duduk dan dipenggal saat itu juga.
Untuk membedakan pria dengan anak laki, kaum muda diperiksa dan jika mereka sudah punya bulu kemaluan, maka mereka pun dipenggal.
Sunan Abu-Dawud Book 38, Nomer 4390
Dikisahkan oleh Atiyyah al-Qurazi:
Aku adalah seorang dari Bani Quraisah yang tertangkap. Mereka (prajurit Muslim) memeriksa kami, dan siapa yang sudah mulai punya bulu kemaluan dibunuh, dan siapa yang belum tidak dibunuh. Aku adalah salah satu dari mereka yang belum punya bulu kemaluan.
Jika orang tidak melihat bahwa BUKAN begini seorang Nabi seharusnya bertindak, maka orang itu tidak mengerti arti kemanusiaan. Aku percaya kekejaman sang Nabi pada kaum Yahudi di Arabia sudah menjelaskan sendiri bahwa dia bukan Nabi dan setiap orang yang bisa berpikir jelas akan mengakui hal ini. Sungguh tidak bisa dipercaya bahwa seorang utusan Tuhan dapat membunuh 600 sampai 900 orang dan mengusir ribuan orang lainnya tanpa perasaan atau belas kasihan.
Orang yang kita panggil sebagai Nabi adalah orang yang penuh kebencian. Dia tidak berpikir panjang untuk membunuh, tidak membawa apapun kecuali kematian, tidak mengajar apapun selain balas dendam. Muhammad bukanlah seorang “kasih Tuhan bagi umat manusia” tapi dia adalah kutukan setan bagi kemanusiaan. Tidak hanya di hidupnya dia membunuhi dan mengusir semua orang Yahudi yang dapat ditemuinya, tapi di tempat tidurnya sebelum mati pun dia memerintahkan pengikutnya untuk terus melanjutkan usaha pembersihan rasial yang telah dimulainya.
Bukhari Volume 4, Buku 52, Nomer 288
Sang Nabi hampir mati di ranjangnya, dan dia memberi tiga perintah, salah satunya adalah mengenyahkan penyembah berhala dari Jazirah Arabia.Bukhari Volume 4, Buku 52, Nomer 176
Dikisahkan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar:
Rasul Allah berkata, “Kalian (O kaum Muslim) akan berperang melawan orang2 Yahudi sampai beberapa dari mereka akan bersembunyi di balik bebatuan. Bebatuan itu akan (mengkhianati mereka dan) berkata, ‘O Abdullah (hamba Allah)! Ada seorang Yahudi bersembunyi di belakangku, maka bunuhlah dia.’ “
Orang ini (Muhammad) adalah penjahat dan bukan utusan Tuhan. Dia adalah pencuri, gangster, dan perampok jalanan. Dia memperkaya dirinya sendiri dengan harta benda korbannya. Bukhari Volume 4, Buku 52, Nomer 176
Dikisahkan oleh Anas bin Malik:
Orang2 biasa memberikan palem kurma untuk sang Nabi (sebagai hadiah), sampai dia menaklukkan Bani Quraiza dan Bani An-Nadir, sesudah mana dia mulai membalas kebaikan hati mereka.
Jika engkau masih percaya bahwa Muhammad adalah utusan Tuhan, pikirkan sendiri apa yang terjadi dengan kemanusiaanmu.
Aku tidak akan membahas secara detail pembantaian atas Bani Quraiza karena banyak sekali hal yang terjadi dan aku persilakan engkau membacanya sendiri di link berikut ini.
What really happened to the Banu Qurayza?
http://www.answering-islam.org.uk/Muham … /BQurayza/
The article in the above link describes the massacre of the Banu Quraiza and the reason why the Prophet chose Sa’d bin Mu’adh as the arbitrator. This is a must read to understand Muhammad and his true character. It should be read is sequence.
Part 1: The siege, the surrender & the intercession of al-Aus
Part 2: Who is Sa`d bin Mu`adh?
Part 3: Appointment of Sa`d bin Mu`adh, his judgment, its execution and conclusions
_______________________________________

Safiyah

Pertanyaan Nomer 3
Sang Nabi menyerang Kheibar, memperbudak Safiyah dan memperkosanya di hari yang sama dia membunuh suami, ayah, dan saudara2 Safiyah. Beginikah seharusnya tingkah laku seorang utusan Tuhan?
Ayatollah Montazeri:
Untuk menjawab pertanyaan tentang Safiyah, kita perlu memperhatikan hal2 di bawah ini.
Safiyah adalah anak perempuan Huyah ibn Akhtab, yang merupakan ketua Bani Nadir. Safiyah kehilangan ayahnya yang tewas di pertempuran Kheibar dan suaminya dibunuh sebelum perjanjian perdamaian. Tawanan2 perang di zaman itu hidup penuh kesulitan dan kesengsaraan. Karena alasan ini, menurut usul sang Nabi, para wanita bangsa penyembah berhala yang tertangkap di peperangan disuruh menikah pria2 Muslim yang sebelumnya menikah dengan perempuan lain atau jadi budak2 untuk kelangsungan hidup mereka. Poligami di saat itu adalah lumrah dan merupakan cara terbaik untuk melindungi para wanita yang tidak punya suami, apalagi yang dijadikan sandera2.
Sina
Wahai Ayatollah Ozma Montazeri,
Memang benar Safiyah telah kehilangan ayah, suami, dan saudara2nya, tapi engkau lupa menyebut bahwa dia kehilangan semua orang2 itu karena sang Nabi membunuh mereka. Membunuh orang2 dan mencuri wanita2nya merupakan tradisi orang2 gua. Sewajarnya diharapkan bahwa seorang Nabi Tuhan tidak akan melanjutkan kelakuan barbar orang2 gua tapi seharusnya menetapkan standard etika dan petunjuk moral baru.
Engkau membuat sang Nabi tampaknya menolong kaum wanita ini dengan mengawinkan mereka dan menyelamatkan mereka dari penderitaan. Tapi jangan lupa menyebutkan bahwa Nabi-lah yang membuat mereka sengsara pada mulanya. Para wanita ini bukan sandera perang sebelum Muhammad menyerang kota2 mereka, membunuh orang2 yang mereka kasihi, dan menjadikan mereka budak.
Yang dilakukan sang Nabi persis sama dengan biasa dilakukan penjahat dan perampok di zaman dulu. Seorang mestinya kacaubalau dengan pengertiannya akan nilai2 (kemanusiaan) sehingga sampai bisa melihat adanya unsur kebaikan dari tindakan yang sama sekali memalukan dan barbar oleh sang Nabi. Membunuh orang2 dan merampas para wanitanya merupakan tindakan biadab. Tidak ada satupun kebaikan dari tindakan keji ini.
Jikalau seperti yang kau katakan bahwa sang Nabi mau menyelamatkan para wanita malang ini dari kesengsaraan yang mereka hadapi, kenapa dia tidak menikah wanita yang tua? Kenapa dia memilih wanita yang paling cantik? Safiyah dipilih karena penampilannya. Ini hadisnya.
Dikisahkan oleh ‘Abdul ‘Aziz:
Anas berkata, ‘Ketika Rasul Allah menyerang Khaibar, kami melakukan sembahyang subuh ketika hari masih gelap. Sang Nabi berjalan menunggang kuda dan Abu Talha berjalan menunggang kuda pula dan aku menunggang kuda di belakang Abu Talha. Sang Nabi melewati jalan ke Khaibar dengan cepat dan lututku menyentuh paha sang Nabi. Dia lalu menyingkapkan pahanya dan kulihat warna putih di pahanya. Ketika dia memasuki kota, dia berkata, ‘Allahu Akbar! Khaibar telah hancur. Ketika kita mendekati suatu negara maka kemalangan menjadi pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.’ Dia mengulangi kalimat ini tiga kali. Orang2 ke luar untuk bekerja dan beberapa berkata, ‘Muhammad (telah datang)’ (Beberapa kawan kami berkata, “Dengan tentaranya.”) Kami menaklukkan Khaibar, menangkap para tawanan, dan hartabenda rampasan dikumpulkan. Dihya datang dan berkata, ‘O Nabi Allah! Berikan aku seorang budak wanita dari para tawanan.’ Sang Nabi berkata, ‘Pergilah dan ambil budak mana saja.’ Dia mengambil Safiya bint Huyai. Seorang datang pada sang Nabi dan berkata, ‘O Rasul Allah! Kauberikan Safiya bint Huyai pada Dihya dan dia adalah yang tercantik dari suku2 Quraiza dan An-Nadir dan dia layak bagimu seorang.’ Maka sang Nabi berkata,’Bawa dia (Dihya) beserta Safiya.’ Lalu Dihya datang bersama Safiya dan ketika sang Nabi melihatnya (Safiya), dia berkata pada Dihya,’Ambil budak wanita mana saja lainnya dari para tawanan.’ Anas menambahkan: sang Nabi lalu membebaskannya dan mengawininya.”
Thabit bertanya pada Anas,”O Abu Hamza! Apa yang dibayar sang Nabi sebagai maharnya?” Dia menjawab, “Dirinya sendiri adalah maharnya karena dia telah membebaskannya (dari status budak) dan lalu mengawininya.” Anas menambahkan, “Di perjalanan, Um Sulaim mendandaninya untuk (upacara) pernikahan dan malam ini Um Sulaim mengantar Safiya sebagai pengantin sang Nabi. (Sahih Bukhari 1.367)
Dari Hadis di atas kita mengetahui bahwa penyerangan terhadap Khaibar merupakan serangan mendadak. Orang2 kota tidak diperingatkan lebih dahulu dan mereka tidak siap menghadapi serangan ini. Ini memang kebiasaan sang Nabi untuk tidak membiarkan korbannya membela diri. Dia akan menyerang mereka tidak dengan cara ksatria dan tanpa peringatan. Pada kenyataannya nama Quzvah berarti “serangan mendadak”. Khaibar tidak melanggar perjanjian apapun dengan Nabi, dan tidak ada tanda2 apapun bahwa mereka membahayakan kedudukan orang2 Muslim. Satu2nya alasan sang Nabi menyerang kota ini, membunuh siapa saja yang berdiri di jalannya dan merampas wanita yang tercantik sebagai budak pemuas seks-nya adalah karena dia menginginkan kekayaan masyarakat kota ini.
Sang Nabi suci tidak berhenti di sini, dia lalu memaksa lelaki dan wanita tua yang tidak dibunuhnya dan tidak diambil sebagai budak seks untuk membayar pajak tanah dan memberikan dia 50% dari hasil pendapatan. Orang manapun dengan setitik rasa keadilan tahu bahwa ini bukanlah keadilan. Yang dilakukan sang Nabi adalah jauh dari suci dan malah perbuatan setan.
Ayatollah Montazeri
Setelah Safiyah jadi sandera, ada beberapa orang yang ingin mengawininya. Tapi karena dia adalah putri ketua suku, sang Nabi menghargai status sosialnya dan tidak memperbolehkan orang lain untuk menikahinya. Safiyah sendiri ragu2 untuk menikah dengan orang awam. Karena itu, sang Nabi untuk melindungi Safiyah, bersedia menikahinya. Sang Nabi memberikan pilihan bagi Safiyah untuk kembali ke saudara2nya atau tinggal di Medina dan memeluk Islam. Dia berkata padanya jika dia ingin tetap menjadi seorang Yahudi, dia tidak akan memaksanya masuk Islam. Safiyah memilih yang berikut (ikut Nabi dan memeluk Islam). Ahli2 sejarah setuju bahwa menjadi istri sang Nabi merupakan kehormatan besar dan dipandang sebagai harga diri yang tinggi. Qur’an (Ahzab 6) menyebut istri2 Nabi sebagai “Para Ibu Orang2 Beriman”.
Sina
Tentang Safiyah, sudah jelas terbukti bahwa sang Nabi mengambilnya hanya untuk satu alasan yaitu karena dia seorang wanita yang cantik. Muhammad merampasnya dari Dahya setelah melihatnya. Ini tidak ada hubungannya dengan posisi ayah Safiyah. Jika sang Nabi menaruh hormat pada ayahnya dan posisinya, dia tentunya tidak memenggalnya. Kenyataan ini sudah jelas bersinar bagaikan matahari. Engkau bebas untuk menutup matamu dan menyangkalnya.
Engkau mengatakan bahwa sang Nabi memberikan Safiyah pilihan untuk bergabung pada masyarakatnya atau mengikut dia. Sang Nabi membunuh ayahnya, suaminya, dan banyak saudara2nya. Yang tinggal adalah mereka yang harus bekerja di ladangnya dan membayar 50% penghasilan mereka pada sang Nabi sebagai Jazyeh. Bahkan lalu sang Nabi berubah pendapat dalam waktu singkat dan mengasingkan orang2 Yahudi dari Khaibar. Karena itu pilihan yang kau katakan sebenarnya tidak banyak berarti. Itu hanyalah pilihan antara memuaskan nafsu seks seorang lelaki tua yang busuk yang telah membunuh orang2 yang dicintainya atau bergabung dengan sekelompok lelaki dan wanita tua yang bukan prajurit atau terlalu tua untuk menjadi budak pemuas seks bagi orang2nya sang Nabi. Di kasus pertama, Safiyah punya kesempatan untuk hidup tapi jika dia bergabung dengan sisa orang2 Yahudi, maka nasibnya jadi tidak jelas, dia harus kerja di ladang dan bayar separuh penghasilannya bagi sang Nabi. Tidak banyak pilihan baginya.
Jadi istri Nabi mungkin lebih menguntungkan. Akan tetapi, aku percaya bahwa lebih baik hidup dengan orang2 yang kita cintai daripada dengan pembunuhnya, meskipun pembunuh itu adalah Nabi Allah.
Ayatollah Montazeri
Jika Rasul Allah – amit2 nih – memang seorang yang penuh nafsu berahi, dia tidak akan menikah seorang wanita tua berusia 40 tahun ketika dia masih muda waktu dia punya kesempatan untuk menikah gadis2 tercantik dari suku2 terkemuka orang2 Arab. Di pihak lain, orang yang penuh nafsu berahi biasanya juga bernafsu pada tawaran kesenangan2 duniawi. Di sejarah tercatat bahwa sang Nabi dan para istrinya hidup sederhana sekali dibandingkan keadaan saat itu, sampai2 para istrinya ngomel dan menuntut sang Nabi. Dalam masalah inilah Ahzab 28,29 dikeluarkan dan dia memberi istri2nya pilihan untuk tetap tinggal dengan Nabi dan bertahan dalam kemiskinan atau cerai dan pergi ke kehidupan duniawi yang lebih nyaman.
Sina
Rasul Allah itu MEMANG seorang yang penuh nafsu berahi. Tapi waktu dia muda, dia itu miskin dan tidak ada yang menaruh perhatian padanya. Tidak ada gadis muda dari suku terpandang yang mau menikah dengan seorang miskin seperti Muhammad yang hanya mengurusi onta2 kepunyaan wanita lain. Sang Nabi saat itu tidak punya kesempatan untuk menikahi seorang wanita muda yang cantik. Khadijah dengan kekayaan dan kekuasaannya merupakan suatu anugrah bagi sang Nabi yang lalu merubah hidupnya sama sekali. Sifat asli Nabi jadi tampak nyata setelah Khadijah meninggal dunia dan dia jadi orang yang berkuasa dari merampoki kafilah2 pedagang. Pada saat itulah dia mulai mengumpulkan kekayaan dan wanita2.
Muhammad bukan orang kaya ketika dia pergi ke Medina. Khadijah tentunya telah kehilangan sebagian besar hartanya selama masa tiga tahun yang berat ketika orang2 Mekah memboikot sang Nabi dan keluarganya sebagai balasan bagi cemoohannya terhadap dewa2 mereka. Tahun pertamanya di Medina sukar sekali. Dia hanya punya sedikit uang untuk hidup. Usahanya merampoki beberapa kafilah pedagang gagal semua. Hanya ketika di Nakhlah usaha perampokan kafilahnya berhasil dan dia memperkaya dirinya dengan barang2 jarahan. Dibutuhkannya beberapa lagi usaha perampokan dan pembasmian kaum Yahudi dan perampasan harta benda mereka untuk menimbun banyak kekayaan.
Dan Dia membuat kamu jadi ahli waris tanah2 mereka, rumah2 mereka, dan barang2 mereka, dan sebuah tanah yang kamu tidak kunjungi (sebelumnya). Dan Allah punya kekuasaan atas segala hal. (Q.33: 27)
Tapi sang Nabi memandang rendah istri2nya dan tidak memberikan apa yang mereka inginkan. Inilah alasannya mengapa saat mereka mengeluh dia mengancam untuk menceraikan mereka. Dan memang betul ada satu waktu istri2 Muhammad mengeluh karena dia tidak mau memberikan bagian cukup dari kekayaan yang dicurinya dari kaum non-Muslim. Ayat berikut merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang dikatakan oleh Allah-nya:
O Nabi! Katakan pada istri2mu: “Jika kamu sekalian memang ingin menikmati kehidupan Duniawi dan pesonanya, silakan! Aku berikan kamu mut’ah dan menceraikanmu dengan baik. (Q.33: 28 )Tapi jika kamu sekalian mencari Allah dan RasulNya, dan tempat di akherat, maka Allah telah mempersiapkan bagi siapa yang berbuat baik pahala yang besar. (Q.33: 29)
Sang Nabi jago sekali bertipudaya dan tahu bagaimana menguasai istri2nya dan membuat mereka taat padanya dan melayaninya.
O isteri-isteri Nabi! Jika ada diantara kamu yang berbuat keji yang nyata, maka hukuman akan berkali lipat dua baginya, dan hal ini mudah dilakukan Allah.(Q.33: 30) Tapi barang siapa yang taat dalam melayani Allah dan RasulNya, dan mengerjakan amal yang saleh, Kami berikan pahala baginya dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rejeki yang mulia. Q.33: 31)

Cari artikel Blog Ini

copy right