Semangat murtadin
Setelah hilir mudik selama 10 bulan di forum
ini, membaca, belajar dan melihat-lihat argumen saudara-saudara sekalian
saya merasa
terpanggil untuk menceritakan bagaimana saya dahulu dan
sekarang. Saya sebenarnya bingung hendak mulai dari mana tetapi saya
merasa ada dorongan yang kuat dari dalam hati saya untuk mulai
menceritakan bagaimana kehidupan saya dulu dan sekarang.
Usman
Abdullah itu adalah trah keluarga, saya berasal dari Makassar, Sulawesi
Selatan. Kakek saya orang Makassar, nenek saya orang Bugis. Saya
bersyukur ada di angkatan ini, angkatan tahun 80an sehingga memungkinkan
saya mengerti internet. Bapak saya ****** usman menikah dengan mama
saya (orang Minahasa), awalnya mereka menikah di gereja tetapi setelah
saya dan adik saya (perempuan) lahir (saya dan adik saya hanya berjarak
satu satu tahun) bapak saya meminta mama saya untuk masuk islam bila
tidak maka mama saya akan diceraikan (saya mengetahui kemudian pada usia
16 tahun, saya mengetahui dari adik bapak saya). Mama saya dengan
terpaksa masuk islam dan kemudian bercerai setelah adik saya (nomor 3)
lahir. Mama saya bercerai karena bapak saya kedapatan ber 2 di kamar
teman (sahabat) mama, kata bapak mereka sudah menikah secara siri.
Kenyataan yang buruk buat saya yang waktu itu berumur 5 tahun.
Pengadilan memutuskan saya dan 2 orang adik saya di asuh oleh mama saya
tetapi bapak membawa kami pergi ke rumah nenek di kampung (Kab. Barru)
sampai usia 8 tahun kami tinggal bersama-sama nenek sementara bapak
kawin lagi bahkan kawin hingga punya 4 orang istri, mama juga menikah
lagi dan tinggal bersama suaminya.
Saya dan 2 orang adik saya di
didik secara Islam, kami diajar sholat 5 waktu, kalau tidak sholat atau
mengaji maka kami harus siap2 menghadapi rotan dari nenek. Kami
dilarang untuk bergaul dengan keluarga dari mama karena mereka adalah
orang kafir, mereka pasti masuk neraka (kata nenek), nenek yang mengasuh
kami waktu itu, nenek adalah istri pertama kakek (kakek mempunyai 3
orang istri).
Saya ingat bila adik saya (perempuan) tidak mau
mengaji maka adik saya pasti akan di pukul rotan, di pukul hingga
badannya ada bekas pukul dan berwarna biru. Saya sedih lihat adik saya,
sedih juga karena saya bapak tidak pernah menengok kami. Sedih juga
karena wajah saya dan adik saya mirip orang cina dan teman2 saya
mengejek saya dengan mengatakan saya keturunan cina. Usia 9 tahun kami
bertemu dengan mama dan keluarganya (saat itu kami ada di Makassar,
berlebaran), kami menangis sejadi-jadinya... Adik saya menceritakan
keadaan kami dan pengen tinggal sejenak dengan mama, mama minta supaya
kami di ijinkan tinggal 2 hari bersama mama. Setelah perdebatan panjang
kami diperbolehkan tinggal 2 hari dengan mama. Rasanya kami merdeka,
lepas dan tidak mau kembali ke kampung. 2 hari terasa cepat berlalu,
nenek datang menjemput kami namun beberapa saat sebelum nenek datang
menjemput oma (mama-nya mama) datang dan mengajak nginap di rumahnya,
kami senang sekali dan langsung mengiyakan. Jadi, libur lebaran itu kami
tinggal di rumah mama dan oma kami.
Pengalaman tinggal di rumah
mama dan oma kami sangat menyenangkan, mama mengajarkan (khususnya ke
adik2 saya) tentang mengasihi sesama, kata mama apa dan bagaimana pun
kami mama tidak akan melupakan kami dan terus berdoa bagi kami. Mama
bilang mau bawa kami tetapi bapak selalu menghalangi dan mengancam akan
melaporkan ke polisi. Di rumah mama kami juga diberi kebebasan untuk
sholat (begitupun di rumah oma), kami tidak pernah dilarang untuk
sholat. Ada yang berbeda antara di rumah nenek dan di rumah oma, di
rumah nenek kalo mau makan harus bilang dulu dan biasanya harus
diambilkan (ditakar) oleh nenek, dirumah mama atau oma kami boleh makan
sesuka kami yang penting kata oma makanannya di habiskan karena ada
banyak orang yang membutuhkan makan jadi gak baik kalau makanan di
buang2. Hal yang berbeda lainnya adalah pada malam hari di rumah oma
ataupun mama pasti semua kumpul di meja makan, makan bersama namun
sebelum mereka makan mereka berdoa (waktu di rumah mama yang pimpin doa
adalah bapak tiri kami) bersama dan yang memimpin doa adalah opa. Karena
saya tidak mengerti jadi saya hanya diam aja sementara opa memimpin
dalam doa, didalam doa yang diucapkan opa itu doa menggunakan bahasa
Indonesia yang saya juga bisa dengar beda dengan doa saya selama ini. Di
dalam doa itu saya dengar nama saya juga di sebut, bukan hanya nama
saya tetapi nama adik2 saya dan bahkan nama bapak saya juga di sebut.
Saya merasa kagum dan takjub karena selama ini nenek mengajari kami
untuk tidak perlu mendoakan mama dan keluarga besarnya karena mereka
kafir dan pasti masuk neraka.
Kami makan selayaknya keluarga,
saya dan adik2 saya diberi tempat duduk persis di samping opa (masih ada
2 orang adik mama yang tinggal dengan oma dan opa waktu itu karena
mereka blm menikah dan masih kuliah), hal berbeda bila kami makan malam
di rumah nenek, biasanya setelah makanan diberi kami disuruh duduk di
lantai atau disuruh makan di dapur. Pengalaman tinggal bersama mama dan
oma membekas di hati kami, saat mama melepas kami kembali ke nenek mama
bilang akan sering2 berkunjung ke kampung di Barru. Saat mama pergi kami
menangis, kami mengangis supaya kami tidak ditinggal.
Setelah
mama pergi karena adik saya yg nomor 3 (usia 6 tahun) masih menangis
nenek mengambil rotan dan memukul adik saya, adik saya yg perempuan juga
menangis dan juga dipukuli supaya mereka berhenti menangis, saya sampai
harus melindungi adik2 saya dari pukulan rotan itu. Kebetulan saat itu
ada ustad dirumah (sedang berkunjung karena masih suasana lebaran) dan
ustad itu mengatakan : "mungkin anak2 ini di baca2i supaya ingat terus
ke mama-nya" jadi ustad itu mulai merapal bacaan dan dengan bacaaannya
kami ditenangkan. Saya meminta adik saya diam, waktu itu kami tenang
bukan karena bacaan tetapi karena takut dengan rotannya nenek. Di kamar
(kebetulan kamar yang kami tempati berada di lantai 2) saya menenangkan
adik2 saya. Adik saya yang nomor 2 (usianya 8 tahun waktu itu) terus
merengek minta ketemu mama lagi. Entah kenapa kok dari dalam hati saya
ada keinginan untuk kabur dari rumah itu.
Saya kemudian
menghapal kembali jalan untuk ke rumah mama tetapi sulit yang saya ingat
malah jalan ke rumah oma (rumah nenek di jl. cendrawasih dkt stadion
mattoangin sementara rumah oma di perumnas antang). Lalu saya mulai
mengendap-endap ke dapur dan mencari tas plastik untuk memasukkan baju2
kami, saya mewanti-wanti adik2 saya untuk tidak tidur supaya kit bisa
pergi tengah malam, kami berpura-pura tidur saat om A****
(yg punya rumah) menengok kami dan memastikan kami sudah tidur dan
mematikan lampu kamar. Tepat pukul 11.30 malam saya lihat sekeliling dan
gelap, saya bangunkan adik2 saya dan mengendap-endap keluar kamar. Kami
menggunakan pohon mangga yang ada di samping balkon kamar turun ke
halaman samping dan manjat pagar dan kemudian kami pergi tanpa sepeser
pun uang tadinya kami di berikan uang oleh om edy (adiknya mama), oma
dan juga mama tetapi uang itu di ambil oleh nenek sesaat setelah mama
pergi.
Saya menuntun adik2 saya dan juga membawa tas kresek isi
pakaian kami. Kami menumpang mobil angkutan kota yg kebetulan lewat saya
ingat saat itu kami berhenti di pasar sentral. Sampai di pasar sentral
tengah malam saya hanya menuntun adik2 saya menuju ke lapangan karebosi
saya ingat sekali jalannya karena itulah rute yang tadi kami lewati
waktu mama mengantarkan kami kembali kerumah om A****,
sebenarnya kami saya hanya mau cari tempat buat tidur dulu kasian adik2
saya yang mengantuk namun karena semangat mau kabur jadi mereka tetap
terjaga. Belum sampai kami di lapangan karebosi tiba-tiba ada mobil
berhenti (pick up), kami kaget karena kami kira itu mobil om A****,
kami takut tertangkap dan di bawa pulang kembali tetapi ternyata 'orang
itu' memakai baju panjang dan berambut panjang diurai keluar dan
bertanya kami mau kemana tengah malam begini? Saya katakan mau ke antang
lalu dia bilang nanti saya antar kalian, saya langsung mau karena waktu
itu kami butuh tumpangan dan ga tau kenapa kok saya percaya saja pada
orang itu. Di dalam mobil (kami duduk didepan samping 'orang itu') kami
tidak banyak bicara, saya hanya bilang mau ke perumnas antang om, blok 7
(saya ingat karena dirumah oma ada tulisan nomor dan blok-nya dan saya
hapal).
Saya berusaha menahan kantuk supaya tidak tertidur
tetapi saya ikut tertidur bersama adik2 saya. Ketika saya terbangun saya
sudah ada persis didepan rumah oma. Om yang mengantar kami membangunkan
saya dan karena kaget saya langsung bangunkan adik2 saya dan saya
berterima kasih pada 'om' yang mengantar saya. 'Om' itu pergi begitu
saja meninggalkan kami, karena senang sekali kami tiba di rumah oma saya
sudah tidak memperhatikan om yang tadi mengantarkan kami. Om Edy yang
bukakan kami pintu dan terkejut melihat kami, oma dan opa juga kaget
melihat kami. Saya tahu dalam pikiran mereka mungkin akan mengembalikan
kami ke nenek, tetapi tidak lama kemudian oma bilang 'sekarang yg
penting bagaimana mereka tidur dulu, soal besok biar nanti kita hadapi'
kami akhirnya kembali bermalam di rumah oma. Itulah pengalaman saya
pergi dari rumah nenek ke rumah oma.
Singkat cerita, nenek menyalahkan mama dengan kaburnya kami dari rumah om A****.
Nenek mengatakan bahwa mama meng-guna2i kami (padahal tidak), bapak
sudah tidak perduli dengan kami jadi dia fine2 saja kami pergi dari
rumah om A****. Nenek tetap ngotot
untuk mengambil kami kembali, saya tahu kenapa nenek ngotot karena di
rumah nenek (di Barru) kamilah yang mengurus rumah tangga mulai dari
cuci pakaian, ngepel dan semuanya. Kami memang kembali ke rumah om A****
dan sudah bisa di tebak kami di pukuli habis2an dan dipulangkan ke
Barru tetapi tetap saja kami bisa kabur dan kembali ke rumah oma. Saat
itu mama juga ikut suaminya pindah ke Sumbawa jadi kami hanya punya
tempat kabur ke rumah oma. Selalu ada kekuatan yg membuat kami kabur dan
selalu ada orang yang menolong kami dalam perjalanan kabur itu. Karena
seringnya kami kabur, nenek sudah bosan mengejar kami dan akhirnya
membiarkan kami. Opa mengurus surat2 sekolah kami dan memindahkan kami
ke Makassar. Di Makassar kami di asuh oleh oma dan opa (mereka sudah
almarhum). Selama di rumah oma kami mendapat perlakuan yang berbeda
dengan sewaktu kami di rumah nenek dan itu berlangsung setiap hari
seperti apa yang mereka tunjukkan sewaktu kami awal2 menginap d rmh oma
dan opa. Saat di asuh oleh oma dan opa saya tidak di paksa untuk beralih
kepercayaan. Saat saya lulus SD, SMP dan SMA pun saya tetap muslim
namun yang saya ingat adalah 'om' yg menolong kami pada saat kabur
pertama kali.. Dia datang lagi pada saat saya kecelakaan tahun Agustus
1998 (semester awal saya kuliah) di desa Tajur (perbatasan
Puncak-Cianjur), saat itu saya bersama rombongan naik motor dan motor
saya di salib oleh bus dan membuat saya tergelincir jatuh, saat jatuh
itulah kepala saya menghantam batu besar dipinggir jalan dan membuat
kepala saya pecah dan harus di jahit 14 jahitan. Kata dokter yg
menangani saya saya koma 3 hari tetapi 3 hari itu adalah perjalanan
spiritual saya tetapi saya mengalami hal yang lain, saya bertemu dengan
'om' yg dulu menolong saya... (Bersambung ke part II)