Kekerasan dalam hidup Muhammad dan Quran
OLEH:James M. Arlandson
Sejak tragedi 9/11, para pemimpin Muslim yang
mempunyai akses kepada media nasional mengatakan kepada kita bahwa Islam
adalah agama damai dan bahwa kekerasan tidak merepresentasikan esensi
dari agama yang diajarkan Muhammad.
Bahkan Presiden Bush dan Perdana Menteri Blair
mengulangi pernyataan ini, dengan mengatakan bahwa
Islam telah “dibajak”
oleh beberapa orang fanatik yang kejam. Benarkah demikian?
Sayangnya tidak, oleh karena fakta-fakta
empiris dan yang telah diteliti dengan sungguh-sungguh dan dengan tidak
ragu-ragu mengatakan bahwa Islam sejak mulanya dipenuhi dengan kekerasan
– dalam hidup Muhammad sendiri dan juga dalam Qur’an.
Maka dengan demikian, para apologis Muslim ini harus
berhenti menyesatkan orang-orang Barat yang tidak mempunyai kecurigaan
apa-apa terhadap Islam, dan mereka harus jujur mengenai inti sari agama
mereka, sekali dan untuk semuanya.
Berikut ini ada sepuluh alasan jelas dan dapat
diverifikasi yang menjelaskan mengapa Islam bukanlah agama damai.
Jelas? Untuk mencegah pembelaan standar dan
refleksif yang “keluar dari konteks” dari para apologis Muslim, konteks
setiap ayat dalam Qur’an dijelaskan baik dalam artikel ini maupun dalam
link-link yang terhubung dengan masing-masing dari ke-10 alasan ini.
Tidak ada ayat yang dikeluarkan dari konteksnya, dan
terjemahan-terjemahan Muslim digunakan disini.
Dapat diverifikasi? Para pembaca diajak untuk
memperhatikan tiap ayat dalam Qur’an dalam berbagai terjemahan, dengan
mengunjungi website www.quranbrowser.com dan memperhatikan
referensi-referensi, seperti Sura 61:10-12. (61 adalah nomor bab atau
Sura, dan 10-12 adalah ayat-ayatnya).
Namun pertama-tama kita harus menjawab sebuah
strategi Muslim. Seorang misionaris Muslim atau polemis yang meyakini
bahwa Islam adalah agama yang terbaik di dunia, dan yang ingin agar
Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia berusaha untuk menolak sepuluh
alasan utama ini. Namun berusaha menolak daftar seperti ini sama seperti
mengulas buku hanya berdasarkan pada babnya yang terakhir. Si pengulas
telah mengabaikan kerja keras yang diperlukan saat membaca semua bab
yang ada. Demikian pula si polemis Muslim atau misionaris Islam tersebut
telah melompati kerja keras yang ada dalam artikel-artikel pendukung
dan link-link yang ada. Kesepuluh alasan utama ini hanyalah sebuah
ringkasan dari banyak artikel dan segunung kerja keras dari penulis dan
banyak penulis lainnya. Jawaban terhadap kritik Muslim terdapat dalam
semua artikel ini. Oleh karena itu kritiknya hampa dan kesarjanaannya
dangkal, karena ia tidak menunjukkan adanya kerja keras. Tentu saja ia
tidak memahami Alkitab. Ditambah lagi, ia mengecat putih Islam dalam
upaya penolakannya itu. Artikel-artikel pendukung akan menunjukkan
bagaimana hal itu dilakukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ia mengecat
putih Islam secara sengaja ataupun tanpa disadarinya, yang berarti ia
tidak tidak mengenal agamanya sendiri atau ia memang mengenal agamanya,
namun ia menutup-nutupi agamanya itu. Apapun kasusnya, kebenaran
mengenai Islam yang sesungguhnya haruslah dimunculkan.
10. Muhammad memberikan julukan terhadap
senjata-senjatanya.
Tabari (839-923 M) adalah seorang sejarawan Muslim
mula-mula yang dipandang sangat terpercaya oleh para sarjana masa kini.
Pada kenyataannya, State University of New York Press memilih tulisan
sejarahnya untuk diterjemahkan ke dalam 38 volume. (Kita menggunakan The
Last Years of the Prophet, terjemahan Ismail K. Poonawala, 9:153-55).
Dalam konteks daftar aset-aset Muhammad pada akhir
hidupnya (kuda, unta, domba dsb), Tabari mencatat julukan-julukan untuk
senjata-senjata Muhammad.
Muhammad menjuluki ketiga pedang yang dirampasnya
dari suku Yahudi Qaynuqa setelah ia mengusir mereka dari Medina pada
April 624 M: “Teracung”, “Sangat Tajam”, dan “Maut”. Dua pedang lainnya
dari tempat lain dinamainya: “Tajam” dan “Tidak Mau Tenggelam”
(kemungkinan menusuk hingga tenggelam ke dalam tubuh/daging manusia).
Setelah Hijrah atau kepindahannya dari Mekkah ke Medina pada 622M, ia
mempunyai dua pedang yang dinamai “Tajam” dan “Memiliki Tulang
Belakang”. Pedang yang terakhir ini diambilnya sebagai harta rampasan
setelah kemenangannya pada Perang Badr di bulan Maret 624M.
Berikutnya, Muhammad mengambil tiga busur dari suku
Qaynuqa dan menamai busur-busur itu sebagai berikut: “Sangat baik untuk
menenangkan”, “Putih” dan “Sepotong kayu” (sejenis pohon yang biasa
digunakan untuk membuat busur).
Nama sebuah jubah mengandung makna “Ketersediaan”
atau “Bagian-bagian yang dibuang” kemungkinan besar karena Muhammad
gemuk (bdk. Ibn Ishaq, Life of Muhammad, terjemahan Guillaume, h. 383).
Terakhir, bahkan Muhammad sendiri mempunyai julukan.
Setelah Tabari membuat daftar yang positif, kenyataannya ia memberikan
satu julukan yang tidak terlalu positif: “Orang yang
menghapus/menghilangkan”.
Para apologis Muslim mungkin akan keberatan dengan
mengatakan bahwa Tabari tidak berotoritas (kecuali ketika ia menampilkan
Muhammad sebagai pahlawan atau berkemenangan) dan bahwa ia tidak berada
pada level yang sama dengan Qur’an dan beberapa Hadith (perkataan dan
perbuatan Muhammad di luar Qur’an). Ini benar. tetapi para apologis
Muslim masih harus menjawab mengapa tradisi seperti menamai senjata
berkembang di seputar Muhammad. Lagi pula, kemudian tradisi-tradisi yang
tidak memiliki otoritas mengenai Kristus juga berkembang, namun semua
itu tidak menunjukkan bahwa Ia memiliki senjata, apalagi menamainya.
Jawaban untuk pertanyaan ini mengenai Muhammad terdapat dalam kesembilan
alasan berikut.
Artikel ini (This
article) menjelaskan sikap Kristus terhadap pedang dengan lebih
jelas, demikian pula yang satu ini (This
one). Tentu saja Ia tidak pernah menyukai pedang atau menjulukinya,
memamerkannya dengan bangga, dan mendapatkan kesenangan dengan pedang.
Maka, kekerasan bertahta di hati Islam
mula-mula – dalam hidup Muhammad. Oleh karena itu Islam bukanlah agama
damai.
9. Muhammad memerintahkan dalam Qur’annya
bahwa pria dan wanita yang berzinah harus dihukum seratus kali cambukan.
24:2 Perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (mejalankan agama) Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (bdk. MAS Abdel Haleem,
The Quran, New York: Oxford UP, 2004).
Konteks historis dari Sura ini terjadi pada
penyerangan sebuah suku pada Desember 627 atau Januari 628, dimana
ketika itu Muhammad membawa istri kesayangannya dan yang termuda, yaitu
Aisha, yang juga adalah putri dari Abu Bakr, letnan kepercayaannya.
Setelah kemenangan orang-orang Muslim, mereka kembali ke Medina, 150 mil
ke arah utara. Pada perhentian mereka yang terakhir, Aisha menjawab
“panggilan alam” (buang hajat), namun ia kehilangan kalungnya dalam
kegelapan, saat pasukan sedang mengemasi perkemahan dan hendak
melanjutkan perjalanan di pagi hari. Ia pergi mencari kalungnya, dan
menemukan kalung itu. Sementara itu, orang yang bertugas menuntun
untanya beranggapan bahwa ia ada dalam tandunya, lalu ia menuntun unta
itu pergi. Sekembalinya dari mencari kalungnya, Aisha mendapati bahwa ia
telah ditinggalkan.
Namun demikian, seorang pria muda Muslim yang
tampan bernama Safwan melihatnya dan menemaninya kembali ke Medina,
walaupun baik orang Muslim dan para lawan Muhammad mulai bergosip ketika
melihat dua orang muda ini memasuki kota bersama-sama. Pada akhirnya,
turunlah wahyu yang mengatakan bahwa Aisha tidak melakukan kesalahan
moral apapun.
Maka, Sura 24 menetapkan beberapa aturan dasar
terhadap perzinahan, dimana hukum cambuk 100 kali adalah salah satunya.
Mengherankan sekali, Sura 24:2 menganjurkan para penuduh dan para hakim
agar tidak membiarkan belas kasihan menghalangi mereka dari melaksanakan
hukum-hukum Tuhan.
Lebih jauh lagi, tradisi-tradisi mula-mula dan
yang dapat dipercayai menggambarkan Muhammad dan orang-orang Muslimnya
melempari pria dan wanita yang berzinah dengan batu, seperti yang
dicatat oleh dua kolektor dan editor haditha yang sangat dipercayai,
yaitu Bukhari (810-870 M) dan Muslim (kira-kira 817-875 M):
Umar berkata: Allah telah mengutus Muhammad
dengan kebenaran dan menurunkan Kitab [Quran] kepadanya, dan ayat
melemparkan batu, termasuk ke dalam wahyu yang diturunkan oleh Allah
Yang Maha Tinggi. Utusan Allah [Muhammad] telah memerintahkan agar
orang dilempari dengan batu sampai mati, dan kita telah melakukannya
juga sejak kematiannya. Rajam batu adalah kewajiban yang ditetapkan oleh
Kitab Allah bagi pria dan wanita yang sudah menikah yang melakukan
percabulan jika ada buktinya, atau jika ada kehamilan, atau sebuah
pengakuan (Muslim no. 4194)
Umar adalah letnan kepercayaan Muhammad
(bersama dengan Abu Bakr), dan bahkan tidak lama setelah kematian
Muhammad ia berusaha sangat keras untuk memasukkan sebuah ayat yang
mengijinkan rajam batu ke dalam Qur’an, namun ia tidak berhasil (Ibn
Ishaq, Life of Muhammad, terjemahan Guillaume, h. 684). Perhatikanlah,
Hadith ini dan yg berikutnya memberi dasar bagi banyak orang Muslim
dewasa ini untuk melakukan rajam batu, seperti yang terlihat disini: [1], [2], [3], [4].
Boleh jadi Hadith yang paling menggelisahkan
adalah yang berikut ini. Seorang wanita menemui nabi dan meminta
penyucian (dengan dihukum karena dosa-dosanya). Nabi mengatakan padanya
untuk pergi dan meminta pengampunan Tuhan. Empat kali ia berkeras dan
mengakui bahwa kehamilannya adalah akibat dosa percabulan. Nabi
mengatakan padanya untuk menunggu sampai ia melahirkan. Kemudian nabi
mengatakan bahwa komunitas Muslim harus menunggu sampai ia menyapih
anaknya. Ketika tiba harinya anak itu diberi makanan padat, Muhammad
menyerahkan anak itu kepada komunitas dan memerintahkan agar wanita itu
dihukum mati dengan rajam batu.
Dan ketika ia telah memberi perintah atas
wanita itu dan wanita itu dikubur hingga ke dadanya, ia memerintahkan
orang-orang untuk melempari wanita itu dengan batu. Khald b. al-Walid
maju menggengam sebuah batu dan melempari kepalanya, dan ketika darah
wanita itu memerciki wajahnya, ia mengutuki wanita itu (Muslim, no. 4206).
Memang benar Muhammad mengatakan kepada Khalid
agar bersikap lebih lembut, namun seberapa lembut orang harus bersikap
saat melempari seorang wanita yang dikubur hingga ke dadanya dengan
batu? Apakah batu itu hanya boleh melayang 30 atau 40 mil per jam?
Mungkin Muhammad waktu itu memerintahkan agar Khalid tidak mengutukinya.
Kemudian nabi mendoakan jasadnya dan kemudian menguburkannya.
Sejujurnya, seberapa efektifkah doa itu sedangkan Muhammad dan
komunitasnyalah yang membunuhnya dengan keji? Semestinya mereka
mengampuninya dan membiarkan ia mengasuh anaknya.
Bahkan seandainya beberapa apologis Muslim masa
kini tidak menerima hadith-hadith ini, mereka masih harus menjawab
mengapa Tuhan sejati memerintahkan penghukuman yang berat dengan
cambukan dalam Qur’an (Sura 24:2), sedangkan Perjanjian Baru tidak
berkata apa-apa mengenai hal ini. Oleh karena itu orang-orang Kristen
harus menolak ayat ini dengan keras, karena Kristus sendiri mengampuni
wanita yang tertangkap basah melakukan perzinahan dan mengatakan padanya
untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi (Yohanes 8:1-11). Ia
menunjukkan pada kita cara yang lebih baik dan mengajari kita apa
kehendak Tuhan yang sejati itu.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai
penghukuman itu dan bagaimana penerapannya pada masa kini, anda dapat
melihatnya di: Artikel ini (this article), yang juga
menjawab para apologis Muslim dan menjelaskan Yohanes 8:1-11 dengan
lebih menyeluruh.
Dengan demikian, kekerasan yang keji bertahta
di dalam hati Islam mula-mula – dalam hidup Muhammad dan dalam
Qur’annya. Oleh karena itu Islam bukanlah agama damai.
8. Muhammad dalam Qurannya mengijinkan para suami
untuk memukuli istri-istri mereka.
Sura 4:34 Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
(Haleem).
Ayat ini ditulis dalam
konteks historis Perang Uhud (Maret 625 M), dimana Islam kehilangan 70
pejuang sucinya. Ayat ini termasuk ke dalam kumpulan ayat yang lebih
besar yang menekankan hukum-hukum untuk keluarga, seperti bagaimana
membagi harta warisan dan bagaimana menangani aset-aset yatim piatu
(ayat 1-35).
Jelasnya, Sura 4:34 memerinci bahwa para suami
boleh memukuli istri-istri mereka jika si suami “mengkuatirkan” ketaatan
mereka, terlepas dari apakah si istri memang benar-benar tidak taat
atau tidak. Ini membuat interpretasi terhadap tingkah laku para istri
hanya berdasarkan penilaian suaminya, dan hal ini membuka lebar pintu
penyiksaan. Ayat ini adalah bukti nyata kemunduran sosial budaya
besar-besaran dan harus ditolak oleh orang-orang yang waras dan memiliki
rasa keadilan.
Hadith mengatakan bahwa para wanita Muslim
pada masa Muhammad menderita kekerasan dalam rumah-tangga akibat konteks
hukum-hukum pernikahan yang membingungkan:
Bukhari melaporkan insiden mengenai para istri
dalam komunitas Muslim mula-mula dalam konteks kekacauan pernikahan dan
hukum-hukum pernikahan kembali yang janggal:
Rifa'a menceraikan istrinya lalu 'AbdurRahman bin
Az-Zubair Al-Qurazi menikahi wanita itu. 'Aisha mengatakan bahwa wanita
itu (datang), mengenakan kerudung hijau (dan mengeluh kepadanya (Aisha)
mengenai suaminya dan menunjukkan padanya lebam biru kehijauan di
kulitnya bekas pukulan). Sudah menjadi kebiasaan para wanita untuk
saling memberi dukungan, maka ketika Rasul Allah datang, 'Aisha berkata,
“Belum
pernah kulihat ada perempuan yang begitu menderita seperti wanita yang
beriman ini. Lihatlah! Kulitnya lebih hijau daripada pakaiannya!” (Bukhari,
penekanan ditambahkan).
Hadith ini
menunjukkan Muhammad memukuli Aisha, istri yang dinikahinya ketika Aisha
masih kanak-kanak (lihat aturan no.1, di bawah), putri Abu Bakr,
sahabat yang sangat dipercayainya:
“Ia [Muhammad]
memukul aku [Aisha] di dada dan itu membuat aku kesakitan.” (Muslim no. 2127)
Untuk analisa yang lebih mendalam mengenai
praktek yang menyakitkan ini, lihat: Artikel ini (this article), yang mempunyai
banyak link dengan diskusi-diskusi modern mengenai kebijakan ini
(silahkan lihat hingga bagian terakhir).
Artikel ini (This article), walaupun panjang,
memberikan analisa yang jelas mengenai pemukulan terhadap istri, menguji
Hadith dan sumber-sumber dokumen awal lainnya, dan juga penolakan para
polemis Muslim modern. Mid-length artikel ini menjawab pembelaan Muslim.
Artikel ini (This article) adalah analisa yang
luarbiasa mengenai subyek ini, memberikan berbagai terjemahan untuk
Sura 4:34. Artikel ini mengutip Hadith dan komentar-komentar klasik dan
tidak sepakat dengan pembelaan-pembelaan modern. Akhirnya, Artikel ini (this article)
ditulis oleh seorang Kristen Arab, dan merupakan sebuah penelitian yang
menyeluruh terhadap Qur’an dan Hadith dan polemik-polemik Muslim,
memberikan banyak terjemahan untuk Sura 4:34.
Dengan demikian, kekerasan dalam rumah tangga
bertahta di hati Islam mula-mula – dalam hidup Muhammad dan Qur’annya.
Oleh karena itu Islam bukanlah agama damai.
7. Muhammad dalam Qur’annya memerintahkan
agar tangan pria dan wanita yang mencuri harus dipotong.
5:38 Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. 39 Maka barangsiapa bertobat (diantara
pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki
diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (Haleem).
Tiga bagian dalam Hadith menafsirkan kebijakan
Muhammad dan memberikan konteksnya. Ini adalah kompilasi sederhana yang
diambil dari Bukhari dan Muslim:
Aisha [istri kesayangan Muhammad] menceritakan
Nabi berkata, “Tangan seorang pencuri harus dipotong hanya untuk
seperempat dinar dan lebih " (Bukhari dan
perhatikan dua Hadith lainnya berikut ini).
Satu dinar, sebuah kata yang diambil dari
denarius orang Roma, bukanlah suatu jumlah yang kecil, namun juga tidak
terlalu besar, namun seperempat dinar harganya sama dengan kehilangan
satu tangan menurut pandangan Muhammad.
Ibn Umar mengatakan Nabi memerintahkan
pemotongan tangan seorang pencuri yang mengambil sebuah perisai seharga
tiga dirham. (Bukhari dan
perhatikan tiga Hadith berikut ini)
Perisai itu memang sangat mahal. Kaum miskin
dalam pasukan Muhammad tidak sanggup membelinya. Namun apakah satu
perisai sama harganya dengan satu tangan (equal to a hand)?
Abu Huraira menceritakan Nabi pernah berkata,
“Tuhan mengutuk orang yang mencuri sebutir telur dan memerintahkan agar
tangannya dipotong, dan tangan yang mencuri tali juga harus dipotong!” (Bukhari,
lihat paralel Hadith ini di: here).
Beberapa komentator bergegas mengatakan bahwa
“sebutir telur” sebenarnya adalah sebuah ketopong, dan tali yang
dimaksudkan adalah tali kapal, yang besar dan mahal. Namun demikian,
terjemahan di atas umumnya diterima, dan ini berarti bahwa hukuman itu
dapat diberlakukan atas pencurian kecil-kecilan. Tetapi seandainya pun
barang-barang yang lebih mahal yang dipersoalkan disini, itu tetap tidak
dapat menyamai harga satu tangan.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai praktek
mengerikan ini dan konteks historisnya, lihat: Artikel ini (this article), yang menjawab
para apologis Muslim yang berusaha membela praktek ini, dan merupakan
kontras antara Kristus dengan Muhammad. Dapat kita katakan disini bahwa
Kristus tidak pernah memerintahkan praktek semacam ini. Juga Rasul
Paulus mengatakan bahwa orang yang mencuri harus bekerja dengan kedua
tangannya agar dapat berbagi dengan orang yang berkekurangan, ia tidak
pernah memerintahkan agar tangan pencuri harus dipotong (Efesus 4:28).
Dengan demikian Paulus melebihi Muhammad.
Demikianlah, penghukuman keras dan kejam
bertahta di hati Islam mula-mula – dalam hidup Muhammad dan Qur’an. Oleh
karena itu Islam bukanlah agama damai.
6. Muhammad membunuh para penyair.
Kedua penyair ini merepresentasikan penyair-penyair
lainnya dalam masa-masa awal Islam.
Maret 624 M: Uqba bin Abu Muayt
Uqba mengejek Muhammad di Mekkah dan menulis
bait-bait hinaan mengenai dia. Uqba ditangkap dalam Perang Badr, dan
Muhammad memerintahkan agar ia dieksekusi. “Tetapi siapa yang akan
mengurus anak-anak saya, wahai Muhammad?” jerit Uqba dengan pedih.
“Neraka”, jawab Nabi dengan dingin. Kemudian pedang salah seorang
pengikutnya menebas leher Uqba.
Maret 624 M: Asma bint Marwan
Asma adalah seorang penyair perempuan yang
berasal dari suku pagan di Medina, suaminya bernama Yazid b. Zayd. Ia
mengarang sebuah puisi menyalahkan kaum pagan Medina karena menaati
seorang asing (Muhammad) dan tidak mengambil inisiatif untuk
menyerangnya dengan tiba-tiba. Ketika Nabi mendengar apa yang
dikatakannya, nabi berkata, “siapakah yang akan menyingkirkan anak
perempuan Marwan bagiku?” seorang anggota suku suaminya menjadi
sukarelawan untuk itu, lalu ia menyusup ke dalam rumahnya pada malam
hari. Asma mempunyai lima anak, dan malam itu si bungsu sedang tidur di
dada ibunya. Si pembunuh pelan-pelan memindahkan anak itu, menarik
pedangnya, dan menusuknya, membunuhnya saat ia sedang tidur.
Keesokan paginya, si pembunuh menantang siapa
saja untuk membalas dendam. Tidak seorangpun menjawab tantangannya itu,
bahkan suaminya pun tidak. Kenyataannya, Islam menjadi sangat kuat di
antara sukunya. Sebelumnya, beberapa anggota suku itu telah diam-diam
menjadi Muslim kini berani bersikap terang-terangan mengenai keyakinan
mereka, “karena mereka melihat kekuatan Islam”, demikianlah ditekankan
oleh sumber Muslim mula-mula yang mengisahkan pembunuhan itu.
Sebagai tambahan untuk sumber yang mecatat
peristiwa-peristiwa ini dan pembunuhan-pembunuhan lainnya, Qur’an juga
melaporkan penghukuman-penghukuman keras bagi orang-orang yang mengejek
dan menghina (Sura 3:186; 33:57; 33:59-61; dan 9:61-63).
Namun demikian, sekalipun orang-orang Muslim
menolak sumber-sumber awal di luar Qur’an yang menceritakan
pembunuhan-pembunuhan ini, mereka masih harus menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut: Mengapa tradisi semacam itu muncul di
sekitar Muhammad dalam sumber-sumber islami? Apakah Muhammad yang
membuat laporan-laporan seperti itu? Mengapa sumber-sumber yang tidak
asing ini ingin menghadirkan Nabi mereka dalam cara yang “positif”?
Untuk mendapatkan analisa yang lebih mendalam
mengenai pembunuhan yang dilakukan Muhammad terhadap para penyair dan
bagaimana hal itu membenarkan pembunuhan terhadap para seniman di jaman
ini, seniman seperti Theo van Gogh,
sang pembuat film dari Belanda, lihat juga: Artikel ini (this article), yang juga
menjawab para apologis Muslim yang berusaha membenarkan kebijakan
Muhammad yang mematikan ini, dan ini mengkontraskan kekristenan dengan
Islam – Yesus tidak membunuh siapapun, Ia juga tidak memerintahkan hal
itu dalam Injil.
Silahkan melihat di: here, here, here, dan here untuk informasi lebih lanjut
mengenai tiga pembunuhan terhadap para penyair, juga
pembunuhan-pembunuhan lainnya. Halaman ini (This page) mempunyai beberapa
link dengan artikel mengenai bagaimana Muhammad menangani musuh-musuh
pribadinya.
Dengan demikian, kekerasan dan pembunuhan yang
kejam bertahta di hati Islam mula-mula; dalam hidup Muhammad dan dalam
Quran. Oleh karena itu Islam bukanlah agama damai.
5. Muhammad dalam Qurannya memerintahkan hukuman
mati atau memotong tangan dan kaki jika berkelahi dan merusak negeri.
Sura 5:33 Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh dan disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai)
suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh
siksaan yang besar (bdk. Majid Fakhry, An Interpretation of the Quran,
New York: NYUP, 2000, 2004).
Menurut
Hadith, konteks historis ayat-ayat ini adalah “perkelahian” dan
“pengrusakan” negeri.
Beberapa kepala suku Arab menemui Nabi, namun
jatuh sakit oleh karena iklim Medina yang tidak bersahabat, sehingga ia
menyarankan pengobatan menurut kepercayaan kuno: minum susu dan air
kencing unta. Kemudian, dilaporkan bahwa mereka merasa lebih baik. Namun
demikian, untuk beberapa alasan, setelah keluar dari Medina mereka
membunuh beberapa gembala Muhammad, menjadi murtad, dan mengusir
unta-unta nabi.
Berita ini didengar Nabi, dan ia memerintahkan
agar mereka dikejar dan dibawa ke hadapannya. Ia memerintahkan agar
tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicungkil, dan tubuh mereka
dilemparkan ke tanah berbatu dan dibiarkan disana sampai mati.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kebijakan
menghukum orang dengan cara demikian di jaman ini berdasarkan Sura
5:33, bahkan tuduhan-tuduhan ambigu seperti kolonialisme, rasisme, dan
perpecahan hubungan keluarga, lihat di: sini (here), dan
sebagai jawaban untuk para apologis Muslim lihat juga: artikel ini (this article), yang juga
mengkontraskan Kristus dengan Muhammad. Artikel yang lebih pendek ini (shorter article) menjelaskan
latar-belakang ayat-ayat dan hukum yang keji ini. Muhammad menyiksa
orang.
Dengan demikian, kekerasan keji bertahta di
hati Islam – dalam hidup Muhammad dan dalam Qur’an. Oleh karena itu
Islam bukanlah agama damai.
4. Muhammad dengan agresif menyerang
karavan-karavan Mekkah.
Kurang lebih setahun setelah Muhammad hijrah
dari Mekkah ke Medina pada 622 M, ia menyerang karavan-karavan Mekkah
enam kali, dan mengutus ekspedisi penghukuman tiga hari jauhnya terhadap
satu suku Arab yang mencuri beberapa unta (atau ternak) Medina yang
sedang merumput, sehingga kesemuanya ada 7 kali penyerangan.
W. Montgomery Watt, seorang Barat ahli
islamologi yang sangat ternama yang menulis mengenai Muhammad dan yang
kedua volume sejarah awal Islam tulisannya (Muhammad at Mecca (1953) dan
Muhammad at Medina (1956)) telah luas diterima, mengatakan pada kita
mengapa penting memperhatikan masalah geografi:
Pokok penting yang harus diperhatikan adalah
orang Muslim bersikap ofensif. Dengan satu pengecualian ke-7 ekspedisi
ditujukan kepada karavan-karavan Mekkah. Situasi geografis sendiri
mendukung hal ini. Karavan-karavan dari Mekkah ke Syria harus melewati
Medina dan tanjung. Sekalipun mereka berada sedekat mungkin dengan Laut
Merah, mereka harus berjalan kira-kira 80 mil dari Medina, dan sementara
berada dalam jarak ini dari markas musuh, ini sama dengan dua kali
jauhnya dari markas mereka sendiri. (Muhammad at Medina, penekanan
ditambahkan, h. 2)
Harus sangat
ditekankan bahwa orang-orang Mekkah tidak pernah mengirim pasukan ke
Medina pada waktu itu – mereka melakukannya kemudian ketika mereka telah
muak dengan agresi-agresi Muhammad. Memang benar bahwa orang-orang
Mekkah mengumpulkan pasukan untuk melindungi karavan-karavan mereka,
namun ketika Muhammad menghadapi mereka, mereka berada berhari-hari
perjalanan jauhnya dari Medina, seringkali lebih dari 80 mil (Medina dan
Mekkah berjarak sekitar 200-250 mil, diperlukan 7-11 hari perjalanan
dengan berjalan kaki, kuda atau unta).
Oleh karena dua apologis dan sarjana Muslim
telah menyesatkan orang ketika mereka mengemukakan bahwa karavan-karavan
yang “melewati” Medina, menambahkan bahwa orang-orang Muslim gelagapan
mencari rampasan apa saja yang dapat mereka peroleh, sementara
orang-orang Mekkah melakukan persiapan perang (Isma’il R. al-Faruqi dan
Lois Lamya’al Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, New York: Macmillan,
1986, 134). Sebenarnya, lebih akurat bila mengatakan bahwa orang-orang
Muslim menyerang orang-orang Mekkah dengan sangat agresif.
Untuk melengkapi gambaran mengenai ekspedisi,
penyerangan dan peperangan dalam masa hidup Muhammad sejak 622 hingga
632 M, Watt menjumlahkan total pengiriman pasukan Muhammad sebanyak 74
kali (Muhammad at Medina, h. 2; 339-43). Semuanya itu bervariasi mulai
dari negosiasi-negosiasi (hanya sedikit dibandingkan dengan
ekspedisi-ekspedisi kejam), hingga kelompok-kelompok kecil untuk
melakukan pembunuhan, hingga penaklukkan Mekkah dengan 10.000 orang
jihadis, dan konfrontasi dengan orang-orang Kristen Byzantium (yang
tidak pernah muncul), dengan 30.000 pejuang suci ke Tabuk (lihat di
bawah).
Untuk mendapatkan catatan yang lebih lengkap
mengenai 6 serangan awal yang agresif terhadap karavan-karavan Mekkah,
lihat: artikel ini (this article),
yang menjelaskan dengan lebih menyeluruh mengapa serangan-serangan ini
tidak bersifat defensif.
Dengan demikian, kekerasan agresi militer
bertahta di hati Islam – dalam hidup Muhammad dan dalam Qur’an. Oleh
karena itu Islam bukanlah agama damai.
3. Muhammad dalam Qur’annya menjanjikan
taman-taman sensual bagi para martir yang gugur dalam perang suci
militer.
Dalam keseluruhan Qur’an, Muhammad menjanjikan
para pria dalam komunitas Muslimnya bahwa jika mereka mati karena
berperang bagi Allah dan baginya, Allah akan memberi upah bagi mereka
Taman yang “kaya/penuh dengan perawan” (Sura 44:51-56; 52:17-29;
55:46-78).
Dalam ayat-ayat Qur’an berikut ini, yang juga
mewakili ayat-ayat lainnya (Sura 4:74, 9:111; 3:140-143), kata Arab
“jihad” (akarnya adalah j-h-d) adalah sarana atau mata uang yang
digunakan untuk menukar hidup di dunia ini dengan hidup yang akan datang
dalam sebuah perundingan dagang/ekonomi.
61:10 Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu
Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari
azab yang pedih? 11 (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
berjihad [j-h-d] di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, 12 niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang
baik di dalam surga Adn. Itulah keuntungan yang besar. (Haleem)
Ayat-ayat ini terdapat dalam konteks sejarah
Perang Uhud (625), dimana Muhammad kehilangan 70 orang pejuangnya. Oleh
karena itu ia harus membuat kekalahan itu nampak sebagai pengorbanan
yang pantas, maka ia merekayasa kematian mereka dalam suatu perundingan
dagang (perhatikan kata yang ditulis tebal). Jika para jihadisnya
berniaga atau menjual hidup mereka di dunia ini, maka mereka mendapatkan
surga islami – ini adalah sebuah kesepakatan yang telah final.
Untuk mendapatkan analisa yang lebih mendalam
mengenai kemartiran islami dan bagaimana kemartiran alkitabiah
menentang hal itu, lihat: artikel ini (this article). “Kemartiran”
Kristus di kayu salib membuka jalan ke surga sehingga orang-orang
Kristen tidak perlu mati dalam perang suci demi mendapatkan surga.
Dengan demikian, ‘kekerasan surgawi’ bertahta
dalam hati Islam – dalam hidup Muhammad dan dalam Qur’an. Oleh karena
itu Islam bukanlah agama damai.
2. Muhammad dengan tidak adil mengeksekusi
sekitar 600 pria Yahudi dan memperbudak para wanita dan anak-anak.
Setelah Perang Parit pada Maret 627 (dinamai
demikian karena parit yang digali orang-orang Muslim di sekeliling
Medina) melawan sebuah koalisi besar orang-orang Mekkah dan
sekutu-sekutu mereka, Muhammad memberlakukan hukuman berat terhadap kaum
pria dari klan Yahudi Qurayzah, lawan-lawan Yahudinya yang ketiga dan
yang terakhir (ia mengusir suku Qaynuqa pada April 624 dan suku Nadir
pada Agustus 625). Suku Qurayzah semestinya tetap netral dalam Perang
tersebut, namun mereka nampaknya telah melakukan intrik dengan
orang-orang Mekkah dan hampir menyerang Muhammad dari samping. Mereka
dipandang bersalah oleh salah satu dari sekutu Muslim Medina, walaupun
Muhammad mestinya dapat menunjukkan belas kasihan, membuang mereka
(seperti yang mereka minta darinya), atau mengeksekusi sedikit orang
saja.
Hukumannya: Mati dengan cara pemenggalan
kepala terhadap sekitar 600 orang pria (beberapa sumber islami
mengatakan 900), dan memperbudak para wanita dan anak-anak (ia mengambil
seorang wanita Yahudi yang sangat cantik sebagai rampasan perang untuk
dirinya). Muhammad cukup bijak dengan memerintahkan 6 klan mengeksekusi
masing-masing dua orang Yahudi agar menghentikan aksi balas dendam.
Pelaksanaan eksekusi selanjutnya kemungkinan besar dilakukan oleh
sesamanya para imigran dari Mekkah dan itu berlangsung sepanjang
malam.
Nabi berkata dalam Sura 33:25-26 berikut ini
mengenai Perang Parit dan perlakuannya terhadap orang Qurayzah:
33:25 Dan Allah menghalau
orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi)
mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa. 26 Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah)
yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng
mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian
mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan. 27 Dan Dia
mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka,
dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha
Kuasa terhadap segala sesuatu. (Haleem)
Kini kekejaman ini telah ditahbiskan dalam firman
Allah yang kekal – dan Qur’an nampaknya merayakan hal itu. Namun
pertanyaan-pertanyaan berikut ini harus dijawab: Apakah pertikaian
dengan musuh setara nilainya dengan membantai 600 pria dan memperbudak
para wanita dan anak-anak? Siapa yang berhak menentukan hal itu? Apakah
para kepala suku Arab dengan pasukannya yang perkasa? Inilah yang
dikatakan Muhammad kira-kira pada tahun 622 pada masa hijrahnya:
16:126 Dan jika kamu memberikan
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (Haleem)
Orang yang waras dan berpikiran terbuka akan
menilai Muhammad tidak memberi tanggapan atau keputusan yang tepat untuk
mencapai kesepakatan. Bani Qurayzah tidak pernah menyerang orang-orang
Muslim, dan seandainya pun ada sedikit orang yang melakukannya,
penghukuman yang dijatuhkan tidak sesuai dengan kejahatan yang
dilakukan. Oleh karena itu, Muhammad telah bersikap berlebihan dan tidak
pada tempatnya karena ia menggunakan hukuman yang tidak dapat
dibatalkan untuk mengekspresikan murka manusiawinya.
Untuk mendapatkan kisah selengkapnya mengenai
kekejaman ini, lihat: Artikel ini (this article). Artikel
ini (this one) mengupas hubungan
Muhammad dengan orang Yahudi, menjawab tanggapan-tanggapan standar
orang-orang Muslim terhadap kekejaman nabi mereka yang sama sekali tidak
layak dibela (perhatikan “Politik, Peperangan, dan Penaklukkan” no.5).
Lihat: Seri artikel-artikel (series of articles) untuk
informasi lebih lanjut mengenai kekejaman Muhammad terhadap bani
Qurayza. Indeks online (online index) menyediakan
link-link lainnya.
Dengan demikian, kekejaman anti Semitis
bertahta di hati Islam – dalam hidup Muhammad dan dalam Qur’annya. Oleh
karena itu Islam bukanlah agama damai.
1. Muhammad mengobarkan Perang Sucinya sendiri.
Dalam ayat-ayat berikut, Muhammad menggunakan
kata Arab qital (akarnya adalah q-t-l), yang berarti berperang,
berkelahi, atau membunuh:
9:29 Perangilah [q-t-l] (dengan senjata)
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah
dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
(Fakhry)
Dua klausa yang paling
mencolok dalam ayat yang kejam ini adalah: (1) orang-orang yang
diberikan Al Kitab (para Ahli Kitab, yaitu orang-orang Kristen dalam
ayat ini pada akhir hidup Muhammad) harus diserang jika mereka tidak
mengakui agama yang sejati yaitu: Islam. Ini membuka lebar pintu bagi
para teroris pada masa kini untuk menyerang dan memerangi orang Kristen
karena mereka tidak mengakui/memeluk Islam; (2) orang-orang Kristen
harus membayar pajak untuk “hak istimewa” hidup di bawah “perlindungan”
Islam – dengan sikap tunduk atau dalam penghinaan.
Konteks historis Sura 9:29 menceritakan
Muhammad mempersiapkan suatu ekspedisi militer terhadap kekaisaran
Byzantium pada 630 M, dua tahun sebelum kematiannya oleh karena demam
pada 632 M. Sesungguhnya beberapa sarjana menganggap Sura 9 sebagai Sura
terakhir yang diwahyukan dari atas. Oleh karena itu, Sura ini menjadi
dasar banyak kebijakan Muslim dewasa ini, dan seringkali
diinterpretasikan sebagai ayat yang telah menghapus atau membatalkan
ayat-ayat terdahulu, bahkan ayat-ayat yang bernada damai.
Muhammad mendengar kabar burung bahwa
orang-orang Byzantium telah mengumpulkan pasukan sekitar 700 mil di
utara Tabuk (Arab bagian utara pada masa kini) untuk menyerang Islam,
sehingga ia memimpin pasukan yang terdiri dari 30.000 pejuang suci untuk
mengadakan serangan balik. Namun demikian, orang-orang Byzantium tidak
melakukan apa-apa, maka keyakinan Muhammad terhadap kabar burung yang
tidak benar itu ternyata salah dan ekspedisinya tidak menghasilkan buah,
kecuali ia berhasil mendapatkan kesepakatan suku-suku Arab Kristen di
utara bahwa mereka tidak akan menyerangnya dan komunitasnya. Pasukan
tentara yang terdiri dari 30.000 prajurit dari selatan nampaknya telah
sangat mengesankan suku-suku utara, sehingga mereka kelihatannya bukan
merupakan ancaman besar terhadap Islam. Mereka adalah orang-orang yang
membayar pajak “perlindungan” yang disebutkan dalam Sura 9:29 (demikian
pula suku-suku dan kota-kota lain setelah kematian Muhammad). Oleh
karena itu, pajak yang dipaksakan Muhammad bersifat agresif dan dengan
demikian bersifat tidak adil, dan juga tidak bersifat defensif.
Ekspedisi militer Muhammad merupakan suatu
bentuk perang suci Islam jauh sebelum Eropa megobarkan perang salib.
Lagipula, pada tahun 638, hanya enam tahun setelah kematian Muhammad,
pasukan Muslim menaklukkan Yerusalem. Pada jaman sekarang, semestinya
orang Muslim tidak boleh mengeluhkan Perang Salib yang dikobarkan orang
Eropa, kecuali mereka terlebih dahulu menghentikan Perang Suci mereka
sendiri.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai perang
suci Muslim setelah kematian Muhammad serta kekejaman dan motivasi
mereka, silahkan memperhatikan artikel-artikel ini: (one, two).
Dengan demikian, perang suci yang penuh
kekerasan bertahta di hati Islam – dalam hidup Muhammad dan dalam
Qur’annya – bahkan lebih dalam lagi, hingga mencapai dunia Barat pada
masa kini. Oleh karena itu Islam bukanlah agama damai.
Apa makna ke-10 alasan tersebut bagi kita pada
masa kini?
Kesepuluh aspek kekerasan ini yang telah kita
kupas dari dalam hati Islam mula-mula memiliki 8 implikasi bagi kita
pada masa kini. Tiga implikasi yang pertama bersifat teologis; sisanya
bersifat praktis:
Implikasi-implikasi teologisnya adalah sebagai
berikut:
Pertama, seperti yang dikemukakan dalam
tiap alasan dalam artikel ini, serta dijelaskan juga secara menyeluruh
dalam tiap link, Kristus sama sekali tidak pernah terlibat dalam
kekerasan semacam itu. Sebagai contoh, Ia tidak pernah membunuh para
lawan-Nya, mencambuk para pezinah, memotong tangan dan kaki para
pencuri, atau mengobarkan perang suci-Nya sendiri (apa yang dilakukan
oleh orang-orang Eropa pada abad pertengahan sama sekali tidak mempunyai
dasar dalam kekristenan). Kristus mengekspresikan kasih Tuhan. Oleh
karena itu, orang-orang Kristen dan semua orang yang berpikiran lurus
berhak untuk mengajukan pertanyaan apakah Tuhan yang sejati akan
mewahyukan Qur’an jika kitab itu mengandung ayat-ayat keji yang dengan
nyamannya mendukung kekerasan Muhammad, sedangkan Perjanjian Baru tidak
mengajarkan kekerasan seperti itu sama sekali.
Kedua, orang Muslim percaya bahwa
Perjanjian Baru telah dipalsukan, sedangkan Qur’an tidak mempunyai
kesalahan. Seandainyapun kita beranggapan bahwa klaim-klaim ini benar
hanya demi sebuah argumen (namun sesungguhnya tidak benar sama sekali),
maka mengapa para pencari kebenaran yang waras lebih menyukai Qur’an
yang lebih mengandung kekerasan “murni” daripada Perjanjian Baru yang
penuh damai dan yang telah “dipalsukan”?
Sebelum Muhammad diijinkan untuk melontarkan
tuduhan-tuduhan yang tidak substansial mengenai pemalsuan Perjanjian
Baru, ia dan Qur’annya harus memberikan suatu ujian yang membumi
berkenaan dengan praktek-praktek kekerasan yang dilakukannya. Namun jika
ia gagal total dalam tes tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalam
artikal ini, sedangkan Kristus dan Perjanjian Baru lulus tes dengan
nilai yang memuaskan. Oleh karena itu, jika Muhammad sangat keliru
mengenai hal-hal yang ada dalam hidup sehari-hari seperti mencambuk para
pezinah dan memotong tangan para pencuri dan memukuli istri-istri, maka
pastilah ia juga keliru mengenai tuduhan-tuduhan tidak mendasar
mengenai pemalsuan Perjanjian Baru – dan sesungguhnya ia memang keliru.
Silahkan memperhatikan artikel-artikel yang
terdapat dalam halaman-halaman ini untuk mendapatkan informasi lebih
lanjut: [1], [2].
Ketiga, oleh karena Muhammad yang
mengklaim tuntunan ilahi ini sangat keliru mengenai hal-hal yang
bersifat praktis, mengapa kita harus mempercayainya soal hal-hal yang
bersifat teoritis seperti keilahian Kristus dan Trinitas yang
disangkalinya? Jelasnya, ia sama sekali tidak mendapat tuntunan ilahi
dalam hal-hal praktis karena Tuhan yang sejati tidak akan merendahkan
agama dengan memberlakukan kekerasan yang keji seperti itu enam ratus
tahun setelah kedatangan Kristus – jarak historis ini sangat penting.
Kristus dan Perjanjian Baru bahkan sama sekali tidak mempunyai satu
contoh pun mengenai kekerasan seperti itu. Sekali lagi, jika Muhammad
pertama-tama gagal dalam ujian yang biasa-biasa saja, maka pasti ia pun
akan gagal dalam pengujian teologis atau teoritis – kita tidak
mempunyai alasan untuk mempercayainya dalam hal doktrin-doktrin yang
tinggi seperti itu, terutama karena ia bukanlah seorang teolog dan
wahyu-wahyunya kini diragukan secara empiris.
Implikasi-implikasi praktis dari ke-10 alasan diatas
adalah sebagai berikut:
Keempat, orang Kristen awam yang tidak
sungguh-sungguh dalam imannya, dan yang digoda untuk memeluk Islam,
harus berhenti dan berpikir sekali lagi. Kristus Putra Tuhan
mendemonstrasikan kasih Tuhan (Matius 3:16-17), bukan murka seorang
utusan manusia biasa (Sura 3:144). Untuk apa menukar agama Tuhan yang
penuh damai dan kasih dengan agama Allah yang penuh kekerasan dan yang
asalnya dari manusia biasa?
Kelima, orang-orang Muslim yang fanatik
pada masa kini, semata-mata hanya melaksanakan misi nabi mereka. Mengapa
kita harus terkejut jika mereka ingin menaklukkan Barat, dalam rangka
memaksakan kehendak Allah pada masyarakat non islami? Mereka masih
melaksanakan Perang Suci Muhammad dan berusaha untuk menghentikan
realita yang terdapat dalam logika sederhana berikut ini:
(1) Jika A, maka B. Jika Allah memaksakan
Islam, maka Islam harus berkembang dengan tidak berkesudahan.
(2) Tidak B. Tapi tidak berkembang dengan tidak
berkesudahan (lihat analisa ini (this analysis)).
(3) Oleh karena itu, tidak A. Dengan demikian, Allah
tidak memaksakan Islam.
Logika ini bercokol di hati kaum fanatik,
terutama premis yang kedua, sekalipun mereka tidak menyadarinya dalam
bentuk logis ini. Apakah yang menghentikan ekspansi Islam yang tidak
berkesudahan? Jawabannya adalah: Amerika Serikat dan Negara Yahudi
Israel yang ada di jantung Timur Tengah. Golongan yang fanatik masih
harus menyingkirkan orang-orang Yahudi, karena dalam tiga kali perang,
orang Arab mengalami kekalahan. Negara Yahudi yang non islami dan
teramat sangat kecil ini yang berada di dekat mereka menampar muka
mereka setiap hari. Bagaimana Allah bisa membiarkan hal ini terjadi?
Dengan demikian, premis kedua adalah alasan yang paling utama mengapa
mereka meluncurkan serangan-serangan terhadap Amerika dan Barat, juga
Israel selama dua dekade terakhir ini dan mengapa Osama bin Laden
melakukan penyerangan 9/11. Untuk informasi lebih lanjut mengenai 3 ayat
Qur’an yang memprediksi dominasi Islam di seluruh dunia dan yang
memberikan motivasi bagi golongan fanatik, silahkan lihat: artikel ini (this article). Dan untuk
informasi lebih lanjut mengenai motivasi bin Laden secara khusus, lihat:
di sini (here).
Keenam, seperti yang telah dikemukakan
dalam introduksi artikel ini, para apologis Muslim yang mempunyai akses
kepada media nasional dan yang terus-menerus mengemukakan bahwa Islam
adalah agama damai harus berhenti menyesatkan orang-orang non-Muslim
yang polos. Pada kenyataannya, Islam bukanlah agama damai. Memang Islam
mempunyai saat-saat damai, namun tidak terlalu lama. Muhammad mengutus
74 ekspedisi, penyerangan, dan peperangan hanya dalam kurun waktu 10
tahun (622-632), banyak diantaranya sangat kejam.
Ketujuh, peradaban Barat tidak boleh
sekalipun percaya pada kebohongan bahwa hidup Muhammad, Qur’an, dan
syariah (hukum yang dibuat berdasarkan Hadith dan Qur’an) mendatangkan
kebaikan bagi masyarakat. Sesungguhnya, Islam merepresentasikan banyak
langkah mundur yang besar, secara kultural dan sosial. Salah satu dari
peristiwa-peristiwa yang paling tragis di dunia Barat dalam tahun-tahun
terakhir ini – termasuk peristiwa yang tidak banyak dilaporkan – adalah
eksistensi pengadilan Islam di Canada (Islamic court in Canada). Demikian
pula orang-orang Muslim memaksakan berdirinya pengadilan syariah untuk
perceraian di Australia (lihat: in Australia).
Pemerintah Kanada harus segera menutupnya, dan Australia sama sekali
tidak boleh mengijinkannya. Dan pengadilan seperti itu sama sekali tidak
boleh diijinkan untuk eksis di Amerika atau di negara Barat manapun.
Syariah sama sekali tidak mendatangkan kebaikan bagi masyarakat.
Akhirnya yang kedelapan, Islam sama
sekali tidak boleh diajarkan di sekolah-sekolah negeri, dari Taman
kanak-kanak hingga kelas 11 (K through 11).
Mungkin boleh di kelas 12 (kelas 3 SMU), namun dengan satu syarat.
Jika penyelenggara sekolah berkeras mengajarkannya, kekerasan Islam
harus dimasukkan ke dalam rancangan pelajaran karena hal itu adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari Islam mula-mula dan hidup Muhammad.
Sudah tentu, para apologis Muslim akan
mengatakan bahwa kekristenan penuh dengan kekerasan, dan menyebutkan
Kaisar Roma Konstantin dan para pejuang Perang Salib abad pertengahan.
Namun demikian, sekali lagi saya ulangi, mereka tidak mempunyai dukungan
dari kekristenan itu sendiri – yang didukung oleh kekristenan hanyalah
Kristus dan Perjanjian Baru. Kristus dan para penulis Perjanjian Baru
tidak pernah mempraktekkan atau menganjurkan kekerasan seperti itu.
Di sisi lain, Muhammad dan Qur’annya didukung
oleh Islam, dan kekerasan memenuhi hidupnya dan halaman-halaman dalam
Qur’an.
Dengan demikian, berdasarkan ke-10 alasan yang jelas
dan dapat diverifikasi, Islam bukanlah agama damai.
[Perhatikan: artikel ini mempunyai pendamping,
yaitu: Does Islam improve on Christianity? — Muhammad
fails Jesus’ simple fruit inspection]
Bacaan lanjutan:
Mohammed without Camouflage,
ditulis oleh seorang Kristen yang berasal dari generasi terdahulu dan
yang sangat mengenal Islam dan menguasai bahasa Arab dengan sangat baik,
dan yang mempunyai daftar kejahatan-kejahatan Muhammad. Ini adalah
bacaan wajib bagi orang-orang Kristen dan orang-orang Muslim yang
berpikiran terbuka.
Where is the Gandhi of
Islam? Jika Islam adalah agama damai, mengapa Islam
tidak menghasilkan jawara-jawara perdamaian yang mendapat banyak
dukungan dalam komunitas? Yang kita lihat hanyalah sejumlah kecil orang
Muslim yang membuat pernyataan setengah hati setelah ada serangan teror,
tapi tidak seorang pun yang mengadakan kegerakan besar dalam komunitas
Muslim untuk menyingkirkan dan mengakhiri terorisme, dan dengan
konsisten memperjuangkan tujuan ini. Setiap orang Muslim di Inggris
harus bekerjasama dengan pemerintah untuk mencari dan menemukan
pihak-pihak yang bersalah. Semua orang di setiap mesjid di Inggris dan
di Barat dan dimanapun juga harus melaporkan pertemuan-pertemuan
kelompok radikal yang dilakukan dalam tempat-tempat ibadah mereka dan
yang merencanakan tindak kekerasan. Mengapa mereka tidak melakukannya?
Judul dalam Bahasa Inggris: Top Ten Reasons Why
Islam Is Not The Religion of Peace