Jakarta (voa-islam) – Buku berjudul Koreksi Kesalahan Terjemah Harfiyah Al-Qur’an Kemenag RI” yang ditulis oleh Amir Majelis Mujahidin, Ustadz Muhammad Thalib, memuat sebagian kecil dari 3.229 jumlah kesalahan terjemah yang terdapat dalam Tarjamah Harfiyah Al-Quran versi Depag. Sementara kesalahan pada edisi revisi tahun
2010 bertambah menjadi 3.400 ayat.
Seperti diketahui, penelaahan selama
bertahun-tahun terhadap Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitan
Departemen Agama RI sejak 1965, kemudin mengalami revisi secara bertahap
mulai 1989, 1998, 2002, hingga 2010, telah menyentak kesadaran iman
kita, betapa selama ini ajaran kitab suci Al-Qur’an ternodai akibat
adanya salah terjemah yang jumlahnya sangat banyak.
“Maka, kami tidak hanya sebatas koreksi,
tapi juga menerbitkan Tarjamah Tafsiriyah Al-Qur’an lengkap 30 juz,
sebagai tanggungjawab meluruskan terjemah harfiyah yang salah dari
Al-Qur’an dan Terjemahnya versi Kemenag RI. Adapun Buku Koreksi Kesalahan Terjemah Harfiyah Al-Qur’an Kemenag RI ini
hanya memuat 170 ayat saja. Karena sangat prinsip yang harus segera
diketahui kaum muslim. Sebab tidak mungkin membukukan kesalahan terjemah
3.229 ayat sekaligus dalam waktu dekat ini,” kata Ustadz Thalib.
Dijelaskan Amir Majelis Mujahidin, ayat
salah terjemah itu berkaitan dengan masalah akidah, syariah, dan
mu’amalah. Khususnya menyangkut problem terorisme, liberalism, dekadensi
moral, aliran sesat dan hubungan antar umat beragama.
Dalam Simposium Nasional bertema:
“Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme” di Jakarta, Rabu 28 Juli
2010, Dirjen Bimas Islam Kemenag dan sekarang menjadi Wamenag, Prof.
Dr. Nasaruddin Umar dengan gamblang menyatakan: sejumlah ayat berpotensi
untuk mengajak orang beraliran Islam keras, karena itu dalam terjemahan
Al-Qur’an versi baru pemerintah menyusun kata yang lebih moderat, namun
memiliki makna yang sama.
Selain meluncurkan terjemahan dan tafsir
Al-Qur’an versi baru, Kemenag juga melakukan upaya deradikalisasi lain,
yaitu pembinaan pengurus masjid oleh 95 ribu penyuluh agama hingga ke
pedesaan.
Ayat Salah Terjemah
Diantara ayat Al-Qur’an yang dituding berpotensi radikal adalah: QS. Al-Baqarah (2):191. Terjemah Harfiyah Depag:“dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah)…”
Kalimat ‘bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka’,
seolah oleh ayat ini membenarkan untuk membunuh musuh di luar zona
perang. Hal ini, tentu sangat berbahaya bagi ketentraman dan keselamatan
kehidupan masyarakat. Karena pembunuhan terhadap musuh diluar zona
perang sudah pasti menciptakan anarkisme dan teror, suatu keadaan yang
tidak dibenarkan oleh syariat Islam.
Maka Tarjamah Tafsiriyahnya adalah: “Wahai kaum mukmin, perangilah musuh-musuh kalian di manapun kalian temui mereka di medan peran dan dalam masa perang…”
Ayat Al-Qur’an lain yang dituding berpotensi radikal adalah: QS. Al-Ahzab (33): 61. Adapun Tarjamah Harfiah Depag/Kemenag: “Dalam keadaan terlaknat. Dimana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.”
Dijelaskan, kalimat dibunuh dengan
sehebat-hebatnya dalam tarjamah Depag versi lama, dan dibunuh tanpa
ampun dalam tarjemah Kemenag versi baru, keduanya merupakan tarjamah
harfiah dari kata quttilu taqtiila, artinya bukan dibunuh, tetapi dibunuh sebagian besar. Kemudia kata sehebat-hebatnya, atau ‘tanpa ampun’ sebagai tarjemah kata taqtiilaa tidak benar. Karena kata taqtiilaa hanya berfungsi sebagai penegasan, bukan berfungsi menyatakan sifat atau cara membunuh yang tersebut pada ayat ini.
Dijelaskan, Tarjamah Depag maupun Kemenag
diatas berpotensi membenarkan tindakan kejam terhadap non-muslim.
Padahal Islam secara mutlak melawan tindakan kejam terhadap musuh. Islam
sebaliknya memerintahkan kepada kaum muslim berlaku kasih sayang dan
adil kepada seluruh uma manusia, sebagai wujud dari misi rahmatan
lil-‘alamin.
Tarjamah Tafsiriyah: “Orang-orang
yang menciptakan keresahan di Madinah itu akan dilaknat. Wahai kaum
mukmin, jika mereka tetap menciptakan keresahan di Madinah, tawanlah
mereka dan sebagian besar dari mereka benar-benar boleh dibunuh dimana
pun mereka berada”.
Dengan dua contoh terjemah ini,
membuktikan bahwa tindakan radikal maupun teror yang banyak terjadi
akhir-akhir ini, mendapat dukungan dan pembenaran, bukan dari ayat
Al-Qur’an, melainkan terjemah harfiyah terhadap ayat di atas, dan hal
itu bertentangan dengan jiwa Al-Qur’an yang tidak menghendaki tindakan
anarkis. Dan para pelakunya telah menjadi korbanterjemah yang salah ini.
Ketika Rasulullah Saw dan kaum Muslimin
di Madinah, beliau hidup berdampingan dengan kaum Yahudi, Nasrani,
Musyrik dan kaum yang tidak beragama, sepanjang mereka tidak menganggu
Islam. Apa yang akan terjadi sekiranya Rasulullah memerintahkan
pengamalan ayat tersebut sebagaimana terjemahan Al-Qur’an dan
Terjemahnya itu.
Kontroversi terjemah Al-Qur’an versi
Kemenag RI, terutama disebabkan oleh kesalahan memilh metode terjemah.
Metode terjemah Al-Qur’an yang dikenal selama ini ada dua macam, yaitu
terjemah harfiyah dan terjemah tafsiriyah, dan Depag memilih metode
harfiyah/tekstual. (Desastian)