Muslim
yang melakukan pembunuhan harus membayar denda dan dicambuk…sebab Islam
memandang non-Muslim berada di level keyakinan dan iman yang lebih
rendah. Jika seorang Muslim membunuh seorang non-Muslim … maka
hukumannya tidak boleh merupakan hukuman balas dendam, sebab iman dan
keyakinan yang dimiliki si korban yang non-Muslim itu lebih rendah
daripada iman pria Muslim yang melakukan pembunuhan…
Dengan
semua bahasan tentang Syariah dalam berita terkini – usaha untuk
menolaknya sebagaimana yang terjadi di Oklahoma, serta taktik yang
dipakai oleh para apologet Islam agar hukum ini bisa diterima – kita
akan mendapatkan manfaat jika menyinggung
kembali beberapa aspek dari hukum ini. Salah satunya adalah mengenai qisas, atau hukum pembalasan, dimana orang yang telah melakukan pembunuhan diijinkan untuk membayar uang darah kepada pihak keluarga korban, sebagai kompensasi atas kematian yang tidak disengaja atau bahkan pembunuhan.
kembali beberapa aspek dari hukum ini. Salah satunya adalah mengenai qisas, atau hukum pembalasan, dimana orang yang telah melakukan pembunuhan diijinkan untuk membayar uang darah kepada pihak keluarga korban, sebagai kompensasi atas kematian yang tidak disengaja atau bahkan pembunuhan.
Dalam
kasus seperti ini, kompensasinya akan lebih besar apabila korban adalah
seorang Muslim dibandingkan jika korbannya adalah non-Muslim. Hanya
yurispredensi Islam dari mazhab Hanafi yang mengijinkan kemungkinan
dijatuhinya hukuman mati dalam kasus ketika ada seorang Muslim yang
telah membunuh seorang kafir.
Mazhab
Maliki dan Hanbali menetapkan, nyawa seorang Muslim dua kali lipat
lebih berharga dibandingkan dengan seorang non-Muslim. Mazhab Syafi’i
menetapkan, nyawa seorang Muslim bernilai dua pertiga lebih besar
dibandingkan dengan seorang Yahudi atau Kristen. Para penganut polities
akan dihargai lebih rendah lagi. Kitab hukum Syariah mazhab Syafi’i
yaitu 'Umdat al-Salik, mengatakan:
“Ganti
rugi atas kematian atau luka yang dialami seorang wanita nilainya
separuh dari ganti rugi yang dialami seorang pria. Ganti rugi yang
dibayarkan pada seorang Yahudi atau Kristen besarnya sepertiga dari
ganti rugi yang dibayarkan pada seorang Muslim. Ganti rugi yang
dibayarkan pada seorang Zoroastrian besarnya seperlima belas dari ganti
rugi yang harus dibayarkan kepada seorang Muslim.” (o4.9)
Website the Consulate General of India, Jeddah, mencatat hal ini karena konsul jenderal harus mengurus orang-orang India yang bekerja di Saudi Arabia, dengan penjelasan sbb:
4. Modus Yang Dijalankan:
Semua
kasus Kompensasi Kematian (kecuali kecelakaan industrial) yang terjadi
di Saudi Arabia diatur melalui pengadilan Syariah dan harus disesuaikan
dengan Hukum Syariah.
5. Jumlah Maksimum yang diijinkan:
Jumlah
maksimum kompensasi kematian (Diyya) yang umumnya diijinkan di Saudi
Arabia, dalam kasus kematian di jalan, trafik, kebakaran, pembunuhan,
dsb. adalah sbb:
Kompensasi Kematian untuk seorang pria:
i. Muslim - SR. 100,000/-
ii. Kristen/Yahudi - SR.50,000/-
iii. Agama Lain: seperti Hindu, Budha, Jainis, dsb. such SR 6666.66
Dalam
kasus dimana yang meninggal adalah seorang wanita, kompensasi kematian
yang diijinkan, besarnya separuh dari pria dari agama yang sama. Jadi
jika seorang wanita Muslim yang meninggal, maka kompesasi yang diijinkan
hanya SR 50,000 saja.
100,000 Saudi riyals = $26,665.25
50,000 Saudi riyals = $13,332.62
6,666.66 Saudi riyals = $1,777.69
Sufi Syiah Iran, Syeikh Sultanhussein Tabandeh menjelaskan:
“Jadi
jika seorang Muslim melakukan perzinahan, maka hukumannya adalah 100
kali cambukan, mencukur rambut di kepalanya, dan diusir/dibuang selama 1
tahun. Tetapi jika pria itu bukanlah seorang Muslim dan melakukan
perzinahan dengan seorang perempuan Muslim, maka hukumannya adalah
eksekusi (hukuman mati). Jika seorang Muslim secara sengaja membunuh
seorang Muslim lainnya, maka ia berada di bawah hukum pembalasan dan
berdasarkan hukum Syariah, dia harus dihukum mati.
Tetapi
jika seorang non-Muslim tewas ditangan seorang Muslim, maka Muslim yang
melakukan pembunuhan itu tidak boleh dijatuhi hukuman mati. Muslim yang
melakukan pembunuhan harus membayar denda dan dicambuk…sebab Islam
menganggap non-Muslim berada di level keyakinan dan iman yang lebih
rendah. Jika seorang Muslim membunuh seorang non-Muslim … maka
hukumannya tidak boleh merupakan hukuman balas dendam, sebab iman dan
keyakinan yang dimiliki si korban yang non-Muslim itu lebih rendah
daripada iman pria Muslim yang melakukan pembunuhan…
Sekali
lagi, hukuman terhadap seorang pria non Muslim yang berzinah dengan
seorang wanita Muslim akan diperbesar karena, sebagai tambahan atas
kejahatan terhadap moralitas, kewajiban sosial dan agama, ia juga telah
melakukan penodaan, dimana ia telah melecehkan seorang Muslim dan
perbuatan itu sama saja dengan ia telah menghina orang-orang Muslim pada
umumnya. Jadi ia harus dieksekusi. Islam dan umat Muslim harus berada
di atas orang kafir, dan jangan pernah mengijinkan non-Muslim untuk
menjadi tuan atas mereka.”
-- Sultanhussein Tabandeh, A Muslim Commentary on the Universal Declaration of Human Rights