Berbicara
kepada The Wadiyan, walikota Sayyid Yahia mengatakan, hukum ini
bertujuan untuk menyelamatkan moral dan perilaku masyarakat. “Ketika
anda melihat wanita yang kentut dengan suara nyaring, maka ia akan
terlihat seperti seorang pria. Tetapi jika ia duduk menyamping dan
mengeluarkan kentutnya tanpa bersuara, maka ia akan terlihat seperti
seorang wanita,” kata Sayyid.
8 Maret 2013
Dewan Kota Islami provinsi Aceh, yang menerapkan hukum Syariah, telah melarang kaum wanita untuk buang angin (kentut).
Sayyid
Yahia, sang walikota, mengatakan pada
media bahwa larangan seperti ini
diperlukan, oleh karena kentut tidak sejalan dengan nilai-nilai
kesopanan Islami.
“Perempuan Muslim tidak diijinkan memperdengarkan kentutnya, sebab hal itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam”, katanya.
Sementara
itu, Asosiasi Kaum Wanita Indonesia mengatakan pada media lokal bahwa
mereka akan berusaha untuk membatalkan hukum ini sebab dianggap bersifat
diskriminatif.
Berbicara
kepada The Wadiyan, walikota Sayyid Yahia mengatakan, hukum ini
bertujuan untuk menyelamatkan moral dan perilaku masyarakat. “Ketika
anda melihat wanita yang kentut dengan suara nyaring, maka ia akan
terlihat seperti seorang pria. Tetapi jika ia duduk menyamping dan
mengeluarkan kentutnya tanpa bersuara, maka ia akan terlihat seperti
seorang wanita,” kata Sayyid.
Meskipun
undang-undang yang tengah diajukan ini tidak melarang “kentut yang
pelan”, mengeluarkan gas dengan suara nyaring sesungguhnya bukanlah
sesuatu yang umum dilakukan di Asia Tenggara, khususnya di antara kaum
wanita yang mengkonsumsi kentang dan kacang polong. Tentu saja, kaum
wanita akan merasa lebih sehat jika mereka kentut dengan suara yang
nyaring. Fathima Khan, seorang dokter medis di Rumah Sakit Islam Al
Banni di ibukota Provinsi Aceh, mengkritik keras undang-undang ini
dengan berkata,”Tak ada perlunya mempertanyakan praktik ini, apalagi
jika sampai membuatnya menjadi undang-undang, sebab orang melakukannya
demi kesehatan dan keselamatan mereka sendiri,” katanya.
Walikota
belum memberi informasi pada The Wadiyan detil-detil hukuman yang akan
dijatuhkan bagi mereka yang melanggar undang-undang ini. Sementara
anggota Dewan Kota lainnya, yang tidak bersedia menyebutkan namanya,
mengatakan bahwa di pengadilan Syariah, mereka yang terbukti melanggar
undang-undang ini akan menerima 20 kali cambukan untuk kentut yang
bunyinya lebih kecil, Dan penjara hingga 3 bulan bagi yang bunyi
kentutnya lebih besar.
Pada
catatan lain, pendapat para sarjana Islam lokal mengenai undang-undang
ini, terbagi dua. Aktifis Muslim terkenal seperti Bashar Abdullah
menyuarakan penolakannya, dengan berkata: “Membuang gas tidak diatur
dalam Syariah. Hal itu juga sama sekali tidak disebut dalam Qur’an”,
katanya melalui akun Twitter-nya. Namun demikian, “Tradisi Islam dan
nilai-nilai kesopanan tidak memberi dukungan pada kaum wanita untuk
kentut dengan suara nyaring,” kata Mehmood Hussain, seorang sarjana dan
salah seorang yang mendukung undang-undang ini.
Di
bawah regulasi yang baru, walikota mengatakan hanya kaum wanita yang
berada di ruang publik yang dimonitor. “Menjadi tanggungjawab suami
untuk memastikan bahwa isterinya berpegang pada nilai-nilai Islami di
rumah.” Ia juga menegaskan, tak ada bukti ilmiah dalam Quran yang
mendukung kentut bermanfaat bagi kesehatan.
Dewan kota akan mengevaluasi aturan ini dalam satu minggu ke depan, sebelum menetapkannya menjadi undang-undang.