pakaian sesuai Islam layak diperkosa.
Pernyataan tersebut disampaikan Bupati Aceh Barat Ramli Mansur, seperti dikutip harian The Jakarta Globe (The Jakarta Globe: They are asking to get raped ), menilai perempuan yang tidak berpakaian sesuai syariah seperti minta diperkosa.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek menjelaskan, Provinsi Nagroe Aceh Darussalam (NAD) memiliki aturan tersendiri untuk mengatur pemerintahannya. "Kita harus menghormatinya," tandas pejabat yang akrab disapa Donny itu kemarin (16/9).
Donny menerangkan, aturan spesial bagi NAD ini dilandasi Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Lebih khusus lagi, otonomi khusus di NAD juga diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Nah, lanjut Donny, berdasarkan dua undang-undang itu NAD memberikan wewenang lebih bagi NAD untuk membuat kebijakan tertentu. "Tapi perlu diingat, kebijakan itu hanya berlaku lokal," kata dia.
Terkait mencuatnya pernyataan perempuan yang tidak berbusana sesuai syariah layak diperkosa, Donny tidak mengomentarinya secara khusus. "Yang jelas harus dimaknai positif. Tidak mungkin omongan Bupati Aceh Barat (Ramli Mansur, red) sekeras itu," tandasnya.
Donny menduga, pernyataan tersebut menjadi semacam cambuk bagi warga setempat untuk menjalankan perda atau Qanun. Dia menjelaskan, meski menerapkan otonomi khusus, Qanun merupakan penjabaran peraturan perundang-udangan yang lebih tinggi.
Menurut Donny, ancaman perempuan yang tidak berbusana sesuai syariah layak diperkosa itu bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. "Jadi menurut saya, maksudnya tidak seperti itu," papar Donny.
Dia memaparkan, penerapan Qanun di NAD memang sempat menimbulkan pro dan kontra. Sebelumnya, penerapan hukuman cambuk di NAD sempat menuai kecaman. Namun, jelas Donny, kebijakan itu merupakan buah dari otonomi khusus di NAD yang harus dihormati. Namun, jika aturan serupa dilakukan di luar NAD, baru menjadi kesalahan.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menilai kejahatan berupa pemerkosaan di angkutan kota yang akhir-akhir ini marak terjadi, antara lain, disebabkan penumpang wanita kerap mengenakan pakaian yang minim, seperti rok mini. Untuk itu, Fauzi Bowo mengimbau penumpang angkot tidak mengenakan pakaian yang bisa mendatangkan niat jahat dari kaum lelaki.
"Kaum hawa yang menggunakan sarana transportasi angkutan umum saat berpergian hendaknya tidak menggunakan rok mini. Hal ini agar tidak memancing orang berlaku asusila pada perempuan itu," kata Fauzi Bowo kemarin (16/9).
Foke (sapaan akrab Fauzi), juga menyarankan para kaum hawa yang hendak berpergian tidak memakai perhiasan secara berlebihan. "Pemakaian perhiasan secara berlebihan saat menggunakan angkutan umum juga bisa memancing pelaku untuk melakukan aksi kriminal," ujar Foke.
Lebih lanjut, orang nomor satu di DKI ini, mengatakan kasus pemerkosaan yang menimpa penumpang wanita di angkutan umum sebenarnya tidak hanya terjadi di ibu kota, namun hampir di semua kota besar. Hal ini karena kondisi angkutan umum di kota-kota besar di Indonesia memang masih membutuhkan perbaikan. Khusus untuk Jakarta, ia telah menginstruksikan Dinas Perhubungan (dishub) untuk meningkatkan koordinasi dengan aparat kepolisian.
"Ini menjadi catatan yang akan dibahas Dinas Perhubungan dan aparat berwenang," tuturnya. Dinas perhubungan, kata Foke, tidak bisa lepas dari tanggung jawab ini. Dishub harus bekerja sama dengan kepolisian agar masalah pemerkosaan di dalam angkot tidak terulang.
Pengamat transportasi, Darmaningtyas, melihat masalah ini berujung pada tidak dilaksanakannya UU Nomor 2 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam UU tersebut dituliskan, angkutan umum harus dikelola oleh badan hukum. "Kalau bus besar kepemilikannya jelas, sehingga jika ada persoalan hukum kita gampang menuntutnya. Tapi kalau angkot ini kepemilikannya personal. Sehingga kalau ada kasus seperti pemerkosaan atau pembunuhan itu sulit dilacak," ujarnya. [mam/jpnn]
sumber :klik disini