Sabtu, 20 Juli 2013

buku MENGENAL MUHAMMAD part 15 (halaman 141-150)




mereka tidak sukai, maka mereka cenderung meyakinkan diri bahwa sayuran itu tidak terlalu
memuakkan untuk dimakan. [287] Jika seseorang tahu dia harus berhubungan dengan orang
lain, dia cenderung menjabarkan diri orang tersebut dengan lebih ramah.”[288]
[287] Brehm, J. Disonansi kognitif yang meningkat yang dilakukan penganut kepercayaan. Journal of Abnormal
and Social Psychology, 1959, 58, 379-382.
[288] Darley, J. and Bersceild, E. Increased liking as a result of the anticipation of personal contact. Human
Relations, 1967, 20, 29-40.
Pemimpin aliran sesta seringkali
mengurung anggota2nya agar tidak bisa berhubungan
dengan dunia luar. Jim Jones membangun kotanya sendiri di tengah2 hutan Guyana dan
menamakannya sesuai namanya sendiri: “Jonestown” (kota Jones). Muhammad perti ke
Yahtrib, kota yang aslinya dibangun oleh Muhammad dan setelah meyakinkan penduduknya
orang Arab untuk mengikuti dirinya, maka dia pun mengubah nama kota itu sesuai dengan
julukan yang diberikan Muhammad pada dirinya sendiri: Medinat ul-Nabi (Kota Sang Nabi).
Di Medina, Muhammad mulai membunuhi dan menghina terang2an setiap orang yang
mempertanyakan otoritasnya. Medinat ul Nabi jadi persis sama dengan Jonestown.
Muhammad menjadi penguasa mutlak dan yang melawan dihukum kejam. Jika ada pendatang
masuk Medina dan jadi Muslim, maka dia tidak bisa ke luar dengan mudah.
Salah seorang yang berhasil meninggalkan Muhammad adalah Abdullah ibn Sa'd Abi Sarh.
Ketika Muhammad menaklukkan Mekah, dia memberi pengampunan kepada semua
penduduk Mekah kecuali kepada 10 orang. Orang2 ini adalah mereka yang mengritik dan
mengejek dirinya. Salah satu dari mereka adalah Abi Sarh.
Abi Sarh dulu adalah juru tulis Muhammad dan dia menulis ayat2 Qur’an yang diimlakan
Muhammad di Medina. Dia lebih berpendidikan daripada Muhammad dan seringkali
memperbaiki komposisi ayat2 Muhammad dan menyarankan penulisan yang lebih baik dan
Muhammad pun setuju. Hal ini membuat Abi Sarh sadar bahwa Qur’an tidak diwahyukan dan
Muhammad hanya mengarangnya saja. Dia lalu melarikan diri dan kembali ke Mekah. Di
sana dia menyebarkan hal itu. Ketika Muhammad menaklukkan Mekah, meskipun sudah
menjanjikan pengampunan bagi seluruh orang Mekah jika mereka menyerah dan masuk Islam,
158
dia tetap memerintahkan pemancungan atas Abi Sarh. Nyawa Abi Sarh selamat karena
Othman menengahi. Hal lain adalah karena Muhammad tidak bisa memberi isyarat yang jelas
pada pengikutnya. Ketika Othman memohon Muhammad untuk tidak membunuh Abi Sarh,
yang adalah saudara angkatnya pula, Muhammad diam saja. Pengikut2 Muhammad mengira
sikap diamnya adalah karena dia mengabulkan permintaan Othman. Setelah Othman dan Abi
Sarh pergi, Muhammad mengomel dan berkata dia tidak mau menolak permintaan sahabatnya
Othman, tapi dia berharap pengikutnya dapat melihat raut muka Muhammad yang tidak suka
dan lalu membunuh Abi Sarh. Kisah ini juga menunjukkan kemunafikan sang Nabi Allâh
yang ingin menyenangkan Othman tapi sekaligus ingin membunuh Abi Sarh. Dia tidak mau
langsung mengeluarkan perintah bunuh kepada pengikutnya karena takut Othman
menyalahkannya.
Ibn Ishaq menjelaskan: “Alasan dia memerintahkan Abi Sarh dibunuh adalah karena dulu Abi
Sarh itu Muslim dan biasa menulis ayat2 bagi Muhammad; tapi lalu dia murtad dan kembali
ke Quraish (Mekah)…” Dia seharusnya dibunuh karena murtad, tapi selamat karena Othman
menengahi. [289]
[289] Sirat, p. 550
Suasana di Medinah sangat menegangkan. Islam dan Jihad jadi pusat kehidupan
masyarakatnya. Muhammad memerintahkan mereka pergi ke mesjid, sembahyang lima kali
sehari, dan para prianya ke luar kota untuk menjarah, merampok, menyerang kafilah2,
menghancurkan desa2, membunuh para pria dan memperkosa wanita2.
Hadis yang dilaporkan baik Imam Bukhari maupun Imam Muslim menunjukkan sebanyak apa
ancaman yang dilakukan Muhammad untuk membuat orang2 tunduk pada perintahnya. Dia
dilaporkan berkata:
Aku berpikir untuk mengumumkan saat sholat dan menyuruh seseorang memimpin jemaat
sholat, dan aku akan pergi bersama orang2 sambil membawa obor kepada orang yang tidak
ikut sholat dan lalu membakar rumah2 mereka dengan api. [290]
[290] Muslim Book 004, Number 1370; and Bukhari Volume 1, Book 11, Number 626
Di hadis ini Muhammad mengancam bakar bagi mereka yang tidak mau sholat bersama di
mesjid.
Hidup di Medina jadi sangat berubah. Dulu sebelum Muhammad datang, masyarakat Yathrib
adalah petani, pembuat karya seni, dan pedagang. Pusat perdagangan digerakkan oleh orang2
Yahudi, yang adalah pekerja keras, tahu baca tulis, dan makmur. Orang2 Arab kebanyakan
buta huruf, malas, dan santai. Mereka tidak punya banyak kemahiran dan bekerja bagi kaum
Yahudi. Ketika Muhammad mengusir dan membunuhi orang2 Yahudi, kota itu berubah
drastis. Tidak ada bisnis apapun yang dapat dikerjakan orang2 Arab untuk menafkahi dirinya.
Ekonomi kota runtuh semua. Orang2 hidup bergantung sepenuhnya pada barang jarahan dan
rampokan yang disediakan Muhammad bagi kelangsungan hidup mereka. Bagi mereka, tidak
ada jalan ke luar untuk kembali. Mereka bergantung sepenuhnya pada Muhammad dan
barang2 jarahan darinya. Bahkan orang2 yang tidak percaya padanya seperti Abdullah ibn
Ubbay dan pengikutnya juga ikut pula dalam kegiatan penjarahan yang dilakukan Muhammad.
Ini bukan berarti mereka mau mendukung Islam tapi karena barang jarahan merupakan
satu2nya mata pencaharian bagi penduduk Medina. Jika mereka tidak mau ikut dalam
penjarahan yang dilakukan Muhammad maka mereka akan kelaparan. Sama seperti anggota2
Kenisah Rakyat, para Muslim dihadapkan pada keadaan yang tidak memungkinkan lagi, yang
akhirnya membuat mereka menerima keadaan mereka sendiri. Beberapa yang berani bicara
melawan pemimpinnya akan dibunuh atau dikecam.
159
Masyarakat Arab Medina merupakan masyarakat termiskin. Mereka bodoh, miskin, dan
percaya takhayul. Bagi mereka, hanya memiliki satu unta dan satu mantel saja sudah
membuat mereka merasa kaya. Mereka dulu bekerja sebagai pelayan bagi orang2 Yahudi.
Beberapa hadis menyatakan bahwa orang2 Arab ini mendapatkan harta pertama mereka dari
“barang jarahan dari Allâh” sesuai dengan yang disebut dalam Qur’an, dan barang jarahan itu
didapatkan dari usaha perampokan. Selain itu banyak tersedia pula jarahan berupa budak2
seks wanita. Para wanita yang ditangkapi di usaha2 perampokan menjadi tambahan
rangsangan bagi Muslim untuk ikut menjarah, terutama para mujahirin (yang hijrah dari
Mekah ke Medinah) yang pada umumnya masih bujangan.
Begitu kaum Yahudi dibunuhi dan diusir, para Arab miskin di Medina tidak punya
pilihan lain selain ikut pasukan Muhammad dan berperang baginya, jika masih ingin
bisa makan. Alasan utama Muslim awal untuk berjihad adalah kekayaan dan seks.
Perubahan Perlahan
Hidup orang beriman itu berat karena penuh pertentangan bathin dan harus menjalankan
berbagai aturan ibadah agama tiada arti yang harus dilakukannya tanpa banyak tanya. Dia
pelan2 harus tunduk dalam kehidupan ini. Osherow menulis: “Keterlibatan seorang anggota
dalam Kenisah Rakyat tidak dimulai di Jonestown, tapi jauh lebih awal daripada itu, dekat
dengan rumah mereka pribadi, dan tidak sedramatis di Jonestown. Awalnya, anggota2 itu
mendatangi pertemuan2 secara sukarela dan menyempatkan diri beberapa jam setiap minggu
bekerja di gereja Jim Jones. Meskipun anggota2 lama akan mengajak anggota baru untuk
bergabung, tapi mereka bisa bebas memilih untuk tetap tinggal atau pergi. Jika mau
bergabung, maka anggota itu akan lebih bertekad setia pada Kenisah Rakyat. Sedikit2, Jones
menambah perintahnya pada setiap anggota. Setelah lama jadi anggota, barulah Jones mulai
meningkatkan sikapnya yang menindas dan tuntutan2 dalam pesan2nya. Sedikit demi sedikit,
pilihan lain bagi anggota dikurangi. Langkah demi langkah, orang itu tergerak untuk
melogiskan pengabdiannya dan membenarkan perbuatannya.”
Mereka yang jadi mualaf (Muslim baru) juga melaporkan hal yang sama. Perubahan dalam
diri mereka berlangsung perlahan. Begitu mereka mulai lebih terlibat, tingkat tuntutan pelan2
meningkat. Para wanita diberitahu bahwa menutupi rambut mereka bukanlah kewajiban, tapi
merupakan hal yang suci untuk dilakukan. Lalu anggota baru disuruh menahan diri agar
makan makanan halal, melakukan sholat, puasa, berzakat dan pelan2 mereka ditunjukkan
nilai2 luhur dan iming2 hadiah jihad. Jihad ini harus dilakukan oleh setiap Muslim. Karena
para mualaf biasanya penuh semangat untuk diterima dalam kelompok Muslim, maka mereka
mau saja berbuat apapun yang diperintahkan dan bahkan mencoba lebih beribadah daripada
mereka yang terlahir Muslim. Ini sama dengan kata pepatah “lebih katolik daripada Paus
sekalipun.”
Indoktrinasi ini begitu perlahan sehingga mualaf merasa mereka melakukan hal ini secara
sukarela. Mereka akhirnya akan melakukan hal2 yang dulu mereka rasa sangat konyol.
Seorang ex-Muslimah Amerika menulis padaku bahwa ketika dia pertama kali melihat
sekelompok Muslimah mengenakan burqa hitam sekujur tubuh, dia tertawa dan merasa
kasihan pada mereka. Akhirnya dia memeluk Islam dan mulai mengenakan burqa (neqab)
yang bahkan menutupi wajahnya. Aku mengenal wanita ini di internet karena dia membuat
website yang mempromosikan Islam dan menghinaku. Dia memperingatkan Muslim lain
untuk tidak membaca tulisan2ku. Tentunya dia sendiri tidak melakukan anjurannya sendiri
160
karena dia tidak tahan untuk tidak membaca tulisan2ku. Akhirnya kebenaran menerpanya dan
dia meninggalkan Islam sama sekali. Dia menjelaskan padaku bagaimana dirinya tersedot
dalam Islam sampai2 dia mengajak suaminya yang non-Muslim memeluk Islam dan
mengambil istri baru.
Di dunia nyata, aku bertemu para Muslimah yang dicuci otaknya sedemikian parah sehingga
mereka membela pernyataan Muhammad bahwa wanita itu bodoh dan lebih rendah daripada
pria, sedangkan di saat yang sama, mereka yakin sekali Islam memerdekakan wanita. Iman
jelas merupakan narkotik yang melumpuhkan nalar.
Alasan2 orang jadi mualaf mungkin karena mereka mengira doktri monotheisme itu menarik
atau mungkin pula karena mereka ingin jadi anggota “persaudaraan” yang besar. Apapun
alasannya, para mualaf itu dalam waktu singkat akan menjadi pembenci Yahudi dan lalu
negara mereka sendiri (terutama mereka yang tinggal di negara non-Islam). Tak lama
kemudian mereka akan membenci orangtua mereka yang non-Muslim dan menjauhkan diri
dari kawan2 non-Muslim. Demi memenuhi kewajiban agama, akhirnya mereka menjadi
seorang jihadis dan teroris dan dengan senang hati melakukan pengorbanan akhir yakni mati
syahdir (martir).
Seorang Kanada yang jadi mualaf tapi lalu murtad dan kembali memeluk agama aslinya,
menulis pengalamannya dulu sebagai Muslim:
Islam yang asli sukar dicerna bagi kafir sehingga untuk membuat banyak orang tertarik pada
dakwah Islam, maka Muslim menyesuaikan prinsip2 Islam agar sesuai dengan harapan kafir
yang mendengarnya. Islam moderat yang disesuaikan yang dulu membuatku tertarik dan
masuk Islam harus disesuaikan lagi agar tampak aslinya. Di mesjid lokal aku selalu disalami
dan dipeluk. Hal menyenangkan ini tidak kualami di rumah, terutama dari ibuku yang selalu
tidak puas akan prestasiku dan ayah yang tidak peduli atas kemajuanku. Karena bujukan
saudara2 Muslimku, aku ingin unggul dalam beribadah Islam; mungkin menikah dan
menguasai penuh bahasa Arab dan jadi mujahidin (dalam jihad) dan mati syahid.
Begitu masuk Islam, mualaf jadi begitu mudah dibohongi dan naif, sehingga dengan
menerima saja segala tingkah laku dan propaganda Islam yang tidak masuk akal yang
mempengaruhi masyarakat Muslim. Kami tidak mau bergaul dengan kafir dan menolak
semua yang tidak Islami. Seorang mualaf menyatakan Osama bin Laden lebih baik daripada
“sejuta George Bush” dan “seribu Tony Blairs” hanya karena Osama itu Muslim. Kami
dengan sombong mengaku sebagai “orang2 terbaik dari seluruh umat manusia” (3:110).
Sehingga jika kejadian kekerasan terjadi dan jelas dilakukan oleh Muslim demi nama Allaah,
maka kami semua merasa puas. Kami mendukung pelanggaran kemanusiaan di negara2
Muslim, bahkan jika korbannya adalah Muslim pula. Teori2 konspirasi yang menyebar di
masyarakat Muslim benar2 ngawur. Tidak ada seorang Muslim pun, bahkan yang moderat
sekalipun, yang mau mengakui pelaku2 Muslim 9/11. Seperti yang dikatakan rekan kelasku
dari Afghanistan, “Itu pasti perbuatan orang2 Yahudi!” Jika terjadi peristiwa yang membuat
orang cenderung melakukan kritik sendiri, kami bukannya melakukan kritik diri itu tapi malah
menyalahkan Yahudi, kambing hitam favorit kami. Kami menyatukan diri jadi bagian ummah
Islam dan sama2 mendukung agenda politik Arab Muslim, membiarkan janggut tumbuh,
menyatakan kebencian pada Yahudi, sering mengucapkan kata bid’ah (mengutuk
modernisme), dan melawan negara Islam. Kami dengan bangga mengaku kebenaran jihad,
tapi bersikap bodoh jika seorang kafir bertanya tentang teror yang dilakukan jihadis dan lebih
memilih menjawab, misalnya, “Bagaimana kau tahu itu dilakukan oleh Muslim? Mana
buktinya?” Meskipun kami tidak buta terhadap videotape2 kesaksian teroris Muslim, kami
memilih membutakan diri saja. Tidak semua Muslim jadi teroris, tapi kebanyakan teroris
161
adalah Muslim. Jika orang2 Amerika dan Yahudi mati, para Muslim bersuka cita. Hal ini jelas
kulihat dari diri seroang Muslimah yang baru berusia lima tahun. Para mualaf secara buta
menerima saja segala intrepetasi Islam yang kolot yang diajarkan imigran Muslim. Mereka
mengajarkan Islam sebagai agama yang melarang ijtihaad (diskusi bebas) guna memberangus
orang2 yang berpikir kritis dan agar agama mereka tetap berkuasa. [291]
[291] www.faithfreedom.org/Testimonials/Abdulquddus.htm
Jeanne Mills [292], anggota Kenisah Rakyat yang berhasil melepaskan diri dua tahun sebelum
aliran sesat itu pindah ke Guyana, menulis pengalamannya di bukunya yang berjudul Six
Years with God (Enam Tahun bersama Tuhan) (1979). Dia menulis: “Setiap kali aku
menceritakan pada seseorang tentang masa enam tahunku menjadi anggota Kenisah Rakyat,
aku menghadapi pertanyaan yang tidak bisa kujawab: Jika gereja itu sedemikian jelek,
mengapa dong kau dan keluargamu tetap jadi anggota untuk waktu yang sangat lama?”
Osherow berkata, “Beberapa pengamatan lama dari penyelidikan kejiwaan sosial tentang
proses pembenaran diri dan teori penerimaan hal yang tidak disetujui (cognitive dissonance)
dapat menjelaskan perbuatan yang tampaknya tidak rasional.”
[292] Lihat Aronson, E. The social animal (3rd ed.) San Francisco: W. H. Freeman and Company, 1980. AND
Aronson, E. Teori disonansi kognitif: Perspektif Masa Kini. In L. Berkowitz (ed.), Advances in experimental
social psychology. Vol. 4, New York: Academic Press, 1969.
John Walker Lindh dikenal sebagai “Taliban Amerika.” Dia adalah anak muda yang pergi ke
Afghanistan untuk bergabung dengan Al Qaida dan melawan tentara negaranya sendiri. Dia
tidak jadi teroris hanya dalam waktu semalam saja. Ketertarikan John pada Islam dimulai di
usia 12 tahun. Ibunya membawanya nonton film yang disutradarai Spike Lee yang berjudul
“Malcolm X.” Majalah Time mengutip perkataan ibu Lindh, “Hatinya tergerak melihat
adegan orang2 segala bangsa menyembah pada Tuhan.”
Tidak ada yang peduli untuk memberitahu anak muda ini akan bahaya Islam. Sebaliknya, dia
malah mendapat restu dan ijin dari orangtuanya untuk memeluk Islam, karena kedua
orangtuanya juga tidak tahu apa2 tentang Islam. Majalah Time edisi 29 September, 2002
menulis: “Orangtua John senang melihat anaknya menemukan sesuatu yang menarik hatinya.
Pada jaman itu orangtua2 lain yang mereka kenal bergulat dengan masalah anak2 mereka
yang terlibat obat bius, ngebut, minum. Hal ini membuat mereka mengira ketertarikan anak
mereka terhadap Islam bukanlah masalah apapun. Ibu John yang bernama Marilyn biasa
mengantar anaknya ke mesjid untuk sembahyang Jum’at. Di petang hari, seorang Muslim
akan mengantar John pulang.”
Masyarakat Amerika yang penuh toleransi juga tidak melihat apapun yang salah jika seorang
anak muda Amerika memeluk Islam. Dia berjalan dengan baju Islamnya yang aneh di jalanan,
dan orang2 Amerika lainnya tidak menegurnya. “Ini dianggap sebagai anak muda mencoba
sesuatu yang baru dalam hidupnya, dalam diri rohaninya, dan ini tentunya bukan hal yang
mengerikan atau layak dibenci,” demikian laporan majalah Time.
Bukannya menyelidiki tentang Islam yang sebenarnya, ayah John malahan membiarkan
dirinya ditipu oleh “keramahan budaya Islam oleh para Muslim.” Hal ini sendiri merupakan
tanda2 peringatan sifat kultis Islam. Anggota2 aliran2 sesati biasanya luar biasa “ramah” dan
ramah terhadap mereka yang mendukung agama mereka. Ayah John tidak mampu melihat
bahaya Islam dan malah berusaha “menghargai” agama anaknya. Suatu hari dia memberitahu
anaknya, “Kukira kau tidak benar2 memeluk Islam, tapi menemukannya di dalam dirimu; kau
menemukan dirimu yang Muslim.”
Orang tua John dan seluruh rakyat Amerika yang gampang percaya tidak menyadari bahwa
John yang masih muda ini pelan2 mengalami cuci otak dan indoktrinasi sehingga mulai
membenci negaranya sendiri. Majalah Time mengutip, guru bahasa di Yemen berkata,
162
“Ketika Lindh datang dari Amerika, dia sudah benci Amerika.” Tulis Time: “Surat2 Lindh
dari Yemen sudah menunjukkan sikapnya yang mendua tentang A.S. Di sebuah suratnya pada
ibunya tanggal 23 Sept., 1998, dia menulis bahwa pemboman di kedubes2 A.S. di Afrika
bulan sebelumnya merupakan serangan yang “dilakukan Pemerintah Amerika sendiri dan
bukan oleh Muslim.”
Kaum non-Muslim pelan2 jadi biasa mendengar taktik Islam yang melakukan tindakan
kriminal dan menyalahkan korbannya. Setiap orang sudah mendengar bualan tentang “4000
orang Yahudi tidak masuk kerja di pagi hari 9/11/2001”, yang dikarang oleh para Muslim dan
teori konspirasi yang mereka ciptakan untuk menyalahkan CIA dan Mossad padahal Bin
Laden sendiri dengan sombongnya menyatakan kemenangannya. Jadi John muda yang inosen
itu pelan2 dibimbing untuk percaya bahwa Islam adalah SATU-SATUNYA agama sejati bagi
seluruh umat manusia. Dia mempelajari dan melakukan ibadahnya dengan tulus dan penuh
semangat. Dia mulai membaca dan menghafal Qur’an dan di buku catatannya dia menulis,
“Kita akan melakukan jihad selama kita hidup.”
Dengan menjadi Muslim, John Walker Lindh sudah masuk gelembung sabun dunia
Muhammad yang narsistik. Dia mulai menunjukkan tanda2 pemikiran Islam yang irasional
dan narsistik. Dia jelas tahu siapa yang bertanggung-jawab atas serangan teroris 9/11. Akan
tetapi, di satu pihak dia menyangkal ini adalah hasil karya Muslim dan di pihak lain dia
bersumpah untuk berjihad selama hidupnya.
John juga mengasingkan diri dari masyarakat negaranya. Berdasarkan Qur’an Muslim
memang tidak boleh berteman dengan kafir. (Q.9:23) Mereka diminta untuk memerangi yang
tidak percaya pada Allâh (Q.9:29) dan membunuh mereka. (Q.9:123) Seorang Muslim tidak
boleh menerima agama lain. (Q.3:85)
Tidak heran ketika John menulis pada ibunya setelah pemilu presiden A.S. tahun 2000, dia
menyebut George W. Bush sebagai “presidenmu yang baru” dan menambahkan, “Aku senang
dia bukan presidenku.” Tentu saja bukan! Seorang Muslim tidak boleh menerima pimpinan
kafir. Dia harus menentangnya, memeranginya dan berusaha membunuhnya. (Q.25:52)
John Walker Lindh adalah korban sakitnya masyarakat Barat yang disebut sebagai kebenaran
politis (political correctnes = membenarkan hal yang salah untuk mencari kedudukan yang
aman). Bukankah Ronald Reagan menyebut teroris Islam di Afghanistan sebagai “pnjuang
kemerdekaan”? John lalu jadi pejuang kemerdekaan. Apa salahnya dengan hal itu? Bukankah
Presiden George W. Bush dan Tony Blair berulang kali mengumumkan bahwa “Islam adalah
agama damai”? Mengapa harus memenjarakan pengikut agama damai yang hanya melakukan
apa yang tertulis dalam ajaran agama damainya?
Pihak Barat telah salah – salah karena melakukan dukungan, bersikap tidak peduli dan
menipu diri sendiri.
Sebagai bacaan wajib musim panas tahun pertama mahasiswanya, Prof. Michael Sells dari
University of North Carolina menyusun buku berjudul Approaching the Qur’an (Menelaah
Qur’an) yang isinya hanya ajaran2 “baik” dari Qur’an yakni ayat2 Mekah saja, dan ayat2
Medinah yang penuh kekerasan, kucuran darah yang memerintahkan pembunuhan,
penjarahan, dan pemerkosaan kafir, yang membuat orang waras manapun muak, sengaja tidak
dimasukkan. Ini tidak lebih daripada permainan tipuan belaka. Penipuan yang sama dilakukan
pula dalam buku2 karangan Karen Armstrong dan John Esposito tentang Islam. Anak2 muda
Amerika dibohongi. Citra yang keliru tentang Islam diberikan pada mereka oleh akademis2
Barat, yang hanya Tuhan saja sendiri yang tahu apa tujuannya. Tatkala anak2 muda ini
percaya apa yang dijejalkan dalam mulut mereka, percaya akan pertimbangan mereka, dan
163
lalu memeluk Islam, maka masyarakat mencap mereka sebagai teroris, memenjarakan mereka,
dan menghukum mereka. Bukankah ini munafik? Anak2 muda ini tidak bersalah. Mereka
adalah hasil sikap masyarakat yang salah yang disebut sebagai kebenaran politis.
Berapa banyak koran2, TV2, dan radio2 yang berani mengatakan hitam ya hitam jika itu
tentang Islam? Politikus kita yang mana yang berani berdiri di muka kamera dan menyatakan
kepada seluruh bangsa bahwa Islam bukanlah agama damai? Bagaimana dengan anak2 kita?
Jika seseorang berani mengatakan yang sebenarnya, maka dia seketika dicap sebagai rasis
atau pembenci, dan kepalanya akan melayang. Akan tetapi, pelaku propaganda Islam diberi
kebebasan untuk memutarbalik kebenaran dan menyebarkan kebohongan2 mereka, karena
mereka tahu mereka tidak akan ditantang dengan apapun yang mereka katakan.
CAIR, Council of American-Islamic Relations (Konsul Hubungan Islam Amerika) (atau yang
lebih tepat disebut sebagai “Conning Americans with Islamic Ruse” (Menipu Amerika dengan
Muslihat Islam) membanjiri ribuan perpustakaan2 di seluruh Amerika dengan buku2 Islam,
dengan harapan dapat menemukan John Walkers Lindsh yang lain. Mesjid2 dibangun di
setiap kota dan desa di seluruh Amerika untuk membangkitkan kebencian terhadap Amerika
diantara anak2 Amerika. Keadaannya malah lebih parah lagi di Eropa, Australia, Kanada, dan
negara2 non-Muslim. Menurut “laporan rahasia” yang ditulis oleh Sean Rayment, Security
Correspondent dari harian Sunday Telegraph pada tanggal 25 Februari, 2007, menyatakan
bahwa lebih dari 2.000 Muslim berusaha melakukan aktivitas teroris di negaranya. Tiada
seharipun seseorang tidak dibunuh teroris Muslim di penjuru dunia. Apa sih yang dibutuhkan
agar dunia bangun dan menyadari bahwa Islam bukanlah agama tapi aliran sesat yang
berbahaya? Kapan kita akan mempelajari Qur’an dan sejarah Islam untuk mengerti bahwa
teroris bukanlah “ekstrimis” tapi hanya Muslim yang menjalankan ajaran2 agamanya yang
asli dan nyata dan contoh perbuatan telah dilaksanakan oleh nabi mereka yang tercinta?
Begitu orang memeluk Islam, mereka masuk dunia kebohongan, kebodohan dan
ketakutan, di mana khayalan menjadi kenyataan dan kejahatan dinyatakan sebagai
perintah illahi. Nilai2 moral mereka mulai berantakan dan mereka melakukan hal2 yang
tidak dapat diterima sebelum mereka kena indoktrinasi Islam. Semakin lama mereka berlaku
seperti itu, semakin keras pula diri mereka, sampai2 tidak mungkin lagi kembali ke dunia
nyata. Islam bertindak bagaikan kelumpuhan yang menyebar, yang perlahan-lahan
mengkorupsi nalar dan nurani, sampai membentuknya menjadi buah Islam terbaik bagi
seluruh Muslim yakni jihadis, atau yang lebih dikenal sebagai teroris, yang adalah mereka
yang paling dicintai Allâh dan rasulnya.
Osherwo memberikan penjelasan kejiwaan yang lengkap terhadap kecenderungan ini:
“Menurut teori disonan (pertentangan), ketika seseorang melakukan tindakan atau
mempercayai hal yang tidak disetujuinya yang bertentangan dengan apa yang dipikirkannya,
maka pertentangan ini mengakibatkan ketegangan yang tidak menyenangkan. Orang ini lalu
akan mencoba mengurangi pertentangan, dan biasanya dengan cara mengubah kelakukannya
agar sesuai dengan perbedaan atau kepercayaan tadi. Beberapa kejadian di Kenisah Rakyat
dapat menerangkan terjadinya proses ini. Kejadian2 mengerikan di Jonestown tidak terjadi
hanya karena ancaman2 belaka, dan tidak terjadi tiba2. Hal ini tidak terjadi karena orang2
lepas kontrol atau hilang ingatan, yang mengkibatkan mereka melakukan hal2 yang tidak
waras. Yang terjadi adalah seperti yang dijelaskan dalam teori disonan kognitif, yakni orang2
membenarkan pilihan dan tekad mereka sendiri. Sama seperti air terjun raksasa dimulai dari
beberapa tetes saja, maka perbuatan ekstrim dan musibah besar dalam terjadi melalui sikap
setuju untuk melakukan perbuatan2 sepele yang tampaknya tak berarti. Dalam Kenisah
Rakyat, prosesnya dimulai dengan menjalani pengurungan diri dan hanya bergabung bersama
164
gereja Jones saja. Hal ini ditambah pula dengan kecenderungan membenarkan tekad dan
tindakan dirinya.”
Mualaf (Muslim baru) seringkali menghadapi banyak kesukaran, dan ini mereka anggap
sebagai “ujian dari Tuhan” dan “proses penyucian”. Hal ini dimulai dari berhenti minum
minuman beralkohol dan makan babi. Memperhatikan apa yang dimakannya dan memilih
makanan halal merupakan pembatasan kemerdekaan. Yang pria pelan2 tidak bergabung
dengan para wanita sambil menekan hasrat seksual mereka. Hal ini mengganggu pikiran dan
mereka seringkali terus-menerus merasa bersalah. Pikiran2 seksual tidak dapat dengan mudah
ditekan. Akibatnya, banyak dari mereka yang terobsesi dengan seks. Seluruh tenaga mental
mereka digunakan untuk memerangi “setan” dalam diri mereka. Semakin banyak mereka
merasa bersalah tentang seks, semakin mereka benci terhadap wanita yang mereka salahkan
karena menggodanya.
Lalu mereka wajib melakukan sholat lima waktu dalam bahasa yang tidak mereka kenal. Jika
tidak sholat, mereka merasa bersalah dan harus melakukan sholat2 penggantinya. Wajib
sholat dan tepat melakukannya adalah bentuk lain dari perbudakan mental. Qur’an juga harus
dibaca dan dihafalkan, tapi tidak perlu dimengerti. Yang paling penting adalah pelafalan yang
benar. Muslim tidak diperbolehkan untuk bertanya apalagi mengritiknya. Ini dapat berarti
kematian.
Lalu ada daftar2 panjang yang termasuk haram yang harus dihindari Muslim, seperti anjing,
babi, kencing, dan kafir. Muslim harus waswas dengan hal2 yang kotor ini dan cuci tubuh
setiap kali menyentuh mereka. Bagi mualaf wanita, pelarangan bahkan lebih banyak lagi. Dia
harus mengerudungi dirinya dengan jilbab dan memakai pakaian longgar, bahkan di hari
panas terik sekalipun. Belanja ke pasar sambil berjilbab di siang hari yang panas merupakan
siksaan. Semua kesusahan ini meningkatkan iman Muslim pada Islam lebih banyak lagi.
Mereka mengira dengan lebih banyak menderita maka mereka akan lebih banyak menerima
upah di alam baka. Para wanita harus tunduk pada kaum pria di keluarganya dan selalu taat
dan penuh hormat. Mereka diancam, dihina, dipukul, diperkosa dan bahkan dibunuh, dan
tiada perlindungan yang berarti dari masyarakat Muslim. Islam sangat berharga bagi Muslim,
alasan utama adalah karena melakukan ibadah Islam sangatlah sulit.
Keadaan kejiwaan kecenderungan ini diterangkan oleh Osherow: “Ambilah contoh, calon
anggota datang pertama kali ke Kenisah Rakyat. Jika seorang mengalami awal yang sulit
untuk diterima dalam sebuah kelompok, maka orang ini cenderung mengira kelompok ini
menarik hati, agar membenarkan dirinya dalam menjalani banyak kesusahan dalam kelompok
ini."
Aronson and Mills [293] menunjukkan bahwa murid2 yang mengalami rasa malu besar
sebagai persyaratan diterima dalam suatu kelompok diskusi, maka mereka menilai
percakapan2 dalam diskusi itu jauh lebih menarik dibandingkan penilain murid2 lain yang
tidak mengalami hal yang memalukan. Padahal dalam kenyataannya, percakapan2 tersebut
sangatlah membosankan. Orang yang sukarela menjalani hal2 yang sulit juga cenderung
menganggap hal itu tidak sesulit yang sebenarnya. Zimbardo [294] dan koleganya
menunjukkan hal ini melalui suatu prosedur yang mengharuskan orang2 yang yang
berpartisipasi untuk sukarela disetrum. Mereka yang mengira punya pilihan lain dalam hal ini
melaporkan tidak merasa begitu sakit ketika disetrum. Lebih tepatnya, mereka yang
mengalami disonansi yang lebih besar, yang membenarkan diri sendiri untuk mau sukarela
disetrum, melaporkan bahwa rasa disetrum tidak sesakit yang dilaporkan orang lain yang
tidak mengalami disonansi. Hal ini berpengaruh bahkan di luar perasaan dan perkataan
mereka; mereka jadi lebih giat melakukan hal sulit itu tersebut, reaksi kulit galfanik mereka
165
pada setrum yang terbaca di alat pengukur juga ternyata rendah. Jadi proses menekan
disonansi bagaikan pedang bermata dua: di bawah bimbingan yang benar, orang yang
sukarela menjalani hal sukar menganggap hal itu tidak seberat yang sebenarnya, tapi bisa juga
malah mengakibatkan hal yang sebaliknya: “Kami mulai menyukai pertemuan2 yang
berlangsung lama melelahkan, karena kami diberitahu bahwa pertumbuhan rohani datang dari
pengorbanan diri sendiri.” (Mills, 1979)
[293] Aronson, E., AND Mills, J. The effects of severity of initiation on liking for a group. Journal of Abnormal
and Social Psychology. 1959, 59, 177-18 1.
[294] Zimbardo, P. The cognitive control of motivation. Glenview, Ill.: Scott Foreman, 1969.
Hal ini menjelaskan mengapa Muslim dengan senang hati menjalani berbagai siksaan dan
menganggapnya sebagai anugrah. Semua penderitaan ini dianggap sebagai pengorbanan kecil
untuk mencapai upah yang lebih besar. Semakin menderita, semakin besar pula upanya.
Contoh ekstrim pengabdian ini dapat dilihat di bulan Ashura, ketika Shia Muslim beramairamain
memukuli diri sendiri di bagian dada dan mencambuki punggung mereka dengan
cambuk besi, dan bahkan memotong jidat mereka sampai darah banyak mengucur. Dengan
berlumuran darah sendiri, mereka berbaris ramai2 sehingga mengingatkan gambaran neraka
yang ditulis Dante. Selain sholat lima waktu sebagai kewajiban, sebulan puasa makan minum,
dan ibadah2 berat lainnya, Muslim juga harus menyerahkan seperlima penghasilan mereka
kepada mesjid sebagai Khoms, dan dia juga harus memberi zakat.
Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk melakukan jihad dan merampoki kekayaan
kaum non-Muslim. Hal ini mungkin meragukan bagi beberapa pengikutnya yang masih punya
nurani. Apakah memang kekayaan yang diambil melalui perampasan merupakan kekayaan
yang suci? Tentunya begitu yang mereka pikirkan. Reaksi Muhammad adalah kekayaan hasil
rampasan itu suci jika seperlimanya diberikan padanya. Dia menjejalkan ayat berikut ke
dalam mulut tuhan boneka jejadiannya, memerintahkan dirinya untuk:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [295]
[295] Qur’an, Sura 9, Verse 103
Seperti yang kukatakan sebelumnya, setelah pengusicaran dan pembantaian masal kaum
Yahudi di Medina, kota itu bukan lagi kota industri yang produktif. Sumber kekayaan mereka
hanya dari merampok dan merampasi suku2 Arab lainnya. Kaum Muslim hanya bergantung
pada barang jarahan yang didapatkan dari usaha merampok terus-menerus dan semua itu
diatur oleh Muhammad. Khoms diwajibkan oleh sang Nabi untuk “memurnikan” harta haram
itu dan tentunya untuk mengisi peti harta karun sang Nabi suci dan menyuplai tempat tidurnya
dengan daging2 wanita yang baru. Bahkan sampai hari ini pun, para Muslim yang mencari
nafkah secara jujur wajib untuk bayar khoms dan zakat. Terdapat ayat2 yang terus-menerus
memperingatkan Muslim untuk “menyumbangkan sebagian uang untuk jalan
Allâh”(Q.2:195) dan mengharuskan untuk “perang bagi Iman, dengan segala harta dan
orang2nya.” (Q.8:72)
Muhammad menawarkan surga penuh orgi (pesta seks) dengan segala keindahan2nya bagi
siapapun yang percaya padanya dan melakukan jihad baginya. Yang diperlukan hanyalah
berhenti berpikir dan percaya apapun yang dikatakannya dan ini akan memberikannya
jaminan masuk surga dan kenikmatan seksual abadi. Begitu seseorang masuk Islam atau
aliran kepercayaan sesat manapun, dia pelan2 akan diminta untuk memberikan apapun yang
dimilikinya, dari uangnya sampai waktunya. Tak lama kemudian dia akan begitu terlibat
sampai susah untuk ke luar. Rasa sakit untuk mengakui bahwa dirinya memang ditipu amatlah
pedih sehingga dia lebih memilih tidak menghadapi kenyataan dan terus saja membela
imannya.
166
Osherow menjelaskan: “Begitu terlibat, seorang anggota harus menghabiskan waktu dan
tenaga yang semakin banyak bagi Kenisah Rakyat. Ibadah2 dan pertemuan2 memenuhi segala
waktu akhir minggu (Sabtu dan Minggu) dan beberapa petang setiap minggu. Bekerja untuk
proyek2 Kenisah Rakyat dan menulis berbagai tulisan bagi politikus2 dan media memakan
semua waktu senggang anggota. Sumbangan uang yang tadinya “sukarela” (tapi dicatat)
diubah jadi sumbangan wajib seperempat penghasilan mereka. Akhirnya, seorang anggota
harus melaporkan semua kekayaan, simpanan, cek uang kepada Kenisah Rakyat. Sebelum
masuk ruang pertemuan di setiap ibadah, seorang anggota harus berhenti di sebuah meja dan
menulis surat atau menandatangi dokumen kosong yang harus diserahkan kepada gereja Jones.
Jika tidak mau, tindakan menolak ini dianggap “kurang beriman” pada Jones. Setiap tuntutan
baru mengandung dua akibat: secara prakteknya, tuntutan baru membuat orang semakin
terperosok masuk ke dalam jaringan Kenisah Rakyat dan sukar keluar; sedangkan akibat pada
diri orang itu adalah membenarkan sikapnya sendiri karena menunjukkan iman yang kuat. Hal
ini sama seperti yang ditulis Mills (1979): “Kami harus menghadapi kenyataan menyakitkan.
Uang tabungan simpanan kami habis. Jim menuntut kami menjual asuransi jiwa kami dan
menyerahkan uangnya kepada gereja, jadi kami tidak punya apa2. Semua kekayaan kami
sudah diambil. Impian kami pergi melakukan missi ke luar negeri pupus sudah. Kami kira
kami tidak mau berhubungan lagi dengan orang tua kami ketika menyatakan hendak
meninggalkan negeri ini. Bahkan anak2 yang kami tinggal dan diurus oleh Carol dan Bill juga
terang2an memusuhi kami. Jim berhasil melakukan semua ini dalam waktu singkat saja! Yang
akhirnya kami miliki hanya Jim dan Alasan Utama saja, jadi kami berkeputusan untuk bersiap
memberi semua kekuatan kami untuk kedua hal itu.”
Hal yang sama juga terjadi pada para Muslim awal. Mereka yang ikut hijrah bersama
Muhammad ke Medina menjadi pengungsi yang tidak punya apa2 lagi. Mereka tidak punya
pekerjaan dan rumah. Muhammad telah meminta kaum Ansar (= Penolong, Muslim Medina)
untuk menolong kaum Muslim pendatang dan membagi apapun yang dimiliki dengan mereka.
Ini tentunya bukan hal yang mudah bagi kedua belah pihak. Sebagian besar Muslim
pendatang biasa tinggal di mesjid.
Ada kisah menarik tentang seorang Ansar menawarkan istrinya pada seorang Muslim
pendatang:
Abdur Rahman bin Auf berkata, “Ketika kami datang ke Medina sebagai pendatang, Rasul
Allâh mendirikan persaudaraan antara kami dan Sa’d bin Ar-Rabi'. Sa’d bin Ar-Rabi' berkata
(padaku), “Aku adalah yang terkaya diantara orang2 Ansar, jadi aku akan memberimu
separuh hartaku dan kau boleh melihat kedua istriku dan siapapun yang kau pilih dari
keduanya, maka akan kuceraikan dia, dan setelah dia menyelesaikan waktu yang ditentukan
(sebelum menikah) kau boleh menikahinya.” Beberapa hari kemudian, ‘Abdur Rahman
datang dan terdapat bercak kuning (noda) di tubuhnya. Rasul Allâh bertanya padanya apakah
dia telah menikah. Dia mengiyakannya. Sang Nabi berkata, ‘Siapakah yang kau nikahi?’ Dia
menjawab, ‘Wanita dari kaum Ansar.” [296]
[296] Sahih Bukhari Volume 3, Book 34, Number 264
Para Muslim mengutip kisah ini untuk menunjukkan bagaimana Muhammad memperkuat
persaudaraan diantara para Muslim. Tapi kisah ini juga menunjukkan bahwa para Muslim
begitu fanatik sehingga tidak mengindahkan urusan pribadi dan bahkan mengorbankan
perkawinan mereka. Semua kemerdekaan dan kemandirian mereka sudah hilang lenyap.
Dalam kebanyakan kasus mereka menyerahkan kemerdekaannya secara sukarela. Mereka
yang dapat melihat masalah tidak berani membicarakan hal ini. Kaum pendatang tidak dapat
kembali lagi. Memberontak dianggap sebagai kejahatan terbesar. Kaum Ansar pun tidak
167
berani bicara karena setiap orang bisa jadi mata2 bagi sang Nabi. Mereka dapat dibunuh pada
keesokan harinya dan selalu saja ada pengikut fanatik yang dengan suka hati akan membunuh
Muslim lain. Hal ini sama persis dengan keadaan saat ini di mana kebanyakan Muslim dengan
suka hati akan membunuh siapapun yang mengritik agamanya. Mereka yang melihat masalah
tidak punya pilihan lain selain tunduk dan terus ikut kelompoknya. Dalam suatu hadis kita
baca:
Seorang pria buta punya seorang budak wanita yang sedang mengandung (bayi pria buta itu
sendiri) dan budak ini suka mengolok-olok dan menghina sang Nabi. Ia melarangnya tapi
budaknya tidak mau berhenti. Ia memarahinya, tapi budak itu tetap tidak meninggalkan
tabiatnya. Suatu malam, budak itu mulai mencemooh sang Nabi dan menghinanya. Lalu pria
itu mengambil sebuah pisau, menempelkannya di perut budak itu, lalu menusuknya, dan
membunuhnya. Janinnya ke luar diantara kakinya berlumuran darah. Pagi harinya, sang Nabi
diberitahu tentang hal ini. Dia mengumpulkan orang2nya dan berkata: Aku meminta dengan
sangat demi Allah orang yang melakukan hal ini untuk berdiri mengaku. Pria buta itu lalu
melompat dan dengan gemetar berdiri.
Dia duduk di sebelah sang Nabi dan berkata: Rasul Allah! Akulah majikan budak itu; ia
seringkali menghina dan mengolok-olokmu. Aku melarangnya, tapi dia tidak berhenti, aku
memarahinya, tapi dia tidak meninggalkan tabiatnya. Aku punya dua anak laki bagaikan
mutiara dari budak perempuan ini, dan ia adalah kesayanganku. Kemaren malam, dia mulai
lagi menghina dan mengolok-olok engkau. Lalu kuambil sebuah pisau, menempelkannya di
perutnya, dan menusukkannya sampai aku membunuhnya.
Sang Nabi berkata: Oh jadilah saksi ini, tidak ada pembalasan yang perlu dibayar bagi
darahnya”. [297]
[297] Sunan Abu-Dawud Book 38, Number 4348
Seorang pria membunuh gundik dan anaknya sendiri dan yang hanya perlu dikatakannya
untuk membela diri adalah gundik itu menghina sang Nabi dan lalu Muhammad
membebaskannya.
Dalam suasana penuh teror seperti ini, siapakah yang berani melawan kehendak Muhammad?
Bagaimana jika pria itu bohong untuk menghindari hukuman yang layak? Pesan yang
disampaikan Muhammad sudah jelas: Siapapun yang menghinanya, harus dibunuh dan
pembunuhnya tidak akan dihukum. Dapat dibayangkan berapa banyak pembunuh yang

Cari artikel Blog Ini

copy right