“dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada tercela.”
(Quran sura al Muminuun 23:5,6)
|
Fatwa-fatwa
Negara Islam mengenai hal-hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan berkenaan dengan
perdagangan seks telah diterjemahkan dan
dapat diakses oleh publik. Inilah yang mereka katakan.
Para
teolog Negara Islam telah mengeluarkan aturan-aturan rinci mengenai
siapa yang dapat memperkosa budak-budak seks dan bilamana hal itu dapat
diakukan, dalam sebuah fatwa.
Fatwa
tersebut ditemukan oleh pihak militer Amerika Serikat sebagai bagian
dari dokumen-dokumen sitaan pada awal tahun ini dalam sebuah penyerangan
yang menewaskan pejabat keuangan Negara Islam (ISIS/ISIL) Abu Sayyaf
pada bulan Mei. Kantor Berita Reuters telah mengekspos beberapa dokumen
yang disita dalam penyerangan itu, termasuk fatwa ini.
Fatwa
nomor 6, bertanggal 29 Januari 2015, yang dikeluarkan oleh Komite Riset
dan Fatwa Negara Islam disusun sebagai peringatan kepada “beberapa
saudara” yang “telah melakukan pelanggaran-pelanggaran berkenaan dengan
perlakuan terhadap budak-budak perempuan” yang menurut ISIS “tidak
diperbolehkan oleh Hukum Syariah”.
Untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan, departemen fatwa menyusun aturan-aturan perbudakan seks sebagai berikut:
- Seorang pemilik budak tidak boleh berhubungan seks (memperkosa) budak perempuannya jika budaknya itu sedang hamil atau tengah mentruasi.
- Ia tidak boleh memperkosa seorang ibu dan anak perempuannya jika ia memiliki kedua wanita.
- Ia tidak boleh memperkosa dua orang wanita yang masih punya hubungan darah apabila ia memiliki keduanya – ia hanya boleh memilih salah satu. Namun jika ia menjual salah seorang, maka wanita yang satunya boleh ia perkosa.
- Seorang anak laki-laki tidak boleh memperkosa budak ayahnya, demikian juga seorang ayah tidak boleh memperkosa budak anak laki-lakinya. Seorang suami juga tidak boleh memperkosa budak istrinya. Tetapi jika wanita ini dijual atau diserahkan, maka aturan itu berubah.
- Seorang pemilik budak tidak diijinkan mengaborsi janin dari budak yang ia hamili.
Juga ada aturan untuk memperlakukan budak-budak secara baik:
- Pemilik dari seorang tawanan wanita harus memperlihatkan kemurahan hati terhadapnya, bersikap ramah, tidak merendahkan dan tidak memberikan pekerjaan yang tidak sanggup ia kerjakan.
Pamflet
lainnya yang diterjemahkan oleh sarjana dan ahli Negara Islam Aymenn
Jawad al-Tamimi berisi dasar hukum syariah untuk mengambil tawanan
perang, termasuk budak-budak seks, berisi petunjuk mengenai pejuang
Islam yang mana yang diijinkan untuk menawan dan memperbudak.
“Bagi
orang-orang kafir yang tidak memiliki perjanjian dimmi, gencatan
senjata atau sekuriti diantara mereka dengan orang Muslim, prinsip
mengenai mereka adalah bahwa darah dan properti mereka bebas untuk
dirampas jika mereka menolak untuk masuk Islam atau membayar jizyah, dan
untuk masuk dibawah aturan Syariah” demikian isi pamflet tersebut.
“Dalam kondisi seperti ini, kaum wanita dan keturunan mereka boleh ditawan”
Pamflet
itu juga berisi aturan bahwa memperkosa tawanan wanita tidak diijinkan
hingga wanita itu dikonfirmasi bahwa ia benar-benar seorang tawanan,
oleh karena imam (kalif) dapat memutuskan apakah akan membebaskan atau
menebus mereka. Hanya non-Muslim yang boleh ditetapkan sebagai tawanan,
sementara orang Yahudi dan Kristen harus tunduk kepada kekalifahan
dibawah sebuah perjanjian dhimma.
Beberapa perempuan Yazidi diantara 3500 orang saudari sebangsa mereka yang telah dijadikan budak-budak seks oleh ISIS
Sumber: Clarionproject.org/news