Pages

Sabtu, 30 April 2016

Kisah Amoi Dibalik 1998 "kekejaman Muslim Berotak Selangkangan"

Etnis Tionghoa, terutama kaum perempuannya, adalah target paling lemah dan mudah dituju. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan perempuan Amoi etnis Tionghoa menjadi korban Pelecehan Seksual dan perkoasaan yang terjadi ketika rumah-rumah atau toko-toko mereka dibakar dan dijarah pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 dulu di Jakarta. Begitu biadabnya para pelaku Fankui, seolah mereka sudah tidak memiliki rasa perikemanusian sedikitpun.

Etnis Tionghoa, terutama kaum perempuannya, adalah target paling lemah dan mudah dituju. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan perempuan Amoi etnis Tionghoa menjadi korban pel3ceh@n s3ksu*l dan p3rk0saan yang terjadi ketika rumah-rumah atau toko-toko mereka dibakar dan dijarah pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 dulu di Jakarta. Begitu biadabnya para pelaku Fankui, seolah mereka sudah tidak memiliki rasa perikemanusian sedikitpun.
Para korban Amoi tidak saja dilecehkan atau diperkosa, tapi ada pula yang dicekik dan dibunuh, bahkan dimutilasi dan dibakar. Sebagian korban mengalami gangguan jiwa sangat serius. Mengingat para korban sangat trauma dan ketakutan untuk mengungkapkan peristiwa yang menimpa mereka, maka para relawan bersikap pro aktif, dengan mencari para korban, mengunjungi rumah sakit dan membuka hotline. Sejauh ini, tim sudah mengidentifikasi sekitar 50 kasus.
Setiap harinya sekitar dua puluh lima perempuan Amoi menelepon hotline tersebut. Berikut sejumlah kasus p3lec3han s3ksu*l dan p3rk0saan yang telah diidentifikasi oleh Divisi Perempuan, yaitu kelompok relawan dari berbagai LSM yang peduli terhadap nasib korban, dituturkan oleh koordinatornya Ita Nadia.
Ketika para pegawai pulang naik bis didalam bis, penumpang di pilah-pilah. Para penumpang bis yang kebanyakan perempuan Tionghoa disuruh turun, disuruh membuka baju, dan kemudian disuruh jalan berbaris. Mereka digiring ke padang ilalang dipinggir jalan dan di pilah-pilah lagi. Yang berparas cantik diperkosa. Sedangkan yang berparas tidak begitu cantik disuruh berjalan telanjang. Kasus berikutnya, perempuan-perempuan Tionghoa secara ramai-ramai ditelanjangi dijalan raya, kemudian tubuhnya digerayangi. Kami menemukan putingnya ada yang sobek dan seluruh badan memar. 
Ada lagi kasus lain, seperti insiden pemerkosaan pegawai bank swasta. Sebanyak sepuluh orang memasuki bank dan menutup bank tersebut. Para pegawai perempuan yang Tionghoa disuruh menari-nari dengan telanjang. Kemudian kasus lain, ada tiga anak gadis dari keluarga Tionghoa miskin yang diperkosa. Mereka berumur sepuluh sampai delapan belas tahun, diperkosa oleh tujuh orang disebuah tempat di Jakarta Utara.
Yang berikutnya, adalah sebuah keluarga Tionghoa yang kebetulan kakak perempuan para korban mengaku kepada Ita Nadia bahwa dua adik perempuannya diperkosa di lantai tiga rumah mereka oleh tujuh orang pula. Setelah diperkosa, dua adik perempuan itu didorong ke lantai dua dan satu dimana api telah berkobar, sehingga dua adik tersebut meninggal. Itu beberapa kasus. Pada kasus-kasus lain, mereka biasanya diperkosa kemudian dicekik.
Tetapi ada juga yang ketika diperkosa, korban Amoi kemudian membunuh diri. Para korban ini tidak hanya diperkosa di vagina tetapi juga di dubur, juga diikuti pula dengan pengrusakan vagina. Itu dilakukan secara sistematis karena tidak dilakukan oleh orang biasa. Secara politis, bisa dikatakan bahwa ini adalah perbuatan untuk menunjukkan, “Kalau kamu menuntut reformasi dan demokrasi, ini adalah bagian yang harus kamu bayar. Dan bagian yang harus kamu bayar adalah mengorbankan etnis Tionghoa. Dalam hal ini perempuan dijadikan sebagai target untuk membangun sebuah teror atau ketakutan di masyarakat untuk mengintimidasi masayarakat. Jadi dipilihlah etnis Tionghoa (terutama perempuan) dan komunitas non Muslim, karena merekalah yang paling lemah.”
Tim relawan untuk kemanusian Divisi Perempuan sesungguhnya adalah tim relawan untuk kemanusiaan yang lebih besar, yang dipimpin Romo Sandyawan. “Tim sudah melakukan identifikasi korban-korban kerusuhan yang jumlahnya mencapai 1333 orang, hampir sebagian besar adalah orang Tionghoa. Sekarang, kami sungguh-sungguh sangat marah karena perempuan dijadikan target atau obyek untuk mengintimidasi masyarakat lewat kekerasan s3ksu@l. Ini adalah state vi0lence.” demikian kata  Sandyawan.




SOLI DEO GLORIA 
www.alfa-ome.ga