Selasa, 10 Mei 2016

Mitos: Islam Agama Toleran dan Tanpa Paksaan


Bagaimanakah MUSLIM kafah ketika berurusan dengan kaum kafir?:
  • Riwayat Abdullah bin Muhammad Al Musnadi - Abu Rauh Al Harami bin Umarah - Syu'bah - Waqid bin Muhammad - bapakku (Muhammad bin Zaid bin 'Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab) - Ibnu Umar - Rasulullah SAW:

    "Aku diperintahkan untuk MEMBUNUHI/MEMERANGI ["قَاتِلَ": qātila=perbuatan dengan itikad membunuh] MANUSIA hingga mereka bersaksi; tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haq Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah"

    [Bukhari no.24 dan Muslim no.33. Juga di Nasai no.4917 dari riwayat Muhammad bin Hatim bin Nu'aim - Hibban - Abdullah - Humaid Ath Thawil - Anas bin Malik - Rasulullah SAW dengan tambahan kalimat, "..menghadap ke kiblat kita, MEMAKAN SEMBELIHAN KITA, dan melakukan shalat (seperti) sholat kita maka sungguh telah diharamkan atas kita darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya. Bagi mereka apa yang menjadi hak kaum muslimin dan atas mereka apa yang menjadi kewajiban kaum muslimin. Juga di Ahmad no. 8188 dari riwayat 'Affan - Abdul Wahid bin Ziyad - Sa'id bin Katsir bin 'Ubaid - bapakku - Abu Hurairah - Rasulullah SAW. Juga Ahmad no 12869, 12583 dari riwayat ('Ali Bin Ishaq dan Al-Hasan Bin Yahya) - Abdullah (Ibnu Mubarak) - Humaid Ath Thawil - Anas Bin Malik - Rasulullah SAW]

  • Riwayat Ahmad bin hanbal - Muhammad bin Ja'far - Syu'bah - An Numan - Aus berkata:
    Aku pernah mendatangi Rasulullah SAW yang tengah berkumpul bersama utusan utusan Bani Tsaqif, ketika itu kami berada di suatu bangunan. Lalu orang-orang penghuni bangunan itu berdiri kecuali saya dan Rasulullah SAW. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang memancing kemarahan nabi SAW, lalu nabi berkata; "PERGI ["اذْهَبْ":ạdẖ̊hab̊=pergi] DAN BUNUH DIA ["فَاقْتُلْهُ":fa+q̊tul̊+hu: kemudian+bunuh+dia]".

    Tapi beberapa saat kemudian nabi SAW bersabda: "Namun bukankah dia mengucapkan kalimah syahadah (Tidak ada tuhan selain Allah)?" Aus menjawab, Ya, tapi dia mengucapkannya hanya sebagai alat untuk menghindarkan diri dari pembunuhan? (Rasulullah SAW) bersabda: "Lepaskanlah dia"

    lalu beliau bersabda: Aku diperintahkan untuk MEMBUNUHI/MEMERANGI ["قَاتِلَ": qātila=perbuatan dengan itikad membunuh] manusia hingga mereka mengucapkan, "Tidak ada tuhan selain Allah', jika mereka telah mengucapkannya, maka haram bagiku darah dan harta mereka kecuali karena alasan yang dibenarkan." Saya bertanya kepada Syu'bah, 'Apakah dalam hadis terdapat redaksi kemudian ia berkata; bukankah dia bersaksi bahwa 'tidak ada tuhan selain Allah dan saya adalah Rasul Allah? '. Syu'bah berkata; saya pikir begitu, namun saya tidak tahu.

    [Ahmad no.15573. Juga di Ahmad no.15576 dari riwayat: Ahmad bin hanbal - Abdullah bin Bakr As-Sahmi - Hatim bin Abu Saghirah - An Nu'man bin Salim 'Amr bin Aus - Bapaknya, Aus dan dari riwayat Ahmad bin hanbal - Muhammad bin Abdullah Al Anshari - Abu Yunus, Hatim bin Abu Saghirah - Nu'man bin Salim 'Amr bin Aus- Bapaknya, Aus. Juga di Nasai no.3916. Nasa'i no.3917 dari riwayat Muhammad bin Basysyar - Muhammad - Syu'bah - An Nu'man bin Salim - Aus. Juga di Darimi no.2338]

    DETAIL LAINNYA lihat: "TAK BOM KEMANA-MANA.."
Nasehat tersebut telah diikuti dengan baiknya oleh Abu Hamza Al-Masri (lihat video di menit ke 4.26):

"Jika seorang kafir berjalan di NEGARA MUSLIM, Ia ini seperti seekor SAPI. Siapapun dapat menangkapnya. Itu adalah HUKUM ISLAM. Jika seorang kafir berjalan dan engkau menangkapnya, Ia adalah tawanan. Engkau dapat menjualnya di PASAR, atau membunuhnya. Itu adalah baik"


Kalimat di atas selaras dengan perintah Allah SWT yang turun di baiat Aqaba ke-2 pada beberapa bulan sebelum Hijrah berupa 2 ayat ijin membunuh, yaitu AQ 22.39-40 dan AQ 2.193. [Sirat Nabawiyah, Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Bab 89, hal 422-423], yang pertama turun adalah AQ 22.39-40 bagi "orang-orang yang mengalami hendak dibunuh karena dizalimi" [udhina lilladhīna yuqātalūna bi-annahum ẓulimū] dan dilanjutkan AQ 2.193, "Dan BUNUHLAH mereka [waqātilūhum], sehingga tidak ada fitnah (syirik)[1] lagi Dan ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah."
    Note:
    Akar kata Q-T-L (Qaf-Ta-Lam) kerap diterjemahkan sebagai "perang". Terjemahan ini justru mengaburkan maksud Allah. Akar kata QTL menunjukan suatu perbuatan yang berakibat 'kematian atau terjadinya pembunuhan', misal: qatala: 'dia (pria) membunuh', qattala: 'Ia sering membunuh', qutila: 'dia (pria) dibunuh', qutilū: 'mereka dibunuh', uqtul: 'membunuh', qātil: 'membunuh, 'iqtāl: 'sebab untuk membunuh, qatl: 'pembunuhan' 'qitl': musuh (yang ingin membunuh), qutl/qātil: 'pembunuh', maqtal: 'titik vital ditubuh (luka yang membawa kematian)', istaqtala: 'membahayakan nyawa seseorang' [lihat di: sini, sini, sini, sini dan sini]

    AQ 22.39-40 adalah ayat pertama yang turun tentang JIHAD. Para penafsir biasanya memberikan alasan bahwa peperangan ini diijinkan karena ketika itu umat Islam Mekkah diperlakukan zalim oleh kaum musyrik Quraish. Alasan ini TIDAK BENAR, Ikrimah dan Qatadah mengatakan orang yang zalim ialah orang yang menolak mengucapkan 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Kemudian jika dimaksudkan sebagai dianiaya, ini juga TIDAK BENAR dan TERBALIK karena sedari awal dan secara konstan, kaum Quraish-lah yang JUSTRU mengalami pelecehan, penghinaan keagamaan dari Nabi SAW dan pengikutnya:

      Ketika Rasul secara terbuka menggambarkan Islam sebagai Allah yang memerintahkan dia, kaum Quraish TIDAK BERBALIK MELAWANNYA, sejauh saya dengar, hingga Ia berbicara yang meremehkan dewa-dewa mereka. Ketika dia melakukan itu, mereka tersinggung hebat dan memutuskan bulat untuk memperlakukannya sebagai musuh.("The Life of Muhammad"/Sirat Nabawiyah's Ibn Ishaq, translasi A. Guillaume, no.167, hal.118)

      maka [Orang-orang terkemuka Mekkah] pergi ke Abu Talib [dan berkata] "keponakanmu telah mengutuk tuhan-tuhan kita, menghina agama kita, mengejek cara hidup kita & menuduh nenek moyang kita salah. Entah apakah kamu yang harus menghentikannya atau Kamu harus membiarkan kita mengajar adat padanya" Tapi Abu Thalib tidak akan mengalah. Rasul terus melakukan dengan caranya... konsekuensinya, hubungannya dengan orang-orang Quraisy [Mekah] memburuk & mereka menjauhinya dalam permusuhan.(Ibid no.168, hal.119)

      [Orang-orang Mekkah] berkata bahwa mereka tidak pernah ketemu kekacauan terus menerus seperti yang dilakukan orang ini. Ia nyatakan cara hidup mereka bodoh, menghina nenek moyang mereka, mencerca agama mereka, memecah komunitas dan mengutuki tuhan mereka (Ibid no.183, hal.130-131)

      Riwayat Abu Salamah b. ‘Abd al-Rahman berkata pada ‘Abdullah b. ‘Amr b. al-‘As, "..Mereka berkata, "kita tidak pernah menyaksikan seperti yang kita terima bertubi-tubi dari orang ini. Ia telah mencomooh nilai-nilai tradisi kita, melecehkan nenek moyang kita, mencerca agama kita, menyebabkan perpecahan dikalangan kita semua, dan menghina tuhan-tuhan kita. Kita telah menerima bertubi-tubi banyaknya dari dia"....Nabi tiba-tiba muncul, mereka loncat ke depannya, mengelilinginya dan berkata, "Benarkah engkau mengatakan ini dan itu?" mengulangi apa yang mereka dengar atas ucapannya dan juga tentang tuhan dan agamanya. nabi berkata "Ya, sayalah yang mengatakan itu".. ["The History of al-Tabari", translated and annotated by W. Montgomery Watt and M.V. McDonald, State University of New York Press (SUNY), Albany 1988, Vol. 6. hal 101, Riwayat Ibn Humayd — Salamah — Muhammad b. Ishaq — Yahya b. ‘Urwah b. al-Zubayr — his father ‘Urwah—‘Abdullah b. ‘Amr b. al-‘As]

    Tindakan keji berulang tanpa teguran dari klannya inilah sehingga mengakibatkan diberlakukannya sangsi adat, sosial dan ekonomi kepada bani Hasyim (Muslim maupun Non) yang dituangkan dalam satu maklumat dan ditempelkan di Ka'bah. Isinya berupa larangan berhubungan baik itu menikah dan melakukan jual-beli dengan suku Hasyim. Maklumat itu ditandatangani oleh 40 (empatpuluh) pemimpin suku Quraish. Pada maklumat itu terdapat kata "Bismikallahumma" ("ﺑﺎﺳﻤﻚ اﷲ", Atas Nama Allah) ["Journal of Religious Culture No. 90", (2007), A Different Approach to the Narratives about the Tear of the Boycott Document Placed inside al-Ka’bah, By İsrafil Balcı, hal.2].

    Beberapa kaum muslim dalam menghindari terkena getah meninggalkan Nabinya ke Habasyah/Abyssinia, diantaranya USMAN, sepulangnya dari sana, 3 bulan kemudian, Ia TIDAK IKUT menemani Nabinya dan malah menetap di Mekkah membangun bisnisnya. Demikian pula ABU BAKAR dan UMAR TIDAK IKUT menemani nabinya dan menetap di Mekkah. Bahkan ketika kaum Islam sedang kekurangan pangan akibat sangsi adat, mereka ini juga TIDAK TERCATAT membantu Nabi dan rekan seiman mereka, malah kaum musyrik-lah yang justru membantu para muslim dengan pangan, diantaranya Hakim b. Hizam b. Huwaylid.

    Juga,
    para muslimpun TIDAK PERNAH diusir dari Mekkah karena alasan agama ataupun tuhannya, MALAH kaum Musyrik yang justru berusaha menahan mereka ketika hendak pergi.

    Menariknya Allah-lah yang justru menurunkan AQ 22:40 bahwa PENGUSIRAN YANG DIPERBOLEHKAN HARUSLAH dengan alasan YANG BENAR, yaitu: "Tuhan kami hanyalah Allah"!. Ini menunjukan bahwa TOLERANSI dalam Islam MEMANG TIDAK ADA

    Jadi, MENGHINA KAFIR dianggap wajar namun mengina MUSLIM menjadi kurang ajar:

      Ketika orang-orang Quraisy semakin membangkang kepada Allah Azza wa Jalla, menolak kehendak Allah untuk memuliakan mereka, mendustakan hamba-Nya yang menyembah-Nya, mentauhidkan-Nya, membenarkan Nabi-Nya dan berpegang teguh kepada agama-Nya, maka Allah Azza wa Jalla mengizinkan Rasul-Nya SAW berperang..[Ibn Ishaq hal.421-422]

    [Detail lainya selama di Mekkah, lihat "Muhammad di Mekkah: Ke-Tauhid-an, Alat Berbalut Motif Ekonomi dan Balas Dendam"]
Tertera jelas bahwa toleransi untuk umat beragama lain dalam ajaran Islam MEMANG TIDAK ADA (atau toleransi ini BERSYARAT, yaitu selama ada nilai keuntungan materi bagi kaum Muslim).

Namun demikian,
masih akan banyak muslim yang membantah ini dengan mengetengahkan satu atau beberapa ayat, misalnya:
  • Kalimat yang tertera di AQ 2.256, "TIADA PAKSAAN dalam AGAMA", dan/atau
  • mengetengahkan sepotong ayat ini, "fa-in qātalūkum fa-uq'tulūhum" ("jika kamu hendak dibunuh/diperangi maka bunuhlah/perangilah mereka") yang merupakan potongan dari AQ 2.191, berikut komentar bahwa islam tidak pernah memulai peperangan. Tetapi apa bila islam diperangi maka baru diperintahkan untuk memerangi mereka, dan/atau
  • akan coba membawa kalimat "semoga Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan musuh - musuhmu. Allah maha kuasa. Dan allah maha pengampun dan penyayang. Allah tak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka yg tak memerangimu dalam urusan agama dan tak pula mengusirmu dari kampung halamanmu. Bahwasanya Allah mencintai yang berlaku adil. Namun Allah melarang orang - orang yang memerangimu menjadi kawanmu dan mengusir kampung halamanmu, serta mereka terlibat membantu pengusiran terhadapmu. Barangsiapa yang menjadi kawan, itulah orang zalim [AQ 60.7-9]
Demikianlah upaya untuk menyatakan, "Islam agama damai dan/atau agama yang memahami toleransi". Mereka yang mengetengahkan ayat-ayat di atas, sekurangnya sedang berada dalam 3 kategori:
  1. Tidak mengerti ajaran agamanya sendiri.
  2. Pura-pura tidak tahu maksud ayat itu, asbabunuzulnya, kapan dan dalam konteks apa (atau Ia sedang keadaan bertaqiyya[2].)
  3. Sok tahu
Berdalih dengan ayat AQ 2.191 dan AQ 60.7-9 sebagai alasan toleransi dalam islam adalah TIDAK TEPAT (detail tanggapannya, SILAKAN BACA di catatan kaki. no.1 artikel ini). Saat ini, mari kita fokuskan pada alasan "TIADA PAKSAAN dalam AGAMA" (AQ 2.256). Untuk itu, agar lebih jelas makna ayat tersebut, mari lihat asbabunuzul AQ 2.256:
    "Riwayat Abdullah ibn Abbas: Ketika anak-anak seorang wanita (jaman Pra-Islam) tidak dapat bertahan hidup, Ia bersumpah pada dirinya bahwa jika anak-anaknya hidup, Ia akan menjadi Yahudi. Ketika Bani an-Nadir di usir (dari Arabia), terdapat beberapa anak kaum ansar (kaum penolong) diantara mereka. Mereka berkata: Kita tidak seharusnya meninggalkan anak-anak kita. Kemudian Allah yang maha tinggi menyerukan; "Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat." [Abu Dawud 14.2676]

    Dalam Asbab Al-Nuzul by Al-Wahidi, di katakan:

    (Tidak ada paksaan dalam agama…) [2:256]. Muhammad ibn Ahmad ibn Ja'far Al Muzakki - Zahir ibn Ahmad - Al Husayn ibn Muhammad ibn Mus'ab - Yahya ibn Hakim - Ibn Abi 'Adiyy - Shu'bah - Abu Bishr - Sa'id ibn Jubayr- Ibn 'Abbas berkata:
    “Para wanita kaum Ansar yang punya anak selalu wafat ketika bayi biasa bersumpah akan menjadikan anak mereka yahudi jika mereka hidup. Ketika Bani-Nadir diusir keluar, diantara mereka terdapat anak-anak kaum Ansar. Kaum Ansar berkata: 'Kami tidak akan meninggalkan anak kami!' Kemudian Allah, yang maha tinggi mewahyukan (Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…)".

    Muhammad ibn Musa ibn al-Fadl => Muhammad ibn Ya'qub => Ibrahim ibn Marzuq => Wahb ibn Jarir => Shu'bah => Abu Bishr => Sa'id ibn Jubayr => Ibn 'Abbas yang berkata sehubungan dengan pernyataan Allah, yg maha tinggi, (Tidak ada paksaan dalam agama…):
    “Wanita dari kaum Ansar yang anaknya tidak pernah selamat biasa bersumpah bahwa jika putera mereka hidup, Ia akan merawatnya sebagai Yahudi. Ketika Bani-Nadir diusir keluar dari Medina diantara mereka terdapat anak-anak kaum Ansar. Kaum Ansar berkata: 'O Rasullullah! Anak-anak kami!' Allah yg maha tinggi, kemudian mewahyukan (Tidak ada paksaan dalam agama…)".

    Sa'id ibn Jubayr berkata:
    “Mereka yang ingin pergi dengan kaum Yahudi jadi pergi, dan mereka yang ingin masuk Islam menjadi muslim”.

    Kata Mujahid:
    “Ayat ini turun tentang seorang pria dari kaum Ansar yang punya anak berkulit hitam bernama Subayh yang dulunya dipaksa menjadi muslim”.

    Al-Suddi berkata:
    “Ayat ini turun tentang seorang pria dari kaum Ansar bernama Abu'l-Husayn. Pria ini punya dua anak. Pernah terjadi beberapa pedagang dari Syria datang ke Medina berjualan minyak. Ketika para pedagang tersebut hendak meninggalkan Medina, Kedua anak Abu'l-Husayn mengajak mereka untuk masuk Nasrani.

    Para pedagang ini pindah menjadi Nasrani dan kemudian meninggalkan Medina.

    Abu'l-Husayn menyampaikan apa yang telah terjadi ini pada Rasullullah SAW. Nabi meminta dirinya memanggil kedua anaknya. Kemudian Allah yang maha tinggi mewahyukan (Tidak ada paksaan dalam agama…).

    Rasullullah SAW, berkata: 'Semoga Allah mengusir keduanya. Mereka adalah Kafir pertama'.

    Ini adalah sebelum Rasullulah SAW, diperintahkan untuk memerangi para ahlul kitab. tapi kemudian perkataan Allah (Tidak ada paksaan dalam agama…) di BATALKAN dan Nabi diperintahkan untuk memerangi para ahlul kitab dalam surat At-taubah (surah no. 9)"

    Masruq berkata:
    “Seorang pria kalangan Ansar, dari Bani Salim Bani 'Awf, punya dua anak yang pindah kristen sebelum kebangkitan NABI SAW. [Setelah hijrahnya Nabi SAW ke Medina] Kedua anak ini datang ke Medina bersama sekelompok pedagang nasrani yang berjualan makanan. Ayah mereka pergi kepada mereka dan menolak meninggalkan mereka, berkata: 'Demi Allah! Aku tak akan meninggalkanmu hingga engkau menjadi muslim'. Mereka menolak menjadi muslim dan mereka semua pergi ke Rasullullah SAW, menyelesaikan perselisihan mereka. Sang Ayah berkata: 'O Rasullullah! bagaimana bisa ku tinggalkan bagian diriku masuk neraka semenara aku hanya duduk dan menonton?' Allah yang mulia dan yang paling Mulia kemudian mewahyukan (Tidak ada paksaan dalam agama…) setelah ia lepaskan mereka pergi".

    Abu Ishaq ibn Ibrahim al-Muqri' => Abu Bakr ibn Muhammad ibn Ahmad ibn 'Abdus => Abu'l-Hasan 'Ali ibn Ahmad ibn Mahfuz => 'Abd Allah ibn Hashim => 'Abd al-Rahman ibn Mahdi = Sufyan => Khusayf => Mujahid berkata:
    “Terdapat beberapa orang yang dibesarkan diantara kaum Yahudi, Bani Qurayzah dan Bani-Nadir. ketika Nabi SAW, memerintahkan pengusiran Bani-Nadir keluar dari Medina, para putera dari kaum Aws yang dibesarkan oleh kaum Yahudi berkata 'Kami akan pergi bersama mereka dan mengikuti agama mereka'. Keluarga mereka menghentikan mereka dan ingin memaksa mereka masuk Islam. Kemudian ayat (Tidak ada paksaan dalam agama…) turun”.
Dalam Tafsir Ibn Kathir disampaikan:
    Ibn Jarir mencatat bahwa Ibn `Abbas berkata
    "(Pra Islam) ketika wanita (Ansar) tidak akan melahirkan anak yang hidup, Ia bersumpah bahwa jika ia melahirkan dan anak itu tetap hidup, Ia akan pelihara anak itu sebagai Yahudi. Ketika Bani An-Nadir (Suku Yahudi) di keluarkan dari Al-Madinah, beberapa anak kaum ansar dibesarkan diantara mereka, dan kaum ansar berkata, `kami tidak akan meninggalkan anak-anak kami.' Allah menurunkan, (Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.)'' Abu Dawud dan An-Nasa'i juga mengumpulkan hadis ini.

    Dalam kumpulan hadis Imam Ahmad, diriwayatkan Anas bahwa Rasullullah berkata pada seorang pria "Masuklah Islam.'' Pria itu berkata, "Aku tak menyukainya'' Nabi berkata, "Pun jika engkau tidak menyukainya'')

    ...(وقد ذهب طائفة كثيرة من العلماء أن هذه محمولة على أهل الكتاب ومن دخل في دينهم قبل النسخ والتبديل إذا بذلوا الجزية. وقال آخرون: بل هي منسوخة بآية القتال وأنه يجب أن يدعى جميع الأمم إلى الدخول في الدين الحنيف دين الإسلام, فإن أبى أحد منهم الدخول فيه ولم ينقد له أو يبذل الجزية, قوتل حتى يقتل. وهذا معنى الإكراه قال الله تعالى (ستدعون إلى قوم أولي بأس شديد تقاتلونهم أو يسلمون) [الفتح: 16] وقال تعالى (يا أيها النبي جاهد الكفار والمنافقين واغلظ عليهم) [التحريم: 9] وقال تعالى (يا أيها الذين آمنوا قاتلوا الذين يلونكم من الكفار وليجدوا فيكم غلظة واعلموا أن الله مع المتقين) [التوبة: 123 ])

    (...Beberapa mengatakan: ayat ini di BATALKAN dengan ayat "perang" dan untuk itu semua orang di seluruh dunia harus diajak ke Islam. Jika siapapun dari mereka menolak melakukannya atau menolak membayar Jizya[3] mereka harus diperangi hingga terbunuh dan dalam artian memaksa, Allah berkata (Kamu diajak untuk memerangi kaum yang mempunyai kekuatan besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah) (AQ 48.16). Allah juga berkata: (Hai Nabi, berjihadlah melawan kaum kafir dan munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.) (AQ 9.73), dan berkata: (Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa (Al-Muttaqin)), (AQ 9.123)).

    Dalam sahih, Nabi berkata:
    "Allah bertanya-tanya pada kaum yang akan masuk surga dalam rantai", yang berarti para tahanan dibawa dengan rantai di area muslim, mereka kemudian masuk Islam dengan tulus dan menjadi benar, dan dimasukkan di antara penduduk surga.(Tafsir of Ibn Kathir, Surah Al-Baqarah, ayat 253 to 286, Surah Al-Imran, ayat 1 to 92, abridged by Sheikh Muhammad Nasib Ar-Rafa‘i [Al-Firdous Ltd., London, 1999: First Edition], Part 3, pp. 37-38; Tafsir Ibn kathir dalam: Inggris (tidak lengkap, krn tulisan arab itu tidak muncul) dan dalam Arab1 (lengkap) Arab2 (lengkap), untuk bagian pembatalan ayat AQ 2.256 oleh ayat AQ 48.16, AQ 9.73, 123]

    Juga di Tabari untuk tafsir (Tidak ada paksaan dalam agama) dalam bahasa arab, dimana ia memuat keterangan yang kurang lebih sama seperti di atas
Komentar Mahmoud M. Ayoub tentang ayat AQ 2.256:
Mujahid berkata,
"Ini adalah sebelum rasullulah diperintahkan untuk memerangi ahlul kitab. perkataan Allah, ‘Tidak ada paksaan dalam Agama' telah di BATALKAN dan ia diperintahkan untuk memerangi para ahlul kitab dalam surat Bara‘ah" (Q. 9:29). (Wahidi, hal. 77-78) …

Menurut tradisi lainnya, ayat ini turun berkenaan dengan para ahlul kitab yang tidak boleh dipaksa untuk masuk Islam selama mereka membayar jizyah (pajak jizyah). Ayat ini, oleh karenanya, TIDAK DIBATALKAN. Tabari menyatakan dari otoritas Qatadah,

"Masyarakat Arab DIPAKSA masuk islam karena mereka merupakan komunitas tak berpengetahuan [umat ummiyah], tak memiliki kitab yang membuat mereka tahu. Jadi tidak ada lagi selain islam yang diterima dari mereka. Kaum ahlul kitab tidak dipaksa masuk islam jika mereka membayar Jizya atau Kharaj (pajak tanah, untuk penggarap pekerjaan mengandalkan tanah)".

Pandangan senada juga dari otoritas Al-Dahhak, Mujadif, dan Ibn 'Abbas (Tabari, V. hal. 413-414).

Tabari sepakat dengan pandangan ini dan menegaskan bahwa ayat ini diaplikasikan pada 2 ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kaum kaum Zoroastria (Majus)…

Qurtubi menghubungkannya dengan pandangan lainnya yang menyatakan,
"Ini mengacu pada TAWANAN yang, jika mereka kaum ahlul kitab, tidak ada paksaan jika mereka sudah dewasa, tapi jika mereka Zoroaster atau penyembah berhala, tua atau muda, mereka harus DIPAKSA untuk menerima Islam, karena tuan mereka tak mendapatkan manfaatnya jika mereka masih menyembah berhala".

Qurtubi menambahkan,
"Apakah kau tak lihat bahwa binatang disembelih mereka akan haram hukumnya untuk dimakan dan wanita mereka dapat dinikahi [para muslim]? Mereka mempraktekkan makan bangkai dan hal najis lainnya. Jadi tuan mereka akan lihat mereka najis dan karena itu sulit mendapatkan manfaat dari mereka sebagai budak[4]. Maka adalah SAH UNTUK MEMAKSA MEREKA" (Qurtubi, II, hal. 280; lihat juga Shawkani, I, hal. 275). ["The Qur' an dan Its Interpreters: Surah Al Baqarah", Mahmoud Mustafa Ayoub, State University of New York Press (SUNY), Albany, 1984, Vol. I, hal. 253-254].

Dari statement-statement di atas, maka kalimat "tiada paksaan dalam Islam", dimaksudkan dalam kondisi:
  1. Ajak masuk islam, jika menolak, selama waktu tunggu mau masuk Islam:
  2. minta mereka bayar jizyah, kemudian, jika menolak maka:
  3. Di bunuh
Tiga pilihan "tanpa paksaan" itu HANYA BERLAKU pada penganut 3 ajaran (Yahudi, Nasrani dan Majusi) dan TIDAK BERLAKU pada kaum kafir.

Mengapa perlu memberikan pilihan "tanpa paksaan"?

Misalnya dari satu hadis pada peristiwa perampokan karavan kaum Quraish di area Badar (yang kelak dinamakan perang Badr). Tidak semua tawanan kaya. Tawanan yang miskin namun berpendidikan dibebaskan dengan syarat harus mengajarkan baca tulis kepada 10 orang penduduk Ansar (Musnad Imam Ahmad, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007, jilid III, hal. 30. Atau lihat di sini). Zayd bin Tsabit (kelak menjadi sekretaris nabi), mendapatkan pendidikan baca-tulisnya dari peristiwa ini. Di hadis lain, dikatakan bahwa Zayd mahir Ibrani. Maka sekarang dapat diduga bahwa tawanan-tawanan miskin ini TERNYATA BERASAL dari kalangan 3 agama.

Bagi muslim, Jizya adalah pendapatan, sebagaimana yang diriwayatkan Juwairiya bin Qudama At-Tamimi:
    Kami berkata pada 'Umar bin Al-Khattab, "O Pemimpin kaum beriman! Beri kami saran." Ia berkata, "Ku sarankan kalian mematuhi perjanjiannya Allah (dibuat dengan Dhimmi) karena itu adalah perjanjian dari Nabimu dan SUMBER PENDAPATAN tanggunganmu (yaitu pajak dari para Dhimmi.) "(Bukhari 4.53.388)
Untuk lebih meresapi kata pendapatan yang diambil dari kaum ahlul kitab, tafsir Ibn kathir ayat AQ 9.28-29. (turun di 9 H (Yusuf ali: ayat ke-1 s.d 29 turun di bulan ke-10, 9H , "The Holy Qur'an", 1989, hal.435).
    Muhammad bin Ishaq: "Orang-orang berkata,` Pasar kami akan ditutup, perdagangan kita terganggu, dan apa yang kita diperoleh akan lenyap. Maka Allah menurunkan ayat (Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, Allah akan memperkaya Anda, keluar dari karunia-Nya), dari sumber lain,..(Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk)

    Arti dari ayat tersebut, `Ini sebagai kompensasi bagimu atas tutupnya pasar yang kau khawatirkan sebagai dampaknya. Untuk itu, bagi mereka, Allah berikan kompensasi atas kerugian yang timbul akibat pemutusan hubungan dengan kaum penyembah berhala yaitu melalui jizya yang mereka dapatkan dari kaum ahlul kitab. Pernyataan serupa disampaikan Ibn `Abbas, Mujahid, `Ikrimah, Sa`id bin Jubayr, Qatadah, Ad-Dahhak dan lainnya.[Ibn kathir 9:28-29, atau lihat di sini]
Namun demikian, Quran juga menyampaikan perintah agar kaum muslimin bersabar. Apakah ini bertentangan? Tidak, Kepatuhan pada perintah Allah untuk memerangi juga melihat kondisi para muslim disaat itu. Di buku M.A Khan hal 79, yaitu "Islamic Jihad: A Legacy of Forced Conversion, Imperialism, and Slavery, dikutip pendapat Dr. Sobhy as-Saleh yang mengutip Al-Suyuti (w. 1505 M):
    Perintah untuk melawan orang-orang kafir ditunda hingga para muslim menjadi kuat, ketika lemah mereka diperintahkan bertahan dan bersabar [Sobhy as-Saleh, Mabaheth, pihak Fi 'Ulum al-Qur'an, Dar al-' ilm Lel-Malayeen, Beirut, 1983, hal. 269​​.]
Sobhy juga menambahkan pendapat Abi Bakr Al Zarkashi [w 1411]:
    Allah yang maha tinggi dan bijaksana menunjukkan pada Muhammad situasi apa yang cocok untuk kondisi sedang lemah, berkat rahmat-Nya padanya dan para pengikutnya. Karena jika diberikan perintah memerangi di saat sedang lemah itu akan menjadi sangat memalukan dan sulit, tapi ketika Yang maha tinggi menjadikan Islam berjaya Ia perintahkan nabi dengan apa yang cocok disituasinya, yaitu meminta kaum ahlul kitab menjadi Muslim atau membayar pajak dan kaum kafir menjadi Muslim atau mati. "[Ibid, hal 270.].
Penjelasan yang sangat gamblang mengenai maksud AQ 2.256, dapat kita temukan di Fatawa no 34770, dari Ibn Baaz:
    Pertanyaan:
    Beberapa teman mengatakan bahwa siapa pun yang tidak memeluk Islam, adalah pilihan dan tidak boleh dipaksa menjadi Muslim, mengutip sebagai bukti ayat2 di mana Allah berfirman:

    "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?"[AQ 10.99]
    "Tidak ada paksaan dalam agama" [AQ 2.256]
    -------

    Jawaban:
    Para ulama menjelaskan bahwa di kedua ayat, dan ayat2 serupa lainnya, diaplikasikan pada mereka yang dapat dikenakan jizyah, yaitu seperti kaum Yahudi, Kristen dan Magian (Zoroaster). Mereka tidak dipaksa, lebih semacam diberikan pilihan antara menjadi Muslim atau membayar Jizyah.

    Ulama lain mengatakan bahwa ini diterapkan di permulaan penyebaran, namun kemudian DIBATALKAN perintah Allah untuk melawan dan berjihad. Jadi siapa pun yang menolak masuk Islam harus diperangi jika para muslim mampu melawan, hingga mereka masuk Islam atau membayar jizyah jika mereka termasuk yang dapat dikenakan jizyah.

    Orang kafir (kuffar) HARUS DIPAKSA masuk Islam jika mereka bukan orang-orang yang dapat dikenakan jizyah, karena itu akan membawa pada kebahagiaan dan keselamatan bagi mereka di dunia ini dan di akhirat kelak. Mewajibkan seseorang untuk mematuhi kebenaran yang memiliki petunjuk dan kebahagiaan adalah lebih baik daripada kebatilan.

    Sama seperti seseorang dapat dipaksa melakukan tugas kewajibannya pada orang lain bahkan jika itu dengan cara MEMENJARAI atau MEMUKULI, Jadi memaksa para kafir beriman pada Allah semata dan masuk agama Islam adalah lebih penting dan lebih mendasar, karena itu akan membawa pada kebahagiaan mereka di dunia ini dan di akhirat kelak

    Hal ini diterapkan KECUALI mereka adalah ahli kitab, yaitu, kaum Yahudi dan Kristen atau Magian, karena Islam mengatakan bahwa ketiga kelompok ini dapat diberikan pilihan: masuk Islam atau membayar jizyah dan merasa dirinya patuh.

    Beberapa ulama berpandangan bahwa orang lain dapat juga diberikan pilihan antara Islam dan jizyah, TETAPI PANDANGAN YANG PALING BENAR adalah tidak seorangpun harus diberikan pilihan ini, dibandingkan 3 kelompok ini saja yang mungkin diberikan pilihan, karena Nabi (damai dan berkah Allah besertanya) memerangi para kafir (kuffar) di Semenanjung Arab dan Beliau hanya menerima jika mereka menjadi Muslim. Dan Allah berfirman (interpretasi artinya):

    "Tetapi jika mereka bertobat [dengan menolak syirik (politeisme) dan menerima Tauhid Islam] dan melakukan As-shalat (Iqaamat-as-shalat), dan memberikan Zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang." [AQ 9.05]

    Ia tidak berkata, "jika mereka membayar jizyah".

    Kaum Yahudi, Kristen dan Magian HARUS diminta masuk islam; Jika menolak maka mereka harus membayar Jizyah. Jika menolak membayar jizyah maka kaum Muslimin HARUS melawan mereka jika mereka mampu melakukannya. Allah berfirman (interpretasi artinya):

    "Perangilah orang-orang yang (1) tidak beriman kepada Allah, (2) maupun hari kemudian, (3) atau tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya (Muhammad), (4) dan tidak beragama dengan agama yang benar (Islam) di antara kaum yang diberikan Al kitab kepada mereka (Yahudi dan Kristen),sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk" [AQ 9.29]

    Dan itu adalah bukti bahwa Nabi (damai dan berkah Allah besertanya) menerima jizyah dari kaum Magian, tapi itu tidak terbukti bahwa Nabi (damai dan berkah Allah besertanya) atau para sahabatnya (semoga Allah senang dengan mereka) menerima jizyah dari siapapun kecuali dari tiga kelompok yang disebutkan di atas. Prinsip dasar mengenai itu adalah kata-kata Allah (interpretasi artinya):

    "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (kekafiran dan kemusyrikan, yaitu menyembah selain Allah), dan supaya agama (ibadah) itu semata-mata untuk Allah [di seluruh dunia]" [AQ 8.39]

    "Apabila bulan-bulan Haram itu (bulan ke-1, 7, 11, dan 12 dalam kalender Islam) maka bunuhlah orang-orang musyrikin (lihat V.2: 105) itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat [dengan menolak syirik (politeisme) dan menerima Tauhid Islam] dan melakukan As-shalat (Iqaamat-as-shalat), dan memberikan Zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " [AQ 9.5]

    Ayat ini dikenal sebagai Ayat al-Sayf (ayat pedang).

    Ini dan ayat sejenis MEMBATALKAN ayat-ayat tiada paksaan untuk menjadi Muslim.

    Dan Allah adalah Sumber kekuatan.

    Majmoo’ Fataawa wa Maqaalaat li’l-Shaykh Ibn Baaz, 6/219
Dengan demikian maka JUKLAK penanganan para kafir adalah:

jika belum mampu mengislamkan dengan jalan kekuatan, maka bersabar. Setelah berkekuatan: Minta mereka masuk islam, jika menolak (atau selama waktu tunggu), minta membayar jizya, jika masih juga menolak, bunuh.

Habis perkara.

[Bacaan lain yg patut di baca, lihat: "Islam Menolak Ide Kebebasan Beragama, atau kesamaan idenya juga lihat di sini dan di sini, serta di sini]

Rupanya,
IMPLEMENTASI paksa memaksa ini sudah mentradisi dalam ajaran, bahkan dikalangan Islam, kanibalisasi sesama telah terjadi misal antara sesama sunni (dicontohkan melalui perang Ridda oleh Abu Bakar, di 632 M), kemudian Sunni vs (Syiah, Ahmadiyah dan samin):
Sehingga, jika dalam intra ajaran Islam saja sudah tidak sungkan-sungkan memaksa, apalagi di luar ajaran, misal:
...dan masih tak terhitung lagi banyaknya. [Link-link dari hampir seluruh berita di atas, berasal dari SINI, juga baca link ini sebagai tambahan]

------
Catatan kaki:

[1] Arti Fitna = syirik dapat anda jumpai di tafsir Tabari yaitu dari:
  • Ibn abi hatim [1/327] yaitu dari riwayat Bisyr bin Mu'ads => Yazid bin zurai => Sa'id [atau dari jalur: Al Hasan bin Yahya => Abdurrazzaq => Mamar ] => Qatadah yg berkata, "sehingga tidak ada kemusyrikan

  • Abdurrazzag dalam tafsirnya (1/315) dan ibnu Abu hatim [1/327] dari riwayat Muhammad bin Amar => Abu Ashim => Isa => Ibn Abi Najih => Mujahid yang berkata fitnah yaitu syirik [juga dari jalur Al mutsanna => Abu Hudzaifah => Syibil]

  • Ibnu Katsir

    • Dalam tafsirnya [2/217] Musa bin harun => Amr bin Hammad => Asbath => As Suddi: Fitnah yaitu Syirik.

    • Syirik adalah lebih buruk dari membunuh
      Menjadi kafir adalah jauh lebih buruk dari melakukan pembunuhan [Abu Al-`Aliyah, Mujahid, Sa` id bin Jubair, 'Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak dan Ar-Rabi `bin Anas]

    • Perintah untuk memerangi hingga tidak ada lagi Fitna, dalam AQ 2.193
      (…sampai tak ada Fitnah lagi) fitnah di sini berarti Syrik. Ini adalah pendapat Ibn `Abbas, Abu Al-`Aliyah, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi`, Muqatil bin Hayyan, As-Suddi dan Zayd bin Aslam.

      Allah berkata: (...dan agama (segala dan setiap jenis penyembahan) hanya untuk Allah (Saja).) artinya, `Jadi bhw agama Allah menjadi dominan di atas segala agama lainnya.’ Tercatat dalam 2 hadis bahwa Abu Musa Al-Ash`ari berkata: “Nabi di tanya, ‘Wahai Rasullullah! Seorang pria berperang dengan gagah berani, dan pria lain berperang karena ingin pamer keberanian, mana diantara mereka yang berperang di jalan Allah?’

      Nabi menjawab: (Ia yang berperang agar Firman Allah menjadi unggul, lalu Ia yang berperang untuk Allah.) Tambahan keterangan terdapat dalam dua hadis sahih:

      (Aku telah diperintahkan (oleh Allah) untuk memerangi orang2 sampai mereka menyatakan, `Tiada yang layak sembah kecuali Allah.’ Siapapun yang berkata itu, maka nyawa dan hartanya selamat dariku, kecuali untuk kasus2 hukum Islam, dan pertanggungjawaban mereka adalah pada Allah.)

      Allah berkata: (Tapi jika mereka berhenti, maka jangan perangi lagi kecuali terhadap para pengacau.) hal ini dimaksudkan, `Jika mereka berhenti melakukan Syrik dan melawan Muslim, maka berhentilah memerangi. Siapapun yang tetap memerangi mereka setelahnya berarti telah melakukan ketidakadilan. Sesungguhnya aggresi hanya boleh dilakukan terhadap yang tidak mentaati hukum.’ Inilah maksud pernyataan Mujahid bahwa hanya memerangi yang harus dilawan.

      Atau arti ayat ini menyiratkan bahwa, ‘Jika mereka berhenti melawan hukum, dalam hal ini Syrik, maka jangan mulai menyerang mereka setelahnya.’ Penyerangan/agresi di sini berarti membalas dan memerangi mereka, seperti yang Allah katakan: (Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia) (2:194)

      Hal yang serupa yang dikatakan Allah: (Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.) (42:40), dan: (Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.) (16:126) `Ikrimah dan Qatadah berkata,”Orang yang melawan hukum adalah orang yang menolak untuk menyatakan,’Tiada Tuhan yang layak sembah kecuali Allah’."

      Dalam pernyataan Allah: (Dan perangi mereka hinga tiada Fitna lagi) Al-Bukhari mencatat bahwa Nafi` berkata bahwa dua orang pria mendatangi Ibn `Umar saat terjadi perseteruan dengan Ibn Az-Zubayr dan berkata padanya, “Orang2 sudah jatuh dalam dosa dan kau adalah anak `Umar dan sahabat Nabi. Dengan demikian, apa yang menghalangimu berperang?” Dia berkata, "Yang menghalangiku adalah Allah yang melarangku untuk membunuh saudara2ku (yang Muslim).”

      Mereka berkata, “Bukankah Allah berkata: (Dan perangi mereka hingga tiada lagi Fitna (tak beriman dan menyembah tuhan lain bersama Allah))'' Dia berkata, "Kami telah perangi mereka hingga tiada lagi Fitnah dan agama hanya untuk Allah semata. Kau ingin hingga ada Fitnah dan agama bagi selain Allah!”

      `Uthman bin Salih menambahkan bahwa seorang pria mendatangi Ibn `Umar dan bertanya padanya, "O Abu `Abdur-Rahman! Apa yang membuatmu melakukan ibadah Haji di satu tahun dan ‘Umrah di tahun lainnya dan tidak melakukan Jihad di jalan Allah, meskipun kau tahu betapa Allah telah memerintahkan melakukan itu."

      Dia berkata, ”O ponakanku! Islam dibangun atas lima pilar: percaya pada Allah dan RasulNya, sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, membayar Zakat, dan melakukan ibadah haji di bait Allah."

      Mereka berkata, “O Abu `Abdur-Rahman! Tidakkah kau dengar apa yang dikatakan Allah di bukuNya: (Dan Jika ada dua golongan diantara mereka yang beriman saling berperang maka damaikanlah keduanya! Tapi jika yang satu menganiaya lainnya, maka kalian semua harus memeranginya hingga patuh pada perintah Allah.) (49:9) dan (Dan perangi hingga tiada lagi Fitna (kekafiran))

      Dia berkata, "Itulah yang kami lakukan di jaman Rasullullah ketika Islam masih lemah dan Muslim banyak mengalami cobaan karena agamanya, seperti pembunuhan dan penyiksaan. Ketika Muslim telah jadi kuat dan nyata, maka tiada lagi Fitna."

      Dia berkata, “Apakah pendapatmu tentang ‘Ali dan ‘Uthman”

      Dia berkata, “tentang ‘Uthman, Allah telah mengampuninya. Akan tetapi, kau benci fakta bahwa Allah telah mengampuninya! Tentang ‘Ali, dia adalah saudara sepupu Rasullullah dan menantunya.” Dia lalu menunjuk dengan tangannya dan berkata, “Di sinilah letak rumahnya (berarti, ‘begitu dekat dengan rumah Nabi sama seperti ‘Ali dekat dengan Nabi sendiri’).”
Khusus potongan ayat "Jika mereka memerangi kamu, maka bunuhlah mereka" (dari rangkaian AQ 2.190 - 2.193), yang kerap dijadikan alasan "bahwa islam tidak pernah memulai peperangan. Tetapi apa bila islam diperangi maka baru diperintahkan untuk memerangi mereka" adalah TIDAK BENAR, karena menurut tafsir Ibn Kathir dan Jalalyn untuk AQ 2:190:
    Setelah Nabi (s) telah dicegah [mengunjungi] ke Kabah pada tahun pertempuran Hudaybiyya, ia membuat perjanjian dengan orang kafir bahwa ia akan diizinkan untuk kembali pada tahun berikutnya, pada saat itu mereka akan mengosongkan Mekah selama 3 hari. Setelah siap untuk berangkat ['umroh], [ia dan] orang beriman KHAWATIR bahwa Quraisy tidak akan menepati perjanjian dan memicu pertempuran. PARA MUSLIM MENOLAK (note: perintah Nabi) TERLIBAT PERTEMPURAN KETIKA SEDANG HAJI dalam [al-haram] dan SELAMA BULAN-BULAN SUCI (note: Adat istiadat pra-islam adalah tidak melakukan perang/berkelahi di bulan-bulan haram/ ketika saat beribadah haji), sehingga diturunkan: perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas: ketentuan ini DIBATALKAN ayat bara 'kekebalan' [AQ 9.01], atau dengan-Nya mengatakan [di bawah]:191-194

    Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu temukan, dan usir mereka dari tempat mereka usir Anda, yaitu, dari Mekah, dan ini dilakukan setelah Penaklukan Mekkah, FITNA/SYIRIK, penyembahan berhala, adalah lebih menyedihkan, lebih serius, selain membunuh, mereka di bait suci atau di saat ibadah haji tidak dapat diganggu gugat haji, hal yang sangat ditakuti. Tapi melawan mereka bukan di Masjidi lharam, yaitu, di bait suci, sampai mereka terpaksa melawan di sana, kemudian jika mereka memerangi kamu, di sana, bunuhlah mereka, ada (variasi bacaan menambahkan alif dalam tiga kata kerja [sc. wa-la taqtilūhum, Hatta yaqtulūkum, fa-in qatalūkum, Jadi kalimat ini adalah 'bunuh' di ketiganya dan bukan hanya 'lawan')] - seperti, pembunuhan dan pengusiran, adalah pembalasan bagi orang-orang kafir. Tetapi jika mereka berhenti dari kafir dan menjadi Muslim, tentu saja Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang, kepada mereka.

    Perangi mereka hingga tiada lagi FITNA, tiada lagi penyembahan berhala, dan agama, ibadah semua adalah untuk Allah semata dan tidak ada yang disembah selain-Nya, kemudian jika mereka berhenti, dari berhala, jangan perangi mereka. Hal ini ditunjukkan dengan kata-kata berikut, tidak akan ada permusuhan, tidak ada agresi melalui pembunuhan atau sebaliknya, kecuali terhadap pelaku kejahatan. Mereka yang berhenti, bukan pelaku kejahatan dan tidak boleh ditampilkan permusuhan apapun.
Sangat jelas bahwa tidak dilawanpun kaum muslim tetap saja diperintahkan untuk berperang, bukan?

Keterangan di atas, menyajikan fakta bahwa adat-istiadat pra islam untuk tidak berperang/bertengkar di bulan-bulan haram DIBATALKAN SEPIHAK oleh Allah:
    “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) [yasalūnaka] mengenai [ʿani] (di) bulan haram [l-shahri l-ḥarāmi] membunuh (berperang) di dalamnya [qitālin fīhi], Katakanlah [qul]: "membunuh (berperang) [qitālun] di dalamnya [fīhi] (dosa) besar [kabirun], dan menghalangi [waṣaddun] dari jalan Allah [ʿan sabīli l-lahi], kafir pada Allah [wakuf'run bihi] dan Masjidilharam [wal-masjidilḥarāmi] dan mengusir kaummu darinya [wa-ikh'rāju ahlihi min'hu] (dosanya) lebih besar [akbaru] di sisi Allah [ʿinda l-lahi] dan fitna/syirik [wal-fit'natu] (dosanya) lebih besar [akbaru] dari membunuh [mina l-qatli] dan tidak [walā] mereka berhenti [yazālūna] membunuh (memerangi) kalian [yuqātilūnakum] hingga [ḥattā] kalian murtad dari agama kalian [yaruddūkum 'an dīnikum] Jika [ini] mereka dapat [is'taṭāʿū]. Dan barangsiapa [waman] diantara kalian murtad dari agamanya [yartadid minkum 'an dīnihi] kemudian dia mati [fayamut] dalam keadaan kafir [wahuwa kāfirun], maka bagi mereka [fa-ulāika] menjadi sia-sia/menjadi terhapus [ḥabiṭat] amalan-amalan mereka [aʿmāluhum] di dunia dan akhirat [fī l-dun'yā wal-ākhirati] dan merekalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya [wa-ulāika aṣḥābu l-nāri hum fīhā khālidūna]..." [AQ 2.217]
Ayat ini turun hanya karena SEORANG MUSLIM yang sedang merampok karavan Quraish membunuh seorang KAFIR Quraish dan PEMBUNUHAN INI dilakukan JUSTRU di bulan haram. Hadis Ibn Hatim dalam TAFSIR IBN KATHIR AQ 2.217, mengatakan: Mereka menyerang TANPA MENGETAHUI saat itu adalah BULAN HARAM[a]

Aturan TIDAK BERPERANG di bulan puasa[b] yang telah mentradisi pada PRA ISLAM, DILANGGAR kaum Muslim ketika Muhammad SAW mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi [sepupunya dari pihak Ibu] ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan 6 ekor unta dan memberikan surat yang hanya boleh dibuka setelah sampai di lembah Mallal [2 hari Perjalanan].

Setelah sampai, Abdullah membuka surat itu dan membacakannya dihadapan rekan-rekannya [Muir. hal 70], yaitu "Atas berkat dan rahmat Allah, lanjutkan menuju Nakhla [antara Mekah dan Taif], Namun jangan memaksa pengikutmu yang berkeberatan. Lanjutkan dengan orang-orang yang mau menyertaimu. Setibanya di lembah Nakhla, bertiarap menunggu kafilah-kafilah dari Quraish"[b]

Setelah membaca instruksi, Abdullah bin Jahsh, mengatakan pada rekan-rekannya bahwa siapa memilih jalan syahid bergabung dengannya dan yang tidak untuk kembali ke Medina. "sementara saya sendiri", Ia menambahkan, "akan memenuhi perintah Nabi" Semua sepakat mengikutinya [Muir. hal.72]

(beberapa penulis menuliskan 2 orang memutuskan kembali ke Medina).

Sa'd bin Abi Waqqas dan Utbah bin Ghazwan kehilangan seekor unta yang mereka kendarai secara bergiliran. Unta ini tersesat dan pergi ke Buhran, jadi mereka pergi mencari unta itu ke Buhran dan berpisah dari kelompok.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi kesan bahwa mereka akan melaksanakan haji kecil (Umrah), karena saat itu merupakan bulan Rajab, bulan PUASA, saat itu, seluruh suku asli tengah menahan diri dari peperangan, pembalasan dendam apalagi perampokan.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka pikir kelompok tersebut sedang dalam perjalanan haji, mereka merasa lega dan mulai mendirikan kemah. Karena saat itu sedang bulan Rajab, baik awal/akhir Rajab (pendapat para ahli sejarah berbeda-beda) adalah satu dari empat bulan suci larangan total berpeperang dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab

Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, setelah berunding para Muslim tidak ingin kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan melakukan perampasan harta jarahan. Ketika kaum Quraisy sedang sibuk-sibuknya menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka dan kaum Quraisy kemudian melawan.

Dalam pertempuran itu, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menawan Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan 2 tawanan Quraisy. Kedatangan mereka membawa banyak jarahan, tawanan. Muhammad memarahi mereka karena berperang di bulan suci: "Saya tidak pernah memerintahkan engkau berperang di bulan suci"

Abdullah dan rekannya merasa malu dan sedih, orang-orang juga mencela perbuatan mereka. Tapi Muhammad tak mau mengecilkan hati para pengikutnya, tak lama kemudian, Ia mengumumkan wahyu yang membenarkan PERBUATAN itu yang dilakukan selama bulan suci untuk penyebaran iman, sebagai kejahatan yang lebih rendah dari penyembahan berhala dan bertentangan dengan agama Islam: -

"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitna/syirik lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Setelah ayat turun, Muhammad, membagikan jarahan pada yang mengusahakannya, membayar tebusan dan uang darah, setelah menyisihkan 1/5 bagian untuk Muhammad, sisanya dibagikan di antara mereka[c]

-----------
Catatan kaki:
    [a] Catatan kaki Muir di Hal.74-76:
    [..]ada yang mengatakan terjadi menjelang Jumadi 2 (Oktober) dan awal Rajab, Yang disampaikan Abdallah kepada Muhammad sekembali dirinya: "Kami menyerang kafila di hari itu, dan pada malam harinya kami melihat bulan baru Rajab, dan kami tidak pasti tahu apakah kami menyerang mereka di Rajab atau pada hari terakhir dari Jumadi 2. " Wackidi, 8.

    Ini adalah keinginan untuk menghilangkan skandal serangan yang dilakukan selama bulan haram. Ekspedisi ini, selalu dinyatakan dilakukan di bulan rajab dan dibuktikan berangkat dari Madina menjelang akhir bulan itu dan awal mula berikutnya (Shaban, atau Desember)

    [b] Catatan kaki Muir hal.71:
    Terjemahan harfiah dari Wackidi, hal. 8. adalah singkat dan tidak memuaskan. Hishami dan Tabari, mengikuti Ibn Ishaq; masukkan klausul pada penutupan: --- "dan amati apa yang mereka lakukan" Weil (p.99) menunjukkan hal ini ada tambahan palsu. Selain tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan pidato Abdullah (seperti yang disampaikan perawi yang sama) pada pembukaan surat, yaitu. : --- "Mari siapapun yang berharap mati syahid ikut denganku". Pidato ini sama palsunya, terhadap pemikiran tentang kemartiran dalam pertempuran belumlah muncul hingga perang Badar. Juga ini tidak konsisten dengan perundingan yang dilakukan Abdullah tepat sebelum penyerangan kafilah.

    [c] Catatan kaki Muir. hal.74
    Turunan Abdullah menambahkan kejadian ini, sebagai antisipasi turunnya perintah 1/5 bagian bagi nabi. beberapa berkata, bahwa jarahan tidak dibagi dan terjadi setelah perang Badar. Setelah perintah turun bahwa 1/5 bagian selalu untuk Nabi. Porsi bagian bagi pemimpin arab adalah yang ke-4. Wackidi, 10. juga lihat vol. i. ccxxi. bagian catatan.

    Catatan kaki Muir di Hal.76:
    [..]Penebusan para tawanan lama terjadi setelah kembalinya ekspedisi (sejak Sad dan Otba tidak datang kembali ketika utusan itu tiba dari Mekah), dan tidak setelah Badar, yaitu 2 bulan kemudian.
Asbabunuzul ayat 2.217 menyajikan fakta bahwa turunnya ayat tersebut BUKAN karena mendapatkan serangan dari kafir, BUKAN karena diajak menjadi kafir, BUKAN karena diajak untuk syirik namun HANYA KARENA muslim telah melakukan pembunuhan di bulan haram ketika merampok karavan dagang Quraish. Demi menyenangkan si pembunuh dan para perampok, Allah sekaligus membatalkan 4 bulan suci berpuasa tradisi kaum arab pra-Islam dengan menurunkan AQ 2.217 dan sejak itulah maka di bulan-bulan tersebut sudah boleh melakukan aksi berdarah-darah atas nama JIHAD.

Juga,
Hadis mencatat nabi Muhammad membatalkan larangan bertengkar, berkelahi dan melakukan "JIHAD" selama BULAN RAMADHAN:
    Diriwayatkan Kab bin Malik:
    Aku tak pernah gagal ikut Rasul Allah selama Ghazawa-nya [Nabi turun langsung dalam penyerangan] kecuali di Ghazwa Tabuk. Namun, Aku tidak ikut ambil bagian di Ghazwa Badar, tetapi yang tidak ikut, tidak ada yang disalahkan, karena Rasul Allah SUDAH PERGI MENCEGAT KARAVAN-KARAVAN DAGANG (Quraisy, tapi Allah menyebabkan mereka (yaitu muslim) bertemu para musuh mereka secara tak terduga (TANPA ADA NIATAN SEBELUMNYA)[Bukhari vol 5, Book 59 no.287]
TERNYATA yang disebut "perang" yang kaum MUSLIMIN kerap ketengahkan dalam beralasan adalah aksi mencegati dan merampoki karavan dagang kaum Quraish dan karena kaum Quraish tidak mau barang mereka dirampok mentah-mentah, maka terjadilah perlawanan :)

Inilah maksud perang di dunia Islam itu.

Kemudian,
Terdapat beberapa ayat Quran yang turun sehubungan dengan PERANG di HUDABIYAH (Kaum muslim biasanya mengatakan ini perjanjian Hudaibiyah) dan kerap dijadikan dalih sebagai ayat toleransi, yaitu:
  • AQ 2.194:

      "Bulan haram [al-shahru l-ḥarāmu] dengan bulan haram [bil-shahri l-ḥarāmi] dan dalam semua keharaman berlaku qishaash [wal-ḥurumātu qiṣāṣun]. Kemudian barangsiapa [famani] melanggar batas padamu [iʿ'tadā ʿalaykum], maka kalian langgar batas padanya [fa-iʿ'tadū ʿalayhi], dengan cara yang sama apa yang Ia langgar batas pada kalian [bimith'li mā iʿ'tadā ʿalaykum]. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa [AQ 2.194].

    Kata "tadā" dan "tadū" sering diterjemahkan serang, padahal artinya adalah melampaui/melewati/melanggar batas.

  • AQ 60.7-9.
    Di AQ 60.7, "Allah MUNGKIN hendak menimbukan kasih sayang diantara mereka yang bermusuhan". Di tafsir Ibn Abbas dan asbabnuzul al wahidi, hanya menyajikan tentang perkawinan Umm Habibah (anak Abu Sufyan) dan Muhammad. Ibn Kathir dalam tafsirnya hanya menyampaikan, "maksudnya adalah kasih sayang setelah kebencian, kasih sayang setelah permusuhan, dan kerukunan setelah pertikaian".

    Di AQ 60.8 dan 9, tafsir Ibn Kathir menceritakan peristiwa kedatangan antar keluarga inti yang berbeda agama, yaitu: Qutailah, ibu yang masih kafir dari Asma ibn Abu Bakar datang dengan membawa daging dan minyak samin, awalnya ditolak Asma namun setelah ditanyakan pada Muhammad itu diperbolehkan, maka ia terima. Namun dalam memberikan kepada Kafir, ada kekhususan syarat, yaitu jika ada tujuan untuk melunakan hati agar mau masuk Islam (kasus Umar, Bukhari no.2426) dan bukan diberikan pada kafir yang memusuhi.

    Di AQ 60.9. tafsir Ibn kathir malah menyampaikan:

      Allah akan memaafkan kaum kafir jika mereka bertobat dan kembali pada Allahnya dan menjadi Islam. Sesungguhnya, Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang-bagi mereka yang bertobat kepada-Nya dari dosa-dosa mereka, tidak peduli apapun jenis dosanya dan kemudian di lanjutkan dengan larangan dan ancaman untuk tidak berteman dengan mereka seperti ini, "Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." kemudian ditekankan dengan bunyi larangan seperti juga tidak berteman dengan para Yahudi dan Nasrani sebagaimana tercantum dalam AQ 5.51, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

    Malah dalam tafsir Jalalyn untuk surat AQ 60.8, disampaikan bahwa ayat ini disampaikan SEBELUM TURUN perintah MELAWAN melawan mereka.[ini artinya bahwa ayat ini telah digantikan (abogasi) oleh ayat AQ 9.29 (atau lihat FATWA sebelumnya) yang juga menyatakan bahwa ayat AQ 60.8-9 telah diabrogasi (detail ayat lain yang diabrogasi lihat di sini)]
Tidak nyambung, bukan? Jadi sekali lagi,
perintahnya adalah TETAP SAJA yaitu melawan mereka sampai tidak ada lagi FITNA/SYIRIK, kecuali mereka tunduk dan patuh kepada Islam.

Apa sih Hudaibiyah itu, yang melatarbelakangi turunnya beberapa surat di atas ini?

Pada bulan Dulqaidah 6 AH, Muhammad besama 1400 kaum muslim (Bukhari no.3312, 4463, Muslim no.3449) dengan dalih hendak umrah dan membawa hewan kurban, mereka berangkat dari Medinah menuju Mekkah mereka juga siap untuk berperang (Bukhari no.2945, 3868, 4466) karena datang dengan membawa persenjataan. Mereka kemudian terhenti di sebuah sumur di daerah Hudaibiyah (sekitar 22 km di Barat Daya luar kota Mekah). Di tempat itu, itu kaum muslim berbaiat (di bawah sebuah pohon) untuk menyongsong kematian (Bukhari no.2740, 6666, Muslim 3462, Tirmidhi no.1518) dan ditempat itu juga dilakukan sebuah perjanjian dengan kaum Quraish.
    Bapak dari Abdullah bin Abu Qatadah spesifik menyatakan peristiwa terhenti di Hudabiyah dari Medinah menuju Mekkah adalah "غَزْوَةَ الْحُدَيْبِيَةِ" (gẖaz̊waẗa Al-Hudaibiyah = perang Hudaibiyah, di hadis Muslim no.2066, Nasai no.2776). Abdullah bin Mas'ud juga menyatakannya sebagai "غَزْوَةِ الْحُدَيْبِيَةِ" (gẖaz̊waẗi ạl̊ḥudaẙbīaẗi = Perang Hudaibiyyah, di Ahmad no.3526)
Untuk memahami mengapa tujuan hendak berumroh adalah dalih belaka, maka kita perlu tahu syarat dalam melakukan UMROH/HAJI
    (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (sehubungan dengan seksual), berbuat fasik (dosa) dan BERBANTAH BANTAH di dalam masa mengerjakan haji (AQ 2.197).
Maka hendak UMROH tapi TIDAK MEMAKAI PAKAIAN IHRAM tapi MALAH MEMAKAI BAJU BESI (misal Al Mughira bin Syu'bah di Bukhari no.2529. Umar di Muslim no.3866 dan minta dibawakan kuda huntuk berperang), TAMENG dan PERISAI (misal Muhammad memberikan itu pada salamah di Muslim no.3372) untuk berperang dan juga membawa:
  • Panah-panah (Bukhari no.2529),
  • Pedang terhunus tidak dalam sarung (Bukhari no.2529)
  • Tameng dan Perisai (Muslim no. 3372)
  • Senjata-senjata (Bukhari no.3868)
  • Beberapa datang tidak untuk umroh malah berburu dan membunuh keledai buruannya (misal Bapaknya Abu Qatadah di Bukhari no.1693, Muslim no.2066).
maka jelas sekali bahwa sedari awal, mereka tidaklah bertujuan hendak umroh namun hendak berperang, bukan?

Di Hudabiyah ini, Umar bin Khattab bahkan mendekatkan pedangnya agar dapat digunakan Abu Jandal untuk membunuh ayahnya sendiri:
    Az-Zuhri berkata, “Umar bin Khaththab berdiri ke tempat Abu Jandal kemudian berjalan di sampingnya dan berkata, ‘Bersabarlah engkau, hai Abu Jandal, sesungguhnya mereka orang-orang musyrikin dan darah mereka adalah darah anjing.’ Umar bin Khaththab berkata, ‘ Umar bin Khaththab mendekatkan PEGANGAN PEDANG kepada Abu Jandal. Umar bin Khaththab berkata, ‘Aku berharap Abu Jandal mengambil pedang terebut kemudian membunuh ayahnya dan permasalahanpun selesai.” ["Sirat Nabawiyah", Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, bab 169, hal 284]

    Note:
    Dalam Islam, membunuh orang tua sendiri yang kafir DIBENARKAN:

    1. Mereka (para perawi) berkata: Rasulullah mengirim pasukan di bawah perintah al-Dahhak Ibn Sufyan Ibnu 'Auf Ibn Abu Bakr al-Kilabi, melawan al-Qurara. Al-Asyad Ibnu Salamah Ibn Qart bersamanya. Mereka saling berhadapan di al-Zujj dari Lawah dan meminta mereka masuk Islam, Karena mereka menolak, diserang hingga melarikan diri. Al-Asyad berhadapan dengan ayahnya, Salamah, di atas kudanya, di kolam al-Zujj. Dia meminta Ayahnya masuk islam dan menjanjikan pengampunan. Ayahnya menegurnya karena memeluk Islam, Ia marah dan membacok kuda ayahnya, Kuda salamah rebah dan Ia bertahan dengan tombaknya di air. Al-Asyad terus menahannya hingga satu diantara para muslim datang kesana dan membunuhnya. Di katakan anaknya tidak membunuhnya. [Ibnu Sa'ad, "Al-Tabaqat Al-Kabir", terjemahan Inggris oleh S. Moinul Haq, MA, Ph.D, dipandu: HK Ghazanfar MA [Kitab Bhavan Eksport & Import, 1784 Kalan Mahal, Daryaganj, New Delhi - 110 002 India ], Vol. II, hal. 201]
    2. Menurut Ibnu Humaid-Salamah - Muhammad b. Ishaq-'Asim b. 'Umar b. Qatadah: 'Abdallah b. 'Abdallah b. Ubayy b. Salul datang ke Rasulullah dan berkata: "Rasulullah, saya diberitahu bahwa Anda ingin membunuh 'Abdallah b Ubayy (ayahnya) karena apa yang telah dilaporkan padamu tentang dirinya. Jika Anda akan melakukannya, perintahkanlah aku dan aku akan membawa kepala ayahku padamu. Demi Allah, Kaum al-Khazraj tahu bahwa tak ada pria yang lebih berbakti pada ayahnya selain dari aku sendiri. Aku takut engkau akan perintahkan lain orang untuk melakukannya dan Ia bisa jadi membunuhnya, jiwaku tak mengijinkan Aku melihat pembantai ayahku berjalan diantara orang-orang, Aku pasti membunuhnya, membunuh seorang Muslim untuk membalas kafir, akan masuk Api [neraka]. Rasul Allah berkata,"Tidak, kita akan bersabar, dan bergaul dengan ramah selama ia tinggal bersama kita".. (The History of al-Tabari: The Victory of Islam, translated by Michael Fishbein [State University of New York Press (SUNY), Albany 1997], Vol. VIII (8), p. 55)
    3. Shaikh Burhanuddin Ali dari Marghinan (w. 1196), Ahli hukum mazhab Hanafi:
      Jika dalam pertempuran, sang ayah adalah kafir dan jika tetap mengejar sang ayah, ia tidak harus membunuhnya sendiri, tapi menahannya sejenak hingga yang lain datang untuk membunuhnya..Namun, jika upaya ayah membunuh sang anak, sedemikian rupa hingga sang anak tidak mampu lagi mengusirnya kecuali dengan membunuhnya, dalam hal ini, sang anak TIDAK PERLU RAGU MEMBUNUHNYA, maka halal bagi sang anak membunuh ayahnya...,di mana ayah adalah kafir dan berupaya membunuh anaknya, SAH bagi sang anak membunuh ayahnya dalam upaya pembelaan diri [Cuplikan dari Hidayah, Translasi English dalam Thomas P. Hughes, A Dictionary of Islam (London: W. H. Allen, 1895), pp. 243-248]
Kaum Quraish Mekkah tentunya tahu persis maksud kedatangan Muhammad dengan 1400 orang yang berdalih untuk umrah namun datang dengan persenjataan. Tentu saja gerombolan dengan itikad TIDAK SUCI ini tidak akan dibiarkan untuk masuk kota sehingga pergerakan mereka menjadi terhenti di sebuah sumur di HUDAIBIYYAH. Hal ini adalah wajar mengingat kaum Quraish telah kenyang mengalami hinaan ucapan (pada nenek moyang, adat istiadat dan tuhan-tuhan mereka) dari mulai sebelum HIJRAH dan juga siksaan lain (perampokan karavan dagang mereka dan pembunuhan di bulan haram oleh kaum Muslim) yang tidak putus-putusnya dilakukan sejak Hijrah.

Walaupun tahu maksud sebenarnya kedatangan Muhammad dan juga walaupun kaum Quraish berada dalam unggul jumlah, karena bulan HARAM, untuk inisiatif DALAM berdamai datangnya justru BUKAN dari pihak Muslim namun dari pihak Quraish.
    "..orang-orang Quraisy mengutus Suhail bin Amr saudara Bani Amr bin Luai kepada Rasulullah SAW. Mereka berkata kepada Suhail bin Amr, ‘Pergilah kepada Muhammad, berdamailah dengannya, dan isi perdamaian ialah bahwa ia harus pergi dari tempat kita tahun ini. Demi Allah, orang-orang Arab tidak boleh memperbincangkan kita bahwa ia datang kepada kami dengan kekerasan [Ibn Ishaq, bab 169,hal 282]
Dengan menggunakan alasan yang sama, yaitu umrah, maka kaum muslim ditolak masuk Mekkah dan diikat dengan perjanjian yang diantaranya: tahun depan kaum Muslim dapat melakukan umrah masuk kota selama 3 hari dan tidak memasukinya kecuali pedang-pedang mereka disarungkan (Buhari no.2500). Pada tahun berikutnya, di bulan Dulqaidah, Kaum Muslimin melakukan umrah dan tinggal selama 3 malam di Mekkah.
    Note:
    AQ 2.197 diatas, mengisyaratkan rafat/tindakan dan ucapan yang BERHUBUNGAN dengan urusan SEKSUAL tidak boleh dilakukan saat umroh/Haji, namun dikalangan islam ada pula aturan ini:

      ولو وطئ بهيمة لا يفسد حجه
      "Jika Ia melakukan hubungan seksual dengan seekor binatang, itu tidak membuat hajinya batal" [Abu Bakar al-Kashani (d. 587 H), Badaye al-Sanae, Vol. 2, p. 216]

      Jadi tampaknya, segala hal seksual yang dimaksud diharamkan saat umroh/haji ini tampaknya jika dilakukan dengan jenis manusia saja bukan dengan binatang

    Tentu saja bukan hal yang itu yang kita hendak ketahui lebih lanjut, melainkan peristiwa umroh yang dilakukan Nabi di 1 tahun (7 AH) setelah Hudabiyyah. Ini dikenal sebagai ibadah haji pengganti/Umrat Al Qada.

    Di saat umroh pengganti tersebut, Muhammad menerima lamaran dan menikah dengan Maymunah binti Harits

      Saat Muhammad SAW melakukan ibadah haji pengganti (Umrat Al Qada] di tahun 7 H (629 M), Abbas bin Abdul Muthalib usul agar Muhammad (60 tahun) menikahi Maimunah yang akan menguatkan ikatan persaudaraan. Muhammad SAW setuju dan pernikahan dilakukan di Saraf sektiar 10 km dari Mekah. Usia Maimunah saat itu sekitar 30 tahun [Abbas Jamal, Halaman 84 - 86.. Usia itu juga disebutkan di Sunan Nasa’i vol.1 #43 p.120] Sumber lain yang menyatakan usia Maymunah saat itu adalah 26 tahun ["The Wives of the Messenger of Allah (P.B. U.H.), Translated by AH Carreraga, Published by Dar Al-Ghadd Al-Cadeed, hal.166]

      Ibn Hisham: Ia menyerahkan dirinya pada Nabi, menerima lamaran Muhammad saat di atas unta. Maymunah berkata, "Unta dan apa yang ada di atasnya adalah kepunyaan Nabi" Kemudian turun ayat, "dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya" [AQ 33.50] [Catatan kaki no.900 di Tabari, vol.9, hal.135. Juga di catatan kaki dikatakan wanita lain yang menyerahkan dirinya kepada nabi adalah Zainab Bint Jahsh atau Umm Sharik Ghaziyyah binti Jabir. Beberapa lagi mengatakan perempuan dari Bani Samah bin Lu'ayy namun Nabi menunda hal ini]

      Riwayat Ibn 'Umar [al-Waqidi] — Musa b. Muhammad b. 'Abd al-Rahman — Ayahnya: 'Amrah [bt. 'Abd al-Rahman] dan menurut riwayat Ibn 'Umar [al-Waqidi] — ['Abd al-Malik b. 'Abd al-'Aziz] Ibn Jurayj — Abu al-Zubayr — 'Ikrimah: Maymunah bt. al- Harith memberikan dirinya kepada Nabi [Tabari vol.39, hal.186]

      Jabir bin Zaid (Abu Sya'tsa', w.93 H) berkata bahwa para ulama berselisih pendapat mengenai pernikahan Nabi SAW dengan Maimunah karena beliau menikahinya di jalan kota Makkah. Sebagian berpendapat; 'Nabi menikahinya dalam keadaan sudah halal, namun kelihatannya beliau menikah dalam keadaan sedang ihram/Haram. [Tirmidhi no.773].

    Karenanya terdapat sekurang 30an hadis dari berbagai pengumpul hadis yang mewartakan mengenai hal ini saja.

    • Yang meriwayatkan dari Ibn Abbas (w.68 H, ponakan Maimunah), bahwa Nabi menikahi Maimunnah dalam keadaan Ihram adalah 6 orang: Atha bin Abu rabah (w.114 H), Ikrimah (104 H, Maula Ibn Abbas), Jabir bin Zaid (w.93 H), Thawus bin Kaisan (w.106 H), Mujahid bin Jabar (w.102 H) dan Sa'id bin Jubair bin Hisyam (94 H)

    • Yang meriwayatkan dari Yazid bin Aslam (l.30H, w.103H, juga ponakan Maimunah) dan mengaku meriwayatkan ini dari Maimunah bahwa Nabi menikahi dalam keadaan tidak ihram, TERNYATA HANYA berdasarkan kabar 1 orang saja yaitu Abu Fazarah (Rashid bin Kaysan). Sementara itu Abu Fazarah saja pernah menyampaikan hadis dari Abu Zaid maula 'Amru bin Huraits yang dikatakan Majhul oleh Ahmad Hanbal, Bukhari, Zuhrah.

    • Yang meriwayatkan dari Abu Rafi bahwa Nabi menikahi dalam keadaan tidak Ihram, juga TERNYATA HANYA berasal dari kabar 1 orang saja yang sanadnya ini disambungkan oleh Mathar bin Thaman yang menurut ulama As Saji, Mathar shaduuq tapi punya keragu-raguan.

    • Muslim no. 2527 meriwayatkan dari Sufyan Ibn Uyainah bahwa Ia mendengar dari Amru bin Dinar dari Abu As Sya'tsa` dari Ibnu Abbas: Nabi SAW menikahi Maimunah sedang berihram dan Sufyan mengklaim menceritakan ini pada Az Zuhri dan Zuhri menyatakan bahwa Yazid menyatakan bahwa beliau menikahinya ketika sedang halal. Ulama Abu Hatim Ar-razi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani tampaknya meragukan Sufyan, karena mereka berkata bahwa Sufyan terkenal taldis hadis jika meriwayatkan dari Az-Zuhri. Disamping itu, Tirmidhi mengatakan Banyak yang meriwayatkan hadits Yazid Al Asham SECARA MURSAL (terputus sanadnya): bahwa Rasulullah SAW menikahi Maimunah ketika sedang halal

    • Abu dawud meriwayatkan dari Musaddad bahwa Nabi SAW menikahi Maymunah dalam keadaan Ihram dan menyampaikan hadis dari riwayat Ibnu Basysyar - Abdurrahman bin Mahdi - Sufyan - Ismail bin Umayyah - seorang laki-laki - Sa'id bin Al Musayyab berkata bahwa Ibnu Abbas telah salah mengenai pernikahan Maimunah dan beliau dalam keadaan berihram. [Abu Dawud no.1571]. Seseorang yang tidak dikenal masuk sebagai perawi jelas bukan hadis yang baik.

    • Walaupun saat kejadian, Ibn Abbas tidak di Mekkah, namun yang mengawinkan Muhammad pada Maymunah adalah BAPAKNYA IBN ABBAS, sebagaimana disampaikan Ibn Humayd – Salamah – Muhammad b. Ishaq – Aban b.Salih dan ‘Abdallah b. Abi Najih – ‘Ata’ b. Abi Rabah dan Mujahid – Ibn ‘Abbas: NABI SAW mengawini Maymunah binti al Harith pada perjalanan ini ketika ia sedang Ihram. AL ABBAS BIN ABDUL MUTTALIB yang MENGAWININYA dengan NABI. [Tabari]

      IBN ISHAQ: "Nabi SAW tinggal di mekkah 3 malam. di hari ke-3...mereka bertanya padanya, "Waktu perjanjian telah habis, pergi dari kami!" Nabi saw berkata pada mereka, "bagaimana ini akan menyakiti kalian jika kalian membiarkan aku dan AKU MERAYAKAN PERAYAAN PERKAWINAN diantara kalian? Kami sedang mempersiapkan makanan untuk kalian dan mengharapkan kehadiran kalian" Mereka berkata, Kami tidak butuh makananmu, pergi dari kami!" Nabi SAW pergi meninggalkan ABU RAFI untuk bertanggung jawab terhadap MAYMUNAH [Tabari vol.8 hal.136.137]

    Kemudian,
    Tirmidhi no.770 s.d no.774, memberikan analisa haram vs halalnya Muhammad menikahi maimunah disaat itu:

    • Banyak yang mengklaim mewartakan dari Yazid bahwa muhammad mengawini Maimunah secara halal, disamping periwayatannya GHARIB dan MURSAL (terputus sanadnya) [Tirmidhi no.774]
    • Yang mengklaim mewartakannya dari Abu Rafi bahwa Muhammad mengawini Maimunah, periwayatannya tunggal saja, TIDAK DIKETAHUI LAIN ORANG YANG menyambungkan sanadnya KECUALI menurut versi Hammad bin Zaid - Mathar Al Warraq. Hadis dari Malik dan Sulaiman bin Bilal dari Rabiah periwayatanya Mursal [Tirmidhi no.770]. Ulama As Saji katakan Mathar adalah shaduuq tapi punya keragu-raguan.
    • Yang mengklaim bahwa Muhammad mengawini Maymunah saat sedang Ihram (haram) TERNYATA berasal dari 2 sumber: yaitu dari AISYAH dan dari IBN ABBAS. Hadis tentang Muhammad menikahi saat sedang Ihram diamalkan sebagian ulama dan merupakan pendapat Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah." [Tirmidhi no.771]

    Tampaknya berita Muhammad menikah dalam keadaan Ihram mempunyai PENDUKUNG yang lebih KUAT, lebih BANYAK secara jumlah dan JALUR perawi hingga ke bawah. [Sumber: Bukhari no.1706, 3926, 3148, 4722. Muslim no.2527, 2528, 2529. Tirmidhi no.770-774, Juga dari Nasai, Abu Dawud, dan 15an hadis dari Imam Ahmad]
Kemudian, disamping tentang umroh, juga terdapat beberapa hal lain dalam perjanjian yang terjadi di Hudaibiyah tersebut diantaranya:
    'Tulislah ini perdamaian antara Muhammad bin Abdullah dengan Suhail bin Amr. Keduanya berdamai untuk menghentikan perang selama sepuluh tahun, masing-masing pihak memberikan keamanan selama jangka waktu tersebut, masing-masing pihak menahan diri dari pihak lainnya, barangsiapa di antara orang-orang Quraisy datang kepada Muhammad tanpa izin pemiliknya maka ia dikembalikan kepadanya, barangsiapa di antara pengikut Muhammad pergi kepada orang-orang Quraisy maka ia tidak dikembalikan kepadanya, kita harus komitmen dengan isi perdamaian, pencurian rahasia dan pengkhianatan tidak diperbolehkan, barangsiapa ingin masuk ke dalam perjanjian Muhammad maka ia masuk ke dalamnya, dan barangsiapa ingin masuk ke dalam perjanjian orang-orang Quraisy maka ia masuk ke dalamnya.'

    Orang-orang Khuza'ah berdiri dan berkata, 'Kami masuk ke dalam perjanjian Muhammad.' Orang-orang Bani Bakr juga berdiri dan berkata, `Kami masuk ke dalam perjanjian orang-orang Quraisy.'

    Isi perdamaian lebih lanjut, 'Engkau (Muhammad) pulang dari tempat kami tahun ini dan tidak boleh masuk ke Makkah pada tahun ini. Tahun depan, kami keluar Makkah, kemudian engkau memasuki Makkah dengan sahabat-sahabatmu, engkau berada di sana selama tiga hari dengan membawa senjata layaknya musafir yaitu pedang di sarungnya dan tidak membawa senjata lainnya'." [ibn ishaq, bab 167, hal.283]

    Dalam Sahih al-Bukhari 3:49:62 dan Sahih Muslim 19:4404 tercatat Nabi sendiri menghapus kata "Muhammad sebagai utusan Allah" karena Suhail bin Amr sebagai wakil Quraish menolak ucapan itu.
Namun kemudian, terjadi pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak

Pelanggaran yang dilakukan Muslim:
    [..]Abu Bashir pulang bersama kedua utusan orang-orang Quraisy tersebut. Ketika Abu Bashir tiba di Dzul Al-Hulaifah, ia duduk di samping tembok dan duduk bersama kedua utusan tersebut. Abu Bashri berkata, ‘Hai saudara Bani Amir, apakah pedangmu tajam?’ Utusan orang-orang Quraisy tersebut menjawab, ‘Ya.’ Abu Bashir berkata, ‘Bolehkah aku melihatnya?’ Utusan orang-orang Quraisy tersebut berkata, ‘Silahkan lihat, kalau engkau mau.’ Abu Bashir mengambil pedang tersebut dari sarungnya, kemudian memukulkannya ke utusan orang Quraisy tersebut hingga tewas. [Ibn Ishaq, bab 170 hal 291]

    Ada sekitar tujuh puluh orang yang berkumpul dengan Abu Bashir. Mereka menekan orang-orang Quraisy dengan membunuh siapa saja di antara orang-orang Quraisy yang berhasil mereka tangkap dan merampas kekayaan rombongan dagang yang berjalan melewati mereka. [hal.292]

    Imarah bin Uqbah dan Al-Walid bin Uqbah, datang kepada beliau guna meminta beliau menyerahkan Ummu Kultum kepada keduanya sesuai perjanjian beliau dengan orang-orang Quraisy di Al-Hudaibiyah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menolak mengabulkan permintaan keduanya, karena Allah tidak menghendakinya.” [Ibn Ishaq, Bab 171, hal 194]
Dalam pelanggaran yang dilakukan kaum Muslim ini, banyak kaum quraish yang terbunuh, namun tetep saja kaum QURAISH berusaha untuk tidak membatalkan perjanjian.

Berbeda dengan pihak Muhammad dan kawanannya, setelah perjanjian tersebut, para pengikutnya kecewa [Bukhari 3:50:891] karena gagal menyerbu mekkah tentunya, untuk mengobati kekecewaan mereka, turunlah beberapa perintah allah dalam surat no.48, diantaranya AQ 48.16-17, AQ 48.27.
    AQ 48.16 itu adalah perintah untuk memerangi mereka yang berkekuatan besar. Ibn kathir merangkum maksud dari "mereka yg berkekuatan besar" dalam 4 (empat) pendapat, yaitu kaum Hawazan, penduduk Tsaqif, bani Hanifah dan Persia.

    Ibn hatim meriwayatkan dari az-zuhri - said bin al mushyabab - abu huraira -muhammad saw: "tidak akan datang kiamat hingga kalian memerangi suatu kaum yang bermata sipit, berhidung pesek, seolah2 wajahnya seperti prisai". Sufyan berkata yg dimaksud adalah turki, abu huraira berpendapat dari sabda muhammad saw, "kalian akan memerangi kaum yg sandalnya bulu" dan ditafsirkan bangsa kurdi. Kemudian allah yg menyatakan, "kalian akan memerangi mereka atau mereka akan menyerah" disyariatkan untuk melakukan jihad dan memerangi mereka.

    kemudian untuk "Maka jika kamu patuhi (ajakan itu)" di maksudkan agar mematuhi dan pergi jihad. Kemudian, ayat 17 adalah pengecualian jenis-jenis orang yang boleh tidak ikut berjihad dan dilanjutkan dengan memberikan perintah jihad, "Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling" yakni yang enggan berjihad, maka "niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih" yakni di dunia dengan kehinaan dan di akhirat dengan api neraka. [Tafsir Ibn kathir, Jilid 7, juz 26 hal 438-40].
Inilah mengapa AYAT INI dikatakan membatalkan AQ 2.256.
    Note:
    Terkadang beberapa muslim juga menggunakan dalih adanya toleransi dengan hadis muslim ini:

    "Barangsiapa menyakiti org kafir dzimmi,mk Aku menjadi lawannya pd hari kiamat" (HR. Muslim) dan/atau dikaitkan dengan AQ 4.90, "kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai)atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka."

    Penggunaan dalih di atas, sangatlah absurd, karena toleransi ini berbatas pada mereka yang TELAH TERIKAT PERJANJIAN, karena kata kafir dzimmi adalah merujuk pada jenis KAFIR (Musyrik) yang muslim terikat perjanjian dengannya karena beberapa alasan diantaranya si kafir dapat dimanfaatkan keadaannya sehingga ada gunanya tetap dibiarkan hidup juga dengan harapan selama periode perjanjian ini, Ia akan masuk Islam makanya mereka dianggap dalam perlindungan atau hanya karena mereka masih terlalu kuat (itulah sebabnya muslim membuat perjanjian agar dapat mengulur waktu). Namun kondisi dan keadaan itupun TELAH BERLALU karena TELAH DIBATALKAN Allah dan NABI sendiri disaat beliau masih HIDUP! Jadi penggunaan alasan ini jelas mengada-ada.

    Tafsir Ibn Kathir AQ 4:88-91:
    Imam Ahmad mencatat, Zayd bin Thabit meriwayatkan bahwa Nabi sedang bersiap berperang menuju Uhud, beberapa orang yang menemani beliau berbalik kembali ke Medinah, Melihat ini para sahabat menjadi terbagi dua, satu menyatakan mereka harus dibunuh, sementara yang lainnya berkeberatan.

    Al Awfi mencatat bahwa Ibn Abbas meriwayatkan berkata bahwa Ayat ini [4:88] turun mengenai beberapa orang di mekkah yang sudah masuk Islam dan bepergian keluar mekkah utk suatu urusan, Ketika yang lain mengetahui, mereka pecah pada dua, yang satu ingin mengejar dan membunuhnya sementara yang lain tidak. Nabi berada diantara mereka dan tidak menghentikan argumen2 mereka sehingga turunlah ayat Allah, yaitu Allahlah yang membalikan mereka menuju kekafiran [Ibn Abi Hatim & Ibn Abbas meriwayatkan demikian] Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.

    Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling [Ibn Abbas meriwayatkan. As-Suddi berkata bagian ayat itu berarti "Jika mereka menyatakan kemurtatadannya secara terbuka"]

    Pengecualian jika mereka yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau juga mereka yang Dimmah (mereka yang di bawah perlindungan dengan membayar pajak tahunan [Jizyah]) perlakukan mereka seperti engkau telah berdamai [diriwayatkan As-Suddi, Ibn Zayd and Ibn Jarir].

    Sahih Bukhari merekam kisah Perjanjian Al-Hudaibiyyah, antara kaum Quraish dan Kaum Nabi Muhammad, Ibn Abbas meriwayatkan bahwa AYAT PENGECUALIAN TERSEBUT TELAH DI ABROGASI [diganti] dengan turunnya ayat, "Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu], maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka [QS 9:5]"

    Dalam tafsir Ibn kathir utk AQ 9.5 (juz 10 hal.95-96) dikatakan,
    "ayat yang mulia ini adalah ayat as-syaif (pedang), di mana dalam hal ini adh-dhahhak bin Muzahim berkata, 'Ayat ini menghapus SEMUA PERJANJIAN antara Nabi SAW dengan salah seorang Musyrik, SEMUA PERJANJIAN, dan semua batas waktu yang disepakati'"

    Al 'Aufi berkata dari ibn Abbas berkaitan dengan ayat ini, 'TIDAK ADA perjanjian dan perlindungan yang masih berlaku bagi seorang musyrikpun SEMENJAK DITURUNKANNYA berita penghapusan hubungan, dan berlalunya bulan-bulan suci'. Batas waktu perjanjian yang dilakukan oleh orang musyrik sebelum diturunkannya berita pemutusan hubugan adalah empat bulan dari semenjak berita pemutusan hubungan di bacakan hingga 10 Rabiul Akhir. Setelah itu para muffasir berbeda pendapat mengenai ayat pedang ini, adh-Dahhak dan as-suddi, ayat ini dinasakh-an dengan firman Allah AQ 47.4, "kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan" sedangkan Qatadah berkata sebaliknya."

      Note:
      Dalam tafsir ibn kathir utk AQ 47.4-9, dikatakan: Ayat AQ 47.4 turun di saat perang Badar, di mana Allah mencela mereka yang memperbanyak tawanan dengan tujuan mendapatkan tebusan dan saat itu tidak banyak membunuh padahal yang seharusnya dilakukan adalah "Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka"

      Oleh karenanya Allah berfirman, "Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil." (AQ 8.67-68)

      Ibn kathir menyampaikan beberapa kelompok pendapat para ulama, yaitu:

      • ayat yang memberikan pilihan membebaskan mereka atau menerima tebusan dibatalkan oleh AQ 9.5, sebagian lain mengatakan tidak di batalkan
      • Ulama lain berpendapat boleh dibebaskan cuma-cuma atau diminta tebusan tidak boleh dibunuh, sementara ulama lainnya mengatakan boleh membunuhnya

      Untuk tafsir, "sampai perang berakhir", Mujahid berkata, "sampai Isa putra Maryam turun"

      ATAU

      Pendapat lannya mengutip Imam Ahmad bin Jubair direkam dari Nufayr yang dilaporkan dari Salamah bin Nufayl bahwa ia pergi ke Rasulullah dan berkata, "Aku telah melepaskan kudaku pergi, dan melemparkan senjataku, karena perang telah berakhir. Tidak ada lagi pertempuran. '' Kemudian Nabi berkata kepadanya, Sekarang saat pertempuran telah tiba. AKAN SELALU ADA SEKELOMPOK DARI UMATKU DOMINAN ATAS ORANG LAIN. ALLAH AKAN MENGUBAH BEBERAPA ORANG, SEHINGGA MEREKA AKAN MELAWAN mereka

      ATAU

      Qatadah mengatakan, "HINGGA TIDAK ADA KEMUSYRIKAN" hal yang sama seperti bunyi AQ 2.193

      ATAU

      Sebagian mengatakan hingga pasukan musyrik berhenti yaitu dengan bertaubat kepada Allah.

      Pada kalimat, "tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain" adalah MENSYARIATKAN untuk JIHAD dan PERLAWANAN terhadap MUSUH untuk MEMBERIKAN UJIAN. Sehingga bagi yang terbunuh, "Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka."

      -> Jadi MEMERANGI KAFIR itu TETAP BERLAKU SELAMA-LAMANYA karena selama masih ada kaum musyrik di muka bumi, maka muslim terus menerus berada dalam kondisi di MEDAN PERANG.

    Tafsir ibn kathir juz ke-10 hal 96-98 untuk ayat AQ 9.6 menyampaikan 2 (dua) kondisi kenapa memberikan perlindungan, yaitu yang pertama adalah agar ia MENDAPAT KESEMPATAN mendengarkan kalimat allah dan perlindungan untuk mengantarkannya ke tempat aman.

    Dan yang kedua jika ia datang sebagai UTUSAN (untuk kafir Harbi).

    Lamanya perlindungan terdapat beberapa pendapat berbeda: Mereka di lindungi selama 4 bulan saja (beberapa mengatakan TIDAK LEBIH dari 1 tahun) sebagian membolehkan dan sebagian tidak).

    Untuk ayat 7, adalah pemutusan hubungan dengan kaum kafir dan memberikan tempo pada mereka selama 4 bulan lalu dilanjutkan dengan tindakan berupa PEMBUNUHAN TANPA PANDANG BULU DIMANAPUN DITEMUKAN. (Perjanjian Hudabiyah dzulkaidah 6 AH s/d pemutusannya di bulan Ramadhan tahun ke-8 AH dan diberikan 4 bulan perlindungan)

    Di ayat ke-8, Allah menyampaikan firmannya seraya memberikan dorongan pada kaum beriman untuk memusuhi dan memutuskan hubungan dengan kaum kafir seraya menjelaskan bahwa mereka tidak berhak mendapatkan perjanjian allah karena menyekutukan allah dan mengingkari rasulnya.

    Tuduhan allah adalah karena jika jika mereka dapat mengalahkan kaum islam tidak akan menjaga kekerabatan dan mengindahkan perjanjian mereka akan menghabisi kaum muslim.

    Ali bin Abi Thalhah, Ikrimah, dan Al-'Aufi mengatakan dari Ibn Abbas bahwa al-ill adalah kerabat, sedangkan adz-dzimmah adalah perjanjian.
Setelah Hudaybiyya (628 M),
Selama periode terjadinya perjanjian tersebut Muhammad mengirimkan surat-surat kepada para penguasa negeri yang berbatasan dengan jazirah arab, termasuk kepada Heraklius dan memerintahkan mereka masuk Islam dan menyerah (Aslim taslim, demikian di akhir surat tersebut tertulis) dan juga mengirimkan banyak ekspedisi, salah satunya ke arah kota Busra dengan tujuan mengajak mereka (Pagan dan Kristen) untuk masuk Islam dan jika menolak maka akan dibasmi, salah satu insiden terjadi di desa Mu’tah yang kemudian dikenal sebagai perang Mu'tah (629M). Latar belakang kejadian, telah disirkulasikan para muslim menurut sumber di bawah ini:
    Waqidi - Rabi'a b. 'Uthman - 'Umar b. al-Hakam berkata: Rasullullah mengirim al-Harith b. 'Umayr al-Azdi, seorang dari Banu Lihb, kepada raja Busra dengan sebuah dokumen. Ketika ia sampai di Mu'ta, Shurahbil b. 'Amr al-Ghassani mencegatnya dan berkata, “Akan pergi kemana anda?” Ia menjawab, “Al-Sham.” Ia Berkata, “Mungkin anda adalah satu dari utusan Rasullullah?” Ia jawab, “Ya. Saya adalah utusan Rasullullah.” Kemudian, Shurahbil memerintahkan agar dia di ikat dengan tali dan dibunuh. Hanya Ia dibunuh karena utusan Rasullullah [The Life of Muhammad: Al-Waqidi's Kitab Al-Maghazi, hal.372]

      Note:
      Problem dari kisah ini ada beberapa: Pertama, berita berasal dari rantai perawi TUNGGAL; Kemudian, perawi Rabi'ah bin Usman, menurut Ibn Hatim adalah periwayat hadis Mungkar (mungkarul hadits). Ibn Saad katakan Rabi'a wafat diusia 77 tahun (tahun 154 AH, jaman khalifah Abu Jaffar) dan Perawi Umar bin Alhakam wafat diusia 80 tahun (tahun 117 AH, jaman Khalifah Hisham bin Abdul Malik) Jadi, pada tahun 37 AH, yaitu ketika Umar bin Al Hakam lahir, kejadian tentang Al-harith telah lewat 30 tahun dan ketika Rabi'a berumur 20 tahun, kejadian ini telah lewat 60 tahun dan TIDAK DIKETAHUI darimana Umar menerima berita itu.
Jadi, di samping perawinya ada yang mungkar, sumber berita awalpun tidak jelas. Juga terdapat 2 hadis lain yang memuat latar belakang yang berbeda sama sekali dari kisah di atas:
    Waqidi - Muhammad bin 'Abdullah bin Muslim bin 'UbaIdillah bin 'Abdullah bin Syihab (w.154) - Zuhri (w.124 H) berkata Rasullullah mengirimkan Ka'b bin Umair Al-Ghiffari bersama 15 orang ke Dhat Atlath dekat negeri Sham. Mereka menemukan sejumlah besar dan mengundangnya masuk Islam, mereka tidak menjawab dan melemparkan anak panah, sehingga semua tewas, satu yang terluka kembali. Nabi hampir saja mengirimkan penyerbuan namun mereka telah pergi ketempat lainnya.

    Waqidi - Ibn Abi Sabra - Al Harith bin Fudail berkata: Ka'b biasa bersembunyi disiang hari dan berjalan dimalam hari hingga mendekati mereka. Mata-mata mereka melihatnya dan menyampaikan pada kaumnya ada sejumlah orang sahabat Rasul. Kemudian, dengan berkuda mereka mendatangi dan membunuh mereka. [The Life of Muhammad: Al-Waqidi's Kitab Al-Maghazi, hal.372]

      Note:
      Menurut Yahya bin Main: Muhammad bin 'Abdullah bin Muslim bin 'UbaIdillah adalah DHAIF
Sehingga sirkulasi yang beredar mengenai latar belakang perang di Mutah sebagai balasan atas kematian para utusan Muhammad adalah BOHONG BELAKA. Sementara itu, dari sumber NON ISLAM, terdapat satu catatan yang diduga sebagai perang Mutah:
    Sebelum Muhammad wafat, Ia menunjuk 4 pemimpin pasukan untuk menyerang kaum Arab kristen. Dan mereka berencana menyerang pagan arab setempat di perayaan hari kurban mereka. Theodore, sang Penanggung jawab area (Vicaous) tersebut, mengetahui hal ini dari Koutabas, seorang pelayannya dari suku Quraish dan kemudian menyusun Pasukan, Ia mencegat mereka di daerah Mothous, berhasil membasmi banyak dari pasukan Saracen (Sebutan umum bagi kaum arab saat itu) dan dari 4 orang pemimpin pasukan, 3 orang berhasil dibunuh namun 1 orang bernama Khalid berhasil melarikan diri (Thopanes sebutkan juga gelarnya, yaitu Pedang Allah). ["The Chronicle of Theophanes", Anni mundi 6095-6305, hal.36]

      Note:
      4 pemimpin yang ditunjuk saat memimpin ekspedisi Mutah ini menurut sumber Islam adalah Zayd bin Harithah (anak angkat Nabi Nuhammad), Jafar ibn Abi Talib (Anak dari Paman Nabi), Abdullah bin Rawahah dan Khālid ibn al-Walīd. Yang berhasil lolos dari kematian hanyalah Khalid bin Walid.
Catatan sumber NON MUSLIM ini memberikan satu alur KONSISTEN latarbelakang perang Mutah dengan apa yang diperintahkan Allah dan Nabinya, yaitu memerangi kaum Musyrik dan ahlul kitab yang menolak masuk Islam.

Kemeudian,
Dalam AQ 48.27, terdapat kalimat, "sebelum itu dalam waktu yang dekat", ini adalah hiburan yang diberikan Allah untuk meningkatkan moralitas berupa pembasmian suku yahudi di Kaybar (628 M, di tempat ini Muhammad terkena batunya, ia makan domba yang telah diracuni yang kemudian menjadi sebab kematiannya yang menyakitkan).

Setelah itu selama beberapa bulan Muhammad di Medinnah (ada yang mengatakan 2 bulan), dan hanya melakukan perampokan-perampokan kecil. Kemudian seseorang yang berasal dari B. Bakr, yakni suku Quraish, telah membunuh seorang dari B. Khuzaa’h di tempat pengambilan air di Mekah. Suku Khuzaa’h adalah sekutu Muhammad dan dilaporkan bahwa orang yang dibunuh adalah orang Muslim. Penyerangan atas orang Khuzaa’h ini adalah pembalasan dendam atas pertentangan berdarah kedua suku yang bermusuhan itu. Lingkaran saling berbalasan dendam berdarah ini sudah dimulai lama sebelum Muhammad lahir.

Wakil Khuzza’h yang bernama Amr b. Salim al-Khuzai pergi ke Medinah untuk melaporkan Muhammad akan peristiwa ini dan minta tolong kepadanya. Muhammad tidak tertarik sama sekali untuk menjaga perdamaian. Dia tidak melakukan usaha apapun untuk menengahi pertengkaran ini dengan pihak Quraish. Malah sebaliknya, dia menggunakan pertengkaran sepele ini sebagai alasan bagi kesempatan emas menyerang orang-orang Mekkah.

Kejadian 1 orang ini saja membuat pihak muhammad kemudian memutuskan perjanjian! Padahal pihak quraish telah mengirim Abu Sufyan b Harb ke Medina. Abu Sufyan malah sempat di caci maki oleh anak perempuannya sendiri yang menjadi Istri dari Muhammad ke sekian sepulangnya dari Ethiophia bahwa Ayahnya adalah seorang pagan najis (kotor) dan tidak pantas untuk duduk di ranjang Muhammad yang suci. Tidak berapa lama kemudian Muhammad mengirim sebuah kelompok Jihadi di bawah pimpinan gabungan Abd Allah b. Abi Hadrad al-Aslami dan Abu Qatadah al-Harith b. Ribi, ke Batn. Idam, sebelah Utara Medinah untuk menyerang kafilah Mekah yang melewati daerah itu.

Kemudian terjadilah penaklukan kota mekkah,
Itulah mengapa di awal surat AQ 9, terus menerus muncul kata: pemutusan perjanjian dst..Surat ini muncul adalah karena yang melanggar dan/atau memutuskan perjanjian adalah Muhammad dan kaummnya bukan kaum Quraish.

Adalah tidak benar penaklukan Kota Mekkah tanpa darah.

Di atas telah disampaikan satu contoh pendahuluan adanya penyerangan pada kafilah Mekkah. Salah satu sample korban wafat dari kubu Muslim di saat penaklukan Mekkah adalah Kurz bin Jabir (Bukhari no.3944). Juga pemaksaan dengan teror dan ancaman dalam mengislamkan, misalnya Abu Sufyan
    Al-Abbas dengan cepat memperingatkan Abu Sufyan agar memeluk Islam, kalau tidak kepalanya bisa dipancung Muhammad. Inilah yang dikatakan al-Abbas, “Hati2lah! Katakan pengakuanmu sebelum, demi Allah, dia akan memancung kepalamu.” Karena takut dan ingin menyelamatkan nyawanya, Abu Sufyan tidak punya pilihan dan saat itu juga dia jadi Muslim.
Meskipun Abu Sufyan menyerah, beberapa pemimpin Quraish yang lain di bawah pimpinan Ikrimah b. Abi Jahl tidak mau membiarkan kaum Muslim masuk Mekah tanpa perlawanan. Maka mereka mengumpulkan orang dari B. al-Harith b. Abd Manat dan orang2 Ahabish dan beberapa suku kecil lain yang merupakan bagian dari Mekah untuk melawan tentara Muhammad. Khalid b. Walid ditunjuk untuk melawan orang2 ini. Pasukan Ikrimah bertarung melawan pasukan Khalid, tapi kalah sehingga Ikrimah b. Abi Jahl melarikan diri bersama beberapa pasukannya.

24 orang pagan (atau 28 menurut Muir) dibunuh. Ini adalah satu2nya pertempuran yang terjadi di Mekah.

Ketika Muhammad masuk Mekah, dia memberikan pengampunan bagi seluruh penduduk Mekah kecuali bagi 8 orang (atau 10 menurut Ibn Sa’d). Dia memerintahkan agar orang2 ini dibunuh bahkan walaupun mereka bersembunyi di bawah tirai Ka’abah. Sebenarnya menumpahkan darah di tempat suci itu sangatlah dilarang bagi kaum pagan. Muhammad ingin mempertahankan tradisi ini, tapi keinginannya untuk membalas dendam lebih kuat sehingga dia menyatakan bahwa Allah mengijinkan hanya untuknya untuk menumpahkan darah di tempat suci untuk beberapa jam saja.

Berikut dibawah ini hadis Sahih tentang hak bagi Muhammad untuk menumpahkan darah di tempat suci.

Hadis Sahih Bukhari 3.34.303:
Dikisahkan oleh Ibn Abbas:
Rasul Allah berkata, “Allah membuat Mekah sebagai tempat suci dan tidak diijinkan seorangpun sebelumnya atau sesudah aku (untuk berperang di tempat itu). Dan [berperang diperbolehkan bagiku untuk beberapa jam dalam satu hari khusus saja]. Tidak seorang pun boleh mencabut semak2nya yang berduri atau memotong pohon2nya atau mengejar maksudnya atau memungut Luqata (benda2 yang jatuh – nya kecuali oleh orang yang akan mengumumkan hal ini secara umum.” 'Abbas bin 'Abdul-Muttlib meminta kepada sang Nabi, “Kecuali Al- Idhkhir, bagi tukang2 emas kami dan atap2 rumah kami.” Sang Nabi berkata, “Kecuali Al-Idhkir.” ‘Ikrima berkata, “Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan mengejar maksudnya? Itu berarti memindahkannya dari kegelapan dan duduk di tempatnya.” Khalid berkata, “(‘Abbas berkata: Al Idhkir) bagi tukang2 emas dan kuburan2 kita.

Pembunuhan gadis penyanyi, tercatat dalam sunan Abu Daud 14.2678:

Dikisahkan oleh Sa'id ibn Yarbu' al-Makhzumi:
Sang Nabi berkata: di hari penaklukkan Mekah, ada 4 orang yang tidak akan kuampuni di tempat suci maupun non suci. Dia lalu menyebutkan nama orang2 itu. Dua gadis penyanyi al-Maqis; yang seorang dibunuh dan yang seorang lagi melarikan diri dan memeluk Islam.
Demikianlah sekelumit kisah yang mendahului surat AQ 9, AQ 2 dan juga AQ 60. [Sumber selain dari blog di atas, yang juga di ambil berdasarkan tulisan Ibn Sa'ad adalah juga dari Tabari vol.7 hal.164-165] [↑]


[2] Arti kata "taqiyya (تقية)" di kamus: Penipuan/pura-pura - menyembunyikan, sebagian menyembunyikan / menyamarkan perasaan, kepercayaan atau informasi disguise ketika ada ancaman bahaya kematian atau serius dan ketika ada ancaman iblis besar.

Referensi dalam sunni:
  1. Jalal al-Din al-Suyuti dalam "al-Durr al-Manthoor Fi al-Tafsir al-Ma'athoor," Ibnu 'Abbas menyatakan, Ia adalah periwayat yang PALING terkenal dan terpercaya tradisi dalam pandangan kaum Sunni, pendapat tentang al-Taqiyya dalam ayat Alquran:
    "Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena memelihara diri (" tat-taqooh "), supaya kamu terlindungi ("tooqatan") dari mereka .... [3.28 Bahwa Ibnu Abbas mengatakan:
    "al-Taqiyya adalah dengan lidah saja, ia yang telah dipaksa untuk mengatakan apa yang membuat murka Allah (SWT), dan hatinya damai ( yaitu, iman BENAR nya BELUM goyah), maka (mengatakan yang terpaksa untuk dikatakan) tidak akan membahayakan dirinya (sama sekali), (karena) al-Taqiyya adalah dengan lidah saja, (TIDAK di hati) ".

    Di Sunan al-Bayhaqi and Mustadrak al-Hakim, Ibn Abbas berkata:
    "al-Taqiyya disampaikan dengan lidah, sementara hati tetap beriman"

  2. Abu Bakr al-Razi dalam "Ahkam al-Quran," v2, hal.10, menjelaskan ayat"...kecuali karena memelihara diri (" tat-taqooh "), supaya kamu terlindungi ("tooqatan") dari mereka .... [3.28]" dengan menegaskan bahwa al-Taqiyya HARUS DI GUNAKAN ketika seseorang takut hidupnya. Sebagai tambahan, Ia riwayatkan dari Qutadah yang berkata sehubungan ayat di atas: "Di ijinkan untuk menggunakan kata-kata menipu ketika al-Taqiyya adalah wajib"

  3. Telah diriwayatkan oleh Abd al-Razak, Ibnu Sa'ad, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawayh, al-Baihaqi dalam bukunya "Al-Dala-il," dan itu dikoreksi oleh Al-Hakim dalam bukunya "al-Mustadrak" bahwa:

    "Para kafir ditangkap, 'Ammar bin Yasir (disiksa sampai) mengucapkan kata-kata kotor tentang Nabi SAW dan memuji dewa-dewa mereka, dan ketika dibebaskan, dia pergi ke Nabi SAW, Nabi berkata: "Apakah ada sesuatu di pikiran mu?"
    'Ammar bin Yasir berkata: "buruk, Mereka tidak melepaskan saya hingga saya bicara buruk tentang Anda dan memuji dewa-dewa mereka!"

    Nabi berkata: "Bagaimana jadinya dengan Iman mu?"

    Ammar menjawab: "masih ber-iman."

    Jadi Nabi berkata: "Nanti jika mereka datang lagi untukmu, lalukan hal yang sama lagi." Saat itu Allah menurunkan ayat 16:106"

    Btw, Kisah Yasir sekeluarga ini tersirkulasi kaum muslim dengan perincian yang makin ngawur, di antaranya adalan orang tuanya [Yasir dan summayya], wafat di siksa dan dikatakan bahwa sumayya (ibunya) adalah martir wanita pertama dalam Islam, namun itu adalah dusta, TABARI malah mencatat bahwa sumayya tidak wafat dan malah kawin lagi dengan Al Azraq:

    Setelah kematian Yasir Sumayyah diberikan utk dikawinkan dengan Al-Azraq, seorang budak Bizantium milik al-Harith b. Kaladah Al Thaqafi. [134] Al-Azraq adalah satu dari budak2 Ta'ifi yang pergi ke Nabi selama pengepungan al-Thaif, dan Nabi membebaskan mereka; di antara mereka ada [juga] abu bakrah.[135]. Sumayyah melahirkan anak [lelaki], Salamah b. al-Azrag, yang merupakan saudara tiri Ammar

    [134. Ia hidup di jaman Pra-Islam, mempelajari ilmu pengbatan di Persia, dan dikenal sebagai dokter Arab di masanya. Lihat Hawting, "Development"
    135. Seorang anak al-Harith b. Kaladah dengan budak wanita bernama Sumayyah (tidak identik dengan ibu dari Ammar). Dia dibebaskan oleh Nabi dan menjadi seorang sahabat yang terkenal. Keturunannya mencapai posisi tinggi di kedua pembelajaran dan administrasi. Lihat Ibn 'Abd al-Barr, Isti'db, IV, 23 dan Ibnu Hajar, Isabah, IV, 334-35, Untuk kebingungan antara Sumayyah budak wanita dari Abu Hudzaifah dan ibunya Ammar dan Sumayyah budak wanita al-Harith b. Kaladah dan ibu dari Abu Bakrah dan Salamah. Bertentangan dengan teks kita, Salamah b. al-Azraq adalah bukan saudara tiri dari 'Ammar].

  4. Taqiyya dapat dilakukan bukan hanya saat terancam namun juga untuk membunuh untuk Nabi (dan Allah):

      Diriwayatkan Jabir bin Abdullah:

      Rasul Allah berkata “Siapakah yang mau membunuh Ka`b bin al-Ashraf yang telah menyakiti Allah dan RasulNya?”

      Berdirilah Maslama dan berkata,”O Rasul Allah! Maukah kamu agar aku membunuhnya?”

      Sang Nabi berkata,”Iya”.

      Maslama berkata, “Maka izinkan saya untuk berkata sesuatu (yang menipu Ka`b).”

      Sang Nabi berkata, “Silakan katakan.”

      Maslama mengunjungi Ka`b dan berkata,”Orang itu (Muhammad) menuntut Sadaqa (zakat) darim kami, dan dia telah menyusahkan kami, dan aku datang untuk meminjam sesuatu dari kamu.”

      Ka`b menjawab, “Demi Allah, engkau akan merasa lelah berhubungan dengan dia!”

      Maslama menjawab,”Sekarang karena kami sudah mengikuti dia, kami tidak mau meninggalkan dia kecuali dan sampai kami melihat bagaimana nasibnya akhirnya.

      Sekarang kami mau engkau meminjamkan dua ekor unta dengan satu atau dua buah bekal makanan.”

      Ka`b berkata, “Iya, tapi kalian harus menggadaikan sesuatu denganku.”

      Maslama dan kawannya berkata,”Apa yang kau inginkan?”

      Ka’ b menjawab, “Gadaikanlah istri-istrimu padaku.”

      Mereka menjawab, ”Bagaimana kami dapat menggadaikan istri2 kami padamu sedangkan kamu adalah orang yang paling tampan diantara orang2 Arab?”

      Ka`b berkata, "Kalau begitu gadaikan anak2 lakimu padaku.”

      Mereka berkata, “Bagaimana kami dapat menggadaikan anak2 laki kami padamu? Nanti mereka akan diejek orang2 yang mengatakan ini dan itu dan mereka telah digadaikan dengan seekor unta penuh bekal makanan. Ini akan membuat kami sangat malu, tapi kami mau menggadaikan senjata2 kami padamu.”

      Maslama dan kawannya berjanji pada Ka`b bahwa Maslama akan kembali padanya. Dia kembali pada Ka`b pala malam harinya bersama saudara angkat Ka`b, yakni Abu Na'ila. Ka`b mengajak mereka ke bentengnya dan dia pergi bersama mereka. Istrinya bertanya, "Hendak ke manakah kau selarut ini?"

      Ka`b menjawab,"Maslama dan saudara (angkat) ku Abu Na'ila telah datang."

      Istrinya menjawab, "Aku mendengar suara seperti darah mengucur dari dirinya."

      Ka`b menjawab, "Mereka tidak lain adalah saudaraku Maslama dan saudara angkatku Abu Na'ila. Orang dermawan seharusnya menjawab permintaan (untuk datang) di malam hari meskipun (permintaan itu) adalah undangan untuk dibunuh."

      Maslama pergi dengan dua orang dan berkata pada mereka, "Jika Ka`b datang, aku akan menyentuh rambutnya dan mengendusnya (menghirup bau rambutnya), dan jika kalian melihat aku telah mencengkeram kepalanya, tusuklah dia. Aku akan biarkan kalian mengendus kepalanya."

      Ka`b bin al-Ashraf datang pada mereka, pakaiannya membungkus badannya dan menebarkan bau parfum. Maslama berkata, "Aku belum pernah mencium bau yang lebih enak daripada ini."

      Ka`b menjawab, "Aku kenal wanita2 Arab yang tahu bagaimana menggunakan parfum kelas atas."

      Maslama minta pada ka`b, "Maukah engkau mengizinkanku mengendus kepalamu?"

      Ka`b menjawab, "Boleh."

      Maslama mengendusnya dan mengajak kawannya melakukan hal yang sama. Lalu ia minta pada Ka`b lagi, "Maukah engkau mengizinkanku mengendus kepalamu?"

      Ka`b berkata, "Ya".

      Ketika Maslama berhasil mencengkeram kepala Ka`b erat2, dia berkata (pada kawan2nya), "Bunuh dia!"

      Lalu mereka membunuhnya dan pergi melaporkan hal itu pada sang Nabi. [Bukhari 5.59.369; Muslim 19.4436; juga di Ibn Ishaq, hal.368; Tabari, vol.7, hal.94-97]

  5. Atau simak Fatawa no.59879 yang menjelaskan kebolehan ber-taqiyya dalam hal berteman dengan musuh [orang kafir] jika dimaksudkan dengan harapan dapat diajak menjadi Islam, namun jika sudah jelas tidak bisa maka perlakukanlah ia sebagai musuh Allah kembali

  6. Juga trik tipuan dapat dilakukan AGAR seseorang menjadi mualaf, seperti tertuang di video ini (Memri TV (Al-Nas TV), tanggal 10 Agustus 2009, yang disampaikan ulama mesir, Mahmud Al masri (gambar kecil di kiri bawah sang ulama, aslinya bukanlah kartun):

Sekarang anda dapat memahami betapa luasnya dimensi taqiya ini yaitu tidak harus selalu dalam keadaan nyawa terancam bahkan dapat diaplikasikan untuk menggiring seseorang agar menjadi mualaf.

Dalam bahasa sederhana, dapat dikatakan berbohong dalam islam juga berarti cara yang cerdik. [Bacaan lain lihat: di sini dan di sini] [↑]


[3] Para muslim dalam melakukan pembelaan diri berargument bahwa para muslim juga punya kewajiban membayar Zakat jadi tidak ada salahnya dengan menerapkan Jizya.

Mereka yang berargumen ini tidak tahu bahwa kata zakat telah ada di quran sebelum hijrah dalam 8 surat [AQ 7.156; 19.31, 55; 21.73, 23.4; 27.3; 30.39; 31.3 dan 41.7]. Syaikhul Islam Nawawi di Al Hawi menyatakan: kata ini telah dikenal dalam syair-syair di jaman jahiliyah. Kata ini dalam bahasa Ibrani adalah zakut yang artinya adalah membersihkan. Ini mengindikasikan bahwa bahkan orang-orng Mekkah jahiliyah baik dia kalangan penganut agama Abrahamic maupun bukan punya kebiasaan berzakat (atau juga dikenal dengan bersedekah), misalnya dalam hadis di bawah ini:
    Riwayat 'Ubaidullah bin Isma'il - Abu Usamah - Hisyam - bapaknya bahwa Hakim bin Hizam RA pada zaman jahiliyah membebaskan 100 budak dan memotong 100 unta (sebagai sedekah)..[Bukhari 3.46.715] atau dari riwayat 'Abdullah bin Muhammad - Hisyam - Ma'mar - Az Zuhriy - 'Urwah - Hakim bin Hiram: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu, saat masih di zaman Jahiliyah aku sering ber'ibadah mendekatkan diri dengan cara bershadaqah, membebaskan budak dan juga menyambung silaturrahim, apakah dari itu semuanya aku akan mendapatkan pahala?". Maka Nabi SAW bersabda: "Kamu akan menerima dari kebaikan yang dahulu kamu lakukan". [Bukhari 2.24.517, Dalam kitab ZAKAT]. Hakim bin Hizam lebih tua dari Muhammad SAW (Sekitar 5 tahun) dan baru masuk Islam setelah penaklukan kota Mekkah (> 8 H)
Besaran dan variasi bisnis yang terkena zakat baik disebelum dan sesudah turunnya ayat zakat bahkan di setelah Muhammad wafat mengalami variasi perkembangan, misalnya di jaman Khalifah Umar bisnis kuda menjadi terkena objek bayar zakat (karena harganya melebih unta). Namun secara umum disampaikan besaran zakat adalah 2.5% setahunnya (dari penghasilan)

Penegakan JIZYA baru TERJADI setelah turunnya surat 9.28-29 yaitu di 9 H dan berlakau secara perorangan untuk yang telah akil baliq baik budak ataupun bukan karena menolak masuk Islam. Besaran Jizya juga bervariasi, misalnya:
    "jika kaum Yahudi berdagang di daerah muslim, datang dan ambil pada mereka mereka, 10% dari apa yang mereka investasikan dalam dagangnya [Muwatta 17.17.24.46]. Binatang ternak juga diterima sebagai pembayaran [Muwata 17.17.24.45].

    Atau ditetapkan per kepala sebesar 1 dinar (10/12 dirham)/ setara baju jaman itu (pada sample kasus ketika Muhammad menarik Jizya pada kaum kristen Najran berlaku bagi budak maupun bukan yang sudah akil baliq).
Contoh penerapan misalnya pada kasus Yahudi Khaibar yang harta bendanya ludes disikat kaum Muslim.
    Riwayat Ibnu Rumh - Al Laits - Muhammad bin Abdurrahman - Nafi' - Abdullah bin Umar - Rasulullah SAW bahwa Beliau pernah menyerahkan kebun kurma kepada orang-orang yahudi Khaibar supaya mereka garap dengan BIAYA MEREKA SENDIRI, dengan ketentuan; 1/2 hasil panenan untuk Rasulullah SAW [Muslim no.2898]
Dahulu tanah dan perkebunan ini dahulu milik mereka, setelah peristiwa Khaibar menjadi milik perampoknya. Karena pihak muslim mau memperkerjakan mereka maka dengan MEMBAYAR SELURUH BIAYA pengolahan pertanian, mereka memperoleh 1/2 hasilnya.

Jika para Yahudi ini disetelah 9 H TETAP TIDAK MAU masuk islam, walaupun penghasilan mereka berkurang 1/2nya, mereka akan melakukan ZAKUT (membersihkan hasil perolehan dengan bersedekah) sesuai ajaran mereka dan sekarang bebannya ditambah dengan MEMBAYAR Kharaj (pajak tanah, untuk penggarap pekerjaan mengandalkan tanah) + pajak baru JIZYA agar tidak digorok karena menolak masuk Islam
    Note:
    Kata Kharaj, muncul di AQ 18.94, AQ 23.72, yang diartikan pembayaran. Jizyah berhenti dibayarkan ketika menjadi muslim, Kharaj tidak berhenti dibayarkan walaupun telah menjadi Muslim. Praktek Kharaj telah diterapkan sebelum jaman Islam, misal di jaman kerajaan Persia dan Byzantium, namun berbeda-beda besaran dan polanya [↑]


[4] "Perbudakan adalah bagian dari Islam" Demikian yang disampaikan Ulama Saudi Sheikh Saleh Al-Fawzan (Anggota Dewan Ulama Senior, badan tertinggi agama Arab Saudi, Badan Informasi independen Saudi atau SIA). Sheikh mengatakan, "Perbudakan adalah bagian dari jihad, dan jihad akan tetap ada selama Islam ada." Buku-buku agama nya digunakan untuk mengajar 5 juta mahasiswa Saudi, baik di dalam negeri dan luar negeri, termasuk Amerika Serikat. Al Fawzan - mengatakan umat Islam yang berpendapat Islam menentang perbudakan "bodoh, bukan ulama." "Mereka hanyalah penulis," katanya, menurut SIA. "Siapapun yang mengatakan hal tersebut adalah kafir.".

Statement di atas benar adanya. TIDAK ADA 1 pun ayat quran yang MENGHARAMKAN perbudakan, juga TIDAK ADA anjuran MENGHAPUSKAN PERBUDAKAN dan bahkan, Nabi saja, di setelah hijrah ke Medina, terecord mempunyai lebih dari 38 Budak:
  • Nama-nama 27 Budak lelaki yg dimiliki oleh Nabi:
    "Yakan Abu Sharh, Aflah, 'Ubayd, Dhakwan, Tahman, Mirwan, Hunayn, Sanad, Fadala Yamamin, Anjasha al-Hadi, Mad'am, Karkara, Abu Rafi', Thawban, Ab Kabsha, Salih, Rabah, Yara Nubyan, Fadila, Waqid, Mabur, Abu Waqid, Kasam, Abu 'Ayb, Abu Muwayhiba, Zayd Ibn Haritha, dan juga satu budak kulit hitam yang bernama Mahran, yang dijuluki (by Muhammad) Safina (`si kapal')"

    diriwayatkan "si kapal":
    Rasullulah dan para sahabatnya melanjutkan perjalanan (ketika) barang2 mereka menjadi terlalu berat untuk mereka bawa, Nabi berkata pada ku, 'letakan pakaianmu'. Mereka mengisinya dgn barang2 mereka, kemudian mereka meletakkannya pada ku. Rasullulah berkata padaku, `bawa (itu), itu karena kau adalah si kapal'. Bahkan jika aku bawa beban 6 atau 7 keledai ketika kami dalam perjalanan, siapapun yang merasa lelah akan melemparkan pa saja yang merasa lemah akan melemparkan pakaiannya atau baju besinya atau pedangnya pada ku sehingga aku harus memanggul beban berat. Nabi berkata pada ku, `Kamu adalah si Kapal '(lihat Ibnu Qayyim, hal 115-116; al-Hulya, Vol 1, hal 369, dikutip dari Ahmad 5.222)

  • Berikut ini nama 11 Budak wanita yg dimiliki oleh Nabi:
    "adalah Salma Um Rafi', Maymuna anak perempuan Abu Asib, Maymuna anak perempuan Sa'd, Khadra, Radwa, Razina, Um Damira, Rayhana, Mary sang koptic, sebagai tambahan 2 lagi budak perempuan, satu dari diberikan kepadanya sebagai hadiah oleh sepupunya, Zaynab, dan satunya lagi merupakan hasil tangkapan dalam perang" [Ibn Qayyim al-Jawziyya "Zad al-Ma'ad" - Part 1, Pages 114-116]
NABI-pun melakukan: JUAL, BELI dan MENYEWAKAN BUDAK:
    "Muhammad mempunyai banyak budak laki dan perempuan. Ia biasa membeli dan menjual mereka, namun Ia membeli lebih banyak budak daripada menjualnya, terutama setelah Allah menguatkannya dengan firmannya, setelah hijrah dari Mekkah. Suatu ketika ia pernah menjual budak kulit hitam untuk 2 budak, namanya adalah Jacob al-Mudbir. Pembelian dari budak2nya melebihi dari yang ia jual. Ia biasa menyewakan keluar dan menyewa banyak budak, namun ia menyewa budak lebih banyak dari ia sewakan"[Wikipedia, merujuk: Ibn Qayyim al-Jawziyya "Zad al-Ma'ad" - part 1, page 160, tidak ada di versi ringkas/abridge]
Tentu saja, SUPPLAY UTAMA perbudakan BUKANLAH berasal dari hasil: jual, beli, sewa dan pemberian orang, NAMUN dari hasil peperangan. Allah secara khusus telah menghalalkannya HANYA bagi kaum muslimin dan TIDAK bagi KAUM/NABI LAINNYA, misalkan:
  • Riwayat Jabir bin Abdullah, Rasullullah SAW berkata: "Aku diberikan lima perkara yang mana belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku:..ghanimah dihalalkan untukku, namun tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelumku [Muslim no.810. Juga di: Bukhari 323, 419. Darimi no.328,1353. Ahmad no.2606, 13745, 20352, 20463]
  • Riwayat Abu Huraira, Rasulullah SAW berkata: "Tidak dihalalkan ghonimah bagi orang-orang sebelum kalian..Sedangkan pada perang badar orang-orang bersegera untuk mendapatkan harta ghonimah, maka Allah Azza Wa Jalla pun menurunkan ayat: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik. (AQ 8.68-69)" [Ahmad no.7124. Tirmidhi no.3010 (Hasan Gharib)]
  • Riwayat Abu Sa'id Kudri: Sa'd bin Mu'adh berkata: "Bunuh para pejuang mereka dan ambil keturunannya sebagai tawanan, ". Atas hal itu Nabi berkata, "engkau telah memutuskan sesuai keputusan Allah,"..[Bukhari 5.59.447]
Demikianlah dalam perolehan peperangan, selain harta, terkandung juga di dalamnya budak dan tawanan wanita.

Fungsi para tawanan wanita adalah untuk memuaskan hasrat seksual [Bukhari 8.77.600, 7.62.137; Muslim 8.3371, 8.3432-33, Muslim No.2599], yang juga dilakukan oleh Nabi misalnya dari perolehan perang di Hunayn, Nabi membagikan menantunya, Ali, seorang budak wanita bernama Baytab. Juga untuk Usman seorang budak wanita bernama Zaynab dan tidak ketinggalan pula untuk Umar [Ishaq:593]. Di bawah ini beberapa sample hadis berupa hadiah kenikmatan seksual sebagai hasil langsung dari harta rampasan perang:
  • ‘Aku memasuki Mesjid, melihat Abu, duduk disebelahnya dan berbincang mengenai Sex. Abu Said berkata ‘Kami pergi bersama Nabi dan kami memperoleh budak-budak wanita diantara hasil tangkapan/jarahan. Kami menginginkan wanita-wanita itu dan kami suka sekali menyetubuhi mereka.[Bukhari 5.59.459]
  • Jabir: Kami melakukan 'azl pada zaman Rasulullah SAW dan al-Qur'an masih diturunkan, jika ia merupakan sesuatu yang dilarang, niscaya al-Qur'an melarangnya pada kami. Muttafaq Alaihi (Bukhari dan Muslim). Menurut riwayat Muslim: Hal itu sampai kepada Nabi SAW dan beliau tidak melarangnya pada kami
  • riwayat Jabir: Kami tetap melakukan `azl di lakukan saat Alquran masih turun. Ishaq menambahkan: Sufyan berkata: Kalau ada sesuatu yang terlarang pasti Alquran telah melarang hal tersebut. [Sahih Muslim No.2608]
Sebagai Nabi pendiri ajaran ini, tentu saja beliaupun mempunyai budak seks, berikut 4 Budak wanita yang biasa dipakai bersenang-senang melepas hasrat birahi Nabi:
  • ..Namun jika ia maksudkan budak-budak yang Rasullullah biasa bersenang-senang (ya ta sarra behina), artinya meniduri mereka karena hak kepemilikan tangan kanannya? Dikatakan empat: Mariyah al-Qibtiyah, dan Rayhanah dari Bani Qurayza, dan yang ke-3 yang tidurinya selama ia diperbudak dan yg ke-4 diberikan oleh Zaynab bint Jahsh (Fatwa: 20780]
  • ..Rasulullah SAW juga mempunyai 4 budak wanita. Hazrat Maria Qibtiyya..yang lainnya adalah, Hazrat Rayhaan binti Samoon; Hazrat Nafisa dan yang ke-4, namanya tidak tercatat dalam sejarah [Mufti Ebrahim Desai, Pertanyaan 17298 dari Afrika selatan: "what is the Islamic law with regard to slave-women? Was It permissible to have relations with these slave-women without a formal marriage ceremony?"]
  • Di samping ini, Ia punya dua budak seksual. Pertama adalah Mariyah..Yang kedua adalah Raihanah bint Zaid An-Nadriyah atau Quraziyah..Abu 'Ubaidah membicarakan dua lagi budak, Jameelah, tawanan, dan seorang lagi..diberikan oleh Zainab bint Jahsh. [Za'd Al-Ma'ad 1/29] (Ar-Raheeq Al-Makhtum (THE SEALED NECTAR), Biography of the Noble Prophet, Saif-ur-Rahman al-Mubarakpuri [Maktaba Dar-us-Salam Publishers & Distributors, First Edition 1995], "The Prophetic Household", hal. 485]
Dulu Islam masih membedakan antara seseorang yang bersatus sebagai tawanan VS seseorang yang berstatus sebagai budak, di mana, seorang tawanan bukanlah budak:
    Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [AQ 8.67, turun setelah perampokan Badar, 2H/624 Masehi]

    Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. [AQ 47.4, turun setelah perampokan di Badar 2H/624 M]

    Tafsir Jalalyn menyatakan AQ 47.4 mengabrogasi AQ 8.67, namun Ibn kathir menyatakan sebaliknya.
5 tahun berlalu sejak peristiwa itu dan kemudian terjadilah perang di Awtas (630 Masehi). Di perang ini, para muslim rupanya tidak sabar untuk menyetubuhi tawanan-tawanan wanita yang mereka dapatkan dan juga enggan menyetubuhi tawanan wanita yang masih bersuami. Allah yang maha pemurah mendengar keluh kesah selangkangan mereka ini dan menurunkan ayat suci melegalkan perkosaan terhadap tawanan wanita yang telah bersiami. Sejak ayat ini turun maka setiap tawanan statusnya menjadi sama saja dengan budak:
    "Diharamkan atas kamu..dan wanita yang bersuami, KECUALI ma malakat aymanukum (apa yang tangan kananmu miliki).." [An Nisa 4:24]
Tafsir Ibn Kathir menjelaskan bahwa bagian dari ayat ini diturunkan Allah sebagai IJIN MEMPERKOSA tawanan wanita:
    Koleksi Imam Ahmad (no.11266, 11370) bahwa Abu Sa`id Al-Khudri berkata, "Kami TANGKAP BEBERAPA PEREMPUAN di area Awtas yang TELAH MENIKAH dan kami TIDAK SUKA melakukan SEKS dengan mereka karena mereka TELAH MEMPUNYAI SUAMI. Jadi KAMI TANYA pada NABi tentang hal ini, DAN AYAH INI DITURUNKAN,

    "وَالْمُحْصَنَـتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَا مَلَكْتَ أَيْمَـنُكُمْ".

    Konsekuensinya, KAMI MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS dengan wanita2 ini. Ini ada di koleksi At-Tirmidhi (no.1051, 2942-43) An-Nasa'i (no.3281), Ibn Jarir dan Muslim (8.3342-3343/no.2643-44) di sahihnya (juga di Abu Dawud no.1841/11.2150).

    note:
    Walaupun dalam tafsir tertulis agar dipastikan dulu bahwa mereka yang diperkosa ini tidak sedang hamil, namun Islam JELAS menyebutkan waktu tunggu Iddah untuk menggauli harusnya adalah 4 bulan 10 hari.
Juga scan tafsir Tabari, hal.694-695, untuk AQ 4.24 yang juga menyampaikan izin dari Allah SWT untuk memperkosa tawanan wanita yang telah bersuami.

Sample hadis yang juga menyampaikan IZIN memperkosa tawanan wanita yang telah bersuami :
    Riwayat 'Abd bin Humaid - Habban bin HIilal - Hammam bin Yahya - Qatadah - Abu Al Khalil - Abu 'Alqamah Al Hasyimi - Abu Sa'id Al Khudri;
    "Ketika terjadi perang Authas, KAMI MENGGAULI PARA WANITA (tawanan) YANG MEMILIKI SUAMI KAUM MUSYRIKIN, maka sebagian orang diantara kami membenci mereka. Lalu Allah menurunkan ayat: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. QS An-Nisa`: 24. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. [Tirmidhi no.2942]

    Riwayat Abdurrazzaq - Sufyan - Utsman Al Batti - Abu khalil - Abu Sa'id Al Khudri:
    "KAMI MENDAPATKAN WANITA-WANITA TAWANAN DARI AWTAS, KAMI TIDAK INGIN MENGGAULI MEREKA KARENA MEREKA TELAH BERSUAMI, kami bertanya kepada Nabi SAW, lalu turunlah ayat: "dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki..". Abu Sa'id: "MAKA KAMIPUN DENGAN AYAT MENGHALALKAN KEMALUAN-KEMALUAN MEREKA" [Ahmad no.11266]
Banyak muslim yang malu pada ajarannya berdalih bahwa Islam ada kewajiban membebaskan budak dengan merujuk AQ 90.10-13. Hal ini 100% TIDAK BENAR karena itu BUKAN kewajiban dan bahkan BOLEH BATAL dengan menggantikannya dengan hal lain misal: berpuasa atau memberikan makan pada orang miskin. TIDAK ADA 1 ayatpun yang melarang perbudakan juga TIDAK ADA ayat-ayat yang secara bertahap melarang seperti ketika mengharamkan miras [5].

Islam KONSISTEN TIDAK melarang, TIDAK mengharamkannya malah perbudakan dianjurkan misalnya di AQ 33.50, AQ 23.6, (ma malakat aymanuhum, apa yang tangan kanan kalian miliki = budak) yang jika melihat riwayat turunnya ayat,

AQ 90 [Al Makiyya] -> turun diurutan ke-35
AQ 23 [Al Makiyya] -> turun diurutan ke-74
AQ 33 [Al Madaniya]-> turun diurutan ke-90

Maka sangat jelas terlihat bahwa memperbudak merupakan perintah yang membumi di Islam. Bahkan, syarat untuk melakukan pembebasan budakpun, diatur dalam suatu KONDISI yang tidak boleh kurang, misalnya:
  • BUDAK ITU HARUS MUSLIM atau berpotensi menjadi Islam sebagaimana yang disyaratkan pada AQ 4.92, - "Fatahriru raqabatin" -> kemudian membebaskan budak yang beriman (muslim), AQ 2.177 dan AQ 9.60 pada kata "الرِّقَابِ" = alrriqâbi -> "l’riqabi wa raqabatin" -> membebaskan leher dari orang yang beriman dan BUKAN kaum kafir.

    Misalnya ketika Abu Bakr "membebaskan leher" bilal DENGAN cara MENUKARnya dengan 1 orang Budak Hitam (saat itu bilal bukan muslim namun seorang penyembah allah yang tunggal). "Abu Bakr fakku l'riqabi Bilal ibn Rabah wa Hamama" -> Abu Bakr "membebaskan leher" bilal anak Rabah dan Hamama. Berkata: "Na'am Bilaal, ahad! -> Ya, Bilaal, Satu!

    Contoh lain misalnya Hadis dari Abu Huraira bahwa membebaskan seorang budak yang muslim adalah berpahala [Hadis bukkhari 3.46.693] namun ada yang lebih berpahala daripada membebaskan budak, yaitu dengan menghibahkan budaknya itu kepada bibi/keluarga lainnya sebagaimana hadis dari riwayat kurib bhw Maimuna bint Al-Harith yang telah membebaskan budaknya malah dinasehati nabi bahwa daripada membebaskan budak maka lebih berpahala lagi jika memberikan/menghibahkan budaknya itu kepada para bibinya [bukhari 3.47.765/no.2403 atau muslim no.1666 atau ahmad no.25589, 25593 atau Abu dawud no.1440].

    Contoh lainnya misalnya hadis riwayat Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami, dimana ia meminta ijin Muhammad untuk membebaskan budak wanita karena menyesal telah ia pukuli. Muhammad memintanya membawa budak itu kepadanya dan kemudian Muhammad uji. yaitu: 'Di manakah Allah? ' Budak itu menjawab, 'Di langit.' Beliau bertanya, 'Siapakah aku? ' Dia menjawab, 'Kamu adalah utusan Allah.' Beliau bersabda, 'Bebaskanlah dia, karena dia seorang wanita mukminah'" [Muslim no.836, Ahmad no.22645, 22649] atau Abu Mas'ud meriwayatkan bahwa ia memukuli budaknya dan budaknya berkata, "Aku berlindung pada Allah", namun tetap saja Ia dipukuli, hingga kemudian budak itu mengatakan, "aku berlindung pada Rasullullah", Ia kemudian lepaskan..[Muslim 15.4089]

    Note:
    Perlu di perhatikan bahwa TIDAK ADA KEWAJIBAN membebaskan budak yang telah dipukuli sekalipun, misal: Diriwayatkan Asma' bint Abu Bakar:

    ...Peralatan dan barang pribadi dari abu bakar dan rasullullah SAW ditempatkan di unta yang dibawa oleh budaknya abu bakar. Abu bakar sedang duduk dan menanti kedatangannya. Budaknya datang tanpa untanya. ketika ditanya, "Dimana untamu?". Ia menjawab, "Aku kehilangannya tadi malam". Abu Bakar menjawab, "Ini hanya 1 unta dan bahkan kamu telah hilangkan". Ia kemudian memukulinya sementara Rasullullah SAW tersenyum dan berkata, lihat orang yang sedang bersuci ini, apa yang dilakukannya?..[Abu Dawud 10.1814]

    Atau contoh lain seperti diriwayatkan Ali bin abu talib,
    seorang budak perempuan keluarga muhammad melakukan zina, Nabi menyuruhnya memukuli budak perempuan itu, Ali lakukan hingga darah mengalir tidak berhenti, Ali kemudian bertanya pada nabi tentang ini. Nabi berkata biarkan hingga darahnya berhenti setelah itu lanjutkan. ("..فَقَالَ يَا عَلِيُّ انْطَلِقْ فَأَقِمْ عَلَيْهَا الْحَدَّ فَانْطَلَقْتُ فَإِذَا بِهَا دَمٌ يَسِيلُ لَمْ يَنْقَطِعْ فَأَتَيْتُهُ فَقَالَ يَا عَلِيُّ أَفَرَغْتَ قُلْتُ أَتَيْتُهَا وَدَمُهَا يَسِيلُ فَقَالَ دَعْهَا حَتَّى يَنْقَطِعَ دَمُهَا ثُمَّ أَقِمْ عَلَيْهَا الْحَدَّ وَأَقِيمُوا الْحُدُودَ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ.." ("..kemudian berkata (Faqaala), O Ali (yā ʿalīũ) pergi padanya (ạn̊ṭaliq̊ ʿalaẙhā) tegakkan hukum (fāảqim̊ ạl̊ḥadã), kemudian aku pergi (fān̊ṭalaq̊tu) maka ketika (fāi̹dẖā) darahnya (bihā damuⁿ) mengalir (yasīlu) tidak (lam̊) berhenti (yan̊qaṭi) kemudian aku datangi (nabi) (fāảtaẙtuhu) kemudian berkata (faqāla) O Ali (yā ʿalīũ) sudahkah kau selesai (ạảfaragẖ̊ta) aku berkata (qul̊tu) ạảtaẙtuhā (telah aku datang padanya) wadamuhā (dan darahnya) mengalir (yasīlu) kemudian berkata (faqāla) biarkan dia (daʿ̊hā) hingga (ḥatãy̱) berhenti (yan̊qaṭi) darahnya (damuhā) kemudian (tẖumã) tegakkan hukum padanya (ạảqim̊ ʿalaẙhā ạl̊ḥadã) dan tegakkan hukum (wāảqīmūạ ạl̊ḥudūda) pada budak kalian (ʿalay̱ mā malakat̊ ạảẙmānukum̊) ..") [Abu dawud 38.4458]

    Kemudian,
    dalam hal terjadi pembunuhan, maka Islam menyatakan: Orang MERDEKA (muslim) TIDAK BOLEH dibunuh lantaran BUDAK:

      Ibn Taymiyya mengatakan dengan mengutip Malik Ibn Anas yang ditanya: "Apa hukumannya jika seorang tuan memukuli Budaknya hingga mati? Jawabnya, "TIDAK ADA" (Vol. 6, Part 15, p 164)

      Riwayat Ali Ibnul Ja'd - Syu'bah. (dalam jalur lain disebutkan) Musa bin Isma'il - Hammad - Qatadah - Al Hasan - Samurah bahwa Nabi SAW bersabda: "... Abu Dawud berkata, " Abu Dawud Ath Thayalisi meriwayatkannya dari Hisyam seperti hadits Mu'adz. Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali - Sa'id bin Amir - Ibnu Abu Arubah - Qatadah dengan sanad Syu'bah seperti hadits itu. Hanya saja ia menambahkan, bahwa Al Hasan melupakan hadits ini. Ia menyebutkan, "ORANG MERDEKA TIDAK BOLEH DI BUNUH KARENA SEORANG BUDAK" [Abu dawud no.3914]

      ...Sebagian ulama dari kalangan tabi'in seperti Ibrahim An Nakha'i berpendapat seperti ini namun sebagian ulama seperti Al Hasan Al Bashri dan 'Atha` bin Abu Rabah berpendapat; TIDAK ADA QISHASH terhadap jiwa antara orang merdeka dan budak, JUGA TIDAK pada selain jiwa. Ini menjadi pendapat Ahmad dan Ishaq, sedangkan sebagian dari mereka berpendapat; Jika ia membunuh budaknya maka ia tidak dibunuh karenanya, namun jika ia membunuh budak orang lain maka ia dibunuh karenanya, ini menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri dan ulama Kufah. [Tirmidhi no.1334]

    Apapun pendapat itu (baik ia merdeka ataupun tidak), yang perlu digarisbawahi adalah TIDAK SEORANG MUSLIMPUN boleh DIBUNUH LANTARAN ORANG KAFIR:

      Riwayat ..- Amru bin Syu'aib - Bapaknya (Syu'aib bin 'Abdullah bin 'Amru) - Kakeknya (Abdullah bin 'Amru bin Al'Ash bin Wa'il) - Nabi SAW bersabda: "Seorang mukmin TIDAK BOLEH dibunuh karena orang kafir (sebagai qishas)." [Abu Dawud no.3907, Ahmad no.6375, Ibn Majjah no.2649, Tirmidhi no.1333. Dari jalur berbeda yaitu dari hadis Ali di Nasai no.4663]

      Riwayat ..- Al Hajjaj bin Al Hajjaj - Qatadah - Abu Hasan Al A'raj - Al Asytar - Ali: "Rasulullah SAW tidak mewasiatkan sesuatupun kepadaku yang tidak diwasiatkan kepada manusia, hanya saja dalam sarung pedangku ini terdapat lembaran yang ternyata isinya adalah: "Orang-orang mukmin darah mereka sederajat, dan mereka adalah satu tangan atas orang selain mereka, orang yang paling rendah diantara mereka berjalan dengan jaminan keamanan dari mereka, ketahuilah TIDAKLAH ORANG MUKMIN DIBUNUH LANTARAN ORANG KAFIR, dan tidak pula dibunuh orang yang memiliki perjanjian selama dalam perjanjiannya". [Nasai no. 4665, juga di Nasai no.4664, 4654]

      Riwayat Ahmad bin Mani' - Husyaim - Mutharrif - Asy Sya'bi - Abu Juhaifah: Ia bertanya pada Ali (Amirul Mukminin/Khalifah):..Apa yang ada di mushaf itu? ia menjawab; Akal. Dan agar ORANG MUKMIN TIDAK DIBUNUH oleh orang kafir. Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abdullah bin Amru. Abu Isa berkata; Hadits Ali adalah hadits hasan shahih dan menjadi pedoman amal menurut sebagian ulama, yaitu pendapat Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas, Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq, mereka berpendapat; Orang mukmin TIDAK DIBUNUH karena membunuh orang kafir, sedangkan sebagian ulama lain berpendapat; Orang mukmin dibunuh karena membunuh orang kafir yang terikat dengan perjanjian (Dhimmi). PENDAPAT PERTAMA ADALAH LEBIH SAHIH. [Tirmidhi no.1332]

    Karena Qishas TIDAK BERLAKU bagi muslim yang membunuhi Kafir dan/atau Dhimmi, maka sebagai ganti qishash jiwa (dan selain jiwa) diberikan DIYAT (uang darah) dengan TARIF sebagai berikut:

      Riwayat Isa bin Ahmad - Ibnu Wahb - Usamah bin Zaid - Amru bin Syu'aib - ayahnya - kakeknya - Rasulullah SAW bersabda: "Orang mukmin tidak dibunuh karena membunuh orang kafir." Dengan sanad yang sama juga diriwayatkan dari Nabi SAW bersabda: "Diyat orang kafir adalah 1/2 diyat orang mukmin." Abu Isa berkata; Hadits Abdullah bin Amr dalam hal ini adalah hadits hasan, para ulama berselisih pendapat tentang diyat orang yahudi/nashrani. Sebagian ulama berpendapat tentang diyat orang yahudi/nasrani kepada apa yang telah diriwayatkan dari Nabi SAW. Umar bin Abdul Aziz berpendapat; Diyat orang yahudi dan nashrani adalah 1/2 diyat orang muslim. Dan Ahmad bin Hanbal juga berpendapat demikian dan diriwayatkan dari Umar bin Al Khaththab bahwa ia mengatakan; Diyat orang Yahudi dan nashrani adalah 4000 dirham, sedangkan diyat orang Majusi adalah 800 dirham. Malik bin Anas, Asy Syafi'i dan Ishaq berpendapat dengan pendapat ini sedangkan sebagian ulama berpendapat; Diyat orang Yahudi/Nashrani adalah seperti diyat orang muslim, ini menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri dan ulama Kufah

      [Tirmidhi no.1333. Ahmad no.6795. Juga di Nasai no.4724 ("Diyat ahli dzimmah adalah 1/2 diyat orang muslim.."). Ibn Majjah no.2634. Ahmad no.6429 ("Sesungguhnya akal dua ahli kitab adalah 1/2 akal kaum muslimin, mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani"]. Untuk jenis KAFIR LAINNYA: 800 dirham (1/10) [Malik no.1361]. Keputusan besaran Diyat dapat berubah sewaktu-waktu tergantung Amirul Mukmin saat itu, misal dijaman Umar diyat tertentu lebih kecil daripada jaman Muawiyah (Malik no.1357)]

  • BUDAK yang sudah muslim itu BUKAN HARTA satu-satunya dari MAJIKANNYA, misal dari Riwayat Jabir bin Abdullah: Seorang yang berniat membebaskan budaknya tapi ia tidak punya HARTA selain dari BUDAKNYA, maka NABI MEMBATALKAN PEMBEBASANNYA ITU dan malah MENJUAL BUDAK ITU seharga 800 dirham dan uangnya diserahkan pada sang pemilik budak [Bukhari 3.41.598, Bukhari 3.46.711, 9.89.296] atau dari riwayat Imran b. Husain yaitu seseorang yang tidak punya harta dan berjanji membebaskan 6 budaknya setelah ia wafat, Muhammad memanggil budak itu dan memisahkan mereka jadi 3, Ia membebaskan 2 orang dan menetapkan 4 lagi dalam perbudakan [muslim 15.4112]
Bahkan ketika seseorang telah berjanji membebaskan Budaknya, ia boleh untuk menjilat ludahnya dan menggantikan dengan hal lainnya sebagaimana disampaikan oleh syaikhul al-Islam Ibn Timiyya: "Siapapun yang berkata, "Jika saya melakukan (bla..bla..bla), setiap budak yang saya punyai akan saya bebaskan" ADALAH TIDAK MENJADI KEWAJIBAN untuk SUMPAHNYA dan ia dapat menebus sumpahnya itu dalam cara apapun dan mempertahankan budak-budaknya. (Ia dapat melakukan itu) dengan berpuasa beberapa hari atau memberikan makan orang yang lapar" [Vol. 33, p. 61 atau di AQ 5.89]. Bandingkan Bandingkan kasus ini dengan kasus HINDUN seorang wanita jahiliyah quraish yang benar-benar menepati janjinya membebaskan Wahshi ibn harb, ketika berhasil MEMBUNUH HAMZA.

Nabi memberikan contoh seperti ini:
riwayatkan Jabir ibn Abdullah: Datanglah seorang budak dan berjanji setia kpd nabi (saw) saat hijrah; ia (nabi) tidak tahu bahwa ia seorang budak. Lalu datanglah pemiliknya dan menuntutnya kembali. Nabi (saw) mengatakan, Jual dia kpd saya. Dan ia membeli dua budak hitam, dan sejak itu ia (nabi) tidak mengambil sumpah setia dari siapapun, sebelum ia tanya apakah ia seorang budak (atau orang bebas). [Muslim 10.3901]

Malah jika ia MUSLIM sekalipun, maka itupun masih perlu dilihat apakah ia termasuk RAS ARAB atau bukan, sebagaimana disampaikan Ibn Taymiyya dalam Beberapa KETENTUAN HUKUM ISLAM tentang PERBUDAKAN: Pertanyaan pada Ibn Timiyya yang Mufti Islam (Vol. 31, pp 376, 377), "Seorang pria menikahi budak wanita, melahirkan anak baginya. Apakah anak itu berstatus merdeka atau tetep budak?" Ibnu Timiyya mengatakan dengan tegas, "Anaknya si wanita itu akan menjadi milik tuannya menurut semua Imam (empat cabang hukum Islam) karena anak mengikuti (status) ibunya apakah merdeka atau budak.

Jika si anak bukan dari ras Arab, maka ia budak, tetapi para ulama masih bersengketa jika ia berasal dari ras Arab - apakah berstatus merdeka/budak karena ketika Aisha (Istri Muhammad) punya budak wanita berasal dari ras Arab, Muhammad bilang pada Aisha, `Bebaskan gadis itu karena dia dari anak-anak Ismael. '". Kemudian Ibnu Timiyya menyatakan (Vol. 31, hal 380) bahwa ahli undang-undang Abu Hanifah mengatakan, "Muhammad adalah seorang Arab, oleh karena itu tidak diterima untuk memperbudak orang Arab karena bangsawan ras ini karena Muhammad adalah dari mereka."

Bahkan di Islam, dikatakan ada keuntungan bersetubuh dengan budak wanita adalah karena anaknya juga akan jadi BUDAK: "Adalah terlarang bagi PRIA ARAB MERDEKA untuk menikahi budaknya sendiri, kecuali tak terhidarkan, seperti misalnya tidak mampu menikahi seorang wanita merdeka. Jika ini terjadi dan ia menikahi budaknya, maka anak-anak si wanita adalah tetap berstatus budak juga, karena mereka mengikuti status dari ibu mereka dalam perbudakan" (Vol. 31, p. 383)

Dalam urusan seks dan perkawinan dengan budak, Ibnu Timiyya menyatakan: "Orang, pemilik si ibu juga memiliki anak-anak wanita itu. Menjadi tuan dari si Ibu menjadikan ia menjadi tuan dari anak-anaknya, apakah mereka dilahirkan karena seorang suami ataupun secara tidak sah. Oleh karena itu, Sang pemilik mempunya HAK UNTUK BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN ANAK PEREMPUAN dari BUDAK PEMBANTU-nya, karena mereka adalah milik-Nya, ASALKAN IA TIDAK MENIDURI IBU dan ANAK secara BERSAMAAN" (Vol. 35, hal. 54).

kemudian, Malik Ibn Anas mencatat, "Adalah haram bagi pria menikahi budaknya ketika ia punya seorang wanita merdeka yang telah di nikahinya. Dalam kasus ini, Si wanita mempunyai hak untuk menceraikannya. Demikian pula jika ia menikahi wanita merdeka sementara ia telah menikahi seorang budak dan ia tidak memberitahukan sebelumnya, sang wanita merdeka mempunyai hak meninggalkannya" (Malik, Vol. 2, p. 204).

Hukum seorang wanita merdeka yang menikahi budak prianya, Ibn Hazm mencatat, "Seorang perempuan yang menikahi budak prianya. Umar bermaksud untuk rajam sang wanita, namun sebagai gantinya ia memisahkan mereka dan mengirim si budak untuk di asingkan. Umar katakan pada si wanita, "Adalah haram bagimu untuk mengawini budakmu sendiri!" Seorang wanita lain menikahi budaknya. Umar memberikannya hukum cambuk dan MELARANG SETIAP PRIA untuk MENIKAHINYA.

Pada suatu waktu, seorang wanita bebas mandiri datang kepada Umar dan menyampaikan padanya, "Aku bukan wanita yang catik dan aku mempunyai seorang Budak yang ingin aku NIKAHI". Umar menolak menikahkan mereka.

Ia mencambuk si budak dan memerintahkan si budak untuk dijual di luar negeri. Ia katakan pada si wanita, "Haram bagimu menikahi apa yang "tangan kananmu" punyai. Hanya PRIA YANG PUNYA HAK MENIKAHI apa yang "tangan kanannya" punyai. Bahkan jika ENGKAU MERDEKAKAN si BUDAK agar dapat kau NIKAHI dan menjadikan ia sebagai seorang yang merdeka, pembebasan seperti ini menjadi tidak sah dan perkawinan menjadi tidak sah" [Vol. 8, Part 11, pp. 248, 249]. [Detail lanjutan baca di sini]

Demikian ringkasan perbudakan yang merupakan bagian dari ajaran Islam dan juga bagian mengapa agama toleran dan tanpa paksaan adalah hanya mitos belaka [↑]


[5] Pelarangan secara bertahap MIRAS dalam ISLAM
Minum memabukan dari SETELAH Muhammad menjadi nabi hingga MENJELANG WAFATNYA (14 Rabiul Awal 11H / 8 Juni 632 M, hampir 22 tahun atau terakhir SEKITAR 20 BULAN SEBELUM wafatnya) TETAP DIPERBOLEHKAN dan pelarangan secara gradual baru dilakukan pada tahun-tahun menjelang wafatnya
    Diperbolehkan:
    anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan kurma, kebun-kebun lebat dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu [AQ 80.28-32, Al Makiyya, turun urutan ke-24] Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.[AQ 16.67, Al makiyya, turun urutan ke-70]

    Belum dilarang tapi dianggap lebih banyak mudharatnya dari manfaatnya:
    Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." [AQ 2.219, Al Madaniya, turun urutan ke-87]
    [136] Segala minuman yang memabukan.

      note:
      Khamar secara lugawi Khamar artinya menutupi disebut khamar karena dapat menutupi akal yaitu "kullu syaraabin muskirin" (segala minuman yang memabukan). Sayyid Sabiq mendefinisikannya: "cairan yang dihasilkan dari peragian biji atau buah mengubah saripatinya menjadi alkohol dengan menggunakan katalisator yang mampu memisahkan unsurnya dalam proses peragian" ["Fikih Sunnah", Bab 9, Sayyid Sabiq, Bandung: PT Al Ma’arif, 1984, hal.46]

    Dilarang hanya bagi yang hendak shalat:
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub..[AQ 4.43, Al madaniya, turun urutan ke-92]

    Larangan:
    Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu [AQ 5.90-91, Al Madaniya, turun urutan ke-112. Menurut Maududi, surat Al maidah turun SETELAH tahun ke-6 Hijriah (setelah Perjanjian Hudabiyah) di dalam surat ini, ada ayat-ayat yang turun seputaran Haji Wadda, 9-10 H, dan hadis dibawah merekam surat ini turun setelah perang Tabuk/9H]

    Ayat itu turun BERAPA LAMA SETELAH peristiwa PELARANGAN MENJUAL KHAMAR yang terjadi di SAAT penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah, 20 Ramadhan 8H/11 Januari 630H), sebagaimana disampaikan hadis muslim no.2960, Ahmad no. 6702, Nasa'i 4183, 4590, Tirmidzi no.1218.

      Riwayat Qutaibah bin Sa'id - Laits - Yazid bin Abu Habib - 'Atha bin Abu Rabah - Jabir bin Abdullah - Rasulullah SAW bersabda ketika penaklukan kota Makkah: "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang jual beli khamer.." [Muslim no.2960]

    Hadis merekam minum minuman keras tetap berlangsung hingga SETELAH perang Tabuk, Rajab 9H/Oktober 630 M:
    Riwayat Yahya bin Yahya At Tamimi - Hajjaj bin Muhammad - Ibnu Juraij - Ibnu Syihab - Ali bin Husain bin Ali - ayahnya Husain bin Ali - Ali bin Abu Thalib:

    ..saat hendak menikahi Fatima..[2 H, yaitu setelah Badr dan Sebelum Uhud]..

    Di dalam rumah tersebut terdapat Hamzah bin Abdul Mutthalib sedang meminum minuman keras, sedang dihibur oleh seorang penyanyi perempuan yang dalam salah satu nyanyiannya terselip kata-kata, "Wahai Hamzah, ingatlah pada unta-unta yang montok." Maka Hamzah pun berdiri dengan membawa pedang terhunus. Lalu dia memotong punuk kedua unta tersebut, lalu membelah perutnya dan mengambil hati yang ada di dalamnya." Saya lalu bertanya kepada Ibnu Syihab, "Dan dua punuknya?" dia menjawab, "Dan dia telah memotong kedua punuk unta tersebut."

    Ibnu Syihab berkata, "Ali berkata, "Saya melihat pemandangan yang mengejutkan bagiku, lantas saya langsung mendatangi Nabi SAW, dan di samping beliau terdapat Zaid bin Haritsah. Lalu saya memberitahukan kepada beliau apa yang terjadi. Setelah itu beliau keluar bersama Zaid bin Tsabit, dan saya pun ikut bersama beliau.

    Kemudian beliau menemui Hamzah dan memarahinya. Ternyata Hamzah memandangi beliau sambil berkata, "أَنْتُمْ إِلَّا عَبِيدٌ لِآبَائِي" (KAMU (antum "أَنْتُمْ") TIDAK LAIN HANYALAH BUDAK (Abiidun "عَبِيدٌ") BAPAKKU)

    (Muslim 23.4881/no.3661:
    Lalu Rasulullah SAW mulai mencela Hamzah terhadap apa yang telah diperbuatnya. Pada saat itu, kedua mata Hamzah memerah dan dia juga mulai mengamati Rasulullah SAW dari kedua lutut naik ke pusar dan akhirnya ke wajah beliau. Kemudian Hamzah berkata, "Kamu tidak lain hanyalah budak bapakku"

    Bukhari 4.53.324/no.2861:
    Maka Rasulullah SAW langsung mencela Hamzah atas apa yang telah dilakukannya. Ternyata Hamzah benar-benar dalam keadaan mabuk, kedua matanya merah. Hamzah memandangi Rasulullah SAW, lalu mengarahkan pandangannya ke atas, kemudian memandang ke arah lutut Beliau, lalu mengarahkan pandangannya kembali ke atas, kemudian memandang pusar Beliau, lalu mengarahkan pandangan ke atas lagi, kemudian memandang wajah Beliau. Kemudian Hamzah berkata; "Kamu tidak lain hanyalah budak bapakku"

    Bukhari 5.59.340/no.3702:
    Lalu Nabi SAW mulai mencela Hamzah terhadap apa yang telah di perbuatnya. Pada saat itu, kedua mata Hamzah memerah dan dia juga mulai mengamati Nabi SAW, mulai dari kedua lutut beliau naik hingga ke wajah beliau. Kemudian Hamzah berkata, "Kamu tidak lain hanyalah budak bapakku")

    [note: Ucapan orang mabuk tanpa rem ini memberi bukti bahwa Ayah muhammad bukanlah Abdullah sebagaimana yang tersiar selama ini].

    Akhirnya Rasulullah SAW kembali pulang dan meninggalkan mereka." Dan telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid telah mengabarkan kepadaku Abdurrazaq telah mengabarkan kepadaku Ibnu Juraij dengan isnad seperti ini." [Muslim 23.4879/no.3660]
    Riwayat Shadaqah bin Fadll - Ibnu 'Uyainah - 'Amru - Jabir:
    Beberapa orang yang berangkat ke Uhud [3 H] meminum khamr diwaktu pagi, lalu mereka terbunuh semua sebagai syahid, hal itu terjadi sebelum pengharamanan khamr. [Bukhari no.4252]

    Pelarangan Khamar TERJADI di SETELAH pulang PERANG TABUK (9 H) yaitu SETELAH wafatnya Suhail ibn Wahab/Suhail Bin Baidla:
    Riwayat Yunus - Hammad (Ibnu Zaid) - Tsabit - Anas:
    Saya sedang menuangkan minuman untuk suatu kaum dikala arak diharamkan. (Anas bin Malik) berkata, Saat itu Abu Thalhah sedang dikerumuni oleh sahabat-sahabatnya. Lalu datanglah seorang laki-laki berujar, bukankah arak telah diharamkan?. (Anas bin Malik) berkata, Abu Thalhah berkata kepadaku, keluarlah dan perhatikanlah. (Anas bin Malik) berkata, maka saya keluar dan saya perhatikan, dan saya mendengar seseorang mengucapkan "arak telah diharamkan!. (Anas bin Malik) berkata, maka berita itu saya kabarkan. (Abu Thalhah) berkata, pergilah dan tumpahkanlah!. (Anas bin Malik): lalu saya pergi dan saya tumpahkan. (Anas bin Malik) berkata, sebagian sahabat berkata, Suhail bin Baidha' telah meninggal sedang arak telah telanjur masuk perutnya. (Anas bin Malik) berkata, maka Allah 'azza wajalla menurunkan "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu" sampai akhir ayat. (Anas bin Malik) berkata, arak mereka pada waktu itu adalah oplosan antara fadhikh (minuman yang terbuat dari busr), busr (kurma yang masih muda) dan kurma

    [Ahmad no.12897. Bukhari no.4254. Muslim no.3662. Darimi no. 1997. Suhail bin Wahab bin Rabi'ah/Suhail bin Baidla wafat setelah Muhammad pulang dari Perang Tabuk 9 H. Di Hadis Muslim no. 3665 menyampaikan terdapat sekumpulan sahabat Nabi masih minum khamar setelah kematian Hamza (pada perang Uhud) hingga terjadinya pelarangan diantaranya adalah Anas, Abu Thalhah, Abu Dujanah, Mu'adz bin Jabal, Suhail bin Baidla dan para kaum Ansar]

    Muhammad SAW juga peminum Khamar:
    Riwayat Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib (lafazh milik Abu Kuraib) - Abu Mu'awiyah - Al A'masy - Abu Shalih - Jabir bin Abdullah:
    ketika kami bersama Nabi SAW tiba-tiba beliau meminta air. Lalu ada seorang laki-laki berkata; 'Maukah aku beri nabidz (minuman yang biasa terbuat dari kurma atau anggur)? Beliau menjawab: "Ya." (Jabir bin Abdullah) berkata; maka laki-laki itu mencari keluar, lalu dia datang dengan membawa bejana yang berisi nabidz. Nabi SAW: "Tidakkah engkau menutupinya? Walaupun hanya dengan membentangkan sepotong kayu." (Jabir bin Abdullah) berkata; kemudian minum. [Muslim no.3753. Juga di Abu dawud no.3245. Ahmad 13848]

    Riwayat Abu Kuraib - Isma'il bin Shabih - Abu Israil - Abu Umar Al Bahrani - Ibnu Abbas: "Rasulullah SAW dibuatkan minuman dari perasan anggur, beliau lalu meminumnya di hari itu juga, keesokan harinya dan hari ketiganya. Jika (di hari ketiga) masih tersisa, maka beliau membuangnya atau memerintahkan untuk membuangnya." [Ibn Majjah 3390]

      Note:
      Riwayat Qutaibah - Isma'il bin Ja'far - Daud bin Bakr bin Abu Al Furat - Muhammad bin Al Munkadir - Jabir bin Abdullah: "Rasulullah SAW: 'Sesuatu yang memabukkan, maka banyak dan sedikitnya adalah haram'" [Abu Dawud no. 3196, Juga variasi lain dengan maksud yang sama tercantum di: Ibn Majjah no.3385, Darimi no.2007, Ahmad no.5390, 6271, 6387, 14176. Di Ahmad no. 23287 ada kalimat: "..maka setetes darinya adalah haram"]

      Seberapa jauh statement hadis ini dipatuhi umat Islam? Mari kita lihat cara membuat minuman berethanol:

      Air manis/Perasan buah manis apapun jika didiamkan akan terfermentasi secra alami (tanpa ragi/khamir) menjadi etanol + CO2 (jika tambah ragi/khamir maka fermentasi menjadi lebih cepat).

      Waktu yang dibutuhkan agar menjadi berethanol > 1% (FATWA MUI tanggal 18 April 2000 dan Fatwa MUI no.4/2003 (25 May 2003) kadar Ethanol: > 1% untuk fermentasi yang tidak direkayasa, jika direkayasa < 1% sudah termasuk khamar. Tape tidak tergolong khamar namun air perasannya dengan kadar 1% adalah khamar).

        Quote Sripsi:
        ...Terbentuknya gas/gelembung pada jus yang disimpan pada suhu ruang dan terbuka adalah ciri-ciri terjadinya fermentasi alkohol dan ini biasanya terjadi setelah jus disimpan pada suhu ruang dan terbuka selama lebih dari 2 hari.

        Setelah dilakukan tes menghitung kadar alkohol perasan anggur yang lebih dari dua hari tersebut, kadar alkohol yang didapat sebanyak 1 %....[Didinkaem, 2006]

      Seharusnya kadarnya adalah > 1%, untuk jelasnya berikut sample membuat minuman berethanol secara alami:

      "...Nira secara alami mulai mengalami proses fermentasi begitu dikumpulkan dari pohon, karena ragi alami dalam pori-pori pot dan udara (sering dikarenakan oleh ragi sisa yang tersisa di wadah pengumpulan). DALAM WAKTU DUA JAM, fermentasi menghasilkan tuak aromatik dengan kadar alkohol sampai 4%, sedikit memabukkan dan manis." [Wikipedia: Tuak Nira] dan waktunya makin lama, misal hingga 1 minggu, kadar ethanolnya dapat mencapai < 15%.

      Sumber lainnya juga menyajikan persentase ethanol yang sama dalam waktu 2 jam fermentasi untuk jenis perasan buah: kurma, kelapa, anggur, dll ["How to Make Palm Wine" atau dari FAO: "FERMENTED FRUTIS AND VEGETABLES.."].

      Tabel di sebelah menyajikan tabel persentase ethanol selama proses fermentasi alami yang dikaitkan dengan perubahan suhu dan waktu fermentasi. Percobaan ini dimulai pada suhu 30 derajat dan dalam waktu 24 jam, kadar ethanol sudah mencapai 6%. Pada hari ke-3, yaitu ketika suhu menurun hingga 25 derajat, tetap saja kadar ethanol meningkat dan bahkan dapat mencapai 14.5% [Lihat hasil penelitian lain misal (Pdf) yang melibatkan suhu: "Identification of a thermo-tolerant Acetobacter strain isolated from Iranian date palm (Rotab) suitable for date vinegar production in agricultural biotechnology.."]

      Kemudian,
      Proses PENYULINGAN untuk membuat kadar ethanol menjadi LEBIH TINGGI dapat dilakukan dengan cara MEMASAKNYA hingga uapnya menetes. Kadar alkohol pada wadah awal dapat mencapai hingga 90% (tak bisa di minum), setelah seluruh rendaman habis tersuling dan dicampur seluruhnya maka kadar ethanol menjadi berkisar 20% - 50%

      Bagaimana membuat agar berkarbonasi (CO2)? Mudah, wadahnya saja yang ditutup rapat ini akan membuat kadar CO2 menjadi tinggi sehingga menjadi minuman BERETANOL dan juga BERKARBONASI.

      Perlu di tegaskan lagi,
      LARANGAN menimum khamr BARU TERJADI SETELAH KEMATIAN SUHAIL, yaitu SETELAH PULANG dari perang TABUK (9H), artinya: kurang/lebih 1 tahunan SEBELUM wafatnya Muhammad.
Muhammad SAW juga terampil dalam membuat khamar:
Riwayat Yahya bin Yahya - Abu 'Awanah - Abu Zubair - Jabir bin Abdullah bahwa Nabi SAW biasa membuat perasan dalam wadah yang terbuat dari batu." [Muslim no. 3721. Ibn Majjah no.3391 (dalam kitab Sifat Nabidz dan meminumnya). Juga dalam jalur perawi berbeda dari Zubair - Jabir di Nasai no. 5554 dan Darimi no.2015 (terjemahan lidwa software lebih sfesifik lagi dengan menyebutkan "rendaman khamer"]

Salah satu tempat favorit penyimpanan anggur Nabi adalah di Mesjid:
Riwayat Abu Kuraib - Ibnu Abi Zaidah - Hajjaj dan Ibnu Abi Ghaniyyah - Tsabit bin Ubaid - al Qasim bin Muhammad - Aisyah:
'Rasulullah memerintahkanku untuk mengambilkan anggur sulingan ("الْخُمْرَةَ مِنْ", menariknya kata ini tidak konsisten diterjemahkan yaitu: kadang diterjemahkan tikar, kadang jadi kain dan kadang jadi minyak wangi :)] dari masjid. Aku jawab; 'Aku sedang haid.' Beliau menjawab: "Ambillah karena (darah) haid tidak berada di tanganmu." [Muslim no.451. Ahmad no.5126, 24890. Darimi no.1053]

Hadis Qudsi tentang Malaikat Harut dan Marut minum khamar:
Yahya bin Abi Bukair - Zuhair bin Muhammad - Musa bin Jubair - Nafi' (budak Abdullah bin Umar) - Abdullah bin Umar - Nabi SAW:
"Ketika Nabi Adam SAW diturunkan Allah ke muka bumi, para malaikat berkata: 'Wahai Rabb, apakah Engkau jadikan disana orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu memuji-mujiMu dan mensucikanMu.' Dia berkata "Aku Maha Mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.' Para malaikat: 'Wahai Rabb, kami adalah para makhluq yang lebih ta'at kepadaMu daripada anak cucu Adam.' Allah Ta'ala berkata pada para malaikat: (note: terjemahan dari situs/software kitab 9 hadis lidwa terhenti sampai "..para malaikat:". Selebihnya yang di bawah ini, saya terjemahkan sekadarnya)

-> "datangkan dua malaikat yang akan turun ke bumi dan lihat apa yang akan diperbuat keduanya”. (Para malaikat) menjawab: "Tuhan kami, turunkanlah Harut dan Marut ke bumi". Kemudian diciptakan perawan kembang yang tercantik dari manusia untuk mendatangi keduanya. Keduanya menjadi bernafsu (untuk menggaulinya). Wanita: "Tidak, demi Allah, kecuali kalian menyebutkan syirik pada Allah". Malaikat: “Demi Allah, kami tidak berbuat syirik pada Allah". Wanita itu pergi dan kembali dengan seorang bayi. Keduanya menjadi bernafsu (untuk menggaulinya). Wanita: "Tidak, demi Allah, kecuali kalian membunuh bayi ini". Kedua malaikat: "Demi Allah, kami tidak membunuh". Wanita itu pergi dan kembali membawa minuman keras (Khamar). Keduanya menjadi bernafsu padanya (untuk menggaulinya). Wanita: "Tidak, demi Allah, kecuali kalian meminum khamar ini". KEMUDIAN KEDUANYA MEMINUM KHAMAR, MENGGAULI WANITA ITU DAN MEMBUNUH BAYI...

[Hadis Qudsi: Imam Ahmad no.5902/No.6009 (arab). Musnad Bazzar no.1600. Ibn Hibban dalam sahih XIV/63 no.6186. Ibn Abi Ad-Dunya di Al-Uqubat no.222. Abdul ibn Humaid di Al-Muntakhab no.787. Juga di tafsir Ibn Kathir AQ 2.102 (arab). Berikut ini adalah penilaian beberapa ulama tentang Zuhair (Yahya bin Ma'in, Ahmad bin Hanbal: Tsiqah (jujur). An Nasa'i: dla'if. Ibnu Hibban: disebutkan dalam 'ats tsiqaat. Adz Dzahabi: Tsiqah Yughrab) dan penilaian beberapa ulama tentang Musa (Ibnu Hibban: disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnul Qaththan: karakternya tidak dikenal. Ibnu Hajar al 'Asqalani: mastuur. Adz Dzahabi: Tsiqah)]

Khalifah yang hobi minum miras:
A-Rashid dan Al-Mamun; Yazid I (680-683), anak Muawiyah, mabok tiap hari dan digelari Yazid al-Khumur (Yazid sang arak), Abd al-Malik (685-705), mabok sebulan sekali; Al-Walid I (705-715); Hisham ((724-743); Al-Walid II (743-744), anaknya Yazid II [History of the Arabs; Philip K. Hitti, ch. xxvi, p.337) (Foot note 5: Mishkah, vol. ii, pp.172-3; ibn Hanbal, Musnad (Cairo, 1313), vol.i, pp. 240,287, 320; Bukhari vol. vi, p.232].

Lain-lain:
Arti Nabidh sebagai minuman beralkohol yang diharamkan lihat riwayat Ishaq bin Ibrahim - (Abu Amir dan An Nadlr bin Syumail dan Wahb bin Jurair) - Syu'bah - Salamah bin Kuhail - Abu Al Hakam - Ibnu Abbas, "Barangsiapa suka mengharamkan sesuatu yang telah Allah haramkan, maka hendaklah ia haramkan perasan nabidz." [Nasai no.5593, juga di sini dan di sini]. Nabidz memang diartikan juga minuman keras: "112. Wine and date wine (nabiz).." di tulisan Ayatolah khoe atau "It is called nabeezen because whoever takes it, he takes dates or raisin and yanbuzu (the act ) in a pot or something like that (sekaa) and adds water to them and leaves them till they ferment يفور and they become intoxicant." (sumber)]. Untuk bantahan yang lucu tentang ini [lihat: ini]. Penggunaan kata "sakaran" di AQ 16.67. Posisi gradual melarang adalah sangat aneh karena sebelum melarang malah sempat membolehkannya [Lihat: di sini dan di sini] [↑]


SOLI DEO GLORIA 
www.alfa-ome.ga

Cari artikel Blog Ini

copy right