Sementara dunia Islam, dengan berkedok sebagai ke-57
anggota negara-negara OKI terus mendorong penerapan hukum-hukum
“penistaan agama” di arena Internasional – yang secara teoritis terus
mengembangkan perlindungan terhadap semua agama-agama dari pernghinaan,
tetapi dalam kenyataannya semua itu hanyalah dibuat untuk kepentingan
Islam – satu ironi besar telah hilang, khususnya bagi orang-orang
Muslim, yaitu: Jika hukum-hukum seperti melarang film-film dan
kartun-kartun yang menghina Islam diberlakukan, maka mereka juga,
berdasarkan pemikiran logis, harus melarang agama Islam itu sendiri –
sebagai satu-satunya agama yang teks-teks intinya secara aktif menghina
agama-agama lainnya.
Untuk memahami hal ini, coba perhatikan apa
artinya “penghinaan”. Definisi-definisi tipikal termasuk “merendahkan
reputasi seseorang” dan “menilai secara salah atau tidak adil reputasi
baik dari seseorang, yaitu melalui cemoohan atau pencemaran nama baik”.
Dalam pemahaman Muslim, penghinaan secara simple mengandung pengertian
menghina atau menyerang perasaan-perasaan Islami.
Namun demikian, untuk mendapatkan daya tarik
di antara komunitas internasional, OKI mengatur supaya hukum-hukum
seperti itu dibuat untuk melindungi ‘semua agama’ dari penghinaan, bukan
hanya agama Islam. Secara menyeluruh, OKI setuju bahwa setiap ekspresi
yang “melecehkan” sentimen-sentimen religius orang lain, seharusnya
dilarang.
Lantas, apa yang harus kita lakukan terhadap
teks-teks religius yang menjadi inti Islam itu sendiri; yang dimulai
dengan Quran sendiri yang melecehkan, mencemarkan dan merendahkan
reputasi agama-agama lainnya?
Sebagai contoh terhadap agama Kristen
sendiri:
Hal yang mirip adalah penghinaan Islam
terhadap Salib Kristen, benda yang sangat dihormati diantara jutaan
orang Kristen, yang dalam Islam: berdasarkan hadis-hadis kanonik, ketika
datang kembali ke bumi, maka Yesus akan menghancurkan semua salib; dan
Muhammad, yang tidak pernah
mengijinkan tanda salib ada di hadapannya, pernah memerintahkan
seseorang yang mengenakan salib untuk “melepaskan
benda yang ia anggap sebagai berhala itu.”
Bagaimana jika buku-buku Kristen atau
film-film Barat menyatakan bahwa hal-hal yang sakral dari Islam –
misalnya Batu Hitam yang ada di Ka’bah Mekah – adalah ‘berhala’ dan
bahwa Muhammad sendiri akan datang kembali untuk menghancurkan Ka’bah
dan Batu Hitam itu? Jika orang-orang Muslim menganggap itu sebagai
penghinaan terhadap Islam – dan karena itu mereka akan membuat
kerusuhan, pembunuhan-pembunuhan dan sebagainya – maka dengan standard
yang sama, harus diakui bahwa hadis telah menghina Salib Kristen.
Bagaimana jika ada sebuah buku Kristen atau
film Barat yang menggambarkan, katakanlah, isteri Muhammad, Aisyah yang
dianggap sebagai “Ibu orang-orang beriman,” akan menikah dan akan
melakukan hubungan seks dengan seorang nabi palsu di surge? Jika orang
Muslim menganggapnya sebagai sebuah hinaan yang sangat besar terhadap
Islam – dan karena itu mereka akan melakukan kerusuhan, pembunuhan dan
sebagainya – maka dengan standard yang sama harus diakui bahwa
penafsiran Quran yang paling otoritatif adalah sebuah penghinaan
terhadap Perawan Maria.
Penghinaan-penghinaan terhadap Kekristenan
tidak hanya muncul dalam teks-teks kuno Islam saja; tetapi para sarjana
Muslim modern dan para sheikh setuju dan memberikan ijin untuk menghina
Kekristenan. “Situs Islam” yang berasal dari Qatar bahwa memfatwakan sebuah
fatwa yang melegitimasi penghinaan terhadap Kekristenan.
Kini coba renungkan kata-kata yang dipakai
oleh para pemimpin Muslim yang menyerukan
PBB untuk menerapkan hukum-hukum penghinaan agama, sebagai respon
terhadap film Muhammad dalam YouTube, dan bagaimana ekspresi-ekspresi
ini bisa dengan mudah dipakai untuk menentang Islam:
OKI “menyesalkan … sebuah film yang sangat
menghina dan menjijikkan mengenai kehidupan Nabi Muhammad” dan
“menyerukan kepada para produser film untuk memperlihatkan penghormatan
terhadap sentimen-sentimen yang dianggap sakral oleh orang-orang Muslim
dan iman-iman lainnya.”
Perdana Menteri Turki, Erdogan mengatakan
bahwa film-fil yang “menghina
agama-agama” (perhatikan kata agama yang dipakai disini ada dalam
bentuk plural), dan menyerukan “regulasi legal internasional terhadap
serangan-serangan yang oleh masyarakat [bukan hanya orang Muslim]
dianggap sebagai sangat sakral.”
Jika demikian, bagaimana dengan fakta bahwa
Islam “menghina agama-agama” – termasuk Yudaisme dan semua agama-agama
polities? Haruskah Barat menyerukan “regulasi legal internasional
menghadapi serangan terhadap apa yang orang anggap sakral, dalam hal ini
Kekristenan, regulasi menentang ajaran-ajaran Islam yang menyerang
kekudusan keilahian Kristus, Salib dan Perawan Maria?
Bahkan Mufti Agung Saudi Arabia – yang
beberapa bulan lalu menyerukan penghancuran semua gereja-gereja Kristen
yang ada di semenanjung Arab (pertama
kali dilaporkan di sini) – menyerukan sebuah “larangan global
terhadap penghinaan yang mentargetkan semua” figur-figur religius,
sementara Imam Agung Al Azhar Mesir menyerukan agar “PBB menetapkan
sebuah resolusi yang “menghina simbol-simbol dan hal-hal yang dianggap
suci dalam Islam dan agama-agama lainnya.” Sekali lagi, mereka juga yang
mengklaim tetarik untuk melarang penghinaan terhadap semua agama,
sementara mengabaikan fakta bahwa agama mereka sendiri dibangun di atas
penghinaan terhadap semua agama yang lain.
Dan tentu saja ini ironi terbesar dari
semua: mengenai “penghinaan” yang dikeluhkan orang-orang Muslim – dan
yang menyebabkan gelombang
kekerasan dan banjir darah di seluruh dunia – melalui pembuatan
kartun-kartun atau film-film yang dibuat oleh para individu yang hanya
merepresentasikan diri mereka sendiri; pada sisi lain, Islam sendiri,
melalui teks-teksnya yang mereka anggap paling suci dan otoritatif,
telah melecehkan dan sangat merendahkan semua agama-agama lainnya –
ditambah dengan seruan untuk melakukan kekerasan terhadap mereka.
Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak
mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang
diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (Quran Sura
9:29)
Jadi Islam dianggap memiliki hak ‘ilahi’ untuk merendahkan dan
menghancurkan seluruh agama-agama selain dirinya – sementara komunitas
Internasional dilarang keras untuk menghina Islam, baik lewat kartun
maupun film yang melecehkan.