Jumat, 29 November 2013

Penderitaan Yesus; BUKAN SUATU NASIB MALANG

Derita-Nya demi Cinta
Derita-Nya demi Cinta
Ada tulisan yang menyatakan bahwa penderitaan dan kematian Yesus Kristus disebabkan karena gerakan-Nya untuk menjadi Mesias gagal. Karena itu orang-orang yang
berpandangan demikian menganggap kematian Yesus di atas kayu salib merupakan suatu konsekuensi politis yang wajar dan pantas jika Dia harus menghadapi kematian sebagai seorang penjahat. Menurut pemahaman ini kematian Yesus di atas kayu salib dianggap tidak mampu membawa pengaruh apa-apa terhadap karya keselamatan Allah. Singkatnya, kematian Yesus tidak membawa efek apapun bagi penebusan umat manusia. Bagaimana mungkin umat manusia dapat ditebus oleh darah seorang tokoh yang gagal mewujudkan harapan bangsa Israel yang ingin bebas dari penjajahan Romawi?
Tampaknya rasional dan realistik dari pernyataan ini tetapi ada yang tidak cermat dalam membaca Alkitab. Lukas 9:30 dikatakan bahwa ketika tubuh Kristus mengalami transfigurasi atau perubahan bentuk (rupa), datanglah Musa dan Elia. Tidak sekedar terjadinya percakapan yang tanpa arti. Sebaliknya kedatangan Musa dan Elia tersebut hendak membicarakan sesuatu yang begitu penting dan hakiki bagi karya keselamatan Allah. Lukas 9:31 menyaksikan isi atau misi dari kedatangan Musa dan Elia dalam peristiwa transfigurasi Kristus, yaitu: Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem (Lukas 9:31). Dengan demikian tujuan kepergian Yesus ke Yerusalem bukanlah suatu nasib malang yang akan menimpa dari seorang Mesias Allah yang gagal.
Datang Untuk Menderita
Mungkin dari sudut pandangan manusiawi penderitaan dan kematian Kristus di atas kayu salib hanyalah suatu kegagalan. Tetapi dari sudut pandangan teologis justru realitas penderitaan dan kematian Kristus tersebut hendak mengungkapkan esensi kebenaran yang lebih mendalam. Sebab melalui penderitaan dan kematian Kristus, Allah berkenan mengungkapkan rencana dan tindakan keselamatan-Nya yang paripurna bagi umat manusia. Dengan demikian penderitaan dan kematian Kristus bukanlah nasib malang dari seseorang yang gagal membuktikan diri-Nya selaku Mesias. Justru karena Yesus adalah Mesias dan Anak Allah, maka Dia harus menderita dan mengalami kematian. Itulah berita yang dinubuatkan oleh Alkitab. Dengan tegas Tuhan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Luk. 9:22).
Jika misi dan tujuan kedatangan Kristus ke dalam dunia bertujuan untuk menggenapi rencana Allah melalui penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya maka peristiwa transfigurasi Kristus merupakan bukti dari nubuat tersebut. Yesus adalah sosok yang dimaksudkan oleh para nabi sehingga Musa menubuatkan yaitu: Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan (Ul. 18:15). Jadi seandainya Yesus tidak mengalami transfigurasi dan juga di mana Musa dan Elia tidak datang secara khusus untuk membicarakan perihal kepergian Yesus ke Yerusalem untuk menderita dan wafat, - maka pengajaran tentang kebangkitan Kristus dengan tubuh-Nya yang mulia hanya akan menjadi suatu ketidakmungkinan. Dan juga kematian Kristus di atas kayu salib menjadi tidak berarti apa-apa hanya suatu peristiwa tragis. Peristiwa transfigurasi Kristus justru menegaskan bahwa kematian-Nya mampu membawa keselamatan dan pembaharuan hidup yang menyeluruh bagi seluruh umat manusia.
Memulihkan Yang Menderita


Ketika Kristus menampakkan kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah di tengah-tengah kehadiran Musa dan Elia, Petrus meminta agar diperkenankan untuk mendirikan kemah bagi mereka bertiga, yaitu: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia” (Luk. 9:33). Dengan permohonan tersebut, tanpa disadari bahwa Petrus ingin menghalangi kepergian Kristus ke Yerusalem untuk menderita dan wafat. Petrus ingin agar Yesus, Musa dan Elia tetap tinggal di atas gunung itu bersama dengan mereka untuk menyaksikan kemuliaan.
Semoga dengan peristiwa transfigurasi yang merupakan penyingkapan jati-diri Kristus selaku Anak Allah, agar kita mengenal Dia selaku Tuhan dan Juru-selamat umat manusia. Jika demikian, apakah kita bersedia untuk hidup serupa dengan Kristus sehingga kita dimampukan untuk memancarkan cahaya kasih-Nya yang memberi pengharapan, kekuatan dan keselamatan kepada sesama di sekitar kita? Sebab karya keselamatan Allah yang terpancar dalam kemuliaan Kristus adalah untuk menerangi seluruh aspek kehidupan umat manusia dan memulihkan setiap kelemahan dan penyakit kita yang disebabkan oleh kuasa dosa. Cahaya kemuliaan Kristus bukan sekedar pancaran terang ilahi yang mempesona, tetapi pancaran ilahi yang menyembuhkan dan memulihkan setiap orang yang menderita dan berharap kepada-Nya. Amin

 
by order post:
@[Danil wayan arta]
&
stay on fb: "KESAKSIAN MUSLIM MURTAD" 

Cari artikel Blog Ini

copy right