Dalam
Islam terdapat 5 kewajiban utama muslim, yang dikenal dengan rukun
Islam. Dari manakah Muhammad mendapat gagasan rukun islam ini? Setelah
melihat kenyataan asal usul dari kelima rukun Islam ini, kami menjadi
begitu kasihan terhadap saudara2 kami yang telah dibohongi Muhammad
habis2an. Bahkan ibadah haji yang merupakan rukun islam terakhir tak
lain hanyalah upacara penyembahan berhala yang dilakukan nenek moyang
Muhammad. Ibadah berhala ini dipoles sedemikian rupa agar terkesan lebih
islami! Mari kita telaah satu persatu rukun islam tersebut......
SHAHADAT
Shahadah adalah
pengucapan kalimat “La-ilaha il-lallahu Muhammadu'r-Rasulu'llah”
yang artinya adalah “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul
Allah.” Kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan dan kerasulan Muhammad
ini berulang kali dinyatakan dalam Quran. Lihat ayat2 ini: QS 2:158, QS
3:1,4,16; QS 4:89,169, dll
Sekarang dari
mana Muhammad dapat gagasan pengucapan kalimat seperti itu?
Silakan buka
buku sejarah Islam tertua Sirat Rasul Allah karangan Ibn Ishaq dan
diedit oleh Ibn Hisham, edisi Mesir, bagian pertama, hal. 27 dan 28. Di
buku itu tertulis bahwa kaum Arab pagan Quraish (suku Muhammad sendiri
di Mekah) di jaman pra-Islam, biasa mengadakan ibadah agama yang
dinamakan Ihlal dan mereka pun mengucapkan kalimat yang
menyatakan keesaan Tuhan yang berbunyi:
“Labbaika,
Allahumma: Kami datang ke hadiratMu, wahai Tuhan; kami datang ke
hadiratMu. Kau tidak berpasangan, kecuali pasangan yang ada padaMu; Kau
memilikinya dan apapun yang dia miliki.”
Kalimat atau
pengakuan agama ini mirip dengan kalimat pertama Shahada (tiada Tuhan
selain Allah) dan kalimat ini sudah sering diucapkan bangsa Arab ratusan
tahun sebelum Muhammad lahir. Meskipun Quraish beragama pagan dan
menyembah banyak dewa, tapi mereka percaya akan ketunggalan Tuhan utama
mereka yakni Allah Ta-ala sang dewa Bulan. Dewa Bulan ini adalah Tuhan
yang Maha Kuasa bagi pagan Quraish.
Wahb ‘ibn
Munabbih (meninggal 728 / 732 M) yang berasal dari Irak menulis, bahwa
orang Sabean percaya “Tidak Ada Tuhan Selain Allah” dan mereka
tidak memiliki hukum kanonik. (Sinasi Gunduz, The Knowledge of Life,
Journal of Semitic Studies, Oxford University Press Oct 1994, halaman 23
dan 25)
Kalimat serupa
juga diucapkan kaum Yahudi dalam upacara agama Yudaisme. Kalimat ini
disebut sebagai “Shema” dan dimulai seperti ini: “Dengar wahai
Israel, Tuhan kita adalah Esa” Kalimat ini diulang setiap hari oleh
kaum Yahudi. Bagian pertama Talmud berisi diskusi tentang kalimat ini.
(1 Deut. vi. 4; Berakhoth fols. 2a-13a; vide ante, p. 28.).
Kalimat shahadat
atau tayyaba ini pertama kali diucapkan oleh Khadijah, istri pertama
Muhammad. Khadijah menyemangati Muhammad yang disebutnya sebagai nabi
sesuai dengan apa yang direncanakan dirinya dan Waraqah. (Khalid
Latif Gauba, The Prophet of the Desert, hal 33). Sudah jelas kalimat
pertama Shahadat diambil dari tradisi agama pagan Quraish, Sabean dan
agama Yudaisme kaum Yahudi. Sedangkan kalimat kedua adalah karangan
Khadijah sendiri. Kalimat ini amat menyenangkan hati Muhammad yang
memang haus pemujaan. Oleh karenanya ia juga mewajibkan pengikutnya
untuk mengucapkan kalimat tersebut.
SHALAT
Ibadah shalat
merupakan kewajiban bagi Muslim karena ditulis di Quran dan dengan
begitu diperintahkan oleh Tuhan. Ibadah shalat harus diucapkan dalam
bahasa Arab, tidak boleh dalam bahasa Indonesia. Selain lima kali
sehari, ada tiga kali lagi ibadah sembahyang yang dapat dilakukan,
meskipun bukan kewajiban (‘nafl) dan tidak dianggap dosa jika tidak
dilakukan. Shalat sukarela ini disebut sebagai Salatu'l-'Ishraq, setelah
matahari terbit; Salatu'd-Duha sekitar jam 1 siang; and
Salatu't-Tahajjud, setelah jam 12 malam. Tentang nafl bisa dibaca
keterangannya di Hadis Sahih Bukhari vol. 1, hal. 4.
Selain salat
setiap hari, para Muslim pun hari melakukan Salatu'l-Jum'a (Sembahyang
Jum’at) dan ini dinyatakan di Qur’an dalam Suratu'l-Jumu'a 62: 9
Selain itu masih
ada beberapa Salat yang lain yakni:
Salatul-Musafir
yakni sembahyang bagi yang melakukan perjalanan
Salatu'l-Khauf yakni
sembahyang untuk mengatasi takut (QS 4:102-3.)
Salatu'l-Janaza yakni
sembahyang untuk menguburkan jenazah
Salatu'l-Istikhara yakni sembahyang untuk dapat
bimbingan sebelum melakukan pekerjaan penting
Salatu't-Tauba yakni
sembahyang untuk minta ampun (Suratu Ali 'Imran (iii) 129, 130)
Masih ada pula
Salatu'l-Kusuf, 2 rak’at waktu gerhana matahari, Salatu'l-Khusuf, 2
rak’at waktu gerhana bulan; Salatu'l-Istisqa' yakni salat di musim
kemarau; dan Salatu'l-Tarawih, 20 ra’kat setiap malam di bulan Ramadan.
Sekarang
pertanyaannya dari mana Muhammad mengarang kewajiban sembahyang lima
kali sehari?
Muhammad banyak
berhubungan dengan kaum Yahudi di masa awal dirinya merasa jadi nabi.
Pada saat itu, di Mekah, hubungan Muhammad dan kaum Yahudi masih dalam
taraf damai. Musuhnya pada saat itu baru satu yakni kaum pagan Quraish.
Dia sengaja berbaik-baikan, agar diakui sebagai nabi baru oleh kaum
Yahudi. Baca sendiri ayat2 Quran awal tentang pujian2 Muhammad terhadap
orang2 Kitab (Yahudi, Nasrani, Sabean). Pujian2 ini nantinya digantinya
sendiri dengan caci maki, kutuk, ancaman neraka, bahkan tuduhan tanpa
bukti memalsu kitab suci sendiri terhadap orang2 Kitab dalam ayat2
Medinah. Semuanya ini terjadi karena tiada orang2 Kitab yang cukup
sinting untuk percaya akan kenabian Muhammad.
Dalam usahanya
memupuk hubungan baik, dia pun tak segan2 mencontek tata cara ibadah dan
jumlah sembahyang dalam Yudaisme dan diterapkannya dalam agama baru
ciptaannya sendiri. Dalam Surat Hud (11) ayat 116 (masa akhir Mekah),
Muhammad berkata:
Dan dirikanlah
sembahyang (wahai Muhammad, engkau dan umatmu), pada dua bahagian siang
(pagi dan petang) dan pada waktu-waktu yang berhampiran dengannya dari
waktu malam.
Dalam
Suratu'l-Qaf (50) ayat 39,40 (masa awal Mekah) dinyatakan pula:
(39) … bertasbihlah sambil
memuji Tuhanmu (terutama) sebelum terbit matahari dan sebelum matahari
terbenam. (40) Serta bertasbihlah kepadaNya pada malam hari dan sesudah
mengerjakan sembahyang.
Dalam Suratu
Bani Isra'il (17) ayat 79 (masa awal Mekah) dinyatakan:
Dan bangunlah pada
sebahagian dari waktu malam serta kerjakanlah sembahyang tahajud
padanya, sebagai sembahyang tambahan bagimu; semoga Tuhanmu membangkit
dan menempatkanmu pada hari akhirat di tempat yang terpuji
Ayat2 di atas (11:116; 50:39,40; 17:79)
menyatakan perintah sembahyang 3 kali sehari. Jelas sudah bahwa
Muhammad mencontek agama Yudaisme, karena hal ini sama persis dengan
jumlah ibadah sembahyang per hari yang dinyatakan di Kitab Perjanjian
Lama dan buku Talmud Yahudi. Silakan buka Daniel 6:11 dari Perjanjian
Lama. Di ayat itu dinyatakan bahwa meskipun dilarang oleh Raja
Babilonia, Daniel tetap sembahyang: Dalam kamar atasnya ada
tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia
berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.
Dalam Kitab Mazmur, Daud berkata: Pada malam hari, pagi hari, dan siang
hari, aku akan berdoa dan menangis keras.
Perintah
sembahyang 3 kali sehari juga dinyatakan dalam Talmud Berakhoth, (bagian
dari Talmud Yerusalem) fol. 7b, kolom 1: Dari manakah mereka (kakek
moyang Yahudi) mengetahui perintah sembahyang tiga kali? Mereka
melakukan sembahyang tiga kali sehari …pagi…siang hari…malam hari…
Yehoshuah ben Levi berkata: “mereka tahu (sembahyang tiga kali sehari)
dari kakek moyang mereka … Abraham… Ishak… Yakub.” “Sumpah puasa...harus
diucapkan setiap kali sembahyang (malam, pagi, dan siang hari).”
Terdapat pula
keterangan yang sama dalam kitab Apocrypha (1 Esdras v. 50; Judith ix.
1; xi. 17; xii. 6-8 ) tentang ibadah sembahyang untuk pembakaran korban
(binatang) di malam dan pagi hari.
Tapi di ayat2
Quran di masa berikutnya, Muhammad menambah jumlah waktu sembahyang yang
harus dilakukan Muslim setiap hari. Hal ini terjadi setelah dia mengaku
pergi ke surga (Isra Mi’raj) dan katanya Allah memerintahkannya
sembahyang lima kali sehari. Silakan baca Suratu'r-Rum (30) 17, 18,
(17) Setelah
kamu mengetahui yang demikian) maka bertasbihlah kepada Allah semasa
kamu berada pada waktu malam dan semasa kamu berada pada waktu Subuh.
[18] Serta pujilah Allah yang berhak menerima segala puji (dari sekalian
makhlukNya) di langit dan di bumi dan juga (bertasbihlah kepadaNya
serta pujilah Dia) pada waktu petang dan semasa kamu berada pada waktu
Zuhur
Juga sembahyang 4
kali sehari di Suratu Ta Ha (20) 130
Oleh itu, bersabarlah engkau (wahai Muhammad) akan apa
yang mereka katakan dan beribadatlah dengan memuji Tuhanmu sebelum
matahari terbit dan sebelum terbenamnya dan beribadatlah pada saat-saat
dari waktu malam dan pada sebelah-sebelah siang; supaya engkau reda
(dengan mendapat sebaik-baik balasan).
Jadi
pertama-tama Muhammad memerintahkan sembahyang 3 kali sehari, lalu 4
kali sehari dan diganti lagi jadi 5 kali sehari. Jika sembahyang 3 kali
sehari merupakan gagasan dari agama Yudaisme (Yahudi), maka dari manakah
gagasan sembahyang 5 kali sehari? Jawabannya bisa dilihat dari agama
Sabean yang dianut masyarakat Arabia di masa pra Islam. Penulis Arab
bernama Abu’l-Fida dalam bukunya yang berjudul At-Tawarikhu'l-Qadimah
(History, Ante-Islamica), hal 148, mengutip pernyataan penulis Arab kuno
brenama Abu 'Isa'l-Maghribi sebagai berikut:
Kaum Sabian
melakukan ibadah tertentu, yang antara lain adalah tujuh kali
sembahyang, dan lima kali dari tujuh kali sembahyang itu sama pula
dengan yang dilakukan para Muslim. Sembahyang keenam adalah sembahyang
subuh, dan sembahyang ke tujuh dilakukan pada akhir jam keenam malam
hari… Tata cara sembahyang mereka, sama seperti kaum Muslim, membutuhkan
ketulusan hati dan perhatian khusuk sewaktu melakukannya. Mereka
sembahyang bagi orang mati tanpa membungkuk atau bersimpuh.
Jika Muslim
melakukan sembahyang nafl (tak wajib), maka genap sudah sembahyang 7
kali sehari, persis seperti yang dilakukan kaum Sabean. Pernyataan Abu
'Isa'l-Maghribi dan jumlah sembahyang yang berubah dari 3 jadi 5 dan
bisa juga 7, jelas menerangkan bahwa Muhammad mengambil ide sembahyang
Yahudi dan lalu Sabean.
Apakah ada lagi
agama besar lain yang juga melakukan sembahyang lima kali sehari di
jaman pra Islam? Jawabnya: ada, yakni agama Zoroastria.
Jika kita baca
salah satu bagian dari kitab suci Zoroastria yang berjudul Avesta maka
sudah jelas dinyatakan bahwa umat Zoroastria pun melakukan sembahyang
lima kali sehari:
(1) Ushahina
(dari jam 12 malam sampai 6 pagi)
(2) Havani (dari jam 6 pagi sampai jam 12 siang)
(3) Rapithwina (dari jam 12
siang sampai 3 sore)
(4)
Uzayeirina (dari jam 3 sore sampai 6 sore).
(5) Aiwisruthrima (dari jam 6
sore sampai 12 malam).
Sewaktu
melakukan ibadah sembahyang, umat Zoroastria harus mengucapkan kalimat2
sembahyang bahasa Parsi yang disebut ‘gah’ yang ditulis oleh nabi
Zoroastria yakni Zarathustra. Kalimat ini serupa bunyinya dengan
ucapan2 sembahyang dalam agama Budha Veda. Ke lima ibadah sembahyang
ditujukan untuk menyembah matahari, tuhan Mithra, bulan, air, dan api.
Ucapan ‘nyanyis’ (yang berarti doa permohonan; diambil dari kata sitayis
(doa pujian)) harus dilafalkan sewaktu melakukan sembahyang lima kali.
Nyanyis matahari dilakukan tiga kali sehari pada waktu matahari terbit
(gah havan), pada siang hari (gah rapitvin), pada sore hari jam 3 siang
(gah uziren). Nyanyis Mithra dengan nyanyis matahari, dan nyanyis air
dan nyanyis api harus dilafalkan setiap hari.
Agama Zoroastria
adalah agama besar yang dianut masyarakat Persia (Iran) di jaman
pra-Islam. Pada saat itu, Persia merupakan salah satu kekaisaran
terbesar di dunia. Pengaruh budaya dan agamanya tersebar luas sampai ke
Timur Tengah, termasuk Jazirah Arabia. Sudah jelas bahwa Muhammad
terpengaruh gagasan sembahyang lima waktu dari agama Zoroastria.
Kemudian dari manakah asal-usul tatacara
sembahyang Islam yang sujud, bungkuk, cium lantai, tengok kanan-kiri,
dll itu?
Salat dalam
Islam dilakukan dengan melakukan beberapa posisi tubuh, seperti berdiri,
membungkuk, berlutut, dan menyembah sampai muka menghadap lantai. Semua
ini tidak lain dan tidak bukan diambil dari tata cara sembahyang
Yudaisme dan Sabean.
Lihatlah kitab
Mishna Berokath (Berkat, Berkah) fol. 3b, kolom 2 (Yerusalem Talmud):
Kami harus berlutut,
membungkuk, dan menyembah bersungkur di hadapanMu. Juga di fol. 13a,
kolom 2: Di malam hari semua pria berbaring ketika mereka melafalkan
Shema’, dan di pagi hari mereka berdiri.
Bandingkan
dengan QS 4:103
…hendaklah
kamu menyebut dan mengingati Allah semasa kamu berdiri atau duduk dan
semasa kamu berbaring.
Kebiasaan Muslim
yang suka melakukan Salat di muka umum, di tepi2 jalan (lihat gambar di
atas) dalam kota bisa diduga diambil dari kebiasaan sembahyang kaum
Farisi (ahli agama di masyarakat Yahudi) seperti yang tercantum di
Matius 6:5
Mereka
suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada
tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.
Para Yahudi di
Arabia yang hidup di jaman Muhammad adalah keturunan dari kaum Farisi
yang disebut dalam Injil, sehingga mereka tetap melakukan kebiasaan
sembahyang dengan cara yang sama seperti kakek moyang mereka di Israel.
Dalam Talmud
Berakhoth fol. 9a kolom 1 tercantum:
“Jika seorang berdiri sambil melafalkan doa di
jalanan (strata) atau jalan2 umum (palatium), orang itu harus menyingkir
dari jalanan agar keledai2 dan kereta2 bisa berlalu tanpa mengganggu
doanya.”
Sudah jelas
Muhammad meniru tata cara sembahyang ini karena tidak mau kalah
kelihatan berbakti pada Tuhan dibandingkan kaum Yahudi.
Pemisahan antara
jemaat pria dan wanita di tempat ibadah umum merupakan hal yang lumrah
bagi kaum Muslim dan Yahudi. Begitu pula sembahyang dengan mengenakan
kerudung kepala dan tapak kaki telanjang (nyeker) merupakan kebiasaan
ibadah di Asia Selatan. Hal ini bahkan biasa dijumpai dalam ibadah
sembahyang yang dilakukan orang2 Kristen India saat ini, meskipun
kebanyakan orang2 Kristen India mulai meniru gaya pakaian Eropa sehingga
mereka menanggalkan kerudung kepalanya tatkala melakukan sembahyang.
Salat bersama di
hari Jumat merupakan tiruan dari kebiasaan sembahyang kaum Yahudi
seperti yang tertera di Alkitab Perjanjian Lama:
Imamat 8:3
“lalu suruhlah berkumpul
segenap umat ke depan pintu Kemah Pertemuan."
Lukas 1:10
Sementara itu seluruh
umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu
pembakaran ukupan.
Lihat pula
perintah Muhammad dalam Quran [Suratu'n-Nisa' 4:102] untuk mempersingkat
waktu sembahyang di dalam keadaan perang:
Dan apabila
engkau (wahai Muhammad) berada dalam kalangan mereka (semasa perang),
lalu engkau mendirikan sembahyang dengan (menjadi imam) mereka, maka
hendaklah sepuak dari mereka berdiri (mengerjakan sembahyang)
bersama-samamu dan hendaklah mereka menyandang senjata masing-masing;
kemudian apabila mereka telah sujud, maka hendaklah mereka berundur ke
belakang (untuk menjaga serbuan musuh) dan hendaklah datang pula puak
yang lain (yang kedua) yang belum sembahyang (kerana menjaga serbuan
musuh), maka hendaklah mereka bersembahyang (berjemaah) bersama-samamu,
dan hendaklah mereka mengambil langkah berjaga-jaga serta menyandang
senjata masing-masing.
Isi ayat ini
jelas diambil dari Talmud Berakhoth (Talmud Yerusalem), fol. 7a, kolom
1:
“Orang yang
berada di tempat berbahaya diperbolehkan melakukan sembahyang pendek”
Suratu'l-Baqara
2:240: Sembahyang dapat dilalukan sewaktu berkendaraan
Bandingkan
dengan Berakhoth, Talmud Yerusalem, fol. 8a, kolom 2:
Jika seorang
berkendaraan…dia harus memalingkan mukanya…dan… mengarahkan hatinya
kepada Yang Maha Suci.
Larangan
sembahyang di saat mabuk [Suratu'n-Nisa' 4:46]:
Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu hampiri sembahyang (mengerjakannya) sedang kamu
dalam keadaan mabuk…
Bandingkan
dengan Talmud Berakhoth (Talmud Yerusalem) fol. 7a. kolom 1: Dilarang
melakukan sembahyang di dalam keadaan mabuk. Lalu Erubin, fol. 64a; (cf.
Berakoth fol. 31b): Orang yang mabuk tidak boleh sembahyang. Talmud
Berakhoth, (Talmud Yerusalem) fol. 6b, col. 2; dan 7a, kolom 1: Orang
yang tidak bersih harus mandi dahulu sebelum sembahyang
Sewaktu masih
berada di Mekah, Muhammad tidak mewajibkan Muslim sembahyang ke arah
manapun, seperti yang dikatakannya di Suratu'l-Baqara 2:115:
Dan Allah jualah yang
memiliki timur dan barat, maka ke mana sahaja kamu arahkan diri (ke
kiblat untuk mengadap Allah) maka di situlah arah yang diredai Allah.
Tapi
seperti biasa, Muhammad mulai berubah drastis setelah hidup di Medina.
Di daerah sekitar Medinah hiduplah beberapa suku Yahudi. Awalnya,
Muhammad hidup damai dengan kaum Yahudi tersebut. Untuk mengambil hati
para Yahudi, Muhammad mengikuti arah kiblat sembahyang mereka yakni ke
arah Bait Suci di Yerusalem.Tapi setelah dia tahu kaum Yahudi tidak mau
mengakuinya sebagai nabi, mulai tumbuh kebencian di dalam hatinya
sehingga dia mengganti arah kiblat sembahyang ke Kabah di Mekah.
Perubahan pikiran Muhammad ini bisa dibaca dalam Suratu'l-Baqara (2)
136, 138, 139.
Sahih Bukhari
60:19
Pada
awalnya, sang Nabi memerintahkan sembahyang dengan Qibla ke arah
Yerusalem selama enam belas atau tujuh belas bulan, dan dia senang
ketika Mekah menjadi arah Qibla.
Aturan arah
sembahyang Islam ini jelas dicontek dari Yudaisme. Lihatlah apa yang
tertera dalam Talmud Berakhoth (Talmud Yerusalem), fol. 8b, kolom 1:
Mereka yang
berada di negara2 (di luar Palestina) harus mengarahkan wajah2 mereka ke
Tanah Suci… Mereka yang hidup dalam Palestina harus mengarahkan wajah2
mereka ke arah Yerusalem…Mereka yang sembahyang di Yerusalem harus
mengarahkan wajah2 mereka ke Bait Suci… Mereka yang berada di Bait Suci
harus mengarahkan wajah2 mereka ke arah Yang Maha Suci…
Hal serupa
juga disebut dalam buku yang sama di fol. 7b, kolom 1; fol. 8a, kolom 2.
Hal ini juga
disebut dalam Alkitab Perjanjian Lama dalam 1 Raja2 8:29, Mazmur 5:7,
Daniel 6:10, Yunus 2:4.
Jadi
pertama-tama sewaktu di Mekah, Muhammad berkata tidak jadi masalah
sembahyang ke arah manapun sebab timur dan barat adalah milik Allah.
Tapi setelah pindah ke Medinah, Muhammad meniru-niru tata cara ibadah
Yahudi dengan berkiblat ke Yerusalem. Setelah dia tahu kaum Yahudi tidak
bakal mengakuinya sebagai nabi, dia mengganti lagi aturan sembahyang
dengan berkiblat ke arah Mekah.
Agar kaum Muslim
tidak bingung atas keplin-planan Muhammad/Allah, cepat2 diucapkannya
ayat Suratu'l-Baqara 2: 119, 139, 144. Ini terjadi di tahun ke dua
Hijrah atau sekitar 623 M.
PUASA
Suratu'l-Baqara
(ii) ayat 183
Wahai
orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu
bertakwa.
Puasa (= Roza (
bahasa Persia) = Saum (bahasa Arab)) adalah pilar ketiga Islam yang
wajib dilaksanakan kaum Muslim. Dalam menjalankan Puasa, Muslim dilarang
makan, minum, dan berhubungan seks dalam jangka tertentu dalam sehari.
Sewaktu tinggal di Mekah, Muhammad tidak begitu menekankan pentingnya
Puasa bagi umat Islam. Dalam surah2 Mekah, hanya ada satu ayat saja yang
berhubungan dengan buka Puasa, itu pun bukan berupa perintah melainkan
hanyalah keterangan yang berhubungan dengan kejadian sejarah hamilnya
Mariam (Suratu Maryam 19:26). Tapi setelah Muhammad pindah ke Medinah,
dia lalu melihat bahwa orang2 Yahudi ternyata melakukan ibadah Puasa
dengan seksama. Karena tidak mau kalah, maka Muhammad pun lalu ikut2an
mewajibkan pengikutnya untuk melakukan Puasa pula, ditambah ancaman
berbagai hukuman dari Allah jika Muslim enggan melakukannya.
Masih dalam
rangka meniru-niru, Muhammad juga menjiplak ibadah Puasa agama Yudaisme
yang dilakukan di Hari Penebusan Dosa. Lihatlah keterangan dari Ibn
Abbas dalam Mishkat Al-Masabih, buku 7, bagian 7 tertera keterangan
Muhammad bertanya-tanya tentang Puasa pada orang Yahudi:
Ibn ‘Abbas menyatakan
bahwa Muhammad, setelah dia tiba di Medina, bertanya pada seorang Yahudi
tentang Puasa, “Apakah arti Puasa yang kau lakukan itu?” Orang Yahudi
itu menjawab, “Ini adalah Puasa besar; Tuhan menebus Musa dan sukunya
pada hari ini, dan menenggelamkan Firaun dan tentaranya; maka Musa
berpuasa sebagai tanda terima kasih dan kamipun melakukan Puasa untuk
mengikuti teladannya. Maka sang Nabi berkata, “Kami lebih berharga dan
lebih dekat pada Musa dibandingkan kamu” dan lalu sang Nabi berpuasa di
hari ‘Ashura dan memerintahkan pengikutnya untuk berpuasa di hari yang
sama.
Wajib Puasa jadi
ibadah agama yang sangat penting dalam Islam dan dapat dilihat melalui
perkataan Muhammad yang menyebut Puasa adalah ‘pintu gerbang agama’.
Dalam Mishkat (buku 7, bagian 1) tertulis bahwa Muhammad berkata,
“Ada delapan pintu Surga, dan salah
satunya bernama Rayyan yang tidak bisa dimasuki siapapun kecuali mereka
yang melakukan Puasa’; ‘Ketika bulan Ramadan tiba…pintu2 surga akan
dibuka, dan pintu2 neraka ditutup’; ‘Pintu2 pengampunan Allah akan
dibuka.’
Ibadah Puasa
dalam Islam dilakukan pada bulan Ramadan, yang merupakan bulan ke
sembilan penanggalan tahunan Islam. Ramadan merupakan bulan tersuci
dalam Islam, karena katanya Qur’an dikirimkan dari surga oleh Allah
untuk membimbing manusia.
(Masa yang
diwajibkan kamu berPuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya
diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi
keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan)
perbezaan antara yang benar dengan yang salah… (QS 2:185)
Puasa dilakukan
dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Setelah matahari
terbenam, para Muslim boleh makan apa saja.
Dihalalkan
bagi kamu, pada malam hari Puasa, bercampur (bersetubuh) dengan
isteri-isteri kamu. Isteri-isteri kamu itu adalah sebagai pakaian bagi
kamu dan kamu pula sebagai pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahawasanya kamu mengkhianati diri sendiri, lalu Dia menerima taubat
kamu dan memaafkan kamu. Maka sekarang setubuhilah isteri-isteri kamu
dan carilah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kamu dan
makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya
siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian
sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib) dan janganlah
kamu setubuhi isteri-isteri kamu ketika kamu sedang beriktikaf di
masjid. Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu
menghampirinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat hukumNya kepada
sekalian manusia supaya mereka bertakwa. (QS 2:187)
Ada pula
golongan Muslim yang tidak wajib Puasa dan mereka adalah anak2 kecil,
anak2 besar yang belum mencapai usia remaja, wanita yang hamil atau
sedang menyusui anaknya, dan para cacat mental. Orang2 yang sedang sakit
atau yang sedang dalam bepergian tidak usah melakukan Puasa tapi
nantinya mereka harus mengganti melakukan Puasa sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (Suratu'l-Baqara 2: 185).
Orang2 tua yang kesulitan melakukan Puasa harus memberi sedekah bagi
kaum miskin (Suratu'l-Baqara 2:184).
Kembali pada
asal-usul Puasa di bulan Ramadan. Seperti yang sudah kami jelaskan,
setelah Muhammad tinggal di Medinah, dia meniru ibadah Puasa Yahudi yang
dilakukan di Hari Penebusan Dosa (agama Yudaisme). Meskipun Muhammad
sudah habis2an meniru ibadah agama Yahudi, ikut2an berkiblat sembahyang
ke arah Yerusalem, mengakui nama2 dan kisah2 nabi2 Yahudi, tapi kaum
Yahudi tetap saja menolak Islam sebagai agama sejati dan juga tidak
percaya bahwa Muhammad adalah nabi. Karena sakit hati, Muhammad lalu
meninggalkan ibadah Puasa di Hari Penebusan Dosa dan menggantinya jadi
Puasa di bulan Ramadan. Dia juga mengganti kiblat sembahyang dari
Yerusalem ke Mekah. Tapi meskipun sudah diganti kanan-kiri, tetap saja
tidak bisa disangkal bahwa Muhammad memang meniru banyak tata cara
ibadah Puasa Yahudi. Hal ini bisa dilihat jelas dari waktu menjalankan
Puasa (matahari terbit) dan menutup Puasa (matahari terbenam).
…makanlah serta
minumlah sehingga nyata kepada kamu benang
putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu
waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam
(maghrib)… (QS 2:187)
Isi ayat di atas
sama dengan isi Talmud Berakhoth, vol. 9b yang menyebutkan bahwa di
hari Puasa, doa Shema dilakukan saat “waktu orang dapat membedakan
benang biru dan benang putih.”
Benang2 biru dan
putih terdapat dalam pakaian orang2 Yahudi. Agar berbeda sedikit dan
tidak terlalu malu dituduh penjiplak mentah2, Muhammad mengganti benang
‘biru’ jadi benang ‘hitam’. He.he.he..
Sekarang dari
mana asal-usul lama Puasa Islam yang adalah 30 hari di bulan Ramadan
itu? Dalam Suratu'l-A'raf 7:142 tertulis:
Dan kami
telah janjikan masa kepada Nabi Musa (untuk memberikan Taurat) selama
tiga puluh malam, serta Kami genapkan jumlahnya dengan sepuluh malam
lagi…
Dalam catatan
kaki ayat ini, para penulis Muslim menyatakan bahwa sebelum Tuhan
menurunkan Hukum2nya pada Musa, dia memerintahkan Musa untuk berpuasa
selama 30 hari dan hal ini dilakukan Musa di bulan Dhu'l-Qa'da, dan
karena dia menggosok giginya dengan cairan pembersih, dia diperintahkan
untuk berpuasa lagi selama sepuluh hari. Baidawi dan ahli Islam lainnya
menulis bahwa Musa diperintahkan berpuasa tak lebih dari 30 hari saja.
Tapi hal ini jelas tidak dapat dijadikan alasan asal-usul puasa 30 hari
dalam Islam sebab Suratu'l-A'raf (vii) adalah Surah Mekah dan pada saat
Muhammad berada di Mekah, dia tidak pernah memerintahkan umat Muslim
untuk puasa 30 hari. Sudah pasti dia mengambil ibadah Puasa 30 hari ini
dari sumber lain.
Penulis Arab
kuno bernama Abu 'Isa'l-Maghribi menyatakan bahwa Muhammad meniru ibadah
sembahyang lima kali sehari dari agama Sabean. Lanjutan kutipan dari
penulis yang sama menunjukkan bahwa Muhammad juga meniru Puasa 30 hari
dari agama Sabean pula.
“Mereka (umat
Sabean) …berpuasa tiga puluh hari; dan jika di bulan pendek, mereka
berpuasa selama dua puluh sembilan hari. Sehubungan dengan ibadah Puasa,
mereka merayakan Fitri (selesai Puasa selama 30 hari) dan Hilal (bulan
baru), sedemikian rupa sehingga Fitri terjadi saat matahari masuk masa
Aries. Dan mereka biasa berpuasa dari bagian satu per empat yang keempat
di malam hari (= fourth quarter of the night) sampai matahari
terbenam.” (Hughes, Notes on Muhammadanism, p. 124)
Dari tulisan Abu
'Isa'l-Maghribi sudah jelas bahwa Puasa 30 hari Islam diambil dari
Puasa 30 hari Sabean. Juga perayaan Islam Idul Fitri atau
perayaan akhir Puasa sama persis dengan perayaan Fitri dari agama
Sabean. Selain itu, waktu puasa Sabean adalah dari akhir malam hari
(bagian satu per empat yang keempat di malam hari) sampai matahari
terbenam, dan ini sama persis dengan waktu Puasa Islam.
Selain Sabean,
agama Yudaisme juga menganjurkan Puasa dari waktu matahari terbit sampai
matahari terbenam dan bintang2 mulai tampak. Hal ini bisa dibaca di
kitab Yudaisme Taanith (Puasa), vol. 10a dan 12a: “Dia tidak boleh
makan atau minum sampai matahari terbenam, dan setidaknya tampak dua
bintang;
Pada saat
berpuasa, selain tidak boleh makan dan minum, kaum Yahudi juga tidak
boleh berhubungan seks. Jemaat Yahudi yang tidak perlu berpuasa adalah
anak2 kecil, wanita yang sedang hamil atau menyusui anaknya, dan juga
kaum tua.
Yoma, vol. 82a;
Kethuboth, vol. 50a:
‘Anak-anak
diperkecualikan, anak2 laki, sampai usia tiga belas tahun, dan anak2
perempuan sampai usia dua belas tahun.’
Yoma, vol. 73b:
‘Dilarang
bersetubuh.'
Taanith (Jer.
Tal.), vol. 64b, kolom 1:
‘Wanita yang sedang hamil dan menyusui
diperkecualikan.'
Yoma, vol. 82a:
' Wanita yang sedang
hamil dan orang berusia lanjut diperkecualikan.'
Aturan2 Puasa
Yudaisme dalam Talmud ini ditiru persis oleh Muhammad.
Pertanyaan
berikut adalah dari mana asalnya waktu Puasa di bulan Ramadan itu?
Mengapa Muhammad memilih bulan Ramadan untuk melakukan ibadah Puasa? Hal
ini dengan mudah bisa ditelusuri pada kebiasaan adat suku Arab Quraish
di Mekah, yang merupakan suku asal Muhammad sendiri. Dalam Sirat Rasul,
vol. i. p. 79, Ibn Ishaq menulis bahwa: ‘kaum Quraish di Jaman
Jahiliyah terbiasa meninggalkan kota mereka dan menghabiskan waktu di
bulan Ramadan di Gunung Hira setiap tahun dalam melaksanakan penebusan
dosa (Tahannuth).’
Muhammad sendiri
kabarnya juga biasa melakukan kebiasaan ini setiap tahun. Dalam
kebiasaan adat tahunan inilah Muhammad bertemu dengan Zaid ibn 'Amr yang
juga sering bertapa mencari kedamaian di salah satu gua di Gunung Hira.
Zaid ibn 'Amr adalah pengikut agama Abraham yang Hanif. Pada usia
tuanya, Zaid akhirnya hidup menetap di dalam gua di Gunung Hira dan mati
di tahun 612 M, hanya beberapa tahun saja sebelum Muhammad mengaku
sebagai nabi. Sewaktu masih hidup, Zaid sebagai penganut agama Abraham
yang Hanif bersikap menolak penyembahan berhala, mengaku keesaan Tuhan,
mengecam warga Quraish yang beragama pagan. Dalam buku tulisan Koelle,
Sigismund Wilhelm, Mohammed and Mohammedanism: Critically Considered,
Rivingtons, London, England, 1889, pp. 53 tertulis:
Sprenger mengatakan,
‘Muhammad secara terbuka mengakui Zaid sebagai pendahulunya, dan setiap
perkataan Zaid tercantum pula dalam Quran."
Di dalam gua
tempat tinggal Zaid inilah Muhammad pertama kali menerima ‘wahyu’ dari
Jibril. Meskipun Muhammad tidak melakukan Puasa apapun dalam gua Hira,
tapi sudah jelas bahwa kebiasaan adat semedi suku Quraish di bulan
Ramadhan itulah yang menyebabkannya memilih bulan itu sebagai bulan
Puasa.
Jadi
kesimpulannya, terdapat asal-usul dan pengaruh jelas dari mana kebiasaan
ibadah Puasa Islam di bulan Ramadan. Tata cara dan waktu Puasa dipinjam
dari agama Yudaisme milik kaum Yahudi. Jangka lama Puasa selama 30 hari
diambil dari agama Sabean dan juga dari kebiasaan adat kaum Arab
Quraish yang sebulan dalam setahun pergi tinggal di Gunung Hira dekat
Mekah. Perayaan I’du’l-Fitri untuk memperingati berakhirnya Puasa sudah
jelas dipinjam dari Fitri yang persis sama dari agama Sabean.
Pengecualian orang2 yang tidak usah berpuasa dalam Islam dicontek persis
sama oleh Muhammad dari Talmud Yudaisme. Yang terakhir, penetapan bulan
Ramadan sebagai bulan Puasa sudah jelas diambil dari kebiasaan suku
Arab Quraish dan Muhammad sendiri yang suka semedi sekali setahun di
Gunung Hira di Jaman Jahiliyah. Ini sih
bukannya Muhammad yang menuntun kaum Jahiliyah ke perbaikan kebiasaan
yang lebih beradab, tapi malah Muhammad sendiri yang melestarikan
kebiasaan Jahiliyah di dalam Islam.
ZAKAT
Wahai
orang-orang yang beriman! Sebarkanlah sebahagian dari apa yang telah
Kami berikan kepada kamu, sebelum tibanya hari (kiamat) yang tidak ada
jual beli padanya dan tidak ada kawan teman (yang memberi manfaat),
serta tidak ada pula pertolongan syafaat… (QS 2:254)
Pilar berikut
Islam adalah Zakat. Praktek Zakat adalah bagian penting dari ibadat dan
wajib dilakukan setiap Muslim dewasa yang punya penghasilan mencukupi.
Kewajiban ini terus-menerus dinyatakan dalam ayat2 Qur’an
Suratu'l-Baqara 2:43, 82, 110, 273, 276, 277; Suratu Ali 'Imran 3:134;
Suratu'n-Nisa' 4:77; Suratu'l-Ma'ida 5:12; Suratu't-Tauba 9:5, 11, 72;
Suratu'l-Hajj 22:41; Suratu'n-Nur 24:37, 56; Suratu'l-Mujadala 58:13.
Guna Zakat disebut dalam ayat2 berikut: berzakat agar dapat mendapat
kebajikan (Suratu Ali 'Imran 3:92); berzakat agar diampuni Allah
(Suratu't-Tauba 9:100); berzakat sebagai tanda berbakti pada Allah
(Suratu't-Tauba 9:99); berzakat sebagai penghapus dosa (Suratu'l-Baqara
2:271); lakukan Salat dan bayar Zakat (Suratu'l-Ma'ida 5:55); bersedekah
sebagai tanda orang beriman (Suratu'l-Ahzab 33:35).
Pentingnya
berzakat atau bersedekah diungkapkan oleh Khalifa 'Umar Ibn
'Abdu'l-'Aziz yang berkata: “Salat membawa kita setengah perjalanan
kepada Allah, Puasa membawa kita ke pintu gerbang istana Allah, dan
sedekah adalah ijin masuknya.”
Dalam Islam
terdapat perbedaan antara Zakat dan sedekah. Zakat itu wajib hukumnya,
sedangkan sedekah tidak wajib. Jumlah Zakat sudah ditetapkan dalam hukum
Islam, sedangkah sedekah terserah kerelaan hati. Sedekah seringkali
dilakukan pada orang miskin di hari raya 'I'du'l-Fitr di akhir Ramadan.
Tapi dalam namaz di perayaan ini, dalam khotbah di mesjid, perlunya
bersedekah ditekankan oleh imam. Biasanya si imam akan berkata, “Puasamu
tidak akan dihargai, dan Salatmu akan tetap saja dalam perjalanan ke
surga, sampai kau bersedekah. Wahai umat yang beriman, berilah kaum
miskin sedikit dari uang atau hartamu”
Ada lima jenis
pembayaran yang harus dilakukan Muslim yang mampu secara finansial untuk
membayar Zakat setiap tahun. Kelima jenis ini adalah: (1) uang; (2)
harta benda; (3) ternak; (4) buah2an; dan (5) gandum/beras. Jumlah nomer
1 dan 2 adalah 1/40 bagian atau 2 ½ persen dari harta milik. Untuk
nomer 4 dan 5, sepersepuluh harus diserahkan, tapi jika buah2an ditanam
dan diairi, maka hanya 1/20 saja yang wajib diserahkan. Jumlah ternak
(nomer 3) yang wajib diserahkan tergantung dari banyaknya ternak yang
dimiliki, misalnya 2 domba bagi tiap 10 unta, 1 sapi dari setiap 40 sapi
dan 1 sapi jantan dari setiap 30 sapi, 1 domba dari setiap 40 domba
yang digembalakan.
Awalnya Zakat
ini digunakan untuk menolong orangtua, kerabat, anak2 yatim, orang
miskin, dan yang terlantar di perjalanan (Suratu'l-Baqara 2:215). Tapi
setelah Perang Hyunain (8 M), Muhammad harus menyogok banyak pemimpin
dan masyarakat Arab Quraish Mekah agar mau memeluk Islam dengan harta
jarahan bagiannya sendiri dan juga jarahan bagian kaum Muslim Ansar
(berasal dari Medinah), sehingga banyak Muslim Ansar yang tidak kebagian
harta jarahan dan marah2. Ini hadisnya:
Hadis Sahih
Bukhari Volume 4, Buku 53, Nomer 374
Sang Nabi berkata, “Aku memberi kepada kaum Quraish
agar mereka mau memeluk Islam, karena mereka lebih suka akan sikap hidup
mereka yang jahiliyah dan mereka tidak punya hati yang teguh.”
Hadis Sahih
Bukhari Volume 4, Buku 53, Nomer 375
Ketika Allah menganugrahi RasulNya dengan kekayaan
dari suku Hawazin sebagai barang jarahan (fai), dia mulai memberi
sebagian orang2 Mekah sampai 100 ekor unta per orang. Melihat itu
beberapa orang2 Ansari berkata, “Semoga Allah mengampuni RasulNya! Dia
memberi pada kaum Quraish dan tidak pada kami, padahal kenyataannya
pedang2 kami masih berlumuran darah para kafir.” Ketika Muhammad
diberitahu apa yang dikatakan mereka (orang2 Ansar), dia memanggil
orang2 Ansar dan mengumpulkan mereka dalam sebuah tenda kulit. “Apakah
yang kalian katakan?” Salah seorang Ansar yang cerdik menjawab, “O Rasul
Allah! Orang2 yang bijaksana tidak mengatakan apapun, tapi orang2 muda
berkata, “Semoga Allah mengampuni RasulNya; dia memperkaya kaum Quraish
dan membiarkan kaum Ansar miskin, padahal kenyataannya pedang2 kaum
Ansar masih meneteskan darah kaum kafir.” Sang Nabi menjawab, “Aku
memberi mereka lebih karena mereka masih dekat dengan masa jadi kafir
dan baru saja memeluk Islam. Kamu seharusnya merasa senang melihat
mereka menjadi kaya,”
Tabari IX:36 dan
Ishaq: 596
“Nabi,
orang2 Ansar itu menggerutu tentang engkau karena apa yang kau lakukan
terhadap barang jarah dan bagaimana engkau membagi-bagikannya diantara
orang2mu.” “Orang2 Ansar, apakah yang kau katakan? Gerutuan apakah yang
kau rasakan? Apakah kau berpikir jahat tentang aku? Tidakkah aku datang
padamu sewaktu kamu masih tersesat dan butuh bantuan, dan kau dibuat
kaya oleh Allah? Apakah kamu menggerutu terhadap aku dan kamu merasa
tidak suka akan barang2 jarahan yang kugunakan untuk mendamaikan orang2
dan memenangkan hati mereka sehingga mereka memeluk Islam dan menjadi
Muslim?”
Untuk
menenangkan Muslim Ansar yang marah2 ini, Muhammad terpaksa mengeluarkan
beberapa ayat2 sakti dari balik jubahnya.
Suratu't-Tauba
9:58-60
Dan
di antara mereka ada yang mencelamu (wahai Muhammad) mengenai
(pembahagian) sedekah-sedekah (zakat) … Dan (amatlah baiknya) kalau
mereka berpuas hati dengan apa yang diberikan oleh Allah dan RasulNya
kepada mereka… Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, dan orang-orang miskin dan amil-amil yang mengurusnya
dan orang-orang yang dijinakkan hatinya terhadap Islam* dan untuk
hamba-hamba yang hendak memerdekakan dirinya, dan orang-orang yang
berhutang dan untuk (dibelanjakan pada) jalan Allah, dan orang-orang
musafir (yang keputusan) dalam perjalanan…
* terjemahan bahasa
Indonesia (orang2 mualaf yang dijinakkan hatinya) berbeda dengan
terjemahan bahasa Inggris ('and to those whose hearts are won to Islam’)
Jadi setelah Perang Hyunain itu, nyogok (beri
zakat pada) kafir untuk masuk Islam dihalalkan pula oleh Muhammad. Boleh
nyogok pakai Indomie kagak yah? He.he..
Praktek nyogok
kafir untuk masuk Islam yang diciptakan Muhammad ini hanya berlangsung
di jaman awal Islam. Ketika Islam telah jadi kuat dan tidak perlu cari
dukungan kafir dan malah bisa mengontrol kafir dengan ancaman pedang,
kebiasaan sogok kafir ini tidak dilanjutkan lagi oleh Kalifah Abu Bakr.
Hal ini diterangkan pula oleh Kalifah ‘Umar yang berkata:
“Zakat ini diberikan
untuk menjinakkan hatimu terhadap Islam. Sekarang Allah telah membuat
Islam kuat. Jika kau beralih memeluk Islam, maka itu adalah baik; jika
tidak, pedang terletak diantara dirimu dan diriku.”
Baidawi, Husain,
dan ilmuwan Islam lainya berkata bahwa kata2 “orang2 yang hatinya
dijinakkan terhadap Islam” telah diperbolehkan untuk tidak digunakan
lagi (Baidawi, vol. i. p. 390; Tafsir-i-Husaini, vol. i. p. 260). Para
pemimpin yang menerima Islam setelah perang Hyunain dikenal sebagai
mereka yang hatinya telah dijinakkan. Setelah kuat dan tidak perlu menyogok lagi, maka pedanglah
yang berbicara.
Kebiasaan Zakat
dalam Islam ini bisa ditelusuri dari kebudayaan masyarakat Yahudi.
Pertama-tama, asal-usul kata “Zakat” atau “Sadaqa” berasal dari bahasa
Yahudi (Muir, Life of Mahomet, p. 418, note 1). Kata Zakat berarti
‘pemurnian’ (Mirza Ghulam Ahmad, The Teaching of Islam, p. 58.) sama
seperti arti kata ‘bersih’ dalam Lukas 11:41:
Akan tetapi, berikanlah
isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih
bagimu.
Sadaqa berarti
‘kebajikan’ seperti dalam Matius 6:2
Jadi apabila engkau memberi sedekah (= do
righteousness = melakukan kebajikan = tsedaqah), janganlah engkau
mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di
rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
Kisah Para Rasul
10:2
Ia saleh, ia
serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah (=
righteousness = הָקָדְצ,
tsedaqah) kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah.
Kita bisa lihat
bahwa kata ‘tsedaqah’ yang sama terdapat pula dalam Talmud Rosh
Hashshanah, fol. 16b dan Baba Bathra, fol. 10b dan juga Taurat,
contohnya di Imamat 19:9-10
Pada waktu
kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis
sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari
penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua
kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut,
tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang
asing; Akulah TUHAN, Allahmu.
Juga di
Imamat 27:30
Demikian
juga segala persembahan persepuluhan
dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah
pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.
Kewajiban Zakat
merupakan hal yang mutlak dalam masyarakat Yahudi, seperti yang jelas
tampak di Alkitab Perjanjian Lama dan Baru. Contoh2 pelaksanaan sedekah
dari Perjanjian Lama adalah berikut: Boaz mengijinkan Ruth memungut
sisa2 jelai di ladangnya sebagai sedekah bagi Ruth (Ruth 2:15, 23);
seluruh orang Yehuda membawa persembahan persepuluhan dari pada gandum,
anggur dan minyak ke perbendaharaan (Nehemia 13:12); memberi sedekah
pada orang Lewi agar diberkati Tuhan (Ulangan 14:29); memperhatikan
orang yang lemah (Mazmur 14:2).
Dalam Injil,
pelaksanaan sedekah juga tetap dilaksanakan. Contohnya orang Parisi
memberikan semua uangnya sebagai sedekah (Lukas 18:12); Yesus mengecam
ahli Taurat dan orang Parisi yang membayar persepuluhan dari selasih,
adas manis dan jintan, tapi tidak melakukan hukum utama Taurat yakni
keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan (Matius 23:23 dan Lukas 10:42);
Zakeus membayar sedekah berkali lipat dari pajak berlebihan yang
dipungutnya (Lukas 19:8); Tabita banyak memberi sedekah (Kisah Para
Rasul 9:36); Kornelius memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi (Kisah
Para Rasul 10:2).
Contoh2 dari
Alkitab Perjanjian Lama dan Baru jelas menunjukkan kebiasaan kaum Yahudi
bersedekah dan ini ditetapkan dalam agama mereka. Dalam Talmud
dijelaskan bahwa pemberian sedekah merupakan ciri khas utama agama
Yudaisme. Beberapa kitab Yudaisme menerangkan secara rinci kewajiban
bersedekah. Dalam Baba Bathra, fol. 10b; Gittin, fol. 76 disebut:
“Pemberian
sedekah (הָקָדְצ)
“memuliakan negara” (dan ini berarti negara Israel)
Dalam Rosh
Hashshanah, fol. 166 tertulis:
“Tapi sedekah (juga berarti kebajikan) menjauhkan
kematian.”
Juga dalam
Tobit, iv. 10:
Pemberian
sedekah menjauhkan orang dari kematian dan orang yang menderita tidak
masuk ke dalam kegelapan.”
Dalam Qur’an
disebutkan bahwa memberi sedekah ‘membersihkan dan memurnikan’ dan
‘mendekatkan diri pada Tuhan’. Dalam Talmud dikatakan, ‘dia yang
memberi … adalah murni.’ (Baba Kama, fol. 7; cf. Pirqey Aboth, chap.
v. sect. 19). Qur’an menyatakan memberi sedekah berarti mengurangi
dosa. Talmud pun mengatakan bersedekah berarti berbuat kebajikan,
merupakan tindakan wajib, dan orang yang bersedekah akan diberkati (R.
'Aqiba mengatakan bahwa ‘tradisi Yahudi merupakan pagar Torah; sedekah
perpuluhan merupakan pagar bagi orang2 berada’ (Pirqey Aboth, chap. iii,
sect. 20). Vide Aboth d' Rab. Nathan, chap. xli ('Dia yang memberi
sedekah mendatangkan berkat bagi dirinya sendiri’)
Melihat
banyaknya ayat2 dalam Alkitab tentang Zakat dan sedekah, maka sudah
tidak diragukan lagi dari mana Muhammad dapat gagasan tentang Zakat
dalam Islam. Sama seperti Shahadah, Salat, dan Puasa, Muhammad pun tidak
mengecualikan mencaplok ide Zakat atau sedekah (terutama) dari
Yudaisme. Meskipun dia mengganti aturannya di sana-sini, tapi tetap saja
gagasannya berasal dari Yudaisme dan Kristen.
IBADAH HAJI
Sebelum masuk
pada ritual haji kita akan kembali mengulas perihal Kabah. Seperti yang
telah kita bahas di artikel sebelumnya, bahwa mitos kabah adalah buatan
Ibrahim hanyalah dongeng yang dibuat oleh Muhammad untuk mengangkat
martabat agama dan bangsanya. Fakta
sebenarnya menunjukkan kabah adalah sebuah Kuil Hindu.
Silahkan lihat
dilink berikut;
Istilah Kabah
sendiri berasal dari kata
Sanskrit Gabha (Garbha + Graha) yang berarti Sanctum (tempat
suci).
Pada waktu itu
Ka'bah di Mekkah telah merupakan pusat penyembahan berhala antara lain
adalah Hajar Aswad, Laata, Manaata, Uzza dan lain-lain. Menurut Hadits
Shahih Bukhari 59:843, pada waktu itu bangsa Arab melakukan upacara
ibadah haji dalam rangka penyembahan kelompok berhala yang 360 jumlahnya
dengan cara melakukan thawaf, yaitu berjalan mengelilingi Ka'bah
sebanyak 7 kali dalam keadaan telanjang bulat tanpa busana sambil
bertepuk tangan.
"Dari Abu Hurairah katanya: Abu Bakar
Siddik ditugaskan oleh Rasulullah sebelum haji wada untuk memimpin satu
kaum pada hari Nahar melakukan haji, kemudian memberitahukan kepada
orang banyak, suatu pemberitahuan: Ketahuilah! Sesudah tahun ini
orang-orang Musyrik tidak boleh lagi haji dan tidak boleh thawaf di
Ka'bah dalam keadaan telanjang. Sebelum Islam, orang-orang musyrik Arab
telah melakukan juga pekerjaan haji menurut cara mereka sendiri. Antara
lain ialah thawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat sambil
bertepuk tangan." (
Shahih Bukhari 8: 365 , 26:689)
Darimanakah
ritual tawaf qudum ini berasal?
Praktek
mengambil 7 langkah yang dikenal sebagai Saptapadi
diasosiasikan dengan upacara perkawinan Hindu dan pemujaan api. Upacara
klimaks dalam perkawinan Hindu yang menggabungkan pasangan pengantin
mengelilingi api suci sebanyak empat kali (tapi kemudian disalah artikan
nenek moyangnya Muhammad dengan 7 kali). Mengingat "Makha"
/ Mekah berari API, ketujuh tawaf itu membuktikan bahwa
Mekah dahulunya dibangun sebagai pusat pemujaan dewa api.
Dalam
melaksanakan ritual tersebut para penyembah berhala memakai pakaian yang
disebut Ihram yang
dipakai untuk menutup tubuh dengan dua helai kain putih yang tidak
dijahit, di mana sehelai diselubungkan di sekeliling bahu dan yang
sehelai lagi diselubungkan di sekeliling pinggang. Sedangkan kepala,
kedua belah tangan dan kaki tidak boleh tertutup. Pakaian ini jelas
sekali adalah pakaian adat umat hindu kuno dalam berziarah ke kuil
mereka. Penggunaan pakaian tersebut dimaksudkan agar mereka datang dalam
dalam keadaan putih bersih.
Sebelum
dilakukan thawaf qudum maka para jamaah ibadah haji harus sampai di muka
batu hitam Hajar Aswad lalu membungkuk dan menyembah sambil mencium batu
hitam tersebut sambil membaca :
"Ya Allah ku ! aku
beriman kepada Mu dan membenarkan kitab Mu, dan
memenuhi janji Mu serta mengikuti sunnah nabi Mu, yaitu
penghulu kami Muhammad SAW"
( "Allahumma Imaanan Bika Wa Tashdieqan
Bikitaabika Wa Wafaaan Bi'ahdika Wattibaa'an Lisunnati nabiyika
Sayydinaa Muhammadin Shallalahu Alaihi Wasallam." )
Dari manakah
ritual mencium Hajar Aswad, silahkan lihat link berikut:
Setelah mencium
batu tersebut barulah ia dapat melakukan thawaf qudum (thawaf selamat
datang) berjalan keliling Ka'bah sebanyak 7 kali.sambil membaca doa
talbiyah yang berbunyi Labbaik alaahumma labbaik dst… Kalimat ini adalah kalimat
pemujuaan yang bisa diucapkan para penyembah berhala untuk memuja Tuhan
mereka. Silahkan lihat di Sirat Rasul Allah karangan Ibn Ishaq
dan diedit oleh Ibn Hisham, edisi Mesir, bagian pertama, hal. 27 dan 28.
Di buku itu tertulis bahwa kaum Arab pagan Quraish di jaman pra-Islam,
biasa mengadakan ibadah agama yang dinamakan Ihlal dan mereka pun
mengucapkan kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan yang berbunyi: “Labbaika,
Allahumma dst… Darimana kata Allah ini berasal ? Kata Allah
adalah bahasa sansekerta yang merujuk pada tuhan, anda dapat menemukan
kata ini dalam Kitab Suci Hindu yaitu
Rigveda Book 3 Hymn 30 V. 10 dan Rigveda Book 9 Hymn 67 V. 30.
Setelah selesai
thawaf qudum dilanjutkan dengan ritual Sa'i,
yaitu melakukan perjalanan kaki dari bukit Marwah ke bukit Shafa yang
berada dalam lingkungan Masjidil Haram sebanyak 7 kali. Pada jaman
sebelum islam ritual Sa’i ini dilakukan dengan berlari diantara dua
bukit yang disebut Shafa dan Marwah dimana ditiap bukit dipasang patung
laki2 dan perempuan. (Washington Irving, Mahomet and his successors,
halaman 31).
Para muslim yang pertama dulu sebenarnya
enggan berlari antara Shafa dan Marwah seperti kaum berhala lakukan;
tapi Muhammad mengancam mereka untuk tetap melakukan ritual tersebut
dengan menurunkan QS 2 :158. (Sahih Bukhari 26: 706,710)
QS 2:158
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar
Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau
ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya.
Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati,
maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Kemudian setelah
itu pergi ke padang Arafah melakukan wukuf yaitu berada di padang
Arafah mulai jam 12.00 siang sampai matahari terbenam. Selama berada
dalam keadaan wukuf diwajibkan memikirkan perkara-perkara rohani dan
membaca ayat-ayat Alquran. Di padang Arafah terdapat bukit Jabal Al
Rahmat untuk dikunjungi.
Upacara ibadah
berikutnya adalah berjalan ke Musdalifa untuk tinggal sepanjang malam,
kemudian paginya pergi ke Mina untuk melakukan upacara melontarkan
jumrah, yaitu melontarkan batu kerikil kepada si Iblis sebanyak 7 kali.
Ada 3 jumrah, yaitu: jumrah ula, jumrah wustha, jumrah aqabah. Dengan
demikian upacara melontarkan batu kerikil kepada si Iblis adalah
sebanyak 7x3 = 21 kali.
Sementara itu
pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan penyembelihan hewan untuk kurban.
Hewan yang dikurbankan pada umumnya adalah kambing, domba, sapi, unta.
Selain dari pada itu diadakan upacara mencukur rambut atau menggunting
rambut saja. Kemudian kembali ke Masjidil Haram di Mekkah untuk
melakukan thawaf wada dan Sa'i antara bukit Shafa dan Marwa. Thawaf wada
sebagai thawaf selamat tinggal.
Keseluruhan
ritual penyembahan dewa2 diatas diadopsi Muhammad ke dalam Islam, untuk
menyenangkan hati orang2 Mekah sekaligus untuk melestarikan pemasukan
dari acara haji tersebut. Ingat, orang tua Muhammad dulunya adalah
penjaga Kabah yang mendapat penghidupan dari jamaah yang menyembah
patung2 di Kabah.
Sungguh tindakan nabi yang mulia, berniat
menghancurkan berhala, namun justru jatuh pada upacara penyembahan
berhala…