Sebuah
skandal seks telah memukul salah seorang politikus dari sebuah Partai
di Mesir, yang selama ini rajin mempropagandakan moralitas, agama dan
nilai-nilai keluarga. Tak ada lagi yang mereka tawarkan selain hal-hal
itu, dan lucunya ... mereka bahkan sama sekali tidak memiliki apa yang
mereka tawarkan.
Sheikh
Ali Wanis, seorang anggota parlemen Mesir dan tokoh terkenal dari
Partai Nour – sebuah partai Salafi, yang menyerukan agar Mesir kembali
pada Islam seperti yang dipraktekkan pada masa
Muhammad – baru-baru ini
ditangkap karena ia duduk “dengan posisi yang dikompromikan”, dengan
seorang wanita yang bukan pasangannya yang sah. Berdasarkan laporan resmi,
polisi menemukan sebuah mobil yang diparkir di sebuah jalan yang gelap
dan kemudian memeriksa mobil tersebut. Kemudian mereka memergoki seorang
pria, dengan janggut yang biasanya merupakan ‘trademark’ Salafi, tengah
melakukan sebuah “tindakan tidak bermoral’ dengan seorang “perempuan
muda”, yang kemudian dilaporkan berusia 19 tahun.
Pertama-tama,
anggota parlemen Salafi ini mengatakan pada polisi bahwa wanita ini
adalah tunangannya. Tetapi kemudian ia mengklaim bahwa gadis remaja ini
adalah sepupunya. Sebuah video klip
memperlihatkan Wanis, dimana segera setelah ia ditangkap oleh polisi,
ia meminta petugas polisi tersebut untuk tidak melaporkannya.
Meskipun demikian, polisi tetap mengeksposnya – dan sekarang publik tahu bahwa wanita itu bukanlah tunangan dan juga bukan sepupunya. Namun kemudian pengakuan Wanis berubah lagi.
Ia mengatakan bahwa seluruh kejadian yang menimpanya telah “diatur”
oleh pihak militer, dengan tujuan untuk menghancurkan reputasinya dan
reputasi Partai Nour Salafi.
Sambil
terus menampilkan aura seolah-olah menjadi korban yang harus
dikasihani, Wanis bahkan mengutip ayat Qur’an untuk menyerang
orang-orang yang ia anggap telah memfitnahnya:
“Hai
orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang
mengakibatkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Sura 49:6)
Lantas,
apa yang dilakukan oleh para koleganya dari Salafi “ultrakonservatif” –
mereka yang secara terus-menerus mengkotbahkan “moralitas”, pentingnya
mengenakan hijab bagi kaum wanita, dan pemisahan seks? Apakah mereka
memecatnya? Barangkali melontarkan sedikit kecaman publik atas perilaku
Wanis? Apakah mereka “orang-orang yang menganggap diri sebagai
orang-orang Muslim yang suci” ini, melakukan apa yang dilakukan oleh dua
orang pria Mesir yang masih bersaudara, yaitu ketika mereka mencurigai
bahwa saudara perempuan mereka melakukan tindakan “immoral”, kemudian membunuhnya, beserta ibu dan bibinya?
Sama
sekali tidak!!! Setelah sholat Jumat, ratusan kaum Salafiah melakukan
protes di jalan-jalan bersama dengan Wanis, menyerukan slogan
anti-polisi dan teori-teori konspirasi.
Hal
ini sama persis dengan yang dikatakan oleh kaum sekularis Mesir bahwa,
para Islamis seperti halnya kaum Salafiah dan Ikhwanul Muslimin (di
Indonesia kita tahu banyak kadernya yang menjadi anggota Partai Keadilan
Sejahtera), sembunyi dibalik jubah kesalehan dan moralitas – tetapi
kesalehan dan moralitas yang mereka gembar-gemborkan itu bukanlah
sesuatu yang ingin mereka jalani, melainkan hanya sebagai sebuah senjata
yang dipakai untuk melawan orang-orang non-Islamis. Kaum Islamis ini
juga selalu menggambarkan non-Islamis/sekularis sebagai para pelaku
korupsi dan tidak bermoral.
Dengan
janggut dan mengenakan zabiba (sejenis surban) – dan tanda hitam pada
dahi yang muncul diakibatkan mereka melakukan sholat sambil
‘membentur-benturkan kepala” mereka di lantai – kaum Islamis seperti
Wanis tampaknya lebih peduli dengan penampakan luar moralitas, meskipun
ia sendiri tertangkap basah tengah melakukan hubungan seks terlarang,
yang berdasarkan Syariah seharusnya diganjar dengan hukuman mati. Mereka
mengusir serangga, tapi menelan unta.
Tetapi
ada yang lebih menyedihkan daripada itu, berdasarkan pendapat kaum
Salafiah, bahkan jika Wanis terbukti melakukan kesalahan, jika ia
mengakuinya maka itu hanya akan merusak kemajuan gerakan Islam di Mesir.
Jadi mereka katakan bahwa, strategi terbaik yang harus dijalankan oleh
Wanis adalah menyangkalinya. Bukankah Muhammad sendiri mengatakan bahwa
“perang adalah penipuan”? Dan tentu saja kaum Islamis melihat pemilihan umum sebagai perang.
Saat
berbicara mengenai hiburan dan seks, segera sebelum skandal ini muncul
ke permukaan, seorang tokoh Salafi Mesir terkemuka lainnya, Osama al-Qusi,
menyatakan bahwa menyaksikan gambar-gambar bernuansa seks di bioskop
adalah hal yang diijinkan – “selama ceritanya memang ‘mengharuskan’
seperti itu. Ia mengutip perkataan Muhammad bahwa “perbuatan dinilai
berdasarkan hasrat”.
Skandal-skandal
seks dapat menghancurkan karir seorang politisi. Namun yang penting
untuk diperhatikan disini adalah, sebuah skandal seks telah memukul
salah seorang politikus dari sebuah Partai di Mesir, yang selama ini
rajin mempropagandakan moralitas, agama dan nilai-nilai keluarga. Tak
ada lagi yang mereka tawarkan selain hal-hal itu, dan lucunya ... mereka
bahkan sama sekali tidak memiliki apa yang mereka tawarkan.