Jumat, 01 Februari 2013

kesaksian-muslim masuk kristen(abdullah)Saya bertemu Isa Al Masih, oleh karena itu saya bertobat... "marlah kita murtad" part I

Semangat murtadin


Setelah hilir mudik selama 10 bulan di forum ini, membaca, belajar dan melihat-lihat argumen saudara-saudara sekalian saya merasa
terpanggil untuk menceritakan bagaimana saya dahulu dan sekarang. Saya sebenarnya bingung hendak mulai dari mana tetapi saya merasa ada dorongan yang kuat dari dalam hati saya untuk mulai menceritakan bagaimana kehidupan saya dulu dan sekarang.

Usman Abdullah itu adalah trah keluarga, saya berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Kakek saya orang Makassar, nenek saya orang Bugis. Saya bersyukur ada di angkatan ini, angkatan tahun 80an sehingga memungkinkan saya mengerti internet. Bapak saya ****** usman menikah dengan mama saya (orang Minahasa), awalnya mereka menikah di gereja tetapi setelah saya dan adik saya (perempuan) lahir (saya dan adik saya hanya berjarak satu satu tahun) bapak saya meminta mama saya untuk masuk islam bila tidak maka mama saya akan diceraikan (saya mengetahui kemudian pada usia 16 tahun, saya mengetahui dari adik bapak saya). Mama saya dengan terpaksa masuk islam dan kemudian bercerai setelah adik saya (nomor 3) lahir. Mama saya bercerai karena bapak saya kedapatan ber 2 di kamar teman (sahabat) mama, kata bapak mereka sudah menikah secara siri. Kenyataan yang buruk buat saya yang waktu itu berumur 5 tahun. Pengadilan memutuskan saya dan 2 orang adik saya di asuh oleh mama saya tetapi bapak membawa kami pergi ke rumah nenek di kampung (Kab. Barru) sampai usia 8 tahun kami tinggal bersama-sama nenek sementara bapak kawin lagi bahkan kawin hingga punya 4 orang istri, mama juga menikah lagi dan tinggal bersama suaminya.

Saya dan 2 orang adik saya di didik secara Islam, kami diajar sholat 5 waktu, kalau tidak sholat atau mengaji maka kami harus siap2 menghadapi rotan dari nenek. Kami dilarang untuk bergaul dengan keluarga dari mama karena mereka adalah orang kafir, mereka pasti masuk neraka (kata nenek), nenek yang mengasuh kami waktu itu, nenek adalah istri pertama kakek (kakek mempunyai 3 orang istri).

Saya ingat bila adik saya (perempuan) tidak mau mengaji maka adik saya pasti akan di pukul rotan, di pukul hingga badannya ada bekas pukul dan berwarna biru. Saya sedih lihat adik saya, sedih juga karena saya bapak tidak pernah menengok kami. Sedih juga karena wajah saya dan adik saya mirip orang cina dan teman2 saya mengejek saya dengan mengatakan saya keturunan cina. Usia 9 tahun kami bertemu dengan mama dan keluarganya (saat itu kami ada di Makassar, berlebaran), kami menangis sejadi-jadinya... Adik saya menceritakan keadaan kami dan pengen tinggal sejenak dengan mama, mama minta supaya kami di ijinkan tinggal 2 hari bersama mama. Setelah perdebatan panjang kami diperbolehkan tinggal 2 hari dengan mama. Rasanya kami merdeka, lepas dan tidak mau kembali ke kampung. 2 hari terasa cepat berlalu, nenek datang menjemput kami namun beberapa saat sebelum nenek datang menjemput oma (mama-nya mama) datang dan mengajak nginap di rumahnya, kami senang sekali dan langsung mengiyakan. Jadi, libur lebaran itu kami tinggal di rumah mama dan oma kami.

Pengalaman tinggal di rumah mama dan oma kami sangat menyenangkan, mama mengajarkan (khususnya ke adik2 saya) tentang mengasihi sesama, kata mama apa dan bagaimana pun kami mama tidak akan melupakan kami dan terus berdoa bagi kami. Mama bilang mau bawa kami tetapi bapak selalu menghalangi dan mengancam akan melaporkan ke polisi. Di rumah mama kami juga diberi kebebasan untuk sholat (begitupun di rumah oma), kami tidak pernah dilarang untuk sholat. Ada yang berbeda antara di rumah nenek dan di rumah oma, di rumah nenek kalo mau makan harus bilang dulu dan biasanya harus diambilkan (ditakar) oleh nenek, dirumah mama atau oma kami boleh makan sesuka kami yang penting kata oma makanannya di habiskan karena ada banyak orang yang membutuhkan makan jadi gak baik kalau makanan di buang2. Hal yang berbeda lainnya adalah pada malam hari di rumah oma ataupun mama pasti semua kumpul di meja makan, makan bersama namun sebelum mereka makan mereka berdoa (waktu di rumah mama yang pimpin doa adalah bapak tiri kami) bersama dan yang memimpin doa adalah opa. Karena saya tidak mengerti jadi saya hanya diam aja sementara opa memimpin dalam doa, didalam doa yang diucapkan opa itu doa menggunakan bahasa Indonesia yang saya juga bisa dengar beda dengan doa saya selama ini. Di dalam doa itu saya dengar nama saya juga di sebut, bukan hanya nama saya tetapi nama adik2 saya dan bahkan nama bapak saya juga di sebut. Saya merasa kagum dan takjub karena selama ini nenek mengajari kami untuk tidak perlu mendoakan mama dan keluarga besarnya karena mereka kafir dan pasti masuk neraka.

Kami makan selayaknya keluarga, saya dan adik2 saya diberi tempat duduk persis di samping opa (masih ada 2 orang adik mama yang tinggal dengan oma dan opa waktu itu karena mereka blm menikah dan masih kuliah), hal berbeda bila kami makan malam di rumah nenek, biasanya setelah makanan diberi kami disuruh duduk di lantai atau disuruh makan di dapur. Pengalaman tinggal bersama mama dan oma membekas di hati kami, saat mama melepas kami kembali ke nenek mama bilang akan sering2 berkunjung ke kampung di Barru. Saat mama pergi kami menangis, kami mengangis supaya kami tidak ditinggal.

Setelah mama pergi karena adik saya yg nomor 3 (usia 6 tahun) masih menangis nenek mengambil rotan dan memukul adik saya, adik saya yg perempuan juga menangis dan juga dipukuli supaya mereka berhenti menangis, saya sampai harus melindungi adik2 saya dari pukulan rotan itu. Kebetulan saat itu ada ustad dirumah (sedang berkunjung karena masih suasana lebaran) dan ustad itu mengatakan : "mungkin anak2 ini di baca2i supaya ingat terus ke mama-nya" jadi ustad itu mulai merapal bacaan dan dengan bacaaannya kami ditenangkan. Saya meminta adik saya diam, waktu itu kami tenang bukan karena bacaan tetapi karena takut dengan rotannya nenek. Di kamar (kebetulan kamar yang kami tempati berada di lantai 2) saya menenangkan adik2 saya. Adik saya yang nomor 2 (usianya 8 tahun waktu itu) terus merengek minta ketemu mama lagi. Entah kenapa kok dari dalam hati saya ada keinginan untuk kabur dari rumah itu.

Saya kemudian menghapal kembali jalan untuk ke rumah mama tetapi sulit yang saya ingat malah jalan ke rumah oma (rumah nenek di jl. cendrawasih dkt stadion mattoangin sementara rumah oma di perumnas antang). Lalu saya mulai mengendap-endap ke dapur dan mencari tas plastik untuk memasukkan baju2 kami, saya mewanti-wanti adik2 saya untuk tidak tidur supaya kit bisa pergi tengah malam, kami berpura-pura tidur saat om A**** (yg punya rumah) menengok kami dan memastikan kami sudah tidur dan mematikan lampu kamar. Tepat pukul 11.30 malam saya lihat sekeliling dan gelap, saya bangunkan adik2 saya dan mengendap-endap keluar kamar. Kami menggunakan pohon mangga yang ada di samping balkon kamar turun ke halaman samping dan manjat pagar dan kemudian kami pergi tanpa sepeser pun uang tadinya kami di berikan uang oleh om edy (adiknya mama), oma dan juga mama tetapi uang itu di ambil oleh nenek sesaat setelah mama pergi.

Saya menuntun adik2 saya dan juga membawa tas kresek isi pakaian kami. Kami menumpang mobil angkutan kota yg kebetulan lewat saya ingat saat itu kami berhenti di pasar sentral. Sampai di pasar sentral tengah malam saya hanya menuntun adik2 saya menuju ke lapangan karebosi saya ingat sekali jalannya karena itulah rute yang tadi kami lewati waktu mama mengantarkan kami kembali kerumah om A****, sebenarnya kami saya hanya mau cari tempat buat tidur dulu kasian adik2 saya yang mengantuk namun karena semangat mau kabur jadi mereka tetap terjaga. Belum sampai kami di lapangan karebosi tiba-tiba ada mobil berhenti (pick up), kami kaget karena kami kira itu mobil om A****, kami takut tertangkap dan di bawa pulang kembali tetapi ternyata 'orang itu' memakai baju panjang dan berambut panjang diurai keluar dan bertanya kami mau kemana tengah malam begini? Saya katakan mau ke antang lalu dia bilang nanti saya antar kalian, saya langsung mau karena waktu itu kami butuh tumpangan dan ga tau kenapa kok saya percaya saja pada orang itu. Di dalam mobil (kami duduk didepan samping 'orang itu') kami tidak banyak bicara, saya hanya bilang mau ke perumnas antang om, blok 7 (saya ingat karena dirumah oma ada tulisan nomor dan blok-nya dan saya hapal).

Saya berusaha menahan kantuk supaya tidak tertidur tetapi saya ikut tertidur bersama adik2 saya. Ketika saya terbangun saya sudah ada persis didepan rumah oma. Om yang mengantar kami membangunkan saya dan karena kaget saya langsung bangunkan adik2 saya dan saya berterima kasih pada 'om' yang mengantar saya. 'Om' itu pergi begitu saja meninggalkan kami, karena senang sekali kami tiba di rumah oma saya sudah tidak memperhatikan om yang tadi mengantarkan kami. Om Edy yang bukakan kami pintu dan terkejut melihat kami, oma dan opa juga kaget melihat kami. Saya tahu dalam pikiran mereka mungkin akan mengembalikan kami ke nenek, tetapi tidak lama kemudian oma bilang 'sekarang yg penting bagaimana mereka tidur dulu, soal besok biar nanti kita hadapi' kami akhirnya kembali bermalam di rumah oma. Itulah pengalaman saya pergi dari rumah nenek ke rumah oma.

Singkat cerita, nenek menyalahkan mama dengan kaburnya kami dari rumah om A****. Nenek mengatakan bahwa mama meng-guna2i kami (padahal tidak), bapak sudah tidak perduli dengan kami jadi dia fine2 saja kami pergi dari rumah om A****. Nenek tetap ngotot untuk mengambil kami kembali, saya tahu kenapa nenek ngotot karena di rumah nenek (di Barru) kamilah yang mengurus rumah tangga mulai dari cuci pakaian, ngepel dan semuanya. Kami memang kembali ke rumah om A**** dan sudah bisa di tebak kami di pukuli habis2an dan dipulangkan ke Barru tetapi tetap saja kami bisa kabur dan kembali ke rumah oma. Saat itu mama juga ikut suaminya pindah ke Sumbawa jadi kami hanya punya tempat kabur ke rumah oma. Selalu ada kekuatan yg membuat kami kabur dan selalu ada orang yang menolong kami dalam perjalanan kabur itu. Karena seringnya kami kabur, nenek sudah bosan mengejar kami dan akhirnya membiarkan kami. Opa mengurus surat2 sekolah kami dan memindahkan kami ke Makassar. Di Makassar kami di asuh oleh oma dan opa (mereka sudah almarhum). Selama di rumah oma kami mendapat perlakuan yang berbeda dengan sewaktu kami di rumah nenek dan itu berlangsung setiap hari seperti apa yang mereka tunjukkan sewaktu kami awal2 menginap d rmh oma dan opa. Saat di asuh oleh oma dan opa saya tidak di paksa untuk beralih kepercayaan. Saat saya lulus SD, SMP dan SMA pun saya tetap muslim namun yang saya ingat adalah 'om' yg menolong kami pada saat kabur pertama kali.. Dia datang lagi pada saat saya kecelakaan tahun Agustus 1998 (semester awal saya kuliah) di desa Tajur (perbatasan Puncak-Cianjur), saat itu saya bersama rombongan naik motor dan motor saya di salib oleh bus dan membuat saya tergelincir jatuh, saat jatuh itulah kepala saya menghantam batu besar dipinggir jalan dan membuat kepala saya pecah dan harus di jahit 14 jahitan. Kata dokter yg menangani saya saya koma 3 hari tetapi 3 hari itu adalah perjalanan spiritual saya tetapi saya mengalami hal yang lain, saya bertemu dengan 'om' yg dulu menolong saya... (Bersambung ke part II)

Cari artikel Blog Ini

copy right