Selasa, 05 Februari 2013

kesaksian-muslim masuk kristen(abdullah)Saya bertemu Isa Al Masih, oleh karena itu saya bertobat... "marlah kita murtad" part II

Semangat murtad...


Rekan-rekan, saya melanjutkan cerita saya berdasarkan pengalaman saya pribadi. Saya tidak mengarang atau mereka-reka atau sekedar mencoba untuk
ber-taqqiya karena saya bukan penganut islam lagi (walaupun dulu saya islam). Saya berterima kasih dengan komentar dan tanggapan teman-teman sekalian saya tidak menyangka akan mendapat sambutan dari rekan sekalian. Tujuan saya menulis di forum ini adalah untuk mencurahkan segala unek2 saya, seraya berharap mungkin ada teman2 pembaca yang ragu dan bimbang untuk melepaskan diri dari islam dan membaca tulisan saya mereka menjadi memiliki kekuatan untuk keluar dari islam. Saya akan melanjutkan tulisan saya dan selanjutnya saya akan menjawab satu persatu pertanyaan teman2. Oh iya, maafkan saya agak terlambat melanjutkan karena tanggal 9 nov yg lalu saya tugas ke daerah pedalaman (****) dalam rangka tugas kantor.

Saya lulus SD dengan peringkat terbaik, kemudian melanjutkan SMP di SMP Negeri di Makassar. Saya kelas 2 SMP saya harus pindah ke rumah om M**** dan tante P**** karena oma dan opa harus pindah ke Bitung Sulawesi Utara (melanjutkan hari tua disana), kedua adik saya di bawa serta kesana. Om M**** adalah keluarga jauh (sepupu 2x mama). Saya tinggal di Makassar karena waktu itu ada perlombaan cerdas cermat dan tidak bisa ditinggalkan. Rencananya nanti setelah saya mengikuti lomba saya akan ikut dipindahkan ke Bitung tetapi kenyataannya karena prestasi yg baik saya tidak jadi pindah bahkan mengikuti perlombaan2 lainnya (semacam olimpiade matematika saat ini). Kelas 3 SMP saya tetap di asuh oleh om M**** dan tante P****, mereka baik kepada saya, mereka tidak punya anak dan memperlakukan saya seperti anak sendiri, saya tidak pernah disuruh-suruh seperti saat saya masih di rumah nenek atau di rumah om A***, saya malah diberikan sepeda BMX dan itulah yang saya gunakan untuk bersekolah. Saya juga bekerja paruh waktu dengan meloper koran, saya saat itu masih sholat (kadang2) kalau di ajak teman disekolah atau kalau ada safari ramadhan di sekolah atau juga kalau ada tugas dari guru agama (soalnya kalau ga sholat pasti di pukuli oleh guru agama atau nilai agamanya di kasih merah). Om M**** ga pernah protes kalau tiba2 saya diajak teman2 pergi maghrib berjamaah kebetulan dekat rumah om M**** ada masjid. Sebenarnya saya tidak mau tetapi ga enak dengan teman2 yg mengajak, saya ingat teman2 saya waktu itu selalu mengatakan kalau kita ga sholat maka kita akan terkena azab dan siksa dari auloh baik di dunia terlebih di akherat. Semua pasti takut bahkan ada teman sekelas saya chinese sampai jadi islam karena takut dengan ancaman itu.

Oh iya, konflik sara pada waktu itu di makassar gampang sekali terjadi. Kalau ada perang antar geng yg jadi sasaran pasti toko2 kelontong milik teman2 saya yang chinese padahal mereka sudah menutup warungnya karena takut jadi sasaran pelemparan batu tetapi tetap aja kena lemparan batu dan tidak ada sanksi pidana bagi mereka yang melakukan pelemparan, walalupun ada polisi tetapi polisi tidak bisa ngapa2in, nanti kalau mereka sudah puas saling melempar atau jika sudah ada yg terluka parah atau mati barulah mereka berhenti berantem. Sambil mereka berantem mereka selalu teriak auloh huakbar, kadang saya bertanya dalam hati bukankah mereka datang dari suku yang sama dan agama yang sama? mereka hanya terpisah gang tetapi saling perang batu dan busur namun yang jadi sasaran adalah orang2 minoritas, selalu begitu, ada2 aja masalah yang menjadi pemicu keributan atau perang antar geng misalnya hanya karena kalah dalam pertandingan sepakbola atau karena senggol2an dalam hiburan pas 17 agustusan dan yang paling sering adalah karena tersinggung karena kata-kata yang tidak pantas (ditegur tetapi tidak mau diterima tegurannya malah menjadi dendam).

Selepas SMP saya melanjutkan ke SMA di Bitung, karena om M**** harus mutasi ke Soroako, Opa menjemput saya ke Makassar dan saya pindah ke Bitung. Saya SMA di Bitung satu sekolah dengan anak ketua MA sekarang (sampai saat ini saya masih berhubungan baik dengannya karena there is story behind me and her \:D/ sayang papa-nya galak, hahahahahaha.....). Saat SMA inilah saya banyak berpikir tentang ke-islaman saya. Selama saya SMA saya tidak pernah sholat sama sekali. Di rumah tidak di wajibkan karena saya ikut tinggal di rumah oma. Oma dan opa juga tidak pernah melarang saya sholat namun juga tidak pernah menyuruh saya sholat. Ke dua adik saya malah sudah aktif di gereja, mereka yang selalu katakan ayo kak ikut kami ke gereja (oma selalu marah kalau mereka mengajak ke gereja karena menurut oma kepercayaan tidak perlu di paksa2 nanti akan muncul dengan sendirinya). Saya selalu mengeraskan hati, saya sadar sepenuhnya lingkungan saya berubah. Di sekolah setiap pelajaran agama saya mengikuti (agama islam) tetapi ketika teman2 muslim sholat saya tidak ikut, teman saya sesama muslim mengingatkan saya akan bahaya azab dan neraka (persis sama seperti teman saya F**** saat SMP mengingatkan saya) tetapi saya diam saja. Pada hari Jumat disekolah kami itu ada persekutuan doa setiap jumat saya dengar mereka beribadah mereka selalu berbicara tentang kasih, mengampuni, menolong dan menghargai sesama. Hal yang berbeda dulu tiap kali dengar khotbah jumat yang di katakan selalu tentang azab, siksaan api neraka, mengutuki, hindari berteman dengan yg tidak seiman dan banyak lagi... Oh iya, saya teringat satu hal bahwa saat itu di sekolah saya banyak teman kelas saya yang perempuan hamil oleh teman2 sekolah (kakak kelas) yang justru beragama islam, kalau mau di nikahi teman2 kelas saya itu harus mau jadi islam. Saya juga berulang kali di injili oleh teman2 yg Nasrani bahkan saya sempat mengetahui mereka membagi tiap2 teman yg muslim dengan golongan liberal dan ekstrimis. Mereka mengkategorikan saya sebagai islam liberal (saat itu) karena saya terbuka dengan mereka, namun saya tetap pada pendirian saya untuk tetap muslim (lebih tepatnya congkak) mungkin karena sejak dulu di tekankan dan di tanamkan oleh nenek dan keluarga dari bapak sekali muslim tetap muslim atau proud to be moslem (something like that lah...). Guru2 saya juga tidak pernah menekan saya untuk berpaling kepercayaan, walau mereka non muslim mereka tetap menghargai saya. Saya ingat adalah pertemananku dengan anak ketua ma sekarang (waktu itu beliau adalah ketua pn bitung) kami sama2 muslim, awalnya kami berteman baik tetapi setelah mengetahui keluargaku non maka kami harus menjaga jarak (saat itu) dalam berteman. Sekarang setelah kami bertemu lagi (setelah sekian lama berpisah) kami bisa mentertawakan masa lalu... hahahaha....

Saya melanjutkan kuliah di Jakarta, saat itu saya mengajukan pilihan pertama UMPTN di Jakarta, kedua di Bandung dan ketiga Manado, gagal lolos di Jakarta dan Bandung saya lolos UMPTN di Unsrat Manado tetapi karena posisi saya sudah di Jakarta jadi saya (setelah diskusi dengan oma dan keluarga) saya meneruskan kuliah di PTS di Depok. Di Jakarta inilah saya bertemu (kembali) dengan bapak saya. Dia tinggal di Tanjung Priok dengan istri ke empatnya. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana dia susah payah menghidupi keluarganya. Di satu sisi saya kasihan dengan dia tetapi mengingat bagaimana dia menelantarkan kami, mengingat bagaiamana dia tidak perduli dengan kami, mengingat bagaimana kami harus berjuang menenteng-nenteng tas di tengah malam... Saat itu saya benci sekali dengan dia, kenapa saya bisa bertemu dengan dia? Sepupu mama saya yang rumahnya saya tinggali (tante J****) pernah menggunakan jasa bapak sebagai driver lepas (secara tidak sengaja bertemu) dan bila ada acara2 tertentu tante J**** selalu menggunakan jasa bapak. Suami tante J**** adalah seorang pendeta (tadinya adalah seorang preman yang bertobat menjadi pendeta, dia orang Jawa), dialah yang meminta saya untuk bertemu dengan bapak, saya sebenarnya sangat tidak ingin bertemu. Kata om U**** waktu itu adalah tidak baik hidup dalam amarah dan mendendam, karena kalau kita mendendam kita ga akan memiliki kerajaan Sorga, saya tidak mengerti apa yang dia maksudkan saat itu, yg ku pikirkan om U**** hanya mau saya ketemu bapak, sudah lama saya tidak bertemu bapak dan saya (setiap bertemu keluarga) sudah tidak menganggap dia bapak lagi, itulah sebabnya mungkin om U**** memaksa saya untuk bertemu bapak supaya ada rekonsiliasi diantara kami. Tetapi, pada saat saya bertemu bapak, saya malah senang karena merasa dendam saya terbalaskan. Melihat hidupnya yang berantakan dan susah payah rasanya senang sekali. Bukankah dia menelantarkan kami? Membiarkan kami tinggal sama nenek di Barru sementara dia senang2 dengan perempuan lain? Dia mengejar2 kami saat kami bersama-sama mama tapi dia mengembalikan kami ke nenek dan dia pergi begitu saja, rasanya pengen memukul wajahnya tetapi melihatnya hidup dalam kesusahan saja sudah cukup. Pada saat pertama kali bertemu dirumah kontrakannya di tanjung Priok dia mau peluk saya dia bilang : "A**** anakku..." cuih... ga harap aku di aku anak oleh dia (saat itu aku berpikir demikian), saya menghindar saat dia mau peluk. Saat saya menghindar om U**** menatapku dan karena aku gak enak hati maka aku membiarkan dipeluk oleh bapak saat dia mencoba memelukku untuk yg kedua kalinya. I hate him so much... Dia tanya apakah aku masih sholat aku bilang tidak lagi, sdh 3 tahun ga sholat, dia tanya apakah aku masih islam aku hanya mengangguk (saat dia tanya begitu om U**** dan tante J**** sudah di mobil, saya di tanyain bapak saat berjalan menuju ke mobil) saya ingat pesan bapak waktu itu : pokoknya kamu kuliah aja, hati2 dengan mereka jangan mau kalo di ajak ke gereja, gak apa2 walau ga sholat tapi tetap islam... Dalam hati ku bilang kalau aku mau jadi Kristen sudah dari 3 tahun lalu ****, aku tetap islam bukan karena kamu karena aku pikir waktu itu di Indonesia mayoritas islam dan islam itu agama yg dari auloh, karena islam itu rahmatan lil alaamin membawa kebaikan bagi semua orang (waktu itu aku berpikir begitu :vom:)

Pertobatanku terjadi saat aku berlibur bersama teman-teman kompleks rumah om dan tante di puncak pass Agustus 1998. Saat itu kami liburan di puncak dan setelah dari puncak kami akan melanjutkan ke Bandung, kebetulan saat itu saya naik motor, sebuah bus menyalip motor yang saya tumpangi dan kemudian tergelincir saya jatuh dan menghantam batu besar dan saya tidak ingat apa2 lagi... Saat itu dunia saya gelap, hitam, otak saya masih jalan tapi saya pun tidak bisa melihat diri saya sendiri. Saya tidak merasakan sakit, saya pikir saya buta... Ya saya pikir saya buta kenapa begitu? saya ingat kejadian terakhir saat terjatuh dan buuk dan kemudian gelap... (saya tahu kepala saya menghantam batu karena diceritakan oleh teman, masih kata teman saya telapak tangan saya terkena pecahan beling/kaca sekitar 2 senti dari urat nadi saya, sampai sekarang masih ada bekas lukanya) Saya berpikir saya sedang berjalan dalam kegelapan, saya juga berpikir saya sudah mati karena saya bersuara, teriak tapi tidak ada yang menyahut saya tidak merasakan apapun juga... gelap, hitam bahkan langkah kaki saya tidak rasakan. Desperate..., pasti saya takut mati, saya takut sendirian, saya teriak2 tapi tidak mendengar suaraku sendiri, kenapa saya tahu saya teriak? karena otakku berpikir dan hal pertama yang aku ingin ketahui adalah kenapa duniaku hitam? dimana orang2 lainnya? kenapa saya buta? kenapa saya tidak mendengar suara yang ku keluarkan? saat suaraku tidak ada yg sahuti saya sadar saya sendirian, saya menangis meraung-raung minta tolong... Lalu saya berkata : Tuhan Tolonglah aku... Lalu muncullah terang... awalnya setitik lalu titik itu mendatangi aku dan makin lama makin terang dan silau lalu muncullah Dia, dia sama persis seperti siluet yg muncul saat polisi korban WTC seperti yg ada di film WTC. aku ingat Dia... Dia yg menolong kami malam itu... kenapa saya ingat? saya ingat wajahNya... Wajah yang sama seperti di lukisan yang ada mahkota durinya tapi yang mendatangi aku lebih natural dari apa yang di gambarkan orang... WajahNya innocent, lemah lembut bukan tipikal pemarah. Awalnya saya tidak bisa melihat terang itu tetapi setelah terang memenuhi tempatku (aku sendiri ga tau tempat apa itu) aku bisa lihat siluetNya dan wajahNya (seperti lihat matahari yg terang ada warna oranye di tengahnya), aku ingat Dia Isa Al Masih yg di sembah-sembah teman2ku dulu pas SMA, aku lihat dan mendengar dia berkata : "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku..." aku ketakutan dengar itu seperti sedang duduk di depan hakim lalu Dia bilang : "jangan takut... kembalilah dan ikutlah Aku..." seketika itu aku terjaga dan merasakan tubuhku ada di rumah sakit didalam ruang ICU, dingin, kepalaku di perban dan telapak tanganku juga di perban... Aku ga merasakan sakit... Dokter juga heran, bekas lukanya masih ada, aku ditanyain banyak hal tapi aku diam... Aku minta pulang saat itu dan dalam perjalanan pulang aku ingat2 kejadian tadi... Di rumah aku berdiam diri, aku bertanya-tanya siapa om itu? Lalu aku belajar, cari tahu... Aku tanya om U****... ternyata om U**** dulunya adalah seorang muslim, dialah yang banyak memberi tahu bahwa Isa Rohullah wal Kalimatullah (waktu itu saya diberitahu oleh om U****)... Aku tidak serta merta menerima Isa Al Masih, tapi aku belajar. Dulu aku menerima secara bulat islam adalah rahmatan lil alaamin, tetapi sekarang aku punya pembanding... Oktober 1998 tepatnya 31 Oktober 1998 saya menyerahkan hidup saya pada Kristus Yesus/Isa Al Masih... Saya di baptis dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat karena Dia yg selamatkan aku dari kematian...

Inilah kisah saya teman2... Setelah saya jadi pengikut Kristus bukan berarti saya terbebas dari masalah masih banyak masalah yg datang diantaranya bagaimana saya mengampuni bapak kandung saya... Luar biasa Tuhan mengubahkan hati saya, mengampuni bapak, nenek dan keluarga besar saya... Ketika bapak saya tahu saya berubah kepercayaan dia marah besar dan bahkan tidak mau melihat saya tetapi saya tetap mengasihinya dan membantu dia menyekolahkan adik (lain ibu) saya. Waktu itu Tuhan memberkati saya (saya bekerja sebagai sales agen asuransi pada semester 3 sampai selesai), saya punya pekerjaan sendiri dan saya ikut membantu menyekolahkan adik2 saya. Akhirnya bapak mulai menerima saya, saya menceritakan kisah saya kepadanya dan dia mengatakan bahwa saya memperoleh hidayah... Saya tidak bermaksud mengajak dia pada kepercayaan saya saat saya menceritakan pengalaman saya saya hanya curhat sebagai anak pada bapaknya. Saya pikir2 dulu saya sangat membencinya tetapi kenapa saya sangat mengasihinya? Saya kasihan lihat adik2 (beda ibu) saya dan saya merasa beruntung terhadap hidup saya, karena Tuhan baik pada saya... Adik2 kandung saya saat ini yg nomor 2 (perempuan) sarjana ***** dan bekerja di *****, menikah dengan orang Surabaya, adik saya yg cowok sarjana ***** dan bekerja *****, saya sendiri sarjana ***** dan bekerja di ****** di republik ini...

Pernikahan saya dengan istri saya juga mempunyai cerita dan tantangan yang luar biasa. Istri saya orang Betawi-Sunda sarjana **** dari universitas di Jakarta, seorang murtadin juga. Beralih kepercayaan tahun 2007, 6 bulan sebelum kami menikah, dia di injili teman kantornya (orang Batak), saya gak pernah mengajak atau menginjili dia tetapi keluarganya menuduh saya yg injili dan paksa dia murtad. Saya di pukuli kakaknya waktu itu tetapi saya tidak membalas tetapi mendoakan mereka... Sekarang, rumah tangga kakak2 istri saya yang memukuli saya dulu hancur berantakan (kakak2nya ga punya anak sudah menikah 8 dan 7 tahun lamanya), mereka bercerai, sementara saya Tuhan mengaruniai kami seorang putra yang pintar dan ganteng sekarang berumur 4 tahun (kami menikah Sept 07) kami menamainya ****. Saya ingat, salah satu hal yang membuat saya memutuskan menikahi istri saya adalah karena saya melihatnya dalam mimpi, kami menikah. Perjuangan istri saya juga luar biasa, dia anak perempuan satu2nya dari 5 bersaudara. Saat memutuskan murtad dia harus di asingkan hingga ke pedalaman pandeglang kemudian dia harus di jambak2 dan kami tidak berkomunikasi selama 4 bulan. Di dunia yang semodern tahun 2007 istriku tidak boleh pegang hp, tidak boleh bersentuhan dengan internet, kemana-mana harus di temani (sekembalinya dari pengasingan dari Pandeglang) tetapi Tuhan itu baik, entah mengapa saya bisa bertemu istri saya di tempat yang tidak pernah kami datangi. Ceritanya panjang... Lain waktu saya akan cerita lagi... Apa yang saya mau tekankan disini adalah Tuhan itu adalah Tuhan yg mengetahui bahasa universal... Dia mengetahui kita manusia yang lemah dan rapuh terhadap dosa itulah sebabnya Dia datang dan menjadi pendamai atas dosa-dosa kita, Dia tidak menuntut kita atas pahala karena pahala dan perbuatan baik tidak bernilai dihadapan Tuhan karena Tuhanlah yang empunya kebaikan. Kalau kita merasa berpahala dan lebih baik dari orang lain maka bukankah kita telah berdosa terhadap Tuhan? karena telah membandingkan diri kita dengan orang lain. Jika kita merasa kita bisa ke sorga karena pahala dan kebaikan itu sama saja dengan kita menyuap Tuhan dengan nilai... Itu sama saja dengan kita membayar tiket ke sorga dengan kebaikan dan pahala kita... Semoga menjadi berkat buat kita semua... God Bless we all...


Keterangan dari Moderator:
Untuk alasan keamanan, nama2 asli disamarkan semua. Tahu aja sendiri gimana sikap pengikut 'agama damai' pada murtadin. M.

Cari artikel Blog Ini

copy right